Sides of Him

Gojo Satoru. Pria berambut putih dengan mata biru yang berhasil memikat banyak hati. Pembawaannya yang santai dan jahil—yang berulang kali membuat Yaga berteriak kesal, sanggup menutupi sisi dirinya yang lain saat berhadapan dengan jajaran petinggi Jujutsu. Pria yang sedari lahir sudah merusak keseimbangan di dunia Jujutsu ini terkenal dengan julukannya sebagai shaman terkuat.

Menjadi teman sekelas dan kini sesama guru di tempat yang sama, [Name] telah melihat berbagai sisi Gojo yang luput dari pandangan publik. Meski tampak acuh pada sekitar, kenyataannya Gojo merupakan salah satu orang yang paling peduli dengan orang-orang terdekatnya. Karena itu setelah perang yang dideklarasikan oleh Getou berakhir, [Name] langsung mencari keberadaan pria penyuka makanan manis itu.

Napasnya sudah terengah lantaran berlarian hampir ke seluruh penjuru sekolah Jujutsu kala mendapati Gojo terduduk di salah satu tangga, menyembunyikan diri dari dunia. Punggungnya yang bungkuk tampak sedih. Dengan perlahan, [Name] mendekati sang pria.

"[Name]," Gojo menyapanya tanpa menoleh, seolah tahu bahwa ia akan datang cepat atau lambat.

"Boleh duduk bersamamu?"

Pria itu tidak memberi jawaban verbal, menepuk-nepuk posisi di sampingnya sebagai respon.

[Name] menurut, duduk di samping Gojo tanpa protes. Netra gelapnya menelisik sendu rupa Gojo yang bagai kehilangan cahayanya. Aneh rasanya memandangi sosok yang biasanya mengulas senyum jahil dengan aura khas kini termenung muram.

Matanya menangkap helaian platina sang pria yang berdansa mengikuti irama angin musim dingin—menahan desakan kuat untuk menyelipkan jari-jarinya disana, juga embusan napas yang perlahan berubah menjadi uap putih. Meski tersembunyi di balik kain, [Name] tahu bahwa iris biru itu tengah kehilangan binarnya. Setelah apa yang terjadi hari ini, ia tak heran jika Gojo ingin mengasingkan diri sejenak.

"Aku sudah mendengarnya dari Shoko," ucap [Name] membuka pembicaraannya.

Gojo menggumam rendah. "Begitu."

Tak ada Gojo yang iseng pada muridnya. Tak ada Gojo yang ditakuti oleh banyak kutukan. Tak ada Gojo yang keberadaannya dibenci oleh jajaran petinggi Jujutsu. Yang [Name] lihat saat ini hanyalah Gojo Satoru yang tengah berduka karena kehilangan temannya yang paling berharga.

"Aku tidak akan membuka mulut kalau itu maumu," lanjut [Name] lagi.

Seringai tipis tampak di wajah Gojo. "Aku yakin kau tidak akan memberitahu siapapun."

"Kenapa?" sebelah alis [Name] terangkat pongah, sirat menantang berbinar dalam netra gelapnya. "Menurutmu aku takut membongkarnya pada petinggi?"

"Tidak, tidak," Gojo mengibaskan tangan, memiringkan kepala ke arahnya. Sudut bibirnya tertarik lebih dalam membentuk seringai yang lebih lebar. "Tidak ada untungnya bagimu memberitahu hal ini pada petinggi. Itu dan karena kau peduli padaku."

[Name] tergelak seraya mengangkat bahu acuh tak acuh. "Tidak salah."

Sesaat kemudian, hening kembali menyelimuti. [Name] sibuk memainkan jari ketika tiba-tiba bahunya terasa berat. Rona merah menjalari wajah hingga leher saat rambut platina menggelitik sisi lehernya, kian menyusupkan kepala di pundaknya. Bergerak tak nyaman lantaran sikap Gojo yang tak seperti biasanya, [Name] ingin menjauh.

"Biarkan seperti ini dulu," Gojo menahan lengannya, menggenggam erat jari tangannya yang lebih kecil. "Hanya untuk lima menit. Biarkan begini dulu."

Niatnya untuk menarik diri menguap seketika mendengar permintaan Gojo. Membiarkan sang pria beristirahat di bahunya, [Name] melempar pandangan ke kanvas paling megah di muka bumi. Tatapannya tak beralih dari sang Selene meski menyadari pria disampingnya gemetar, pura-pura tuli kala napasnya tercekat, memberi ruang bagi Gojo untuk mengungkapkan kedukaannya.

[Name] baru bereaksi saat Gojo mengepalkan tangannya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Bagai berhadapan dengan singa yang terluka, jemari [Name] menyusuri punggung tangan Gojo ragu-ragu, mencoba untuk menenangkan sang pria.

Tanpa suara, Gojo membuka kepalan tangannya, menyambut jemari [Name] kemudian menautkan jari-jari mereka. Diam-diam Gojo mengulum senyum kala mengamati betapa mungilnya jemari sang gadis yang saat ini terpaksa menjadi sandarannya seolah mengingatkan betapa besar perbedaan kekuatan mereka.

"Merasa lebih baik?" [Name] bertanya saat Gojo mengangkat kepala lalu beranjak.

Gojo merenggangkan tubuh, menoleh pada [Name] yang masih memancarkan kekhawatiran. "Apa yang kaubicarakan? Aku selalu baik-baik saja."

[Name] mendesah jengah, sudah memperkirakan akan seperti ini respon Gojo. "Kau dan tingkahmu itu."

"Aku dan tingkahku sangatlah luar biasa [Name]." Gojo terkekeh, mengulurkan tangan untuk membantu sang gadis berdiri. "Kurasa sudah waktunya kembali. Cepatlah... aku akan meninggalkanmu dan kaki pendekmu kalau tidak bergegas."

[Name] mendecih. "Semua orang tampak pendek kalau disandingkan dengan tubuhmu yang kelewat tinggi itu, tahu!"

"Apa?" Gojo menangkup telinganya, mengejek [Name] dengan melihat sekitar tanpa benar-benar menghadapnya. "Sepertinya ada yang bicara, tapi karena terlalu pendek aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas dari atas sini."

"Sialan!"

***

"[Name]? [Name]. Halo, [Name]?"

[Name] terkesiap saat seseorang mencubit pipinya gemas. Berhasil kembali pada realita—setelah sebelumya disibukkan dengan memori, [Name] menatap tajam pria yang masih belum melepaskan cubitannya.

"Sakit tahu!" sembur [Name] sembari mengusap pipinya yang memerah.

Gojo memberengut. "Bukan salahku. Siapa suruh malah melamun saat aku di sini? Aku telah bersusah payah untuk kembali dalam pelukanmu setelah menjalani misi berbahaya dari petinggi lho, tapi kau malah sibuk dengan pikiranmu sendiri."

"Berlebihan," decak [Name] mengulum senyum. "Mana ada misi berbahaya untukmu?"

"Tidak ada sih," Gojo tersenyum lebar, mengangkat kepala congkak saat [Name] meniup api egonya. "Aku kan yang terkuat."

[Name] mendengus jengah, kembali menyamankan diri dalam kukungan lengan Gojo yang memenjarakan pergerakannya. Matanya terpejam kala Gojo membanjiri puncak kepalanya dengan kecupan-kecupan kecil sebelum mengeratkan rengkuhannya.

Mereka tengah bersantai di asrama guru sekolah Jujutsu, lebih tepatnya di sofa kamar [Name] setelah Gojo tanpa permisi menginvasi kamarnya. Berkata bahwa ia tidak perlu izin untuk memasuki ruangan gadisnya.

"Jadi, apa yang begitu menyita pikiranmu selain aku?" pertanyaan itu terlontar dengan nada menggoda. "Bukan pria lain, kan?"

"Mana mungkin," [Name] menyeringai puas saat Gojo mengaduh ketika tinjunya menghantam sisi perut sang pria. "Hanya memikirkan reaksi para muridmu dan orang-orang kalau tahu ternyata Gojo Satoru adalah pria yang manja."

Gojo berpikir sejenak, membayangkan reaksi para muridnya jika mereka tahu bagaimana ia bersikap saat hanya dirinya dan [Name] lantas mengendikkan bahu. "Tidak peduli. Apa salahnya memanjakan gadisku?"

"Dasar perayu."

"Dan kau menyukainya."

"Narsis."

"Dan kau tetap menyukaiku."

"Sayangnya begitu," [Name] menghela napas panjang, melirik Gojo yang menampakkan ekspresi pura-pura terkejut. "Pilihannya hanya kau atau tidak sama sekali. Jadi aku memilih bersamamu saja."

Gojo terkesiap. "Aku terharu. Mengetahui bahwa hanya aku yang pantas untukmu, sepertinya kau sudah menyukaiku sejak lama ya?"

[Name] menekan kedua pipi Gojo hingga pria itu memonyongkan bibirnya sebagai usaha untuk menyembunyikan wajahnya yang tersipu. Gelak tawa melesak, tidak sanggup menahan geli dengan raut aneh sang pria. Gojo mengulum senyum, menangkup punggung tangan [Name] yang berada di pipinya lalu membelai telapak tangan sang gadis dengan bibirnya.

"[Name]?"

"Apa?" [Name] menyahut dengan dahi mengernyit, bingung dengan perubahan nada bicara Gojo.

"Aku berjanji untuk bertarung untukmu, menjagamu sebagaimana berharganya dirimu," bisik Gojo. Ibu jarinya membelai punggung tangan [Name], bersitatap dengan iris gelap gadisnya melalui tepi kacamata. "Seumur hidupku."

Hatinya membuncah. Pria yang hanya tau bagaimana cara bermain dengan wanita, berkata bahwa cinta adalah bentuk kutukan paling gila, kini mampu mengatakan hal yang begitu menyentuh padanya.

"Aku senang kau pulang," bisik [Name], melesak lebih dalam ke pelukan sang pria. Membiarkan indra penciumannya dimanjakan dengan aroma manis yang selalu mengiringi prianya.

Gojo mengulas senyum tipis yang tulus. "Selalu senang kembali padamu, [Name]."

Gojo Satoru mungkin mampu berkata bahwa [Name] adalah dunianya, tapi caranya menatap [Name] mengatakan bahwa ia akan selalu lebih daripada itu.


As per my sister request, cerita ini ditulis untuk selebrasi hari ulang tahun si guru nyentrik ini. Happy Gojo Day Everyonee!!!

Happy Reading!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top