Chapter 39: Cabin and Roast Pork
|| Chapter ini mengandung adegan kekerasan, darah, bahasa kasar, dan adegan mengganggu. Harap bijak dalam membaca!
Mobil jenis ford pickup truck classic berwarna merah bata dan sudah sedikit berkarat tengah berhenti di pinggir jalan yang sepi lengang dan sunyi tanpa terlihat kendaraan lain berlalu lalang.
Suara gesekan besi tua terdengar ketika pintu pickup truck tersebut dibuka, lalu sepatu boots turun dari mobil, langkah kaki terdengar ketika seseorang yang mengenakan sepatu boots tersebut menuju bagasinya, mengambil sekop dan belencong atau gancu tambang yakni cangkul penggali atau pembelah, berukuran tebal dan bermata dua, ujung yang satu bermata runcing dan ujung yang satu lagi bermata pipih dan tajam.
Sosok yang kini menggenggam kuat tongkat sekop dan gancu tersebut ternyata tubuhnya diselimuti jubah hitam berumbai yang menjuntai ke bawah, sedikit kusam dan kotor, ia mengenakan celana cargo hitam yang banyak kantong kemungkinan berisi pisau, cutter, hingga paku. Lalu wajah sosok itu tak dikenali karena mengenakan topeng kelinci terbuat dari karung goni, topeng yang sangat mengerikan karena di-desain sedemikian menakutkan bahkan jahitan di topeng tersebut menggunakan tali tambang.
Napas beratnya terdengar saat dia mulai melangkah menuju jalan setapak yang kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan rindang. Ia terus melangkah pelan tanpa rasa takut meski ada kabar beredar jika ada pembunuh berantai berkeliaran akhir-akhir ini ataukah sebenarnya maksud dari para media berita adalah membicarakan sosok bertopeng kelinci tersebut? Dikarenakan tak ada yang tahu nama sosok menyeramkan itu, mari sebut saja dengan nama si topeng kelinci goni, maka perlahan langkahnya terhenti ketika tak jauh darinya berdiri, sedikit ke depan, sebelah kirinya ada sebuah cabin woods yakni rumah kayu pinggir hutan yang kemungkinan terbuat dari kayu pinus atau kayu lainnya.
Nampaknya lampu di kabin tersebut menyala terang, pasti ada seseorang di dalamnya terutama di halaman kabin tersebut berserakan botol beer dan kaleng soda, pemanggang daging, api unggun yang sepertinya baru dipadamkan karena masih terasa panas dan asap membumbung. Perlahan si topeng kelinci goni menoleh dan menatap pada rumah kabin tersebut, andai wajahnya terlihat maka dipastikan jika detik itu, ia tersenyum lebar hingga gigi-giginya terpatri dengan jelas.
Dengan percaya dirinya seolah-olah tujuannya memanglah rumah kabin tersebut, ia menuju halaman kabin, menatap sekeliling untuk mengecek secara detail dimulai dari pintu yang tertutup rapat, tetapi pintunya jenis pintu geser, lalu sisi lain kabin tersebut terdapat kaca jendela yang sangat besar, pasti di-desain agar mempermudah cahaya matahari masuk, tipikal rumah kabin yang pemiliknya hendak menikmati alam secara langsung terutama sinar matahari tanpa perlu terkungkung di dalam.
Lekas si topeng kelinci goni melangkah ke depan pintu, ia ketuk pelan, tetapi tak ada sahutan, ia melangkah lagi menuju jendela tepat di samping pintu, ia ketuk lagi berharap ada yang membukakannya pintu, tetapi tak kunjung terdengar suara dari dalam. Kini ia taruh sekop dan gancu tambangnya, disandarkan ke dinding kayu, lalu ia menempelkan wajahnya ke kaca. Manik mata yang tertutupi topeng goni tersebut bergerak-gerak untuk dapat melihat ke balik jendela tersebut yang ternyata dapat ia lihat beberapa penghuni kabin ini tengah tertidur lelap karena mabuk, maka senyuman lebar si topeng kelinci goni terukir sangat lebar, ia menjauhkan wajahnya bersamaan bekas napasnya terlihat di kaca jendela.
"Mereka cocok jadi babi bakar," ujar si topeng kelinci goni yang suaranya tak jelas apakah ia perempuan atau laki-laki karena mengenakan voice changers.
Dia pun kembali ke pickup truck-nya secepat mungkin, ah meski langkahnya cepat, ia tak terlihat berlari, hanya mengambil langkah besar saja karena ia cukup tinggi. Ketika kembali, dia membawa dua jerigen bensin 20 liter, tanpa membuang-buang waktu, ia mulai menuangkan bensin tersebut mengitari rumah kabin. Dia begitu tenang karena takkan ketahuan terlebih para penghuni bodoh di dalam kabin tersebut tengah tak sadarkan diri seperti babi tolol karena mabuk beer hingga mereka pun tertidur di lantai.
"Sebelum membuat babi bakar," ujar si topeng kelinci goni seraya melempar jerigen bensin ke semak-semak. "Alangkah baiknya, para babi harus disembelih dan dipotong-potong!" Ia ambil kembali sekop dan gancu tambangnya.
Langkah beratnya itu menuju ke samping rumah kabin tersebut, tetap ke kaca jendela besar, maka dengan mudahnya menggunakan ujung tajam dari gancu tambangnya, ia berhasil memecahkan jendela tersebut hingga suara kaca terhambur terdengar keras, beberapa penghuni kabin terkejut dan lekas bangun.
Salah seorang pria di dalam kabin tersebut, menuju sumber suara, ia terkejut saat melihat penampakan sesosok makhluk bertopeng goni yang tengah mengayunkan gancunya, tak bisa menghindar, ujung runcing nan tajam gancu tambang tersebut menembus dadanya hingga pria yang bernama Ricky itu matanya membulat bersamaan jeritan kencang terdengar darinya serta darah memuncrat keluar dari mulutnya. Lalu si topeng kelinci goni lekas menyeret gancunya hingga merobek dada Ricky yang seketika ambruk ke lantai kayu. Tak bisa berkutik, detik selanjutnya Ricky tiada dengan kepala terputus dari badannya saat ujung sekop berhasil memenggalnya.
"RICKY!" teriak Martha lalu menjerit kencang bersamaan kedua temannya, Jared dan Britney yang lekas berlari ke dalam kabin.
"Babi-babi bangun untuk disembelih!" Maka si topeng kelinci goni lekas mengejar para babi-babi itu ke dalam kabin. Jika ditotalkan berdasarkan penglihatannya, ada enam penghuni kabin termasuk Ricky yang sudah tiada. Mendengar suara-suara jeritan mereka yang saling memanggil nama pula, maka orang-orang di kabin ini bernama Jared, Martha, Britney, Corey, dan Daisy. Jangan hitung Ricky lagi karena dia sudah jadi babi penggal.
"Jangan kabur, babi-babiku!" teriaknya yang menggelegar suaranya itu meski menggunakan voice changers.
Kini dimulailah perburuan pada sekelompok babi, dikarenakan sebelumnya seorang pria, kini targetnya adalah wanita bernama Martha itu. Ia mengejar Martha yang berlari bersama Britney ke dapur, mereka terus melemparkan berbagai benda, tetapi selalu berhasil dihindari si topeng kelinci goni. Ketika Britney mengambil pisau dan berlari hendak menusuk si topeng kelinci goni, lekas dihindari, dan ia ayunkan gancunya yang berhasil menembus tangan Britney lalu ia tendang perut Britney hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.
"Tanganku, tanganku bolong dan berdarah!" teriak Britney kejang-kejang di lantai. "Tolong aku! Tolong aku!!!" Namun, si topeng kelinci goni tidak membunuh Britney karena urutannya harus Martha dahulu.
Kini ia beringsut menuju Martha yang mengacungkan pisau, tetapi cepat ditepis si topeng kelinci goni, lalu ia sudutkan Martha ke dinding dan menusuk tangannya dengan pisau yang tergeletak di atas meja, lalu ia menyalakan kompor yang lekas ia tarik rambut Martha hingga ia hantamkan kepalanya ke kompor yang apinya menyala besar. Rambut Martha terbakar, jeritan terdengar, ia memohon pertolongan pada Britney, tetapi sebelum sahabatnya datang membantu, si topeng kelinci goni mengambil gas semprot lalu ia semprotkan tepat ke wajah Martha hingga apinya semakin membesar dan Martha terbakar hingga seluruh tubuhnya.
"Babi jantan selanjutnya," ujar si topeng kelinci goni melangkah melewati Britney yang terduduk dengan tangan menutupi mulutnya karena melihat Martha yang mati hangus terbakar. "Tunggu dulu, kau pasti akan kabur!" Tanpa belas kasihan, ia memacul paha Britney berkali-kali hingga jeritan tak tertahankan dan tak terkira terus bergema di dapur. Setelah dirasa jika Britney takkan bisa lari dengan paha terluka, maka si topeng kelinci goni pun menarik gancu tambangnya sedangkan Britney sudah ambruk, tetapi tak mati.
"Kau takkan kubunuh karena kau berada di urutan keempat!" Lekas ia melenggang pergi.
Berada di lantai dua, ternyata kabin ini dua lantai, ia terus menggebrak satu per satu pintu kabar menggunakan sekopnya. Namun, dari arah berbeda Jared muncul dengan mengangkat tongkat bisbolnya, tetapi sekali lagi berhasil dihindari oleh si topeng kelinci goni, alhasil ia mengayunkan gancunya dan merobek paha Jared ke atas hingga suara jeritan terdengar lagi, darah mengucur hebat, bersamaan teriakan dan umpatan kasar keluar dari mulutnya. Tidak mau membuang waktu, si topeng kelinci goni mengangkat tinggi sekopnya dan ia hantamkan sekuat mungkin ke tempurung kepala Jared hingga tembus, ah tidak tembus banyak karena hanya sampai tembus ke hidung, tetapi hal ini sungguh membuat tawa si topeng kelinci goni terdengar menggelegar ketika Jared tiada dengan kepala hampir terbelah menjadi dua.
"Jangan bergerak," ujar Corey yang berada di depan si topeng kelinci goni. Terlihat jika pria itu gemetar ketakutan karena barusan melihat pemandangan kepala sahabatnya terbelah akibat sebilah sekop. "Aku akan menembakmu, jika kau bergerak selangkah saja."
"Oh tidak ...." kata si topeng kelinci goni, suaranya masih voice changers. "Jangan tembak aku!" Perlahan ia angkat kedua tangannya setelah menjatuhkan sekop dan gancu tambangnya. Lalu ia berbalik dan persis menatap pada Corey yang gemetar ketakutan. "Namun, apakah kau yakin bisa menggunakan pistol tersebut." Ia beringsut maju.
"JANGAN MENDEKAT! AKU AKAN MEMBUNUHMU!" teriak Corey, melangkah mundur karena sejak tadi ia kesulitan memegang pistol dengan benar bahkan pelatuknya tak bisa ia tarik. "Bajingan, kenapa pistol ini berfungsi!"
"Biar kuajarkan," ujar si topeng kelinci goni, "genggam dengan erat, arahkan padaku, buka kunci pistolnya dan tarik pelatuknya---"
Suara tembakan terdengar kencang ketika Corey menembak tepat di dada si topeng kelinci goni bahkan terlihat jika jubah depannya ditembus peluru. Belum selesai dengan satu tembakan, Corey kembali arahkan pistolnya dan menembak sebanyak empat kali, terus ke dada si topeng kelinci goni hingga tubuhnya ambruk ke belakang.
"Kau pikir aku bodoh," ujar Corey, "aku hanya berakting tadi! SEKARANG MAMPUS KAU PEMBUNUH BAJINGAN!" Terlihat ia menangis karena melihat sahabatnya mati dibunuh, ia berpikir jika sahabatnya yang lain pasti juga mati dan hanya tersisa dirinya.
"Aku selamat, aku harus pergi!" Namun, entah mengapa, Corey merasa sangat penasaran dengan wajah pembunuh ini. Ia berasumsi jika si pembunuh adalah Bloodied Tortuner yang selama ini dicari-cari polisi di seluruh Negara bagian. Kini terlintas pikiran, jika benar ini adalah Bloodied Tortuner bukankah Corey menjadi pahlawan yang berhasil membunuh penjahat yang paling ditargetkan dan dibenci dunia? Ia akan sangat terkenal! Barangkali masuk ke seluruh media televisi hingga diundang oleh para petinggi dunia! Atau bisa jadi ia akan terkenal di Universitas Varenheim dan jadi dicintai banyak perempuan?!
"Mungkin kisahku akan diangkat jadi film layar lebar dan aku akan punya banyak penggemar!!" Corey tertawa cukup kencang. Ya! Jika Bloodied Tortuner saja punya filmnya tersendiri dan ada banyak waralaba film tersebut, maka ketika ia disorot media nanti, namanya akan naik dan dirinya akan difilmkan sebagai final man dari Bloodied Tortuner, maka Corey akan terkenal hingga ke ranah Hollywood!
"Setidaknya akulah yang pertama harus tahu wajahmu!" Ia perlahan membungkukkan badannya, hendak melihat siapa dalang dibalik si topeng kelinci goni, andai mahasiswa di Universitasnya, maka ia akan semakin terkenal karena para penghuni Universitas itu senang mendengar gosip dan berita yang berelevansi dengan para mahasiswanya. "Mari kulihat siapa yang ada di balik topeng ini!"
Corey menarik topeng goni tersebut, ketika terbuka, sekonyong-konyongnya ia berteriak penuh rasa takut, kakinya tersandung sekop hingga ia terjatuh, kini seluruh tubuhnya gemetar, rasa dingin menyeruak hingga membuat punggungnya merinding dan bulu romanya berdiri, bibirnya gemetar hebat, perutnya terasa mual.
"Hantu, hantu! Kau hantu! Tidak, kau monster!! Pembunuh ini bukan manusia!" teriak Corey.
Betapa gilanya dia ketika melihat wajah di balik topeng tersebut hingga membuat perutnya bergejolak dan ia bisa muntah detik ini juga! Wajah sang pembunuh tidak memperlihatkan wajah manusia pada umumnya, tetapi hantu atau monster! Wajah yang matanya dijahit menggunakan benang hitam, begitu pula mulutnya yang juga dijahit rapat menggunakan benang hitam, di sekitar pipinya penuh luka panjang dan mengeluarkan darah serta nanah, begitu pula hidungnya yang terus meneteskan cairan merah berlendir.
"Mustahil, aku pasti salah lihat! Jika wajahnya seperti itu, kenapa dia bisa bicara! Mulutnya dijahit, kenapa dia masih bisa bicara!" teriak Corey yang tangannya semakin gemetar, tubuhnya tak berhenti merinding.
Sekuat tenaga ia bangun, ia harus pergi selagi punya kesempatan. Lekas ia melangkah menuju tangga karena hanya itu satu-satunya akses keluar dari lantai dua. "Aku harus pergi, makhluk ini bukanlah manusia!"
"Siapa yang bukan manusia? Dan mengapa kau harus pergi?" Suara itu terdengar, seketika makhluk berwajah penuh jahitan di mata dan mulut itu langsung bangun dan menangkap kedua kaki Corey, lalu ia tarik hingga tubuh Corey ambruk ke lantai. "Urusan kita belum selesai!"
"Lepaskan aku!" teriak Corey, "kenapa kau masih hidup!" Ia terus meronta-ronta agar dapat dibebaskan dari cengkeraman kuat sang pembunuh berantai berwajah mengerikan, tetapi tenaganya kalah kuat.
Dipaksakan tersenyum seolah-olah benang jahitan di mulutnya akan putus. "Siapa bilang aku akan mati hanya dengan ditembak di dada?"
Tanpa belas kasihan, ia menarik gancu tambangnya, lalu ia angkat dan diayunkan hingga menusuk kuat telapak tangan Corey. Jeritan melengking tiada tara bergema di seluruh ruangan itu, sang pembunuh kembali bangun, ia tarik gancunya yang kali ini ia ayunkan ke pergelangan tangan Corey hingga telapak tangannya putus. Jeritan semakin keras, Corey berteriak sambil memegangi tangannya yang putus, tetapi jeritan itu menjadi pelan ketika ayunan ketiga berhasil membuat pergelangan tangan keduanya putus.
"Kumohon." Suara Corey serak. "Jangan bunuh aku! Aku janji takkan membeberkan tentang identitasmu! Aku janji akan tutup mulut dan melakukan semua perintahmu bahkan jika kau memerlukan uang." Air mata tak berhenti jatuh. Sementara pandangannya akan kabur karena ia kebanyakan kehilangan darah.
"Kau benar. Aku tak seharusnya membunuhmu!" Terdengar suara dentangan ketika sang pembunuh yang lendir menetes dari hidungnya, menjatuhkan gancu tambangnya. Ia perlahan menuju topengnya dan ia kenakan lagi. "Aku tak membunuhmu karena urutannya harusnya si wanita yang ada di dapur!"
"Apa?" Corey berujar dan kesadaran hampir hilang. "Ya, ya, masih ada, kau harus membunuhnya lalu aku!" Corey yakin jika Britney atau Martha yang pembunuh itu maksudkan, jika salah satunya berhasil kabur, maka pembunuh ini pasti akan mengejar mereka dulu dan Corey punya kesempatan untuk kabur! Polisi akan segera datang karena sejak sebelumnya, mereka sudah berhasil menelepon sheriff Jude, ya Corey akan selamat!
Sayangnya takdir berkata lain ketika sang pembunuh berujar, "yah, jadi dia sudah mati kehabisan darah? Baguslah, kalau begitu aku tak perlu turun ke bawah dan langsung membunuh target kelima di dekatku ini saja!" Pembunuh itu berbicara melalui alat komunikasi.
"Tidak! Tidak! Kau harus memastikan perempuan itu mati! Aku yakin dia kabur, kau harus memastikannya dahulu," ujar Corey memohon, pandangannya semakin buram terutama ditutupi isak air mata.
"Aku sangat yakin jika ia sudah mati!" Perlahan sang pembunuh mengeluarkan shotgun yang sejak semula tersampir di punggungnya yang ditutupi jubah hitam. Kini ia todongkan shotgun-nya tepat ke depan wajah Corey.
"Kumohon! Jangan bunuh aku!" Corey terus memohon. Ia teringat sesuatu. "Masih ada Daisy! Dia pasti masih di sini! Kau harus mencarinya dahulu karena dia pasti berhasil kabur! Aku sudah tak mampu lari, jadi aku takkan pergi, tapi Daisy, kuyakin dia berhasil kabur dan memanggil corps!"
"Aku tak peduli dengan perkataanmu karena aku harus membunuh sesuai urutan," ujar sang pembunuh. Jari telunjuknya tepat di dekat pelatuk.
"Jangan bunuh aku ...."
"Apakah kau tahu alasan kenapa aku tak mati?" Maka sang pembunuh mengeker shotgun-nya ke arah kepala Corey. "Kau menembakku di dada bukan kepala. Aku takkan mati jika hanya ditembak di dada. Jadi biarkan kuajarkan cara menembak yang benar."
"Kau benar-benar monster!" teriak Corey, "semoga kau mati dengan cara mengenaskan dan diseret ke neraka---"
Perkataan itu tak selesai ketika pelatuk ditarik dan suara keras terdengar saat peluru berhasil melesak kencang tepat ke kepala Corey hingga kepala tersebut hancur begitu pula otaknya yang pecah dan berserakan di lantai. Maka Corey pun meregang nyawa. Sang pembunuh kembali menaruh shotgun-nya di punggung yang ditutupi jubahnya.
"Tertinggal satu orang." Dia menatap pada pintu yang kemungkinan tempat penyimpanan peralatan kebersihan di kabin ini. Senyumannya terukir. "Namun, aku kehabisan waktu." Tanpa mencari target terakhir. Sang pembunuh meraih sekop dan gancu tambangnya lalu turun ke lantai bawah.
Maka di sisi lain, jika ditelusuri di balik pintu tersebut, tidak hanya ada beberapa sapu, alat pel, penyedot debu, beberapa kain seperti kanebo, hingga sikat lantai. Namun, seorang gadis bernama Daisy yang duduk dengan mulut ditutup tangannya, ia berusaha tak bersuara sejak tadi, keringat mengucur deras saking dia takut, menangis, dan kepanasan karena terasa sangat pengap di dalam. Ia bisa mendengar jeritan kedua sahabatnya di luar sana, suara sang pembunuh serta teriakan Corey yang memanggil pembunuh itu sebagai monster bahkan mendengar suara tembakan shotgun.
"Dia sudah pergi?" Daisy bergumam pelan, perlahan menarik kedua tangannya dari mulutnya. "Aku selamat, dia tak tahu aku ada di sini."
Kini Daisy beringsut, rasa bahagia menyeruak di dadanya karena ia berhasil selamat, ia tahu jika ia akan selamat jika bersembunyi dan tidak mempedulikan teman-temannya yang lain. Kini ia harus mengecek sebentar, lalu tak bersuara sampai sang pembunuh benar-benar pergi, maka ia meraih gagang pintu dengan pelan, berusaha ia buka, tetapi tak terbuka.
Manik mata Daisy membulat. "Tidak, tidak, kumohon." Sekali lagi berusaha ia buka pintu tersebut. Namun, tidak berhasil, bahkan berusaha ia dorong, pintu tersebut tertahan. "Sialan, pintunya terkunci, tidak, tidak, tidak! Tolong." Tangannya gemetar, tetapi ia harus tenang. Ia tak boleh bersuara jikalau tak mau pembunuhnya kembali lagi.
"Ponsel, aku bisa meminta bantuan." Lekas ia mengecek ponselnya. "Oh thank's Goddess." Rasa syukur menyeruak ketika ada sinyal dan baterai ponselnya masih penuh. Maka ia menekan panggilan pada nomor ponsel ibunya. "Come on mom, come on."
Hanya saja, Daisy merasa jika hawa di sekitarnya sangat panas, ia juga melihat cahaya berkobar-kobar melalui celah bawah pintu, sukses hal ini membuatnya menunduk untuk mengintip melalui celah itu, betapa ia terkejut ketika api sudah berkobar-kobar di seluruh kabin ini. Detik itu pula, jeritan Daisy terdengar. "Tidak!!! Tidak, kabinnya terbakar! Tidak!! Keluarkan aku dari sini!"
Ponselnya jatuh bersamaan panggilan teleponnya diangkat oleh ibunya. "Daisy, Daisy ada apa, kenapa kau berteriak?"
"Keluarkan aku! Tolong! Ibu tolong! Keluarkan aku dari sini!" jeritan Daisy semakin kencang begitu pula sang ibu yang kebingungan di seberang sana dan terus memanggil nama putrinya berkali-kali.
"Tidak, aku tak mau mati! Tidak!" Kini atap di atas Daisy mulai terbakar, gagang pintu terasa sangat panas, dinding sekitarnya mulai terbakar pula. Daisy sudah bisa merasakan api menyengat tubuhnya.
"TIDAK! TIDAK! AKU INGIN HIDUP! KELUARKAN AKU DARI SINI!" Ia berusaha mendobrak pintu tersebut, tetapi tidak bisa, hingga ia tersandung ponselnya sendiri, ia jatuh bersamaan jeritannya terdengar hingga ke ponsel ibunya ketika atap di ruangan kecil itu ambruk, maka dalam jeritan tak terkira, tubuh Daisy mulai dilalap api berkobar-kobar yang sangat panas, membuat kulitnya melepuh hingga meleleh, rambutnya hangus terbakar, tubuhnya menghitam hingga ia benar-benar binasa dimakan api bersamaan dengan kabin tersebut yang dimakan keseluruhan api. Tubuh para korban lainnya perlahan dimakan api pula.
Sementara berada di luar kabin, sesosok makhluk bertopeng kelinci goni, kedua tangannya membawa sekop dan gancu tambang, ia tengah berdiri sambil memandangi kabin kayu yang terbakar dimakan si jago merah hingga hutan ini sedikit bercahaya dan asap hitam membumbung ke langit. "Sate babi siap sedia!"
Setelah kalimat itu, ia lekas menuju pickup truck tuanya, menaruh segala peralatannya di bagasi belakang. Lalu mengendarai mobilnya menuju kota Erysvale, ketika berbelok di perempatan, ternyata dari arah perempatan lain, sekitar tiga mobil petugas kepolisian daerah termasuk mobil Sheriff Jude dan Deputy Francis, serta dua mobil pemadam kebakaran, dan satu ambulans lekas menuju ke sumber kebakaran. Detik itu, senyuman sang pemilik topeng kelinci goni terukir bahagia. Suara voice changers-nya terdengar. "Ini baru permulaan dari teror di Kota Erysvale ini, serta sebentar lagi Halloween, maka akan sangat mengasyikkan, aku tidak sabar menunggu jeritan para warga di kota ini! Ha ha ha ha!" Maka tawanya bergema di mobil tersebut. Ia sangat bahagia!!
Sementara di sisi lain, masih di malam yang sama. Terlihat lima mahasiswa; empat wanita dan satu pria tengah berkumpul di sebuah rumah besar, mereka tengah begadang mengerjakan laporan praktikum dan beberapa tugas kuliah lainnya.
"Kita kebanyakan makan dibandingkan menyelesaikan tugas," ujar Sebastian Nehemiah seraya membawa nampan besi yang berisi sate-satean yang terdiri dari daging sapi, tomat, kentang, dan paprika. Ia terlihat mengenakan celana hitam selutut dengan kaos putih tanpa lengan sehingga memperlihatkan ketiaknya yang mulus. "Kuyakin setelah ini kalian pasti tidur karena kekenyangan."
"Ide siapa makan sate, huh?" ujar Catherine Shavonne Demitrius melirik pada Francesca yang duduk di sofa sambil menatap ipad-nya yang menyuguhkan dokumen laporan praktikum di google dokumen.
"Oh ayolah, aku lapar dan ingin sate daging," ujar Francesca tersenyum kecil.
"Setidaknya Francesca lebih dulu menyelesaikan laporan praktikumnya dibandingkan kalian," ujar Claudia Brooklyn, ia juga sambil memakan satenya.
"Ya, ya, apalagi gadis genius di sana. Dia sudah menyelesaikan seluruh tugasnya jauh sebelum kemari," ucap Catherine menatap pada Amelia yang berbaring di sofa berbeda. "Sekarang malah sibuk menjadi playgirl menjijikkan."
"Bitch!" teriak Amelia, ia enggan bangun, masih dalam posisi berbaring menyahut Catherine. "Aku bukan playgirl, para pria bodoh itu saja yang tergila-gila padaku, lagi pula aku tidak punya pacar." Gadis cantik itu terlihat mengenakan piyama biru lengan panjang dari bahan katun.
"Tetap saja kau selalu meladeni mereka," ujar Claudia.
"Aku hanya ingin melihat sebodoh apa para pria itu ketika mengejar cintaku," ujar Amelia, "jadi aku ladeni, ternyata mereka banyak jeleknya, bahkan jika dikomparasikan dengan nilai dari dosen, nilai F saja tidak cocok untuk mereka."
"Sudah pasti karena nilai A hanya untukku," ujar Sebastian.
"Kau bahkan tak pantas dapat nilai F," sahut Catherine.
"Ya, kau hanya beruntung berada di antara kami," sahut Claudia.
"Kau sebenarnya kami jadikan babu untuk memasakkan kami makanan ketika lapar," timpal Amelia dan tawa ketiga temannya terdengar, sementara Sebastian hanya bisa menghela napas karena ia tahu jika gadis-gadis jahat ini memang jahat dan bajingan perkataan mereka, tetapi nyatanya mereka saling peduli satu sama lain.
"Semoga kalian patah hati untuk pertama kalinya sebagai balasan karma," ujar Sebastian.
"Mustahil," balas Claudia, "terlebih untuk Amelia, dia tidak pernah patah hati karena dia selalu mematahkan hati orang lain, benar bukan?"
Hening menguar dan Claudia merasa sangat bingung karena teman-temannya menatap padanya meski Amelia masih fokus pada ponselnya. "Itu tak berlaku untuk Amelia yang kini berhadapan dengan seorang bocah sekolah yang sombong dan menolaknya berkali-kali."
"Ah, jadi dia masih tak luluh padamu?" kata Claudia.
Sementara Amelia menghela napas, ia memperlihatkan isi chat-nya dengan Violetta, jadi sejak tadi, ia tengah bertukar pesan dengan Viole, tetapi seperti biasa, lelaki itu sangat dingin. "Dia sangat singkat membalas pesanku bahkan beberapa kali berkata ingin memblokir nomorku."
Sungguh tidak seperti biasanya. Seorang Amelia tidak pernah ditolak oleh siapa pun baik pria atau wanita, mereka akan selalu takut dengan Amelia dan menuruti perkataannya terutama gadis itu punya koneksi besar dan dianggap sebagai konglomerat, meski Amelia tak pernah benar-benar menggunakan kekuasaannya sebagai kaum borjuis yang old money. Namun, kini untuk pertama kalinya, seorang bocah sekolah dengan mudahnya menolak pesona Amelia bahkan selalu membuat gadis itu darah tinggi.
"Jadi kau akan menyerah?" ujar Claudia.
"Tentu saja tidak, sweetheart," balas Amelia, "seperti pepatah berkata, kejarlah impianmu sekuat mungkin sampai kau berhasil meraihnya."
"Pepatah dari Hongkong," sahut Sebastian, "itu hanya kata-kata buatanmu saja. Lagi pula, sejak awal kau hanya mempermainkan bocah itu karena dia berbeda dari targetmu atau pria yang mendekatimu!"
"Sebastian, kata-katamu jahat, padahal Violetta itu baik dan sedikit polos lho," ujar Francesca, "jangan sakitin dia, Amelia."
Sesaat Amelia memberikan tatapan sinis nan menusuk pada Sebastian, lalu beralih ke Francesca dan ia usap puncak kepalanya. "Takkan kulakukan cutie, aku akan serius sedikit, jika aku merasa aku hanya mempermainkannya maka aku akan mundur. Namun, mustahil bukan? Laki-laki secantik Violetta itu hanya kupermainkan? Tentunya harus kudapatkan berlian tersembunyi yang sudah Tuhan ciptakan sebaik mungkin ini."
Detik itu, keempat temannya hanya bisa menghela napas karena mereka paham jika Amelia sudah membuat keputusan maka keegoisan mana pun takkan bisa menghentikan Amelia untuk mencapai tujuannya. Berdoa saja, takdir sangat berpihak padanya dan keberuntungan selalu menyertainya. Serta memberi ketabahan banyak pada Violetta karena harus menghadapi gadis gila nan cantik serta Queen Bee yang bisa sangat jahat pada siapa pun.
"Hey, lihat berita di channel YouTube Evl News!" ujar Francesca. Lekas mereka semua mengecek YouTube dari saluran media berita di Erysvale tersebut.
Suara reporter dari berita itu terdengar ketika Francesca menaikkan volumenya, kini masing-masing dari mereka menatap ponsel. "Malam ini, barusan dikabarkan oleh Sheriff Jude, terjadi kebakaran di sebuah kabin di daerah luar perbatasan kota Erysvale, selain itu ditemukan pula enam korban dari kebakaran tersebut. Namun, saat diperiksa, pihak Sheriff menemukan bahwa para korban tidak mati hanya karena kebakaran, tetapi karena terkena serangan benda tajam yang kemungkinan para korban dibunuh lebih dulu lalu kabin mereka dibakar untuk menghapus jejak pembunuhan."
"Ini mengerikan," ujar Claudia, "korbannya adalah anak-anak dari Departemen kita."
"Kau benar," timpal Sebastian, "ini rumah kabinnya Jared Barchell."
"Oh Goddess." Francesca menutup mulutnya. "Ada kepala korban yang putus."
"Jesus Christ," ujar Catherine lalu melirik teman-temannya. "Kota ini belum aman sepenuhnya."
Sementara Amelia hanya diam saja, ia tatap kembali ponselnya, terukir rasa khawatir dan sesak di wajahnya, seolah-olah ia takut jika hal ini menimpa orang-orang di sekitarnya. Perlahan ia membuka aplikasi chatting-an dan mengirimkan chat ke nomor Violetta.
Amelia:
Pretty, kau sudah lihat berita malam ini?
My pookie bear♡:
Ya.
Amelia:
Jaga dirimu okay? Jangan keluar rumah pada malam hari dan selalu pastikan seluruh pintu dan jendela terkunci rapat sebelum tidur.
My pookie bear♡:
Ya.
Amelia:
Bisakah kau jawab selain "ya"? Karena aku merasa tak dihargai dengan jawabanmu itu! Padahal aku sangat mengkhawatirkanmu!
My pookie bear♡:
For God's sake!
Iya Amelia, terima kasih sudah khawatir, aku bisa menjaga diriku!
Amelia:
Good boy:)
Jika ada hal mencurigakan terjadi di sekitarmu atau seseorang mengganggumu lekas hubungi aku okay?
My pookie bear♡:
Ya, terima kasih sudah khawatir. Aku off karena sudah mengantuk.
Amelia:
Okay pretty, tidur yang nyenyak, have a nice dream<3
My pookie bear♡:
Ya.
Amelia:
Pretty:)
Pretty:)
Pretty:)
Pretty:)
My pookie bear♡:
For God's sake! Apa lagi yang kau mau dariku?
Amelia:
Have a nice dream, mana ucapan baliknya?
My pookie bear♡:
I'm not even your boyfriend.
Melihat balasan Viole, seketika Amelia terkekeh sendiri padahal teman-temannya sibuk membahas mengenai berita kebakaran dan pembunuhan. Alasan Amelia tertawa karena mengapa jawaban Viole seperti itu?
Amelia:
Woah, apakah kau ingin kita pacaran dulu agar kau mau menuliskan balasannya tanpa ragu-ragu dan malu padaku?
Aku dengan senang hati jika kau jadi boyfriend-ku lho^^
My pookie bear♡:
For God's Sake! Bukan itu maksudku! Aku akan memblokirmu!
Amelia:
Kau berani? Aku bisa lebih kejam dari pembunuh berantai lho:)
My pookie bear♡:
:) forgive me
Amelia:
Good boy, mana balasannya?
My pookie bear♡:
Have a nice dream, Amelia
Amelia:
Okay^^ Have a nice dream, cutie pookie bear sugar plum
Setelahnya Amelia keluar dari aplikasi chatting-an tersebut, meletakkan ponselnya di meja, ia menyerong tubuhnya yang masih berbaring di sofa, teman-temannya sibuk mengerjakan laporan praktikum sambil membahas kasus kebakaran dan pembunuhan terutama karena ricuh di grup kelas dan angkatan Departemen Kedokteran Klinis mereka. Perlahan Amelia tersenyum tipis seraya menutup matanya, lalu ia bergumam. "Semoga pretty, suka sama aku nanti."
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #8
Chapter ini cukup mengerikan, apakah benar? Atau masih ditaraf biasa saja? Nanti kalau terlalu sadis malah kena banned^^ Bercanda
Berbicara tentang si topeng kelinci goni, kira-kira apa motifnya membunuh sekelompok mahasiswa tersebut? Apakah ada tujuan tertentu atau hanya sekadar target asal-asalannya saja?
Benarkah dia Bloodied Tortuner karena hanya dia saja seorang pembunuh yang mengenakan topeng kelinci goni saja. Jadi apakah artinya dia kembali ke Kota Erysvale? Namun, mengapa kembali padahal ia seharusnya pergi dari Kota tersebut?
Lalu Amelia semakin gencar mendekati Violetta^^ Hanya saja, Viole masih berisi keras menolaknya.
Kira-kira seru tidak, jika mereka berdua; Viole dan Amelia berhadapan dengan Bloodied Tortuner? Siapa yang akan menang, Amelia atau Bloodied Tortuner?
Prins Llumière
Senin, 06 Mei 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top