Chapter 51: Really Hate the Rain
Napasnya terasa sangat sesak serta darah segar menetes dari hidungnya, ia berusaha bangkit dari kasurnya seraya melangkah gontai menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, pusing di kepalanya membuat gelas yang ia pegang terjatuh hingga pecah berkeping-keping, sesaat ia memegangi kepalanya karena semakin berdenyut, setelah mengambil gelas baru dan mengisinya dengan air. Lekas ia mengambil beberapa butir obat yang terdiri dari obat sakit kepala, demam, hingga maag, ia takut jika terserang maag karena ia tak nafsu makan pula saat makan malam tadi.
Menelan ketiga obat sekaligus, tak ia pedulikan apakah minuman obat sekaligus adalah kesalahan atau tak apa karena kini ia harus menstabilkan dirinya terutama karena obat Nix sudah habis dan ia belum mengambil stok baru di rumah sakit. Kini setelah tiga butir obat mulai berfungsi, ia duduk di sofa, seraya menatap sosok hitam tinggi dan berkuku panjang berdiam di pojok ruangan dengan mata melotot serta gigi tajam tampak jelas. Boogeyman itu hampir membunuhnya di kala tidur, syukurlah ia lekas bangun sebelum benar-benar terluka.
"Seharusnya aku mengambil obat Nix sejak pagi tadi," ujar Viole seraya menatap ponselnya, ia bersandar di sofa karena tak mungkin tidur, jika ia tidur maka boogeyman akan mengganggu bahkan parahnya membunuhnya.
Obat Nix habis sejak kemarin subuh, biasanya ia akan ambil stok di rumah sakit, di sediakan oleh Julius Cunningham, tetapi ia lupa mengambilnya, kini tanpa obat tersebut, Viole akan diganggu oleh boogeyman ketika tidur. Viole takkan tidur nyenyak malam hari tanpa obat Nix, ia sudah seperti kecanduan narkoba, tetapi Nix bukanlah sejenis Narkotika. Obat itu hanyalah obat yang menenangkannya dan agar ia tak diganggu boogeyman di malam hari, ya obat penenang untuk efek samping kekuatannya sebagai ævoltaire.
"Tapi jika dipikir-pikir, obat ini memang mirip narkoba," gumam Viole menatap sendu ponselnya. "Julius sialan, ternyata dia belum pulang. Malah liburan ke Swiss, tapi obatnya tetap bisa diambil di kantornya kapan saja." Viole menatap pada kode pintu ruangan kantor Julius Cunningham di ponselnya.
Dia berpikir sejenak, haruskah ia ambil obat itu sekarang juga? Namun, sekarang pukul sebelas malam dan di luar hujan. Jika ia tak ambil obatnya, maka Viole takkan tidur hingga esok hari, ia harus begadang semalaman, dan sejujurnya, begadang membuatnya sangat lelah. Ia tidak pernah tidur siang karena harus tetap menjaga dirinya dari boogeyman. Makhluk hitam itu selalu mengincarnya ketika ia tidur terutama saat sendirian karena di saat-saat tidur, tubuh manusia sangat rentan. Ia tak mau selalu minum Nix di siang hari jadi karenanya ia jarang bahkan sepertinya tak pernah tidur siang.
"Rasanya mau gila karena aku tidak pernah tidur nyenyak, tapi kalau ambil obatnya sekarang ...." Viole menatap luar jendelanya yang tak ia tarik gordennya. "Hujannya sangat deras, aku benci hujan."
Viole sangat benci hujan, bahkan boleh saja dikatakan jika ia punya fobia pada hujan, dan trauma karena hujan. Jika ia basah akibat guyuran hujan, ia pasti sakit, tubuhnya tidak tahan hujan, sangat rentan malah. Setiap hujan, ia selalu mencari cara agar tak satu pun air hujan mengenai kulitnya bahkan ia pernah menggunakan kekuatannya agar air hujan tak membasahinya. Alasan ia seperti ini, tidak jauh-jauh dari dirinya sebagai ævoltaire.
Ia masih ingat kenangan buruk di masa lalu yang membuatnya trauma pada hujan. Ketika Viole yang masih belia harus menghadapi seorang ævoltaire dengan kemampuan menurunkan hujan serta dapat membunuh banyak manusia dalam hitungan detik. Betapa ia hampir gila menyaksikan teman sesama ævoltaire-nya mati begitu saja akibat terguyur hujan; tubuh mereka melepuh hingga tampak organ tubuh dan tulang mereka, jeritan memohon ampun untuk diselamatkan, bahkan ada yang tak berbentuk lagi. Di antara mereka, hanya Viole seorang diri yang selamat, hanya ia seorang di antara tubuh-tubuh hancur dan bergelimpangan.
Semenjak itu, ia sangat benci hujan dan punya ketakutan tersendiri jika tubuhnya terguyur air hujan meski ia tahu jika hujan yang turun bukanlah karena ævoltaire.
"Besok seminar dia," ujar Viole menatap pada postingan terbaru Amelia yang muncul di beranda Instagram Viole. Namun, tidak di-like oleh lelaki itu.
Sesaat ia menatap keluar jendela lagi, beralih pada foto Amelia. Perlahan ia menghela napas panjang. Seperti memutuskan sesuatu. "Aku harus mengambil obatnya kemudian tidur, kalau besok mengantuk, nanti tidak bisa datang ke seminar dia. Nanti nenek sihir itu mengamuk sepanjang hari."
Lekas ia menaruh ponselnya, mengambil jas hujan dalam lemari, jas hujan ini terbuat dari plastik bening, tetapi warna kuning dengan gambar bebek di kedua kantung, panjangnya melebihi lutut, tetapi tidak sampai mata kaki. Ia juga kenakan kaos kaki warna kuning kemudian sepatu boots bening putih sehingga tampak kaos kakinya. Ia mengambil payung bening tanpa gambar. Sudah siap dengan alat tempur melawan hujan, lekas ia keluar dari kamar apartemennya. Sementara itu, sang boogeyman perlahan menghilang.
Tengah malam ini sangat sepi dan sunyi, bahkan tak terlihat seorang pun di jalan raya. Viole terpaksa berjalan kaki menuju rumah sakit karena tidak ada uber. Ia juga enggan memesan uber. Maka hanya ditemani lampu-lampu jalan yang bersinar temaram, lelaki itu melangkah pelan dan menghindari genangan air. Ia tak takut sama sekali berjalan sendirian di tengah malam sendirian, padahal ia bisa saja menjadi sasaran empuk pembunuh berantai yang meskipun akhir-akhir ini tak terdengar lagi kabarnya.
Kemana pembunuh berantai itu? "Bloodied Tortuner-nya pulang kampung mungkin ya." Viole berujar dan mengeratkan genggamannya pada tongkat payung agar tak terbang karena angin bertiup cukup kencang.
Kini Viole menyeberang jalan, dari kejauhan yang tak ia sadari, di antara kegelapan, tampak sesosok makhluk misterius atau malah manusia yang mengenakan jubah hitam dengan tudung tengah menatap Viole, seluruh jubah sosok misterius itu basah kuyup dan air tak berhenti menitik dari ujung jubahnya. Ia mulai bergerak seiring langkah Viole yang terlihat percaya diri berjalan di malam yang sepi. Hingga si jubah basah berhenti ketika Viole tiba di rumah sakit. Ia tak mengikutinya masuk ke dalam.
"Sepi juga ya," ujar Viole melepaskan jas hujannya dan menaruh payungnya di atas bangku panjang di pelataran rumah sakit.
Lekas ia menuju ruangan Julius Cunningham, hampir dekat ruangannya, dia melihat kamera CCTV di sana. Ia memejamkan matanya dan membuat skenario kecil untuk menggunakan kemampuannya. "Once upon a time." Hanya satu hal yang ia pikirkan adalah cerita tentang seorang anak kecil punya kemampuan invisible atau membuatnya tak terlihat selama beberapa detik kemudian mencuri benda yang ia targetkan.
Maka Viole berhasil menyelinap ke ruangan Julius Cunningham tanpa terekam CCTV dan mengambil dua botol obat Nix, setelahnya ia keluar kembali dengan selamat. "Dapat obatnya," ujar Viole seolah-olah dia adalah tokoh super-hero di film kartun.
Viole terkekeh seraya mengusap lehernya yang perlahan lebam membiru, efek ia menggunakan kekuatannya. "Padahal hanya hitungan detik, tetap luka lebam."
Berada di luar, ia kembali kenakan jas hujan kuningnya dan payung, lalu melangkah, tetapi ia urungkan pergi saat melihat empat anak bebek kuning tengah berjalan ke belakang rumah sakit, menuju danau atau kolam buatan di rumah sakit itu. "Bebek! Bebek!!"
Lelaki cantik itu matanya berbinar-binar, tanpa pikir panjang, ia berjalan mengikuti para bebek yang kini berenang di danau buatan tersebut, kemungkinan cukup dalam. Viole berjongkok di pinggiran danau, ia tersenyum manis melihat keempat anak bebek berenang. "Kemana ibu bebek?" kata Viole karena para bebek sibuk berenang dan sesekali minum air. "Tumben sekali ada bebek di sini? Kok bebek-bebek berenang saat hujan malam ya? Duh sayangnya aku nggak bawa ponsel, jadi nggak bisa foto kalian."
Viole menelengkan kepalanya dan menggenggam kuat tongkat payung. "Kalian mau makan nggak? Aku bisa kasih makanan, tapi tunggu sebentar okay." Perlahan ia memejamkan matanya, kepalanya menunduk, dan ia bersiap menggunakan kekuatannya lagi untuk memberi makanan kepada empat bebek kuning imut nan lucu tersebut.
Hanya saja dikarenakan terlalu fokus pada cerita yang ia rangkai, ia tak sadar jika langkah kaki mendekatinya, sesosok makhluk berjubah hitam basah kini berdiri tepat di belakang Viole. Sekonyong-konyongnya, tubuh Viole didorong kuat hingga tercebur ke dalam danau tersebut, ia berusaha untuk berenang, tetapi sungguh mengerikan ketika tali terbuat dari air lekas menjerat kedua kaki dan tangannya kemudian menarik Viole hingga ke dasar danau buatan tersebut. Tubuh lelaki itu terus meronta-ronta, berusaha membebaskan diri, tetapi terus ditarik kuat hingga ia tak bisa berenang ke permukaan, bahkan kini tali terbuat dari air seketika melilit leher lehernya. Ia semakin kehabisan napas bahkan tak dapat berpikir harus skenario apa yang ia buat agar kekuatannya aktif.
Detik itu tubuh Viole berhenti bergerak, ia tenggelam dalam danau tersebut, pandangannya perlahan buram, bahkan tak dapat ia lihat apakah ada seseorang di permukaan sana karena kesadarannya benar-benar akan hilang. Apakah ia akan mati di sana? Pada detik itu pula?
Hingga terdengar suara seperti seseorang menyeburkan dirinya ke danau tersebut bersamaan tangan yang lekas menarik Viole keluar dari sana, membebaskannya dari jeratan tali air, lalu Viole berhasil naik ke permukaan. Ia merangkak ke pinggiran danau dengan terbatuk-batuk. Ia selamat. Kini seluruh tubuhnya basah kuyup, napasnya tak beraturan, lalu ia menatap pada sebuah bunga anggrek di dekatnya. Kemudian lelaki itu tersenyum tipis dan bergumam, "terima kasih, Nenek penjual bunga."
****
Demam tinggi menyerangnya saat pagi hari dan ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia terpaksa tak masuk sekolah hari ini, teman-temannya juga yang menyuruhnya untuk beristirahat saja pada hari ini. Kini ia berbaring di kasurnya dengan kompress tempel di dahi, ia tak punya tenaga karena sekujur tubuhnya terasa sangat lelah dan dingin, meskipun tidak diganggu boogeyman berkat obat Nix. Ia harus melawan demam dan sakit kepala bahkan tulang-tulangnya terasa seperti sakit dan menusuk-nusuk.
"Sialan, aku mau mati saja," gumam Viole, asal bicara saja. Ia beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan. "Aku lapar."
Perlahan Viole turun dari kasurnya. Ia harus tahan dengan segala macam sakit karena ia hidup sendiri. Ia adalah ævoltaire jadi segala macam cobaan harus dia jalani dan tak bisa berdiam diri saja. Layaknya kini jika ia tak memasak sendiri, ia pasti akan mati kelaparan. Maka Viole menyeret kedua kakinya ke dapur, betapa ia frustrasi karena lantai dapur kotor akibat pecahan gelas kaca semalam yang lupa ia bersihkan. Jadi sebelum membuat sarapan pagi, ia membersihkan pecahan gelas kaca itu terlebih dahulu dengan sapu dan sekop.
Setelah beres, ia mengambil ponselnya untuk mencari resep makanan, ia berniat memasak sup ayam dan sayur saja untuk sarapan. Dengan tubuh tak bersemangat dan kompress di dahi, ia mengambil bahan-bahan di kulkas, peralatan masak seperti panci berisi air kemudian ia rebus, talenan dan pisau yang ia gunakan untuk memotong sayur seperti wortel dan kentang. Meskipun dalam keadaan sakit dan seperti berada dalam ambang kematian, Viole tetap terlihat mahir menggunakan pisau dan memotong bahan-bahan masakannya, ia juga cekatan dalam membuat bumbu, serta merebus ayam. Ia benar-benar tampak seperti koki andal, tetapi dilanda demam.
Setengah jam berlalu dan kini ia tinggal menunggu supnya matang, jadi ia sambil makan roti untuk mengganjal rasa laparnya, ia juga membuat teh hangat wangi melati. Semua di tata di atas meja begitu pula supnya. Kini tersaji sudah sarapan hangat nan lezat yang memasak makanan ini hampir menghilangkan setengah nyawa Viole dikala sakit demam tinggi ini.
"Sangat enak," ujar Viole hampir menangis ketika supnya masuk ke lidah. "Beruntungnya aku karena Tuhan memberiku kemampuan memasak yang baik, eh tapi kan aku juga belajar."
Perlahan ia tertunduk dan tiba-tiba menangis begitu saja, tidak tahu sebabnya, barangkali karena kejadian semalam. Ia merasa jika seseorang mendorongnya, ia pikir seorang pembunuh berantai, tetapi ketika ia terjerat tali air hingga tubuhnya tak bisa bergerak, ia sadar jika kemungkinan ada seorang ævoltaire juga di sekitarnya yang berusaha membunuhnya. Namun, Viole tidak tahu siapa. Ia bingung pula harus mencari tahu dengan cara apa jadi karenanya ia diam saja. Jika lawannya adalah sesama ævoltaire, ia takut hal ini berimbas ke banyak orang.
Setelah menghabiskan sup dan tehnya, ia mencuci semua peralatan masak yang ia gunakan tadi termasuk mangkuk dan gelas. Setelahnya Viole menuju ke dalam kamar. Mengambil beberapa pil obat lekas ia minum, ia juga mengambil obat Nix untuk jaga-jaga jika ia tertidur karena pengaruh obat demam, sehingga ia takkan diusik oleh boogeyman kalau tertidur.
Viole kini berbaring seraya menatap ponsel. "Dia sibuk banget ya." Ia melihat snapgram Amelia berupa video 15 detik yang memperlihatkan Amelia sibuk bersama teman-temannya mempersiapkan seminar hari ini.
Setelahnya Viole hening sejenak karena mengantuk, matanya terasa berat, tetapi ia belum mau tidur. Jadi ia mengecek situs web khusus dari perusahaan Æthelwulfos yang hanya bisa diakses para ævoltaire. Situs tersebut biasanya berisi informasi mengenai berita para ævoltaire yang melakukan bakti sosial atau menjalankan sebuah misi. Serta mengecek status seorang ævoltaire.
"Sialan, mereka masih melarangku mengecek situs ini," ujar Viole karena ada tulisan besar 'You Are Not Given Access' berwarna merah setelah Viole memasukkan nama, ID ævoltaire-nya, dan password-nya.
"Kalau tidak kuakses, bagaimana bisa aku mau mengecek berita mengenai Dite," ujar Viole merasa kesal seraya melempar ponselnya ke samping kepalanya. Kemudian melamun sesaat menatap langit-langit.
Lalu ia ambil lagi ponselnya untuk mengecek situs lain yang berkaitan dengan ævoltaire, meski tak langsung dibawah kendali perusahaan Æthelwulfos. Situs tersebut bisa digunakan publik biasa karena berisi mengenai berita-berita ævoltaire yang sebenarnya tersebar di internet dan banyak media yang mengangkatnya, tetapi di dalam situsnya ini terangkum jadi satu khusus membahas ævoltaire.
Berita tersebut ada banyak hingga ribuan lebih, salah satu headline-nya bertuliskan: seorang ævoltaire menyelamatkan ribuan nyawa karena tsunami besar yang terjadi di sebuah Negara benua Asia Tenggara pada tahun 2004.
Berita lain bertuliskan: ævoltaire berumur 15 tahun berhasil menyelamatkan 100 tamu di salah satu Hotel ternama di India dari serangan kelompok teroris.
Ada juga ævoltaire yang menyelamatkan sebuah pesawat: Penerbangan Internasional dari London ke Washington D.C hampir terjadi kecelakaan pesawat jika tak diselamatkan seorang ævoltaire.
Tidak hanya terlihat penyelamatan dalam skala besar, para ævoltaire jika berkontribusi dalam isu sosial masyarakat maupun lingkungan, seperti tertera dalam headline-nya: Penyelamatan yang dilakukan seorang ævoltaire terhadap seorang putri perdana menteri karena diculik sekelompok teroris. Kemudian berita lainnya berisi: Seorang ævoltaire menghukum 10 pemerkosa terhadap satu perempuan sekolah dasar.
Membaca berita itu, Viole teringat lagi jika 10 pemerkosa tidak langsung dibunuh oleh ævoltaire tersebut, melainkan disiksa sangat berat dengan cara dihancurkan alat kelamin kesepuluh pemerkosa, kemudian disembuhkan, tetapi mereka tetap tidak bisa lagi buang air kecil. Siksaan mereka tak berhenti karena terus dilanjutkan dengan ditusuk tubuh mereka berkali-kali kemudian disembuhkan lagi, tubuh mereka disiram air raksa hingga melepuh dan hancur kemudian disembuhkan lagi, bahkan mulut mereka dimasukkan paku. Siksaan terakhir, kesepuluh pemerkosa itu diikat di tiang gantung kemudian dilempari batu oleh banyak masyarakat---bahasa lainnya adalah dirajam---tanpa disembuhkan lagi hingga mereka meninggal di tempat setelah disiksa sebulan oleh si ævoltaire.
"Seingatku, ævoltaire yang melakukan itu punya kekuatan penyembuhan." Viole mulai menguap.
Di setiap berita ini, hanya tertulis ævoltaire tanpa ada nama maupun wajah para ævoltaire-nya karena begitulah cara perusahaan Æthelwulfos untuk melindungi identitas para ævoltaire mereka. Kemudian para ævoltaire jika bergerak menjalankan misi atau berada di masyarakat, mereka akan menggunakan topeng khusus untuk menutupi wajah mereka serta menyamarkan suara mereka. Kemudian mereka tetap dipantau petugas khusus dari pihak perusahaan. Semisal ada media berita yang merilis wajah dan nama si ævoltaire, maka secepatnya perusahaan Æthelwulfos untuk bertindak dan menghapus berita tersebut.
Berita lain yang ia baca adalah dua ævoltaire berhasil mengungkapkan tindakan tak bermoral dua politikus di sebuah Negara. Ketika Viole baca, ada beberapa poin yang dikemukakan dua ævoltaire tersebut terkait tindakan tak bermoral yang mereka temukan, antara lain: penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, bekerjasama dengan teroris, penculikan dan pembunuhan warga, serta merusak hukum dan konstitusi.
"Sebelum kedua ævoltaire turun tangan. Awalnya masalah ini sudah dibawa ke Mahkamah Agung, tetapi kedua politikus selalu berhasil lolos," ujar Viole seraya tersenyum. "Kemudian datang kedua ævoltaire. Dengan mudah menangani masalah ini jadi dua politikus akhirnya dimiskinkan beserta seluruh keluarganya dan antek-anteknya, kemudian mereka dimasukkan penjara khusus atas permintaan kedua ævoltaire, berada di sana mereka disiksa kurang lebih enam bulan atas dosa-dosa mereka kemudian mati karena bunuh diri.
Viole menghela napas. "Enam bulan kurang untuk kedua manusia bajingan itu, tapi tidak masalah, karena hukuman Tuhan selalu lebih kejam."
Lalu ia menatap pada berita terakhir sebelum Viole terlelap, berita itu bertuliskan: seorang ævoltaire berhasil menghentikan bencana ledakan nuklir dan menyelamatkan satu kota dari kehancuran. Lalu Viole tertidur nyenyak, ponselnya terjatuh ke samping kasur. Lalu samar-samar tampak jika situs web yang ia buka, berubah seperti televisi rusak, kemudian menghitam.
****
Demi Tuhan! Viole masih demam, meskipun turun sedikit, tetapi ia masih demam! Entah mengapa sebabnya, mungkinkah seseorang yang menyerangnya semalam membuatnya jadi demam seperti ini? Kini ia merasa sangat lelah, sementara jarum jam menunjukkan pukul setengah tiga. Ia hampir tidak ada tenaga untuk melakukan aktivitas berat, tetapi ia punya janji.
"Ayo, aku harus bisa," ujar Viole menyemangati dirinya sendiri. Lekas ke dapur, mengambil mangkuk dan sereal serta susu, ia akan makan dulu sebelum bersiap pergi ke seminar Amelia.
Setelah makan, ia mandi meski demam, mustahil dia tak mandi sedangkan harus pergi keluar dan bertemu banyak orang, terlebih dia berkeringat selama tidur karena demam. Dikarenakan seminar termasuk acara formal, benar bukan? Jadi Viole memilih outfit yang lebih formal meski dia hanya audiensi, entahlah Viole sangat bingung harus mengenakan apa karena kepalanya pusing.
Dia memutuskan mengenakan kemeja putih panjangnya melebihi pinggang, dasi hitam panjang dengan garis-garis menyerong warna abu-abu, dipadukan semacam jaket rajut warna hijau bergambar dinosaurus serta celana kain warna biru tua. Ia merasa nyaman dan percaya diri mengenakan pakaian ini. Jadi jika ada yang mengejeknya maka orang itu iri dan tak mampu membeli pakaian mahal dan bagus seperti Viole.
Sebelum pergi, ia mengukur suhu tubuhnya dengan termometer dan masih demam, jadi dia meminum obat demam. Lalu meraih tote bag-nya yang berwarna hijau pula, berisi satu buku catatan, novel, dan tumbler warna hijau gambar dinosaurus juga. Apakah lelaki itu membeli pakaian dan tote bag-nya di toko yang sama sehingga warnanya sama persis bahkan ada gambar dinosaurus?
Ia pergi ke Universitas Varenheim dengan memesan Taxi Uber. Berada di dalam, lekas ia menyandarkan badannya dan hendak tidur sebentar. Ia pergi ke seminar Amelia tanpa mengabari teman-temannya karena ia sudah menebak jika mereka akan melarang Viole pergi terutama Theodore yang tak menyukai Amelia.
Ternyata tidur di perjalanan nyenyak juga, Viole sampai harus dibangunkan oleh sopir taxi uber karena tak kunjung bangun ketika mobil sampai di Universitas Varenheim. "Terima kasih," ujar Viole sambil menyerahkan beberapa lembar dollar.
"Ya, sama-sama," ujar si sopir uber, "oh ya apakah kaumahasiswa juga? Tapi kau tanpak sangat muda."
"Tidak, saya di sini hanya untuk menonton seminar," balas Viole.
"Baiklah, selamat bersenang-senang." Lekas uber tersebut beranjak dari sana.
Viole berbalik, menatap ponselnya yang sama sekali tidak ada pesan dari Amelia, sesaat lelaki itu bingung karena biasanya gadis itu akan mengirimkan pesan bertubi-tubi untuk memastikan jika Viole datang ke seminarnya, tetapi aplikasi chatting-nya malah sepi seperti kuburan. Mungkin karena sibuk kali ya, tapi heran juga karena Viole bahkan tak diberi alamat, maksudnya lokasi gedung kampusnya berada di mana?! Karena Universitas ini sangat-sangat besar.
"Sialan, uber itu menurunkanku di sebelah Barat Universitas ini." Viole mengecek ponselnya, google maps dari lokasi Departemen Kedokteran Klinis. "Oh ya Tuhan, Jesus Christ, gedung departemennya di sebelah Utara, aku harus jalan ke sana berkilo-kilo meter! Aku nggak sanggup." Kini Viole berjongkok di sana seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya, membuat beberapa mahasiswa menatapnya lalu kembali beraktivitas.
"Semangat Violetta Beauvoir demi gadis gila yang setiap hari mengganggu hidupmu."
Maka lelaki itu melangkah melewati gerbang Barat Universitas Varenheim, matahari bersinar terik karena masih pukul setengah empat sore. Meskipun demam masih tinggi dan kepala berdenyut, Viole tak melangkah gontai, lebih tepatnya ia memaksakan diri untuk tidak ambruk. "Jika aku pingsan, kuharap orang-orang tak menertawakanku dan tak diviralkan ke media sosial."
Berada di sini, ternyata ada lapangan parkiran yang sangat besar, kemungkinan ada lebih dari satu lapangan parkiran, melihat Universitas ini sangat besar. Lalu para mahasiswa tampak berjalan kaki saja entah pergi ke mana pun setelah memarkirkan mobilnya. Jadi kemungkinan kendaraan hanya sampai di lapangan parkiran saja, setelahnya berjalan kaki meskipun harus menempuh jarak berkilo-kilo meter jika hendak ke gedung kampus lain.
"Oh Tuhan, ini mau sampai kapan aku jalan kaki, sudah kayak permen jelly kedua kakiku ini." Viole mengoceh pada dirinya sendiri.
Kini beberapa mahasiswi yang berpapasan dengan Viole atau lelaki itu berjalan melewati mereka, ternyata banyak yang terpikat akan kehadiran lelaki berwajah tampan tersebut bahkan membuat mereka menatap lekat-lekat kemudian berbisik untuk membicarakan Viole. Mengapa ada lelaki yang punya wajah cantik sekaligus tampan? Lalu apa yang dilakukannya di sini karena ia tidak tampak seperti mahasiswa di Universitas ini. Apakah ada seseorang yang akan ia temui?
"Woahhh!!!" Viole terpukau pada mobil yang bisa menampung banyak orang. "Aku naik itu saja!" Lekas ia naik ke buggy car di Universitas tersebut. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya mobil tersebut melaju ke Divisi Kedokteran, gedung departemen Kedokteran klinis.
Sesampainya di sana, ia merasa hendak pulang saja karena banyak sekali orang-orang yang datang terutama para orang tua dan membawa anak-anaknya pula, banyak juga mahasiswa yang sibuk ke sana-kemari karena sibuk atau sekadar menikmati hari ini. Acara seminar dilakukan di lapangan terbuka belakang gedung Departemen Kedokteran Klinis, ada panggung besar di sana dan diberi tenda besar pula serta kursi-kursi plastik untuk tempat duduk.
Viole menatap pada beberapa mahasiswa yang mengenakan semacam jaket organisasi tertentu serta bet name tergantung di leher mereka, kemungkinan itu para panitia hari ini. Sementara mahasiswa dengan pakaian biasa adalah tamu dari departemen lain atau yang tak ikut bertugas sebagai panitia. "Gawat, mereka menatapku."
Viole menyadarinya jika beberapa pasang mata menatap padanya, lagi pula siapa yang takkan salah fokus pada seorang lelaki putih, rambut cokelat, serta wajah tampan nan cantik, tengah sendirian di antara kerumunan orang serta tampak kebingungan, terlebih pakaian yang ia kenakan membuat orang-orang berpikir bahwa Viole semakin imut. Maka mulailah para mahasiswa terutama perempuan berbisik-bisik pada teman mereka seraya menatap side eyes pada Viole.
"Hey, apakah kau tersesat atau sedang mencari seseorang?" Seorang gadis tinggi, berkulit putih, berponi, dan rambut ikat kuda poni, ia mengenakan pakaian serba merah muda.
Sesaat Viole melirik sinis, satu hal terlintas di kepalanya. "Mirip Lalisa dari Blackpink atau beneran dia? Eh tapi ngapain juga, Lisa Blackpink di Universitas ini."
"Jangan takut, kalau tersesat bisa kami bantu, di sini acara seminar Kedokteran Klinis," ujar gadis lain lagi. "Atau kamu nonton seminar juga, tapi kok ada anak sekolah nonton seminar kuliahan? Meski ini terbuka untuk umum sih." Gadis satu ini tinggi, putih, kaki jenjang, rambut hitam dan panjang.
"Ini malahan mirip YoonA SNSD, jangan-jangan kembaran?" batin Viole lagi. Kini dia jadi kerumunan para gadis.
"Kenapa diam? Takut ya sama kami, jangan takut kami nggak bakal culik kamu kok." Si gadis mirip Lisa Blackpink, meski tak mirip, berujar lagi.
"Aku nonton seminar di sini," ujar Viole, suaranya kecil sekali, ia merasa risi. "Permisi."
Sayangnya si gadis mirip YoonA SNSD, menghentikan Viole dengan memegang bahunya. "Kalau begitu bareng kami saja, dari pada sendirian, terus di sini banyak orang lho, takutnya kamu tersesat atau hilang."
"Mamah tolong, Viole takut," batin Viole, "eh, tapi aku kan yatim-piatu."
"Aku bisa sendiri," balas Viole, sedikit sinis. "Maaf."
Hanya saja, semesta tak mau Viole bebas begitu saja karena para mahasiswi itu semakin gencar hendak membawa Viole bersama mereka. Bahkan ada yang menyentuh telapak tangan Viole, berniat menggenggam tangannya. Namun, lekas Viole tepis. "Tunggu, kok tanganmu hangat? Wajahmu juga pucat lho."
"Eh iya ya, bibirnya putih gitu," sahut gadis lain, lalu tanpa izin menyentuh leher Viole dengan punggung tangannya. Viole menghindar. "Eh kamu demam tinggi lho."
"Aku nggak papa," balas Viole, "jangan menyentuhku, kalian membuatku risi."
"Jangan galak, kamu tuh demam, kalau sakit nggak usah memaksakan ke sini," ujar gadis mirip Lalisa. "Ayo ikut kami, mendingan ke klinik kampus dulu, biar kami kasih obat."
"Tuhan tolong aku, mereka mau culik aku."
Ibarat doa, seorang gadis rambut poni dengan baju panitia datang, langsung menarik Viole. "Hello guys, aku bawa dia ya."
"Cesca, memangnya kau kenal nih bocah?" ujar gadis mirip YoonA SNSD.
"Anak tetanggaku," balas Francesca Alessandro. "Permisi, ayo Violetta." Maka Francesca lekas menarik Viole pergi dari sana.
Kini para gadis itu saling bertatap melihat kepergian si lelaki cantik. "Tuh bocah mirip yang viral di media sosial lho."
"Terus kayak cowok yang muncul di snapgram Krystal waktu itu, terus Francesca kenal dia, bukankah artinya ...." timpal yang lain dan kini mereka saling bertatapan.
"Gosip baru." Mereka pun pergi dari sana.
****
Francesca terkejut karena tak menyangka jika Viole akan datang ke seminar Amelia. Jadi sahabatnya itu tidak sekadar berdelusi dan membuat skenario jika cowok yang ia taksir beneran datang ke seminarnya. Namun, mengapa cowok ini terlihat tak sehat.
"Kamu sadarkan kalau demam? Wajah sama bibirmu pucat juga lho," kata Francesca menghela napas, lagi pula kenapa lelaki ini tak menghubunginya atau Amelia jika sudah sampai di sini.
"Aku sadar kok kalau aku demam," balas Violetta.
"Terus kenapa masih maksa kemari?" sahut Francesca.
Viole terlihat berpikir sejenak. "Karena aku sudah janji bakal datang ke seminar Amelia dan janji harus ditepati, apa pun yang terjadi."
Demi Tuhan, pantas saja Amelia jatuh cinta pada lelaki ini. "Namun, kalau sakit nggak harus dipaksakan bukan? Kalau kamu pingsan gimana? Demammu tinggi banget lho itu."
"Nggak papa, cuma demam, nanti bakal sembuh kalau aku minum obat dan istirahat setelah dari seminar ini." Viole tersenyum simpul, betapa lelaki itu tampan dan cantik secara bersamaan. "Lagi pula lebih penting seminar ini karena kalau aku nggak datang, Amelia bakal kecewa."
Francesca sesaat membatin dalam hatinya. Ya Tuhan, Amelia malah bakal ngamuk kalau tahu kamu demam!! Lalu dia tersenyum tipis sambil berujar, "baiklah, aku juga nggak bisa paksa kamu pulang lagi karena sudah di sini." Ia menggenggam pergelangan tangan Viole. "Jadi ayo ikut aku, kucarikan kursi yang nggak terpapar matahari biar kamu nggak makin sakit."
Francesca tidak bisa mengatakan pada Amelia jika lelaki yang ia taksir ini datang dalam keadaan demam tinggi, karena Amelia pasti akan mengamuk sedangkan ia harus fokus pada seminarnya. Kini mereka berada di tempat duduk yang tidak terlalu terpapar sinar matahari, samping mereka ada beberapa ibu-ibu yang membawa anak kecil. "Duduk sini okay? Kalau pusing atau mau pingsan, panggil saja panitia, mereka di sekitar pinggiran area kursi audiens kok."
"Okay," balas Viole seperti bocah penurut pada ibunya. Viole duduk di kursi.
"Ini kipas kecil, biar kamu nggak kepanasan," ujar Francesca, "bawa air minum 'kan?"
"Bawa kok," ujar Viole.
"Sip, kalau ada apa-apa cepat lapor ya, jangan pingsan di sini." Francesca mengingatkan, ia tak mau Amelia memelototi para panitia jika di tengah-tengah seminar, ada yang pingsan dan ternyata itu Viole.
"Okay, semangat," ujar Viole dan Francesca tersenyum seraya mengusap puncak kepala lelaki itu.
"Makasih. Aku pergi dulu ya," ujar Francesca segera pergi dari sana.
****
Sungguh sabar Viole berada di seminar karena harus tetap menjaga kesadarannya, meski kepala berdenyut, demam, serta tubuhnya sakit hingga ke tulang-tulang, seperti ada yang menusuk-nusuk tulangnya, sampai ia tak tahu persis sakitnya berada di mana. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya di kursi, acaranya pun dimulai, memasuki panggung terlihat dua orang mahasiswa; laki-laki yang memperkenalkan diri sebagai Sebastian Nehemiah kemudian perempuan bernama Catherine Shavonne, ah Viole tahu mereka, teman-teman si gadis gila, Amelia. Pembukaan acara seperti sambutan hingga beberapa patah kata dari seorang pria tua yang kemungkinan profesor. Setelahnya sambutan untuk pemateri seminar hari ini.
"Saya akan membacakan Biodata dan prestasi dari pemateri kita hari ini, Saudari Amelia Psyche Cassiopeia," ujar Catherine dan gadis gila itu duduk di sofa yang disediakan di atas panggung.
Kehadiran gadis yang jadi primadona Universitas Varenheim sekaligus Queen Bee, langsung saja memikat perhatian banyak orang terutama para mahasiswa laki-laki yang berada di belakang kursi para audiensi, mereka tidak duduk, hanya berdiri dan sesekali bersorak karena kecantikan yang terpancar dari gadis di atas panggung itu. Membuat beberapa panitia menegur agar tidak ribut dan tidak mengganggu jalannya seminar, terutama ada banyak orang tua sebagai audiensi di sini.
Setelah pembacaan biodata dan prestasi yang ternyata prestasi gadis itu segudang bahkan perlu gudang baru lagi. Amelia berdiri, mikrofon di dekatkan ke mulutnya, ia mulai berujar, "baiklah terima kasih kepada MC kita hari ini." Ia menatap kepada audiensi. "Peace be upon you all, saya mengucapkan terima kasih karena telah hadir di acara seminar kita pada hari yang akan membahas tentang Pentingnya Memperhatikan Kesehatan Mental Ibu Sebelum dan Sesudah Kehmilan."
Meskipun Viole menahan kantuk, ia dapat melihat sangat jelas betapa gadis itu benar-benar menjadi pemeran utama di atas panggungnya padahal hanya acara seminar. Amelia mengenakan manset lengan panjang turtle neck berwarna hitam, dilapisi kemeja putih dengan ujung kedua lengan digulung, dipadukan dengan jas cokelat, serta celana hitam, dan knee high boots, keduanya warna hitam. Ia mengurai rambut cokelat panjangnya yang bergelombang dan terlihat sangat tebal, tetapi lembut. Tidak lupa ia mengenakan kacamata frame bundar dengan gagang besi silver.
Viole terus menatap gadis itu yang setiap kosa katanya terdengar begitu berwibawa, tetapi terkesan bersahabat dan intelektualitas. Ia benar-benar ahli menjadi pemateri, tanpa adanya rasa gugup, maupun tergagap-gagap, ia menyampaikan materinya dengan lugas dan jelas, serta mudah dipahami, tapi tak terlihat seolah-olah menghafal materi, ia sangat menguasai materi yang dia bawakan, sangat profesional seperti seorang dosen yang sudah terbiasa menghadiri banyak acara seminar.
Tanpa sadar, manik mata Viole terus menatap gadis itu hingga terdengar gumaman kecil. "Cantik." Lalu terukir senyuman kecil, ketika ia sadar, Viole menggelengkan kepalanya. "Tidak, tarik kata-kataku sendiri, dia adalah perempuan jahat yang suka ganggu hidup aku, tidak boleh puji kayak gitu."
Meskipun begitu, lelaki itu tetap mendengarkan materi dengan rajin, Viole bahkan mencatat setiap poin yang sangat penting dan baru ia ketahui seperti jika mencegah stunting pada anak dengan cara memperhatikan kesehatan ibu dari sebelum hamil, ketika hamil, dan setelah hamil termasuk memberi makanan dan minuman yang bergizi pada Sang Ibu serta anak setelah kelahiran.
Kemudian terkait baby blues, peran suami sangat diperlukan dalam memperhatikan dan mendukung kesehatan mental seorang ibu, seperti bergantian menjaga bayi, lebih banyak memberi cinta pada si ibu, serta menghabiskan waktu lebih banyak. Ia mencatat banyak poin penting yang disampaikan Amelia, lalu harus Viole akui, meskipun Amelia sangat menyebalkan, tetapi gadis itu, "sangat cerdas dan hebat, pantas banyak yang mengaguminya."
Di saat sibuk mencatat, Viole menoleh ketika sebuah boneka beruang kecil terguling ke dekat kakinya, jadi ia ambil boneka itu yang tak lama kemudian seorang gadis kecil dengan rambut kepang dua dan berponi menghampirinya. "Biboo."
Viole tersenyum, ia menutup bukunya dan ditaruh ke dalam tote bag. "Ini boneka kamu ya?" kata Viole mengangkat boneka itu pada si gadis kecil.
"Yes, her name is Biboo!"
"Haloo Biboo," kata Viole, "silakan ambil Biboo-nya."
Si gadis kecil malang mengangkat kedua tangannya. "Up, up, up! Gendong!"
Viole diam sejenak, si gadis kecil ini mau minta digendong Viole? Belum sempat ia menjawab, seorang wanita menghampiri Viole. "Maaf ya, anak saya sudah mengganggu," kata wanita berkemeja itu dan terlihat hamil. "Ayo Lucy, ikut Mommy."
Sayangnya Lucy menolak. "No! Up, gendong sama dia!"
"Lucy, ayo ikut Mommy, jangan ganggu kakaknya," ujar si ibu.
"Noo, mau digendong sama dia," ujar Lucy keukeuh, bahkan membuat wajah marah yang imut. "Mau digendong sama pangeran barbie."
"Tidak masalah," ujar Viole, "biarkan dia sama saya dulu."
"Apa tak apa, saya takut merepotkan," ujar ibu itu.
"Tidak apa kok." Viole berujar, lalu menatap Lucy. "Permisi ya, saya gendong kamu."
"Makasih banyak ya," kata si ibu itu, "Lucy jangan nakal."
"Okay Mommy," balas Lucy kini duduk anteng di pangkuan Viole sementara si ibu kembali ke kursinya yang berjarak lima audiens dari tempat duduk Viole.
"Ini Biboo-nya," kata Viole menyerahkan si boneka beruang kemudian dipeluk Lucy dengan erat, tampak jika gadis kecil itu benar-benar bahagia bisa duduk di pangkuan seorang lelaki yang ia anggap tampan seperti pangeran di film barbie.
Sementara itu, tepat di atas panggung, Amelia menuju meja kecil di sana untuk mengambil botol air mineralnya, sementara Catherine maju membuka sesi tanya-jawab. Ketika Amelia menyedot air mineralnya, ia tersedak, saat pandangannya menatap pada posisi duduk audiens sebelah kanan, memperlihat seorang laki-laki dengan baju dinosaurus tengah memangku seorang anak kecil yang membawa boneka beruang. Tentu saja Amelia tahu siapa lelaki cantik itu.
Senyuman gadis itu terukir. "Oh ya Tuhan, dia benar datang ke sini. Oh ya Tuhan, ganteng banget dia, terus siapa anak kecil itu? Apa anakku sama Viole ya, eh tapi kami bahkan belum nikah."
Suasana hati Amelia melonjak naik dan sangat baik, ia tak lepas memandang pada Viole yang terlihat berkali-kali lipat tampan dan imutnya terutama karena memangku seorang anak kecil, entah anak siapa. Namun, hal ini membuat Amelia berimajinasi jika di masa depan, Amelia bakal jadi pembawa materi seminar lagi dan Viole hadir bersama buah hati mereka. "Kulamar saja kali ya Viole sekarang juga, siapa tahu karena di depan banyak orang, dia bakal nerima lamaranku."
"Amelia, Amelia," bisik Sebastian.
"Ya?" sahut Amelia menoleh pada Sebastian dan Catherine karena sejak tadi dipanggil, tetapi Amelia tak sadar. "Oh maaf, baiklah tadi pertanyaan pertamanya apa?"
Catherine menatap sinis, ia lalu menatap ke arah lain, dan sadar kalau Amelia ternyata tahu jika Viole hadir di sini. "Pertanyaan pertama adalah bagaimana jika seorang ibu yang sudah melahirkan, tetapi suaminya malah tidak mau ikut bertanggung jawab merawat bayi karena berpikir jika merawat bayi adalah tugas seorang wanita."
"Ceraikan, tidak perlu mempertahankan pernikahan dengan pria patriarki dan sangat bodoh," ujar Amelia yang sukses membuat para audiens hening dan melongo seketika, para mahasiswa yang menonton di bangku belakang langsung menatap ke depan padahal sedang bergosip, panitia juga menoleh pada Amelia yang berujar sangat frontal. Bahkan Viole menatap pada gadis itu tanpa berkedip.
Sementara Catherine menghela napas dan bergumam, "mulai sudah sarkasnya."
Berada di bangku penonton, perlu Viole beri penekanan jika gadis itu tidak hanya gila dan keras kepala, tetapi sangat mandiri bahkan tegas dan takkan segan menghancurkan dan membuang siapa pun terutama para pria yang meremehkannya. Ia punya pendirian kuat serta rasa percaya diri dan keberanian melebihi luasnya alam semesta yang membuatnya sangat berani untuk mengatakan hal-hal sarkas dan menusuk ke dada semua orang, setiap dia menjawab pertanyaan apa pun itu. Sungguh gadis itu benar-benar mengerikan.
"Cewek itu seram ya," bisik Lucy, "untungnya mommy Lucy nggak galak dan seram."
Viole menganggukan kepalanya pelan. "Viole setuju sama Lucy."
****
Acara seminar selesai pada pukul enam lebih, Viole mengucapkan perpisahan dengan Lucy setelah berfoto bersama, si ibu ternyata senang karena putrinya anteng dan damai selama acara berlangsung karena biasanya selalu rewel. Mungkin karena dipangku sama cowok tampan dan cantik. Setelah itu, Viole tidak langsung pulang melainkan menemui Amelia. Pastinya gadis itu hendak bertemu Viole terutama saat di atas panggung, selama sesi tanya-jawab, Viole sadar jika Amelia tak mengalihkan pandangan darinya.
Menuju ruangan tempat para panitia berkumpul, baru Viole hendak ke sana, tiba-tiba ia sudah ditarik menjauh oleh seorang gadis rambut cokelat yakni Amelia ke tempat yang lebih sepi dan tak banyak pengunjung. Dapat Viole cium wangi parfum cologne yang menggoda itu. Kini mereka hanya berdua saja dan Amelia tersenyum simpul. "Pretty, kamu beneran datang ke seminarku, makasih banyak ya, aku bahagia lho sepanjang acara tadi."
Melihat gadis itu secara langsung dan tersenyum bahagia, membuat Viole sadar bahwa kebahagian setiap orang itu berbeda-beda bahkan hal sesederhana datang ke acara orang itu. "Iya, aku sudah janji, pasti bakal datang."
"Gimana penampilanku tadi, kamu suka kan? Aku hebat banget kan? Aku kelihatan cerdas banget tadi?!! Kamu harus puji aku, banyak pujian, ayo puji aku sekarang juga ...." Perkataan Amelia terhenti ketika Viole menyodorkan sebuah bunga mawar putih pada Amelia.
"Untuk kamu, ini aku buat sendiri terus bunga putihnya juga dari kertas karena kalau bunga asli cepat layu." Viole tersenyum manis.
Detik itu, Amelia tidak tahu harus berterima kasih seperti apa lagi pada Tuhan karena telah menciptakan seorang laki-laki yang sangat cantik dan punya hati sebaik dan seputih ini. Amelia sungguh tak bisa menahan rasa haru dan bahagianya. Ia sampai bingung merangkai kata-kata. Mungkin hadiah ini tidak seberapa dengan ribuan hadiah mahal dari para pria yang mengejar Amelia, bahkan hari ini saja Amelia mendapatkan lebih dari 30 buket bunga yang dipesan dari toko mahal yang harganya hingga puluhan dollar. Namun, semua hadiah dari para pria lain, tidak bermakna dibandingkan setangkai bunga kertas yang dibuat dengan tangan oleh seorang lelaki yang Amelia sukai ini.
Maka tanpa sepatah kata pun, Amelia mendekap tubuh Viole sangat erat untuk menyalurkan kebahagiannya. "Terima kasih banyak, aku suka banget hadiah ini. Aku nggak sangka kalau kamu sebaik ini sama aku meski aku sering nakal ke kamu."
Viole hanya diam saja, tak berujar dan tak bergerak dari sana.
"Pretty, kamu idamanku banget, mau ya nikah sama aku?" ujar Amelia.
Viole tak menyahut.
"Pretty, kenapa cuma diam ... Viole kamu demam ya? Lehermu panas." Amelia lekas melepaskan pelukannya. "Viole, kenapa gak bilang kalau kamu sakit?!"
Detik selanjutnya, Viole ambruk ke tanah dengan napas memburu, keringat dingin, wajah pucat, hal ini sukses membuat Amelia sangat panik. "Viole, Viole!" Ia lalu menatap pada Sebastian yang mengobrol dengan Francesca. "Sebastian!! Cepat panggil ambulan klinik kampus, sekarang juga!"
Viole hanya bisa diam ketika pandangannya perlahan kabur, tetapi sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri. Dari kejauhan, di balik pohon, dia melihat sesosok makhluk misterius dengan jubah hitam dan mengenakan topeng kelinci, memegang kamera jenis DSLR, lalu terlihat flash kamera tersebut karena berhasil memotret Viole.
"Sialan." Viole pun akhirnya tak sadarkan diri.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #20
Sebenarnya chapter ini cukup disturbing karena menyebutkan beberapa kata seperti narkoba, narkotika, dan keinginan untuk cepat mati, tetapi semoga para Arcaners bisa lebih bijak^^
Berbicara soal Viole, ia benar-benar dididik dengan sangat baik sehingga memiliki moral-moral yang bahkan bisa melebihi manusia biasa yang sejak kecil hidup mereka lebih normal dibandingkan Viole~ Tampaknya banyak pula, sifat-sifat baik yang bisa kita ambil dari si lelaki cantik nan tampan tersebut.
Teruntuk Amelia, ia sepertinya semakin jatuh cinta meskipun begitu ia masih dapat mempertahankan harga dirinya dan berdiri sebagai gadis tangguh dan takkan segan menyindir pada banyak pria berengsek di luar sana!!
Kemudian kepada.... si topeng kelinci? Apakah dia adalah Bloodied Tortuner? Lalu saat malam dimana Viole didorong dan tenggelam, apakah pelakunya juga orang yang sama? Sungguh banyak teka-tekinya.
Prins Llumière
Sabtu, 16 November 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top