Chapter 52: Are U Ignoring Me?
Amelia sebentar lagi akan menyelesaikan tugasnya sebagai relawan di klinik sekolah menengah atas Erysvale, sebenarnya di antara yang lain yang hanya sebulan kurang, bahkan Catherine dan Claudia tidak sampai empat Minggu bertugas di Panti Jompo, Amelia bertugas sebulan lebih seminggu, tentu hal ini atas permintaan gadis itu sendiri agar bisa melihat dan berinteraksi lebih lama dengan lelaki cantiknya.
Kini tak bisa dimungkiri jika Amelia bersedih karena tinggal menghitung hari sebelum kepergiannya dari sekolah ini, sungguh sangat dramatis dan hiperbola. Ia memang tetap bisa menemui Viole meski tak bekerja di klinik sekolah lagi, tetapi waktu untuk memandang dan mengganggu lelaki itu jadi berkurang, terlebih Viole hingga kini masih menolak untuk hangout dengan Amelia setelah pulang sekolah. Padahal Amelia takkan melakukan hal-hal tak senonoh lho, palingan makan di kafe, gandengan tangan, mencubit pipi Viole, pelukan, mengusap pahanya, ciuman terus memesan hotel. Okay, ia hanya bercanda. Ia bisa dibunuh Catherine jika ketahuan berpikir mesum pada bocah cantik itu.
Hanya saja, siapa juga yang tak menyukai Viole? Lelaki itu adalah standar di atas segala standar sosok pria yang baik secara fisik, kepribadian, bahkan setahu Amelia kalau Viole lumayan kaya? Ia pernah dengar dari Emma dan Sophia jika Viole tak pernah kekurangan uang bahkan pakaiannya selalu merek mahal dan beragam. Jadi bukankah rugi atau mubazir jika melepaskan sosok pria seperti si tampan dan cantik, Violetta Beauvoir.
"Lagi pula, dia nggak patriarki terus pintar masak sama bersih-bersih rumah lho. Bukankah di zaman sekarang mustahil ketemu pria yang nggak patriarki, seorang feminis, nggak merokok sama nggak minum alkohol. Apalagi nggak mudah kepincut perempuan lain. Dan semua itu ada di Viole! Ada di lelaki imut itu!" Amelia kini menatap pantulan cermin, tampak Mrs. Dayami tengah mencatok rambut Amelia.
"Tapi saking dia nggak mudah kepincut perempuan, sampai ke aku saja, dia nggak tertarik dan jatuh cinta lho!" Dia terus curhat pada Mrs. Dayami, asisten rumah tangganya. "Padahal pria lain dengan mudah nyatakan cinta ke aku. Gegara Viole, aku sampai mikir, apa aku kurang cantik dan seksi ya untuk dia? Atau kepribadianku jelek banget di mata dia?" Amelia memanyunkan bibirnya, wajah cemberut.
Mrs. Dayami tersenyum tipis. "Ini mau saya kasih tanggapan atau mau didengarkan saja?"
"Kasih tanggapan boleh."
"Coba Nona, bilang ke dia kalau Nona tertarik sama dia," ujar Mrs. Dayami, "terus Nona ajak kencan, tapi----"
"Sudah kulakukan! Aku bilang ke dia langsung, mau nggak nikah sama aku? Terus dia malah masang muka jijik dan nolak dengan gamblang."
Sesaat Mrs. Dayami membuat wajah heran. Sampai Amelia sedih lagi karena dia seperti diejek. "Nona kenapa langsung ngajak nikah? Jelas dia bakal nolak, apalagi kalian baru dekat sebulan lho. Maksud saya itu, lakukan pendekatan gitu, pelan-pelan saja dekati dia, kayak Nona lagi personal branding diri Nona ke media sosial kalau Nona tuh banyak prestasinya."
"Harus gitu ya?" balas Amelia.
"Iya Nona, nggak ada orang di dunia ini yang langsung terima kalau dilamar orang yang baru dia temui, pasti harus ada pendekatan terus berkencan, saling kenal kepribadian satu sama lain lebih dalam, nanti pelan-pelan tumbuh cinta, baru deh pacaran." Perlahan Mrs. Dayami menguncir rambut Amelia.
"Aku sudah lakukan kok," balas Amelia dengan percaya diri. "Aku ajak dia kencan, tapi malah nolak, sekadar jalan makan habis pulang sekolah saja, dia tolak."
Mrs. Dayami sesaat bingung, padahal Amelia primadona Universitas Varenheim dan banyak followers-nya di media sosial. Namun, kenapa malah terus-terusan ditolak. "Nona pas pertama kali ketemu sama dia, kasih kesan pertama yang bagus 'kan? Atau interaksi Nona ke dia selama di sekolah bagaimana? Karena ini mempengaruhi penilaian dia ke diri Nona."
Amelia diam sejenak dan berpikir. "Aku ketemu pertama kali sama dia di toko buku, terus kukira dia cewek jadi kupanggil cantik eh ternyata dia cowok, tapi karena beneran cantik, sampai sekarang kupanggil dia 'Pretty', terus aku suka goda dia tiap hari di sekolah, aku juga maksa dia followback semua media sosialku dan kasih nomor dia ke aku. Kalau semisal dia nggak mau nurut, aku ancam bakal SmackDown dia sampai dia mau nurut sama aku. Aku juga pernah ngebanting temannya ke tanah karena berani larang aku dekat sama Viole."
Sungguh kini Mrs. Dayami membelalak dengan mulut menganga lebar, ia sampai berhenti mengepang rambut Amelia. "Anda ancam bakal SmackDown dia?"
"Iya, aku akan lumayan bisa martial art, jadi kenapa nggak kulakukan? Perempuan zaman sekarang harus bisa melindungi diri sendiri juga," kata Amelia dengan lugas tanpa dosa.
"Bukan itu maksud saya." Mrs. Dayami sampai kehabisan kata-kata. Pantas saja Nona boss-nya ini ditolak berkali-kali!
"Jadi apa?" balas Amelia kesal, ia merasa jika perbuatannya salah. "Lagi pula, semua pria di dalam dan di luar Universitas pada suka aku dan selalu ngejar aku bahkan hendak minta nomor ponselku. Jadi Viole juga harus gitu, tapi karena dia nggak mau, harus kupaksakan dia suka sama aku, memangnya nggak boleh kayak gini?"
"Tentu saja tidak boleh, Nona!" ujar Mrs. Dayami, bodo amat dikira asisten rumah tangga tak sopan pada majikan karena dia merasa Nonanya ini sangat bodoh.
Kemungkinan karena dalam hidup Amelia dia selalu mendapatkan apa pun yang dia mau dan tak pernah kekurangan bahkan mudah baginya membuat banyak pria jatuh cinta padanya. Jadi ketika berhadapan dengan seorang lelaki yang malah tidak tertarik padanya, Amelia jadi tidak paham bagaimana cara mendekati lelaki itu dan memaksakannya agar jatuh cinta pada Amelia.
"Jadi maksudnya, aku yang salah?" Nada suara Amelia berubah jadi kesal. Kini Mrs. Dayami merias wajah Amelia. Gadis itu ahli merias diri sendiri sebenarnya, tetapi kali ini dia hanya malas melakukannya sendiri. "Aku Amelia dan berhak mendapatkan apa pun yang kumau termasuk Viole. Tidak ada penolakan seharusnya."
"Namun, karena inilah, lelaki itu menolak Nona!" ujar Mrs. Dayami, "dia merasa risi, tak senang karena Nona menggodanya atau memperlakukannya seperti anak kecil."
"Tapi dia memang imut!" balas Amelia.
"Oke dia imut, tapi jangan paksakan dia suka Nona atau mengancam akan di-SmackDown kalau nolak Nona karena dia malah makin sulit nerima Nona. Saran saya, Nona dekati secara normal, pendekatan dengan cara lebih ramah."
Amelia berdecak sebal. "Aku nggak paham cara itu! Aku pokoknya mau dia suka sama aku karena begitulah seharusnya, semua orang di dunia ini mencintaiku karena aku Amelia Psyche Cassiopeia putri dari pemimpin divisi ...." Perkataan gadis itu terhenti. "Intinya dia harus jatuh cinta sama aku dan nikah sama aku, titik, nggak pakai koma."
"Nona berkata seperti itu, memangnya si Violetta ada tanda-tanda jatuh cinta pada Nona?" balas Mrs. Dayami.
"Keluar!" Gadis itu berteriak, "keluar aku nggak mau dengar apa pun! Aku mau sendiri dulu sebelum ke sekolah itu! Sekarang keluar dari kamarku!"
Mrs. Dayami terkekeh. Ia berjalan ke pintu keluar. "Intinya kalau ditolak lagi jangan menangis semalaman."
"Dayami, cepat keluar atau kupotong gajimu!" teriak Amelia dan Mrs. Dayami segera pergi, tetapi masih terkekeh.
Baru kali ini, Amelia se-frustrasi ini menghadapi seorang laki-laki agar jatuh cinta padanya karena biasanya para pria yang mengejar-ngejar cintanya.
Semesta memang suka bercanda ya?
****
Amelia tiba di sekolah dengan percaya diri, sepertinya petuah dari Mrs. Dayami tidak berguna padanya karena dia akan tetap dengan pemikiran egoisnya bahwa apa pun yang dia inginkan harus dia dapatkan dengan cara apa pun meski cara paling kotor. Maka dengan penampilan rambut tergerai. tetapi sebagian dikepang waterfall braid, ia melangkah riang setelah memarkirkan lamborghini veneno black-nya. Ia hari ini mengenakan pakaian berupa kaos rajut lengan panjang dengan turtleneck serta handsock sehingga menutupi telapak tangannya. Kemudian dipadukan dengan capelet cloak warna merah dan rok pendek. Lalu ia kenakan pula kaos kaki mencapai atas lutut dan knee high boots warna hitam keduanya. Amelia merasa semakin cantik dengan style ini terutama pakaian warna merah, kalau kata anak-anak di kampusnya jika aura cantik dan seksinya semakin tampak jika mengenakan outfit merah.
"Siap ketemu cowok cantikku! Semoga dia sudah jatuh cinta sama aku jadi saat ketemu nanti, dia lebih dulu menyatakan cinta karena nggak mau berpisah dariku yang sudah nggak jadi relawan di sini lagi!"
Betapa percaya dirinya dia akan delusi itu terlebih esok adalah hari terakhir Amelia menjadi penjaga klinik sekolah karena sekolah ini sudah menemukan penjaga tetap yakni Mrs. Mia Zoey yang asal Indianapolis dan merantau ke sini. Mulai lusa dia bekerja dengan artinya Amelia cuma ada hari ini dan esok menghabiskan waktu lebih banyak dengan Viole karena dia yakin setelah ini, waktu mereka bertemu akan lebih terbatas terutama karena kesibukan Amelia.
"Aku harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin," ujar Amelia yang menjadi sorotan para murid, padahal sudah sebulan lebih di sini, masih banyak murid yang terkagum-kagum dengan kecantikan gadis itu. "Pokoknya aku harus menghabiskan waktu dengannya atau kalau bisa kujadikan dia milikku, meski dia nggak jadi pacarku. Tunggu, konsepnya gimana ini? Oh ya, he isn't my boyfriend, but he's still mine!"
Seperti itulah seorang Amelia Cassiopeia, gadis yang selalu mendapatkan apa pun yang ia inginkan maka kini pun harus terealisasikan. Sayangnya, tidak semua takdir selalu berjalan sesuai kehendaknya.
"Violeee!" teriak Amelia dengan senyuman lebar ketika melihat Viole keluar dari ruangan laboratorium kimia, perlu diketahui jika Amelia hafal jadwal pelajaran Viole dalam seminggu. "Kamu tahu nggak kalau besok aku ...." Perkataan Amelia terhenti ketika lelaki cantik itu tak menatap Amelia malah menunggu seorang gadis rambut pirang yang keluar dari laboratorium juga.
Detik itu senyuman Amelia pudar seketika karena Viole malah melangkah pergi menjauh darinya dan terus mengobrol dengan gadis pirang yang tak Amelia tahu siapa namanya. Tampak jelas jika Viole sangat lugas membahas praktikum kimia tadi serta si gadis pirang menanggapi dengan seimbang, bahkan Viole terkekeh bersama gadis pirang dan ia meminjamkan buku catatannya pada gadis itu. Tidak hanya itu, mereka tampak berjalan berdampingan dan sangat dekat, padahal Viole jarang seperti itu dengan lawan jenisnya. Viole selalu berada di sekeliling sahabat-sahabatnya.
"Siapa sialan pirang itu?" gumam Amelia mengepalkan tangannya karena sadar jika Viole bertingkah berbeda, tak seperti biasanya, meski kadang Viole baik hati, tetapi ia jarang sedekat ini dengan lawan jenis terkecuali Emma dan Sophia.
Hanya saja, Amelia takkan mudah emosi, ia harus bersikap anggun dan berwibawa seperti biasanya, layaknya seorang Queen Bee di Universitas Varenheim. Lagi pula interaksi antara murid adalah hal lumrah, tidak perlu dibesar-besarkan apalagi cemburu.
"Violetta," kata Amelia kini berjalan mendekati Viole. "Kamu ngapain?" Ia menatap si gadis pirang yang terdiam karena takut pada Amelia. "Kamu tahu nggak kalau lusa aku sudah nggak jadi penjaga klinik sekolah lagi, jadi gimana kalau kita banyak ngobrol---"
Viole menginterupsi kalimat Amelia. "Diam!" Lelaki itu menatap sinis. "Aku lagi ngobrol sama temanku, jangan ganggu kami."
Detik itu, Amelia merasa hidupnya tersambar petir siang bolong. "Maaf, aku tidak sedang mengganggu kalian, tapi aku ingin mengobrol dengan—" Sekali lagi Viole menginterupsi Amelia padahal belum selesai berujar.
"Kalau gitu bisa lain waktu, aku sedang sibuk sekarang karena setelah ini ada kelas dan kegiatan lainnya." Viole kembali melangkah bersama gadis pirang. "Maaf okay?"
Sementara Amelia menatap kepergian Viole dengan mulut menganga lebar. Lekas ia menatap sinis pada para murid yang memperhatikannya, lalu ia melangkah pergi dengan kaki dientakkan dan menuju klinik sekolah. "Tidak masalah, dia pasti sibuk, semua orang sibuk di dunia ini termasuk aku! Dan ya, pergi saja dengan perempuan itu, aku akan menculikmu saat jam makan siang nanti."
Sebenarnya permohonan Amelia hari ini hanyalah menghabiskan waktu dengan Viole entah mengobrol berdua atau memandangi wajah cantik lelaki itu. Sayangnya, semesta tak memudahkan hal tersebut, lebih tepatnya, Viole bersikap aneh hari ini! Semua ini berlanjut ketika Amelia bertemu dengan Viole di toilet, kesempatan gadis itu untuk menyapa Viole sebelum kembali ke kelas, tetapi sepanjang di koridor, Viole terus mengabaikan Amelia bahkan tak satu pun ocehan Amelia yang biasanya ditanggapi, kini benar-benar didiamkan.
"Nanti makan siang bersama di kantin okay?" kata Amelia karena hampir sampai di kelas Viole, mata pelajaran Filsafat. "Setidaknya kita harus makan siang bersama hari ini dan besok sebelum aku nggak di sini lagi." Amelia sudah memelas dan tak menggunakan ancaman. Namun, Viole malah menatap sinis.
"Hm." Setelah jawab singkat itu, dia masuk ke kelasnya, bahkan menutup pintu cukup kencang, seolah-olah hendak membanting pintu tersebut tepat di depan wajah Amelia.
"Hm?" Amelia ulangi perkataan itu seraya melangkah kembali menuju ke klinik sekolah. "Jawabannya cuma Hm, apa maksud dari Hm itu?! Apakah maksudnya ya atau tidak, atau setengah-setengah! Kenapa dia harus menjawab seperti itu?! Berengsek, intinya dia pasti di kantin jika tidak akan kuseret saja dia."
Kesialan terus berlanjut karena ketika mendekati jam makan siang, malah banyak murid yang sakit karena terluka dan terkilir saat pelajaran olahraga bermain basket, hal ini membuat Amelia sangat sibuk untuk mengobati luka di lutut dan siku para murid itu. Lalu mengompres kaki mereka yang terkilir dan membengkak! Hampir setengah jam dia menangani para murid itu dan jam makan siang tersisa 10 menit lagi. Namun, tidak masalah, Amelia akan mengirimkan pesan pada Viole jika dia akan terlambat, tetapi Viole harus tetap menunggu Amelia, lebih tepatnya menemani Amelia makan di kantin sekolah. Masalah waktu, jangan khawatir karena Amelia bisa makan hanya dalam hitungan lima menit saja.
Amelia:
Pretty!! Pretty!
Aku akan terlambat ke kantin karena para murid sialan kakinya terkilir dan harus kuobati jadi cukup memakan waktu di klinik sekolah.
Pretty, kamu harus tunggu aku di kantin okay? Maksudnya menemani aku makan di kantin. Jangan pergi ke kelas sebelum aku datang.
Kamu boleh makan lebih dulu, tetapi tetap harus nungguin aku makan di kantin.
Janji kok kalau makanku cuma bentar jadi kamu nggak bakal telat ke pelajaran selanjutnya. Okay pretty? Temani aku makan ya ....
Pookie Bear :
Y.
Amelia sempat terhenti mengobati pasien terakhir, tangannya sedang memegang kompres dingin yang menekan pergelangan kaki bengkak seorang murid lelaki. "Bajingan, jawaban apa ini?" Saking kesalnya, Amelia sampai tak sadar jika tenaganya terlalu kuat menekan kaki bengkak tersebut, membuat si murid kesakitan.
"Apakah hari ini dia hemat bicara padaku, tadi cuma Hm, sekarang Y. Keyboard-nya rusak atau bagaimana?!" Amelia masih tak sadar jika kini si murid sangat kesakitan karena pergelangan kaki bengkaknya terus ditekan kuat.
"Permisi, tapi kakiku sakit sekali karena kau tekan ...." Murid tersebut kicep dan membungkam mulutnya sendiri ketika Amelia menatap sinis padanya.
"Kompres sendiri saja," ujar Amelia memberikan kompres tersebut. "Dasar cowok lemah, terkilir dikit saja sudah kayak melahirkan saja." Lekas gadis itu pergi dari klinik tersebut setelah membanting pintu dengan keras.
Sementara si murid lelaki diam mematung. "Oh Tuhan, untung saja nenek penyihir seram itu takkan di sini lagi lusa nanti, dia cantik, tapi menyeramkan." Perlahan ia mengompres kakinya sendiri meski menangis. "Kasihan sekali yang jadi suaminya di masa depan nanti."
Ya, sungguh kasihan.
Kini pun ada yang lebih kasihan. Amelia berharap jika ia bisa menghabiskan waktu dengan Viole di kantin, tetapi ia malah melihat pandangan para murid berkumpul di sekeliling lelaki cantik itu yang tengah membagikan croissant isi cokelat kepada teman-temannya. Bagi Amelia tak masalah karena Viole memang baik dan pandai memasak, dia juga bahagia karena akhirnya bisa merasakan masakan lelaki itu lagi, setelah terakhir kali ia makan cromboloni buatan Viole.
Senyuman Amelia mengambang sempurna ibarat kue bolu ketika Viole berjalan ke arahnya dan membawa croissant yang tersisa, pasti akan diberikan pada Amelia.
"Terima kasih banyak Pretty, kamu memang perhatian ...." Perkataan Amelia terhenti ketika Viole melewatinya begitu saja dan malah memberi croissant terakhir pada seorang gadis rambut hitam.
"Eh untukku?" kata perempuan itu menatap bingung. "Kupikir kamu nggak ingat aku."
"Aku ingat dan dimakan ya croissant-nya," kata Viole.
"Makasih banyak." Perempuan rambut hitam itu tersenyum sumringah
"Sama-sama," ujar Viole kembali melewati dan tak mempedulikan Amelia, membuat gadis itu geram dan menarik lengan Viole bahkan menekan bahunya.
"Pretty, punyaku mana? Oh atau kamu taruh di tempat bekal yang berbeda terus isinya lebih banyak untukku?"
"Nggak ada, sudah habis," balas Viole dengan mudahnya lalu melangkah kembali dan mengabaikan Amelia.
"Sialan! Jadi kau tak menyisakan untukku? Kau tak memberiku croissant itu?!" Ia mengikuti langkah Viole ke meja kantin, terlihat Viole memasukkan kotak-kotak bekal ke dalam tote bag-nya.
"Aku hanya membuatkan untuk teman-temanku," balas Viole, lalu berniat langsung pergi.
"Teganya kau bocah!" teriak Amelia kembali menahan lengan Viole. "Sekarang kau mau ke mana? Kau janji menemaniku untuk makan siang di kantin ini!"
"Nggak bisa." Viole menepis tangan Amelia. "Aku harus menemui guruku karena barusan dipanggil. Kau makan saja sendiri."
"Tidak, tidak!" Amelia membentak, "kau janji mau menemaniku makan!"
"Aku harus menemui guruku di kantor, dia akan marah jika aku menunda-nunda," balas Viole. Lekas lelaki itu pergi dari sana sementara Amelia menatap dengan mata berkedut.
"Laki-laki sialan itu, kenapa terus mengabaikanku?!" Amelia sangat marah, ia lekas memesan makanan, duduk di meja pojok dan tampak menyebarkan aura mengerikan seperti penyihir jahat meski cantik. "Mari berpikir positif, dia pasti hanya sibuk dengan tugasnya sebagai murid, ya tak masalah, masih ada sorenya karena dia latihan basket hari ini!"
Begitu sore tiba, betapa Amelia benci karena banyak sekali murid-murid perempuan yang berdatangan untuk menonton anggota tim basket berlatih, baiklah Amelia sangat paham jika para murid itu kemari tidak hanya untuk menonton basket, tetapi mengagumi wajah seorang lelaki cantik nan tampan bersama dengan temannya, Theodore. Namun, bisakah para perempuan di saja berhenti bersorak-sorai dan cari perhatian pada Viole? Amelia merasa risi karena lelaki cantiknya digoda dan jadi sorotan perempuan lain.
"Haruskah kumusnahkan mereka?" Amelia menatap sinis. "Tidak, aku harus terlihat anggun di hadapan calon suamiku." Lekas ia mencari tempat duduk yang jauh dari kerumunan murid.
Berada di sana, Amelia tak melepaskannya pandangannya dari Viole. Sungguh tak ia sangka meski lelaki itu paling pendek di antara anggota lain, tetapi ia begitu mahir melewati lawan-lawannya kemudian melemparkan bola pada Theodore yang akan mencetak poin. Kerjasama yang sangat bagus. Pantas mereka menjadi sahabat.
"Kenapa kau abaikan aku, pretty," ujar Amelia merekam Viole latihan dengan ponselnya. Tidak masalah merekam bukan? Karena tampak para murid lain juga merekam latihan ini terutama menyorot pada Viole dan Theodore serta si ketua basket, Hunter. "Padahal aku mau menghabiskan waktu denganmu sebelum aku tak bertugas di sini lagi, tapi kamu malah mengabaikanku, bahkan kita nggak ada mengobrol sama sekali."
Tepat di samping Amelia ada tote bag berisi susu kotak rasa pisang yang ia ambil semua dari kantin sekolah sampai stok hari ini habis, mencegah murid-murid perempuan lain membelinya juga dan memberikannya pada Viole. "Setelah ini, kau harus jadi milikku, tidak ada pengabaian lagi, kau harus menemaniku hangout sebentar untuk membayar pengabaianmu sejak pagi tadi."
Amelia tahu dari Sophia dan Emma jika Viole ngambek, maka beri saja makanan dan minuman favoritnya, setelah itu Viole akan berhenti marah. Maka inilah tujuannya membawa susu kotak rasa pisang yang selalu jadi favorit lelaki itu. "Kali ini aku takkan gagal."
Hingga latihan basket pun berakhir, betapa banyaknya murid-murid yang memberikan minuman dingin dan anggota tim basket terutama Viole dan Theodore padahal mereka juga punya minum sendiri di tumbler. Kini tak bisa dihitung berapa banyak murid-murid perempuan yang mengelilingi Viole dan hendak memberinya minuman dingin dimulai dari minuman bersoda, kopi kalengan, teh dalam botol, hingga jus jeruk.
Lalu dari arah berbeda, terdengar langkah seorang gadis cantik berbalut capelet cloak merah dan rambut kepang waterfall sehingga menambah kecantikannya tengah menuju kerumunan yang mengelilingi Viole. "Violetta!" teriak Amelia membuat para murid segera membukakan jalan. Kini para murid merasa sedih karena Viole pasti memilih dengan gadis ini, terutama mereka dengan rumor jika Viole sangat dekat dengan Amelia.
"Tadi latihanmu bagus banget," ujar Amelia.
"Ya," balas Viole bahkan tak menatap Amelia. Dia sibuk mengusap wajahnya dengan handuk karena ia sangat berkeringat.
Amelia berusaha abaikan jawaban singkat itu. Seraya mengeluarkan satu kotak susu rasa pisang. "Oh ya, aku bawa minuman favoritmu---"
"Terima kasih ya, jus jeruknya," ujar Viole lekas mengambil botol berisi jus jeruk, pemberian dari salah satu murid. "Lebih baik minum minuman segar setelah latihan."
Setelah itu Viole meminum jus jeruk tersebut kemudian melangkah melewati Amelia begitu saja yang hanya terdiam membisu. Kini gadis itu penuh dengan amarah. Lekas ia berbalik badan dan mengejar Viole. "What's wrong with you?!" Suara Amelia menggelegar.
"What's wrong with me?" balas Viole, "I'm fine, nothing wrong."
"Shit! Bukan itu maksudku! Kenapa kau menolak minuman ini?" ujar Amelia.
"Tidak ada yang minum susu setelah olahraga," balas Viole, kini berjalan lorong yang menuju kamar mandi pria. "Seseorang lebih butuh minuman bersoda atau yang menyegarkan."
"Bohong! Kau selalu menyukai minuman ini, jika pun tidak kau minum sekarang, setidaknya kau terima untuk diminum nanti!" ujar Amelia.
"Aku tidak butuh." Viole sama sekali tak menatap Amelia.
"Kau benar-benar bersikap sialan kali ini! Sekarang berhenti dan biarkan aku mengobrol denganmu!" teriak Amelia lekas menarik lengan Viole untuk menghentikan langkah kaki lelaki itu. "Kenapa kau mengabaikanku seharian?"
"Aku sibuk. Tidakkah kau lihat jika sejak tadi pagi aku sibuk dan sekarang latihan basket?!" balas Viole.
"Sibuk kau bilang?!" Suara Amelia meninggi. "Baiklah kau sibuk, tapi kenapa kau terus mengabaikanku?! Kau bahkan tak mau mengobrol denganku, kau ingkar janji saat aku memintamu menemaniku makan padahal hanya lima menit saja! Apakah sulit bagimu melakukan hal itu untukku!"
Viole hanya diam saja maka Amelia berujar lagi. "Apakah kau sudah tahu jika lusa nanti aku tak lagi di klinik sekolahmu? Aku cuma mau menghabiskan waktu denganmu sebelum kita jarang bertemu setelah aku tak di sini lagi?! Terkecuali jika kamu mau menyisihkan waktu untuk terus berkomunikasi dan hangout denganku! Nyatanya kini saja kau malah mengabaikanku seharian padahal aku tidak salah apa pun!"
Viole benar-benar diam, tak menyahut, membuat Amelia geram. "Kenapa aku mengabaikanku seharian? Apakah aku ada salah? Katakan Violetta, aku bahkan tak paham letak salahku di mana, dasar kau sialan! Kubanting kau sekarang juga sampai kau benar-benar mengobrol denganku! Kenapa kau abaikan aku padahal lusa aku sudah tak di sini lagi!"
"Memang begitu seharusnya," balas Viole.
"Apa?" Amelia terdiam.
"Aku memang harus berhenti mengobrol denganmu, lagi pula kau sangat menyebalkan dan terus mengusik hidupku. Jadi lebih baik kita tak ada komunikasi lagi setelah ini." Maka tanpa menunggu respons Amelia, lelaki itu lekas masuk ke kamar mandi khusus pria.
"Aku tak peduli apa perkataanmu!" teriak Amelia tetap berdiri di depan kamar mandi pria. "Aku akan tetap mengusik hidupmu itu! Kini pun juga! Aku takkan beranjak dari sini sampai kau keluar dan kita berdua pergi hangout sore ini juga sebagai bayaran kau telah mengabaikanku seharian penuh! Kau dengar itu, Violetta Beauvoir, kau keras kepala maka aku lebih keras kepala!!"
Satu jam pun berlalu, Amelia masih menunggu di depan kamar mandi pria, ia bahkan sampai berjongkok di sana seraya memainkan ponselnya. Dia rela menunggu karena harus tahu alasan mengapa Viole mengabaikannya padahal kemarin semuanya baik-baik saja. Amelia bingung, apakah dia berbuat kesalahan hingga Viole mengabaikannya? Namun, ia tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat.
"Kau sangat keras kepala ya!" teriak Amelia, hampir sejam dia menunggu karena sejak tadi Viole tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Mau sampai kapan kau diam di sana?! Aku akan menunggumu bahkan jika harus semalaman!"
Amelia yakin Viole masih di dalam karena kamar mandi pria hanya satu pintu masuk saja. "Bocah itu benar-benar gila, haruskah kuseret paksa saja dia?"
Lalu seorang petugas kebersihan masuk ke dalam, kemudian keluar lagi karena melihat Amelia. "Lagi nunggu siapa ya?"
"Teman saya di dalam," balas Amelia.
"Lho, tapi kamar mandinya kosong," kata si petugas kebersihan. "Tidak ada orang lagi di dalam."
"Apa, tidak ada orang di dalam?!" teriak Amelia menerobos masuk dan benar saja, kamar mandi tersebut kosong, tidak ada tanda-tanda Viole maupun Theodore. "Sialan, dia kabur lewat mana?!"
"Waduh," kata si petugas kebersihan, "kayaknya ada yang menjat lewat jendela kecil di bilik toilet itu."
Amelia terdiam sejenak. Maka lekas ia berlari keluar. "Dasar Violetta bajingan!" teriak Amelia lekas menuju parkiran sekolah yang sudah sepi. Menandakan jika sejak tadi, Viole sudah lama kabur dengan Theodore melalui jendela bilik toilet dan Amelia menyia-nyiakan waktunya selama sejam menunggu seperti orang bodoh.
Kini berada di dalam mobil lamborghini-nya, dia diam frustrasi dan tampak sedih, ia menahan isak tangis, seraya memukul-mukul kuat setir mobilnya. "Sebenarnya apa salahku, sampai dia mengabaikanku."
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #21
Kira-kira apa yang terjadi pada Viole sehingga dia secara sengaja mengabaikan Amelia? Ternyata jauh lebih baik dengar ocehan Viole atau dia marah dan kesal ya dibandingkan diabaikan secara sengaja^^
Lalu seperti yang dijelaskan jika seorang Queen Bes pun bisa patah hati pula kalau dicampakkan oleh seseorang yang dia sukai, haha....
Prins Llumière
Sabtu, 07 Desember 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top