Chapter 41: Spooky Friday

Hari Jum'at malam sudah menjadi aktivitas rutin mereka untuk menonton film bersama serta genre paling sering ditonton adalah thriller, horor, psikologikal, serta yang menyeramkan dan membuat jantung berdebar-debar bukan karena jatuh cinta melainkan rasa takut. Kali ini setelah Jum'at lalu di rumah Louie maka selanjutnya di rumah Viole. Jadi atas inilah mereka sudah bersiap untuk menonton film setelah makan malam sekitar pukul tujuh tadi. Mereka terlihat mengenakan piyama masing-masing, meski Theodore terlihat berpakaian lebih rapi, dia enggan mengenakan piyama karena terlihat seperti anak kecil padahal Viole terlihat nyaman dan percaya diri saja saat tubuhnya dibalut piyama warna kuning berbahan dasar katun yang dirajut rapi.

"Film di bioskop akhir-akhir ini sangat membosankan," ujar Sophia, "tidak ada film sekelas sutradara James Wan, Jordan Peele, atau Ari Aster."

"Sulit jika kau ingin film setara mereka terus-menerus," balad Louie, "lagi pula cobalah film selain thriller dan horor."

"Contohnya apa?" sahut Emma, "sulit merekomendasikan Sophia karena dia tak terlalu senang dengan film yang hanya romance."

Sophia terkekeh, sementara Louie memutar bola matanya karena percuma saja menawarkan film sejenis romansa atau drama sekolah pada seorang pecandu horor. "Entahlah aku juga jarang menonton film romance. Coba tanya Theodore, barangkali dia tahu?"

Theodore yang baru selesai dari kamar mandi menatap sinis. "Aku jarang menonton romance, aku lebih sering film aksi dan komedi misalnya Jumanji."

"Kurasa tak ada yang benar-benar pecandu film drama atau romance," ucap Emma, "bahkan Viole lebih tertarik pada film horor dan misteri, benar bukan?"

"Hm." Viole menatap teman-temannya dengan mata membulat dan alis terangkat. Ia menyeruput teh hangatnya menggunakan sedotan.

"Apa film favoritmu? Atau genre yang kau senangi?" ujar Emma.

"Aku lebih sering menonton film horor, thriller, aksi, fantasi, tapi kadang genre lain seperti drama, romansa, atau lainnya. Favoritku tentu saja Ready or Not, Jennifer Body, Scream, Hercule Poirot, The Maze Runner, Anne With an E, dan aku juga menyukai Gossip Girl dan Princess Diaries." Viole menjelaskan dengan senang hati.

"Ah tontonannya cukup beragam, meski ditekan pada horor dan thriller." Emma berujar.

"Sama sepertiku!" ucap Sophia, "tos dulu, sesama pecinta horor dan thriller!"

Viole menghela napas, tetapi ia ikutin saja kemauan Sophia, jadi dia melakukan tos singkat dengan Sophia, lalu Theodore berucap dengan mudahnya setelah dia duduk di bawah dan meminum kopi kalengnya. "Aku suka nonton Fifty Shades dan Elite. Viole, cobalah tonton kedua film tersebut dan coba nonton juga Euphoria."

Detik itu, lekas Sophia, Emma, dan Louie berteriak pada Theodore. "For God's Sake, kau sangat gila, Theo!"

"Jangan ajarkan Viole nonton film sesat itu!" teriak Emma, ia terkejut ketika Sophia menghampiri Theodore dengan membawa bantal.

"Dasar otak miring! Jangan sebarkan virus jelek di otakmu itu pada Viole kita yang polos!" Maka Sophia menghantam wajah Theodore dengan bantal, tidak terasa sakit, dan lelaki itu malah terkekeh.

"Pentingnya paham batasan dan tak usah sok dewasa hingga melampaui batasan dengan menonton film rating dewasa," ujar Louie seolah-olah memberikan edukasi entah pada siapa. "Hey! Kenapa aku juga dipukul!"

"Maaf aku sengaja!" teriak Sophia, "perang bantal!"

"Kita bahkan belum nonton film, tapi sudah perang bantal! Berhenti kalian berdua!" teriak Emma, "Theodore, jangan keras-keras mukul Sophia!"

Ketika mereka tengah perang bantal terutama Sophia dan Theodore. Viole hanya diam duduk di sofa sambil mengunyah berondong jagung rasa karamel. Diam-diam wajahnya sesaat memerah ketika Theodore berucap rekomendasi film darinya. Bukan, bukan karena Viole pernah menonton, ia tahu jika film tersebut berating dewasa---ada banyak adegan tak senonohnya---karena pernah melihat review film tersebut di media sosial serta ada novelnya untuk Fifty Shades, tetapi Viole tidak berani membaca novelnya apalagi menonton filmnya.

"Jesus Christ, tolong jaga Hamba dari godaan setan," gumam Viole, "Ameen."

Pertengkaran dan perang bantal mereka berakhir, kini sudah berada di tempat duduk masing-masing, Louie dan Theodore duduk di lantai dan bersandar di sofa belakang yang diduduki oleh Sophia, Emma, dan Viole. Theodore tepat di depan Viole bersandar di antara kedua kaki lelaki itu yang fokus dengan cookies cokelat setelah menghabiskan berondong jagung.

"Kurasa sejak tadi, camilan kita dihabiskan Viole lebih dulu," celetuk Sophia.

"Karena tadi kalian bertengkar tak jelas," ujar Viole merasa santai saja, tak ada emosi di wajahnya, begitu pula Theodore yang menyandarkan kepalanya di kaki kanan Viole sambil meminum soda.

"Nanti beli lagi kalau habis, dari sini dekat sama supermarket 'kan?" ujar Emma.

"Uangnya dari mana?" balas Louie karena jujur ia tak punya uang banyak, akhir-akhir ini saja dia harus berhemat karena ada beberapa perbaikan di rumahnya seperti atap bocor atau pipa air rusak.

"Aku ada uang," ujar Viole dan Theodore bersamaan dengan wajah datar mereka yang sukses membuat ketiga temannya menoleh pada kedua lelaki yang termasuk memiliki banyak uang itu, terutama Theodore.

"Okay, thank's kalau begitu," balas Louie.

Film diputar, kali ini mereka akan menonton film yang berjudul Scream 5 karena minggu lalu mereka selesai menonton Fear Street Part Three 1666. Sebenarnya Scream 5 adalah film bahari, tidak bahari banget, tetapi sudah mereka tonton masing-masing ketika lagi ramai dibicarakan film tersebut, jadi mereka hanya menonton ulang bersama saja karena sepertinya Louie tak menonton film ini.

Manik mata mereka fokus menonton film tersebut, mudahnya Scream berkisah tentang teror di Kota Woodsboro yang dilakukan oleh pembunuh bertopeng dinamakan Ghostface. Pembunuh aslinya atau Original Ghostface sebenarnya sudah mati di film pertama, tetapi karena banyak orang gila di kota tersebut, sehingga ada saja orang lain yang menjadi pembunuh selanjutnya dengan berbagai macam alasan seperti balas dendam, hingga mencari ketenaran. Di dalam alur film ini, tokoh Ghostface-nya saking terkenal, sampai dibuatkan filmnya sendiri yang berjudul Stab jadi tidak heran jika teror Ghostface terus berlanjut karena banyak orang terobsesi pada pembunuh bertopeng itu maupun filmnya.

"Jika si Ghostface dibuatkan film berjudul Stab, maka Bloodied Tortuner juga dibuatkan film dengan judul sesuai namanya," ujar Theodore. Perlu diingat bahwa si pembunuh berantai, Bloodied Tortuner juga telah dibuatkan film dan telah ditayangkan ke berbagai belahan negara.

"Bisakah jangan kau sebut namanya?" ujar Louie, "what if they comes here!"

"Come here, your ass," sahut Theodore, "dia harus memanjat beberapa lantai sebelum mengetuk jendela kamar di apartemen ini."

"Perbedaan Ghostface dengan Bloodied Tortuner, jika Ghostface dibuatkan film Stab karena pembunuh itu mati, sedangkan Bloodied Tortuner belum mati dan masih berkeliaran. Lalu dia tak kunjung berhasil ditangkap oleh kepolisian mana pun." Sophia berujar sambil makan cookies karena berondong jagungnya habis! Violetta sialan.

"Dan Bloodied Tortuner pembunuh nyata, sedangkan Ghostface hanyalah film fiksi thriller." Emma menatap teman-temannya. "Secara langsung, kita tengah membicarakan pembunuh asli! Asli! Bukan sekadar fiksi thriller yang dikarang scriptwriter dan disutradarai oleh seseorang! Pembunuh nyata ini bahkan masih berkeliaran dan ada rumornya juga kematian yang terjadi akhir-akhir ini karena dia."

"Bisakah kalian berhenti sebut namanya," gumam Louie, mengapa teman-temannya ini tak bisa tenang menonton saja, seperti Viole yang sejak tadi belum berkomentar apa pun dan hanya fokus pada camilannya.

"Jujur ya," ucap Theodore seraya menegakkan punggungnya. "Orang-orang di dunia ini memang gila, mereka membuat film Bloodied Tortuner padahal pembunuh berantai itu masih berjalan ke sana kemari, lalu kebanyakan korbannya mati dengan sadis dan mengenaskan. Sedangkan tak satu pun polisi berhasil menangkapnya."

"Jangankan menangkap," balas Sophia, "mereka berhasil melumpuhkannya saja entah ditembak di kaki, mereka tak berhasil. Pembunuh itu selalu berhasil kabur. Seperti wala, aku bisa memprediksi ke mana arah tembakannya, atau wala, tubuhku sangat kebal seperti superman!"

"Kurasa dia berhasil terkena tembakan, tapi tetap tidak melukainya," celetuk Viole.

"Sebenarnya begitu, ayahku pernah berkata jika sekitar beberapa bulan lalu, Bloodied Tortuner berhasil terkena tembakan dari kepolisian yang dikirimkan dari Washington DC." Emma berujar, menatap pada televisi saat Ghostface-nya menembak tokoh perempuan bernama Liv. "Kalau tidak salah, ditembak di dada dan sempat ambruk Bloodied Tortuner itu ...."

"Tolong jangan sebut namanya," balas Louie, tetapi diabaikan Emma.

"Mereka pikir, mereka berhasil membunuhnya, kenyataannya saat didekati, Bloodied Tortuner itu tak mati, dia malah melemparkan bom asap yang entah jenis apa bom itu, ketika dia pergi dari kepulan asap, dia menyalakan pemantik api dan para polisi mati terbakar dalam kepulan asap yang jadi api berkobar itu," ujar Emma.

Hening sesaat menguar, lalu Theodore menyeletuk. "Kudengar ada perusahaan yang menciptakan bom asap yang jika terkena api, akan terbakar seperti bensin."

"Æthelwulfos Corporation," ujar Viole, "kuyakin pasti mereka karena mereka selain sebagai perusahaan yang menaungi para ævoltaire, mereka juga bergerak di bidang kesehatan, farmasi, hingga persenjataan dan teknologi modern."

"Dari mana kau tahu?" ujar Sophia dengan menelengkan kepalanya.

Gawat, Louie dan Emma merasa jika Viole akan dicurigai, lagi pula kenapa lelaki itu tiba-tiba membahas tentang Æthelwulfos. Namun, wajah Viole terlihat datar saja. "Sudah banyak yang bahas, kau cek saja berita-berita dan beberapa artikel ilmiah, banyak juga yang membahas tentang bidang-bidang mana saja yang dijalankan perusahaan itu."

Theodore terlihat menatap sinis sesaat. "Kau benar, ayahku juga berkata jika perusahaan itu menciptakan teknologi modern lebih cepat dibandingkan yang lain," katanya, "salah satunya modem atau alat transmisi yang digunakan untuk mencegah sinyal atau lainnya masuk ke daerah yang diaktifkan alat tersebut. Sewaktu pembantaian di sekolah kita sebulan lalu juga, grim squad menggunakan alat itu karenanya kita sulit menghubungi sheriff atau deputy."

"Atas inilah, tak perlu heran jika ada bom asap yang digunakan Bloodied Tortuner itu," ujar Viole.

"Bisakah gunakan nama samaran saja?" Sekali lagi Louie diabaikan.

"Semua benda itu dijual legal?" kata Emma.

"Kemungkinan legal, karena memang ada perusahaan khusus dari perusahaan itu yang menjadi tempat pembuatan senjata dan distribusi senjata-senjata tersebut meski pastinya harganya berkali-kali lipat dibandingkan senjata yang diproduksi biasa oleh perusahaan biasa," balas Viole.

"Bukankah artinya Bloodied Tortuner itu punya akses ke Æthelwulfos jadi bisa mendapatkan senjatanya?" kata Emma.

"Sepertinya tak perlu akses khusus karena beberapa konglomerat bisa membeli senjata dari perusahaan itu selagi ada uang," ujar Theodore, "teman-teman ayahku, beberapa dari mereka sering membeli senjata dari perusahaan itu, tanpa akses harus bekerja di sana atau ada orang dalam."

"Para konglomerat selalu mendominasi segalanya," ujar Emma, mereka mengangguk kecuali Theodore dan Viole.

"Lalu bagaimana dengan si sadis itu, dia ditembak, tapi tetap selamat, apakah dia mengenakan pakaian khusus agar tak mati ketika ditembak?" ucap Louie.

"Inilah pentingnya rules ketika berhadapan dengan penjahat!" kata Sophia, turun dari sofa. "Rules pertama, bunuh musuhmu dengan menargetkan kepalanya, jadi tembak di kepala jika ingin dia benar-benar mati."

"Jika tidak, masih kemungkinan besar, dia akan masih hidup atau berpura-pura mati," balas Viole, "kesalahan para polisi itu, mereka menembak Bloodied Tortuner di dada bukan kepala."

"Sudah sering kukatakan, kita butuh Avengers untuk membunuh Bloodied Tortuner," ujar Sophia, "karena manusia biasa tak bisa melawannya."

"Kenapa kalian bebal sih!" teriak Louie sangat geram. "Jangan sebut namanya karena dia akan datang pada kita!"

Mendengar hal itu bukannya mereka intropeksi diri, mereka malah terkekeh, terutama Theodore yang mengolok-olok Louie jika ia sangat penakut. "Pengecut kau! Hanya nama saja Louie, rumor tentangnya belum tentu benar."

"Yeah, meski aku lumayan percaya rumor itu, tapi aku tidak sepengecut Louie," ujar Sophia, "hey, camilan habis sedangkan film kedua mau dimulai!"

"Tetap saja! Setidaknya kita harus waspada!" Louie berujar lagi. "Emma dukung aku."

"Jika kau takut dan terus dipikirkan, hal ini yang mungkin akan memicunya kemari," sahut Louie.

"Theo! Beli camilan!" rengek Sophia.

"Oke," balas Theodore berdiri seraya menggeleng pada Louie yang tidak dibela. "Jangan takut Louie, kau ditertawakan Viole juga lho. Viole ayo temani aku ke supermarket, oh ya, pinjam jaketmu."

"Ambil di lemari saja," ujar Viole, lekas Theodore pergi ke kamar Viole.

"Berhenti overthinking Louie," balas Emma.

"Aku takkan overthinking jika kalian stop menyebut nama pembunuh itu!" ucap Louie.

"Bloodied Tortuner, ayo datang kemari." Viole berujar, ia sambil mengenakan jaketnya yang tebal dan panjang melebihi lutut.

"Stop Viole!" teriak Louie, "tutup mulutmu."

Viole masih hendak mengejek Louie. "Bloodied Tortuner, Bloodied Tortuner, Bloodied Tortuner, Bloodied Tortuner, Bloodied Tortuner, Bloodied Tortuner, ayo datang, aku menunggumu."

"Violetta!" Maka saking kesalnya Louie, dia melempar bantal ke wajah Viole, sayangnya gagal, dan Viole malah memeletkan lidahnya untuk mengolok Louie. "Kau pasti ketularan sifat nakalnya, Theodore!"

"Kenapa aku lagi?!" teriak Theodore yang kini mengenakan jaket Viole yang warna hitam. Sungguh bingung ia pilih jaket Viole di dalam lemari, bukan karena berasal dari brand murah, bahkan rata-rata brand mahal, salah satunya Versace. Theodore kebingungan karena warnanya kebanyakan cerah sementara Theodore lebih senang warna gelap seperti hitam. "Kau saja yang pengecut, karena penakut---sialan! Takkan kubelikan camilan kau ya!" Kini Theodore mengambil bantal yang tadi menghantam wajahnya, lalu melemparnya ke wajah Louie. Terjadi pertengkaran singkat sebelum pergi membeli camilan.

"Kuharap Bloodied Tortuner takkan menargetkan anak-anak macam kita," ujar Emma.

"Biasanya target pembunuh berantai seperti geng anak culun, ini contoh dari film IT karya Stephen King atau series Netflix The Stranger Things," timpal Sophia, berbicara layaknya ahli perfilman dan menangani pembunuh berantai. "Kita bukan geng anak culun, karena kau anggota renang, aku dan Louie di Jurnalistik, lalu Violetta dan Theodore ditaksir banyak murid perempuan, terlebih mereka anggota tim basket. Orang-orang takkan bisa melabeli kita sebagai geng culun dan kutu buku. Seperti rules-nya jangan jadi geng culun jika tak mau diincar pembunuh berantai atau terlibat kasus mengerikan."

"Tapi Viole adalah ævoltaire, lebih parah dibandingkan jadi geng anak culun." Emma sesaat membatin, lalu berujar, "kau bicara seperti ahlinya."

"Polanya selalu sama, geng culun tertindas, tapi tersorot sebagai pahlawan dalam cerita," ujar Sophia.

"Yeah, sering terjadi hal itu dalam film," ujar Emma.

"Terkecuali, Semesta lelah dengan alur yang klise jadi dibuatlah alur anti-mainstream dan penuh plot twist!" Entah mengapa Sophia terlihat sangat bahagia sementara Emma hanya dapat diam karena ia bingung hendak menyahut dengan kalimat apa. Ia merasa jika hidup mereka takkan baik-baik saja meski bukan berasal dari geng anak culun.

"Kuharap alur anti-mainstreamnya bukan karena Viole, Oh Jesus, tolong lindungi kami semua."

Pertengkaran itu selesai, Theodore dan Viole segera pergi dari sana, mereka akan ke supermarket dengan menaiki motor Theodore. Terlihat Louie bangun dari lantai karena tadi sempat jatuh ketika Theodore kuat-kuat melemparkan bantal ke wajahnya.

"Aku akan menyalahkan Theodore dan Viole jika pembunuh itu benar-benar mengunjungi kita!" teriak Louie.

"Kuharap pembunuhnya laki-laki," ujar Emma.

"Huh, kenapa?" balas Louie.

"Kalau perempuan, nanti jodoh deh sama Violetta," ujar Sophia lalu terkekeh.

"For God's Sake, berhenti membuat candaan gila itu!" teriak Louie sungguh sangat frustrasi. Ia pikir dirinya yang paling gila di sini, ternyata ia termasuk yang terwaras! Tuhan tolong selamatkan mereka.

****

Supermarket ini sepertinya buka 24 jam atau malah hanya sampai tengah malam karena seingat Viole, ada toko kecil lagi di dekat Apartemennya yang buka 24 jam. Ia lupa. Namun, intinya pada malam ini sangat sepi, barangkali karena cuaca berangin dan suara gemuruh petir terdengar seperti hujan hendak turun.

Viole dan Theodore berkeliling seraya mendorong troli besi yang berisi camilan dimulai dari beberapa snack kentang, cookies, berondong jagung dalam kemasan, hingga minuman bersoda termasuk susu rasa pisang favorit Viole. Mereka juga memilih beberapa mi dalam kemasan karena Theodore hendak makan mi terutama cuaca di luar cukup dingin.

"Kau lihat?" ujar Theodore sedikit berbisik pada Viole saat keduanya di rak bagian mi kemasan.

"Ya, sejak tadi hanya berdiam di sana, menatap kita," ujar Viole, "kurasa sepuluh menit lebih sejak tadi dia memperhatikan kita."

"Apakah hanya orang bodoh yang membuat lelucon untuk diunggah ke media sosial atau itu dia?" bisik Theodore, dia masih berpura-pura memilah mi, begitu pula Violetta.

"Di sini sepi, kasirnya tak melihat kita atau dia," bisik Viole juga, "tapi jika benar dia, topengnya berbeda seperti berita sering melaporkan."

Maka begitulah yang terjadi detik ini. Sesosok makhluk yang tingginya seperti pria berumur 20 tahun ke atas, mengenakan baju dan jaket kulit warna hitam serta celana cargo, makhluk itu mengenakan topeng kelinci, tetapi terbuat dari plastik, bukan karung goni andaikata ia benar Bloodied Tortuner. Makhluk itu sejak tadi hanya berdiri sambil menatap Theodore dan Viole, ia ibarat patung atau manekin, tetapi kepalanya dapat bergerak karena sejak awal, makhluk itu hanya menggerakkan kepalanya untuk memantau kedua bocah yang tengah sibuk memilih makanan dan minuman. Sungguh entah apa maksud makhluk itu menatap Viole dan Theodore, apakah benar pembunuh berantai atau sekadar orang-orang yang suka membuat lelucon?

"Bersikap biasa," ujar Viole, "jika kita lari dia akan mengejar kita."

"Yeah, mari lihat apa yang akan dilakukannya, jika dia menusukku lebih dulu, kau lari untuk melapor pada kasir dan hubungi deputy Francis." Theodore beringsut menuju rak sedikit ke ujung di samping rak mi kemasan, rak yang berisi payung. Perlahan ia ambil satu. "Hujan akan turun." Lekas ia genggam sangat erat.

Sekonyong-konyongnya, langkah kaki cepat terdengar karena sepatu boots bergesekan dengan lantai. Maka sang makhluk bertopeng kelinci itu berlari ke arah Viole dan Theodore dengan tangan terangkat yang menggenggam sebuah pisau.

"Sial, dia benar-benar pembunuh," ujar Theodore, lekas ia menarik kerah jaket Violetta ketika sang pembunuh menuju ke arah Viole. "Bajingan!" Maka Theodore mengayunkan payungnya, hendak menghantam wajah di pembunuh, tetapi seketika pembunuh itu berhenti.

"It's prank!!" teriaknya di balik topeng kelinci plastik itu, lalu tertawa kencang seraya melepaskan topengnya. Ternyata seorang pria yang entah siapa karena tak Theodore dan Viole kenal. "Kalian pasti takut, bocah-bocah ingusan!"

"Apa?!" teriak Theodore, "siapa kau bajingan?!"

Si pria pembuat lelucon masih terkekeh dan menghapus air matanya yang turun saking ia merasa semua ini lucu. "Bagaimana Bradh, kau dapat rekamannya?"

Lalu muncul pria lebih pendek yang mengambil kamera di rak belakang, jadi ia menyembunyikan kamera di sana untuk merekam Viole dan Louie. "Tentu saja, George, kita punya konten untuk malam ini, para followers kita sudah menunggu karena tidak update dua hari."

"Apa! Jadi kalian tadi membuat lelucon?!" teriak Theodore sudah meledak dipenuhi amarah sementara Viole hanya diam.

"Tentu saja bocah, tadi hanya prank! Kau sangat ketakutan, tapi berani juga melawan, kurasa orang-orang akan terhibur setelah ini," ujar George.

"Sialan! Kalian akan mendapatkan akibatnya karena berani menjadikan kami konten bodoh kalian!" teriak Theodore hendak maju menghadapi George, tetapi ditahan Viole.

"Ah come on, kau juga akan terkenal nanti kalau video kami terkenal di seluruh media sosial, kuyakin warganet akan memujimu karena keberanianmu," ujar George dengan kekehan.

"Yeps, kuyakin penontonnya akan semakin banyak karena prank kami biasanya, target prank malah ketakutan, kalau sekarangkan malah melawan," balas Bradh, "kau pasti akan terkenal setelahnya."

"Aku tak izinkan kalian mengunggah video itu, bajingan!" Theodore terlihat hendak menghadapi George.

"Maaf, tapi kami harus ada konten hari ini!" teriak George, "ayo Bradh, kita pergi!" Tidak punya sopan-santun sama sekali, dia malah kabur begitu saja.

"Kalau kalian terkenal di media sosial nanti, tolong berterima kasih pada kami!" teriak Bradh, berlari keluar supermarket dan ia sangat bahagia karena kedua korban prank-nya punya wajah memadai sehingga pasti menarik perhatian kaum perempuan terutama aksi Theodore hendak memukul tadi. "Mereka pasti akan menjadikan kedua lelaki itu sebagai idaman sementara followers kami bertambah!"

"Motherfucker!" teriak Theodore sangat kesal. "Kenapa kau hentikan aku, sialan?"

Viole menghela napas. Mereka mendorong troli ke kasir. "Kau marah pada mereka, hanya membuang-buang waktu dan tenagamu. Mereka hanya manusia ber-IQ pendek dan salah satu kreator bodoh dengan konten tak mengedukasi serta lebih cocok dianggap sebagai babi. So just praying, they die and rot in hell!"

Setelah dari supermarket, mereka singgah di sebuah foodtruck yang menjual kentang goreng, burger, maupun hotdog. Mereka akan membeli lima burger dan tiga kentang goreng. Selama menunggu pesanan di sana. Viole maupun Theodore dan beberapa pelanggan mengantre terlihat terkejut ketika mendengar suara sirine ambulans dan mobil sheriff Jude yang melaju entah pergi ke mana. Namun, mereka semua dapat menebak satu hal bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi.

"Bisakah dalam sebulan ada hari tenang?" ujar Theodore.

"Kuharap hanya kucing tersangkut di pohon," balas Viole.

"Itu asumsi paling bodoh yang pernah kudengar," sahut Theodore kemudian pesanan mereka selesai dan segera kembali ke apartemen Cerulean.

****

Mereka tiba di apartemen, terlihat Emma, Louie, dan Sophia sibuk memainkan ular tangga yang di dekat mereka ada boneka bebek kuning dengan kacamata bulat.

"Woah, siapa yang bawa boneka bebek?" ujar Theodore sementara Viole matanya membulat.

"Ini punya Viole!" teriak Sophia, "aku ketemu di dalam lemarinya. Tadi mau pinjam selimut, ternyata bonekanya terguling keluar."

Maka tawa Theodore terdengar. "Kau benar-benar bocah atau bocah umur 11 tahun terperangkap dalam ragamu?!"

"Sialan! Kembalikan bonekanya!" ujar Viole, membuang jaketnya ke atas sofa. "Kalian sangat tak sopan karena mengecek lemariku."

"Oh Goddess, aku hanya ingin ambil selimut tambahan, kau yang bilang jika aku boleh buka lemarimu untuk ambil selimut," balas Sophia memeluk boneka bebek itu. "Lalu tiba-tiba bonekanya terguling keluar begitu saja."

"Kurasa bonekanya marah dan perlu menghirup udara luar karena terperangkap di dalam," timpal Emma.

"Shut the fuck up!" teriak Viole, "kembalikan bonekanya!" Ia rebut paksa dari Sophia. Viole bukan tak suka boneka ini disentuh orang lain, tetapi dia malu karena menyimpan boneka ini! Dasar bebek sialan!

"Kau beli boneka itu sendiri atau hadiah?" tanya Louie.

"Ini hadiah!" balas Viole, lekas melemparkan boneka itu ke dalam kamarnya lalu ia banting pintu kamar itu. "Aku tak beli! Ini hadiah dan pemberinya memaksaku menerima boneka ini! Lagi pula aku tak suka boneka itu."

"Tapi kau kan suka bebek," balas Emma sambil mengambil burgernya, yang lain juga begitu.

"Aku suka bebek, tapi tak suka pemberinya!" balas Viole.

Theodore terkekeh lagi. "Akui saja kau suka mengoleksi boneka, jangan malu pada kami dengan berdalih tak suka pemberinya. Lho, di mana si bebek, nggak ikut kita nonton film?"

"Tutup mulutmu Theodore!" ucap Viole.

"Memangnya siapa yang memberimu boneka bebeknya?" ujar Emma.

"Amelia benar bukan?" kata Sophia, "aku pernah lihat dia mengunggah boneka yang persis sama dengan punyamu di Instagram dia. Aku tahu karena aku follow dia."

"Apa?! Perempuan penyihir kejam itu yang memberikanmu boneka itu?" teriak Theodore, tak lagi menertawakan Viole.

"Iya," balas Viole, "dia memberiku boneka bebeknya."

"Kalau begitu bakar saja! Aku tak sudi jika perempuan gila dan bar-bar sepertinya memberimu hadiah! Dia benar-benar gila!" teriak Theodore yang muncul mode protektifnya sementara yang lain hanya senyam-senyum saja, jikalau Viole, kembali diam membisu. Seharusnya ia buang saja bebek itu bukan ia simpan!!

Dasar bebek imut, tetapi pemberinya tidak ada kata imut sama sekali!

"Sebelum dibakar, harus melakukan ritual dulu," celetuk Sophia, "siapa tahu ada santetnya."

"Sophia Reid, tutup mulut dan isi pikiran horormu itu!" teriak Louie yang jika suaranya dapat menggelegar ke luar apartemen maka seluruh dunia akan mendengarnya.

****

Hujan terdengar menutupi kota Erysvale setelah lewat pukul satu malam, Viole terbangun ketika ia merasakan ada tangan panjang dan hitam tengah menggaruk-garuk kedua kakinya bahkan hendak mencekik Viole. Maka lelaki itu turun dari kasur untuk segera meminum obatnya diam-diam, jadi dia keluar kamar. Menatap keempat temannya yang tidur di lantai dengan beralaskan karpet tebal dan diselimuti selimut tebal.

"Berhenti boogeyman, jangan ganggu mereka juga," ujar Viole menelan tiga butir obat.

Seharusnya hanya dua butir sekali minum, tetapi dia hendak tidur lagi. Terlebih si boogeyman terlihat hendak menindih tubuh Louie dan Theodore karena Viole terlalu lama membiarkan boogeyman dan tak meminum obatnya. Jikalau terus diabaikan maka Theodore dan Louie akan terluka oleh boogeyman itu.

Kembali ke kamarnya, Viole membuka ponsel, melihat sosial media yang ternyata para warganet sibuk membicarakan mengenai berita kematian malam ini pada pukul sebelas tadi. Mata Viole memicing dan lekas menekan utas seorang warganet yang menjelaskan informasi yang ia dapatkan mengenai pembunuhan di sebuah pom bensin kota Erysvale.

"Korban adalah dua pemabuk yang habis pulang dari club, terlihat dari gerak-gerik mereka yang sempoyongan, sedang mengisi bensin di pom bensin di daerah Selatan kota Erysvale, saat mengisi bensin, mereka terlihat dihampiri oleh seseorang mengenakan pakaian serba hitam dan topeng kelinci goni serta membawa gancu tambang." Viole diam sejenak, lekas ia menekan video berisi rekaman CCTV di pom bensin tersebut yang menyorot sesosok makhluk bertopeng kelinci goni yang menghantam tubuh kedua pemabuk menggunakan gancu tambang, hingga perut sobek dan usus terburai keluar.

"Pembunuh ini sangat gila," gumam Viole ketika sang pembunuh mengenakan topeng kelinci goni, terlihat mengeluarkan sebatang rokok, memantik apinya, mengarahkannya pada kamera CCTV, lalu selang bensin ditarik, dan bensinnya disiramkan ke tubuh kedua korban, pemantik api dinyalakan lagi dan terbakar lah kedua korban, setelahnya si topeng kelinci goni memberikan jari tengahnya tepat ke arah CCTV, kemudian rekaman CCTV tersebut rusak dan videonya usai.

Viole duduk di kasur, ia enggan mengecek lebih jauh komentar dari warganet yang kebanyakan dari mereka memberikan umpatan, bela sungkawa atas kematian korban, hingga teori-teori gila seperti biasa. "Oh Goddess, kasir di minimarket pom bensin itu mati dan empat pengunjung di dalamnya juga mati. Dunia ini benar-benar gila."

Lelaki itu menatap ponselnya, ia merasa jika tak ada tempat yang aman bagi manusia di dunia yang gila ini. Kini Viole merasa tak mengantuk lagi, tetapi ia lelah karena selain harus melawan diri sendiri akibat hadirnya si boogeyman, ia harus hidup di kota yang akhir-akhir ini terus terdengar berita pembunuhan.

"Ah ada pesan dari si gadis penyihir jahat," ujar Viole, entah mengapa ia tergerak untuk menekankan room chat-nya dengan Amelia yang sudah chat Viole sejak pukul 12 tadi. "Dasar gadis gila, kenapa dia kirim fotonya?"

Crazy Girl🤬:

Pretty, kamu sudah tidur?

Aku mau setor fotoku malam ini.

Aku cantik 'kan? Baru pertama kali lho, aku kirim fotoku gini ke cowok^^ Khusus untuk kamu, apa sih yang nggak bakal kulakukan.

Pretty, sudah bobo ya, jadi nggak balas?

Selamat bobo, pretty, kiss♡♡

Viole:

Kenapa setor foto sih? Aku nggak minta. Dasar aneh:)

Viole hendak kembali tidur setelah mengirimkan pesan tersebut. Namun, ia urungkan karena belum semenit, gadis gila itu sudah membalas pesan Viole. Sialan? Apakah Amelia itu tidak tidur? Atau sengaja menunggu sampai Viole membalas pesannya?

Crazy Girl🤬:

Wih, ternyata dibalas!

Seharusnya kamu bahagia aku kasih foto muka cantikku, limited edition lho, aku nggak pernah kasih fotoku ke orang lain terutama cowok, kecuali ke sahabatku. Jadi kamu cowok pertama yang dapat foto dari Queen Bee secantik aku.

Viole:

Nggak peduli^^

Crazy Girl🤬:

Dasar bajingan, untungnya kamu cantik.

Btw kok belum tidur? Kamu begadang lagi ya?

Viole:

Nggak, tadi gak sengaja kebangunan terus minum air, ini mau tidur lagi.

Kamu sendiri, kenapa belum tidur?

Crazy Girl🤬:

Aku belum selesaikan laporan ilmiahku, jadi begadang malam ini, padahal besok pagi ada tugas di rumah sakit. Terus siangnya bawa webinar lewat Zoom, bahas masalah stunting dan gizi pada anak.

Pretty, aku capek banget, beri aku semangat dong.

Viole:

Iya, semangat.

Crazy Girl🤬:

Kedengarannya nggak tulus.

Viole:

Memangnya ketikanku kedengaran suaranya?

Crazy Girl🤬:

Nggak begitu maksudku, pretty

Kasih semangat yang tulus dong.

Pretty pleasee.

Pretty.

Pretty.

Pretty.

Viole:

Iyaaa Amelia.

Semangat yaaa, meskipun banyak tugas dan lainnya, tetap semangat, jangan lupa makan terus jaga kesehatan juga. Kalau capek istirahat, jangan sampai stress karena diri kamu lebih penting ketimbang apa pun.

Crazy Girl🤬:

Pretty.

Viole:

I'm here.

Crazy Girl🤬:

Mau nikah nggak sama aku?

Detik itu Viole hampir tersedak dan melemparkan ponselnya. Gadis ini benar-benar gila!! Bagaimana bisa dia mengetik hal seperti itu dengan sangat mudah?! Sungguh di mana gadis ini berada ketika pembagian rasa malu karena dia sama sekali tak punya rasa malu!

Viole:

Stop joking.

Kamu makin gila ya tiap harinya.

Crazy Girl🤬:

I'm not joking. Masa kamu nggak mau sama aku?

Aku kan gilanya karena kamu, pretty

Yakin kamu tidak mau sama aku yang cantik begini?

Viole:

Sudah ya Amelia.

Aku mau tidur, dah mulai ngantuk lagi.

Crazy Girl🤬:

Aku sedih lho, ditolak kamu terus, minimal puji kalau aku cantik.

Viole:

Bye.

Crazy Girl🤬:

Pretty.

Kalau kamu masih suka begadang dan insomnia, coba aromaterapi yang kusarankan. Kalau kamu nggak tahu belinya di mana. Nanti aku belikan okay?

Viole:

Amelia.

Crazy Girl🤬:

Iya, pretty.

Viole:

Sekarang fokus ke tugas kamu, biar cepat selesai dan tidak begadang. Kalau capek, mending tidur saja dulu dan dilanjutkan besok kalau deadline-nya masih jauh.

Aku mau tidur ya, bye.

Crazy Girl🤬:

Makasih, pretty.

Jaga dirimu okay, kudengar ada berita pembunuhan barusan.

Viole:

Iya, kamu jaga dirimu juga.

Crazy Girl🤬:

Have a nice dream, pretty.

Peluk dari jauh♡

Sementara Viole hanya mengabaikan pesan terakhir itu, lalu ia mematikan ponselnya, kemudian lanjut tidur sementara di luar hujan sedang bergemuruh. Meskipun tadi ia sempat diganggu boogeyman, melihat berita pembunuhan, dan kesal karena Amelia, tetapi dia merasa bisa tidur nyenyak setelah ini. "Sepertinya boneka bebek itu, benar-benar terkutuk dan ada santetnya."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #10

Jum'at malam menonton film bersama adalah salah satu kegiatan Viole dan teman-temannya. Mereka akan bergilir menonton dan menginap di rumah siapa, terkecuali Theodore yang tidak mau teman-temannya menginap di rumahnya karena berbagai alasan termasuk orang tuanya yang cukup keras^^

Beberapa film telah disebutkan oleh para tokoh, jadi bisa kalian tonton jika penasaran. Hanya saja tetap menonton sesuai umur ya^^

Chapter-chapter ini masih fase santai, tetap tetap dibalut rasa penasaran dan menegangkan serta teror, alurnya memang lambat karena memperlihatkan pula bagaimana kehidupan para tokoh jadi silakan nikmati sebelum adegan-adegan seram disuguhkan!

Prins Llumière

Rabu, 15 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top