✒ Chapter 38: Knee Down, Bitch!

|| Judulnya memang bikin salah fokus, tapi ini salah satu chapter favorit gue^^

|| Beri komen dan apresiasi kecil untuk chapter ini karena fav gue♡♡

Hari ini Viole bangun sangat pagi dan menjalani aktivitas pagi rutinnya. Setelah rapi mengenakan kemeja putih yang dilapisi sweater kuning cerah---warna favoritnya adalah kuning dan biru---dan celana kain hitam, ia juga mengenakan headphone putihnya serta membawa tas punggung yang di tali tasnya tersampir sebuah boneka hitam, maklum sepaket dengan tasnya.

Setelah itu ia menuju lemari penyimpanan yang di dalam sana ada kotak cokelat berisi 20 boneka beruang warna putih dengan baju merah muda dengan ditengahnya ada gambar beruang juga, lalu beruang itu mengenakan pita merah muda, serta blush on di kedua pipi bawah hitamnya. Ia membeli boneka ini dia toko online karena mencari di mal, tidak ia temukan.

Semua boneka ini akan ia sumbangkan ke panti asuhan, ya hari ini Viole akan pergi ke Small Miracles Home, sebuah panti asuhan anak-anak di kota Erysvale, terletak di timur kota dan cukup jauh dari apartemen tempat Viole tinggal, tetapi tak masalah, ia akan tetap ke sana dengan naik uber.

Setelah masuk ke uber bersama boneka-bonekanya, mobil tersebut berjalan membelah jalan raya yang lengang karena hari ini banyak warga menghabiskan waktu di rumah saja. Sebenarnya Viole sudah sering menjadi penyumbang atau berdonasi ke panti asuhan, ia lakukan hal ini sejak ia tinggal di kediamannya dulu. Jadi saat pertama kali tinggal di kota Erysvale, ia langsung juga mencari panti asuhan di sini untuk memberikan donasi rutin setidaknya sebulan sekali berupa uang, buku-buku anak, dan mainan. Bagi Viole, sebagai manusia harus tetap membantu sesama dan berdonasi, tidak peduli sekecil apa pun donasi tersebut diberikan, bahkan satu dollar saja sudah sangat cukup.

Semua kebiasaan berdonasi ini tentu saja tidak langsung Viole pahami ketika kecil karena diajarkan oleh Dite sekaligus dia pula yang memberikan saran untuk berdonasi sekali seminggu. "Be human, be kind. Kita manusia adalah makhluk sosial jadi kita perlu membantu dan dibantu, atas inilah sebagai manusia kita juga harus berbuat baik, salah satunya berdonasi meski sekecil butiran jagung."

Dikarenakan ajaran tersebut, sejak itu Viole selalu berdonasi. Dia punya dua cara untuk memberikan donasi rutin ini yang sudah jadi kebiasaannya; pertama berdonasi seminggu sekali atau lebih melalui aplikasi entah berdonasi untuk korban bencana alam, kekurangan makanan, hingga donasi pada anak-anak yang jadi korban genosida, serta donasi lainnya yang tidak hanya berfokus negaranya tinggal, tetapi hingga ke benua lain seperti Asia dan Afrika. Cara kedua, berdonasi sebulan sekali ke panti asuhan dengan memberi uang, mainan, pakaian, atau buku-buku.

Viole mungkin terlihat cuek dan dingin, dia memang sengaja seperti itu karena dia memang tak mau dilihat orang-orang saat dia memberikan donasi. Meskipun luarnya terlihat dingin, tetapi dia juga bisa tersenyum manis pada anak-anak dan rela berdonasi hingga jutaan dollar tanpa berharap imbalan dari siapa pun.

Kini dia melangkah dengan riang gembira menuju Small Miracles Home, panti asuhan itu terletak di lokasi yang tak banyak toko maupun bangunan warga, berada di tanah rerumputan hijau yang banyak pohon rindang, sebagian bangunannya sudah batu-batu, tetapi ada yang masih berupa kayu karena termasuk bangunan lama. Warna panti asuhan itu dominan biru dan Putih. Sepanjang menuju panti asuhan tersebut, para pengunjung akan disuguhkan taman sederhana yang penuh bunga, beberapa pohon apel, hingga ada pula kolam kecil atau malah danau buatan ukurannya kecil serta dikelilingi bebatuan, ilalang, dan bunga.

Lagu di headphone Viole berputar, Blueming---IU dan ia menikmati langkahnya menginjak paving blok serta rerumputan, ia juga melihat taman bermain kecil yang berisi jungkat-jungkit, seluncuran, komedi putar, hingga bak pasir. Senyumannya terukir saat melihat beberapa anak kecil tengah bermain bersama dengan dua wanita yang dewasa, terlihat seperti petugas panti asuhan ini, tetapi tumbenan sekali tidak menggunakan seragam para petugas panti.

Merasa tak perlu peduli, Viole masuk ke dalam panti asuhan yang kebetulan ada Mrs. Abigail yang menjadi pemimpin utama panti asuhan ini. Wanita itu berumur 40 tahun ke atas, ada guratan di wajahnya, tetapi masih terlihat cerah, serta rambutnya baru sedikit yang memutih.

"Violetta," ujar Mrs. Abigail, "akhirnya kau kemari, beberapa anak sudah rindu denganmu dan terus bertanya-tanya kapan kau akan kemari."

"Maaf, baru sempat kemari, seharusnya minggu lalu, tetapi sibuk," ujar Viole sudah melepaskan headphone-nya.

"Tidak masalah, kau sering berdonasi di sini saja sudah cukup bagi kami." Ia menatap kotak cokelat yang Viole bawa. "Wah, apakah ini hadiah untuk anak-anak? Oh My God, kau lelaki yang sangat baik. Ayo, ayo temui anak-anak."

Berada di sana, cukup banyak anak-anak yang mengenal Viole, mungkin karena ia rutin berkunjung sebulan sekali, bahkan pernah sebulan dua kali. Jadi ketika melihat Viole, anak-anak itu lekas mendekapnya dan kegirangan, mereka menarik-narik tangan Viole karena ingin segera Viole bergabung bermain dengan mereka. Namun, sebelum itu, Viole membagi boneka beruang pada anak-anak perempuan---lebih banyak anak perempuan di panti asuhan---terlihat anak-anak itu kegirangan dan memeluk bonekanya, memberikan ucapan terima kasih pada Viole, bahkan seorang anak berumur lima tahun, memberikan ciuman di pipi Viole.

"Makasih Viole, aku senang sama bonekanya," ujar gadis kecil yang Viole ketahui bernama Charlotte.

Meski sedikit terkejut, Viole berusaha tenang kemudian tersenyum, senyuman yang sama manisnya dengan anak-anak panti itu. "Sama-sama, dijaga ya bonekanya."

"Tentu saja, aku akan peluk setiap malamnya," ujar Charlotte, "ayo main sama kami!"

Anak-anak itu mengajak Viole ke sisi ruangan yang di mana mereka duduk melingkar di sana kemudian Viole diberi buku dongeng. Mereka pinta Viole untuk membacakannya karena tanpa orang luar tahu---terkecuali anak-anak panti itu dan petugas panti---ternyata Viole sangat pandai mendongeng, bahkan hingga membuat ekspresi yang menjiwai. Kali ini, anak-anak itu ingin Viole mendongeng dengan menggunakan boneka tangan, kisahnya sederhana, seekor gajah yang ditolong oleh kancil karena hampir ditangkap harimau. Anak-anak panti di lingkaran itu sangat menikmati dongeng yang dibawakan Viole bahkan mereka tertawa karena tingkah lucu kancil hingga takut kalau gajah dimakan harimau.

Dongeng tersebut berlanjut jadi sedikit abstrak ketika anak-anak itu mulai ikut mendongeng menggunakan boneka beruang putih yang Viole berikan pada mereka serta beberapa boneka binatang lain di panti asuhan tersebut.

Mula-mula, berkisah tentang seekor beruang putih yang mengganti bajunya menjadi gaun berwarna merah muda, lalu hendak pergi jalan-jalan di padang rumput, tetapi beruang tersebut malah hendak diterkam harimau. "Tolong, kancil tolong, tolong aku!! Ada harimau mau makan aku!" teriak Lily.

"Jangan takut, Nona beruang," ujar Viole dengan boneka kancilnya. "Aku ada di sini untuk menyelamatkanmu!"

Kini seolah-seolah di dipikiran mereka terbentuk imajinasi berupa beruang putih dengan gaun merah muda dan diincar harimau, di sebuah rerumputan hijau dan langit biru, lalu datang kancil hendak menolong.

Hanya saja harimau tak mau kalah. "Kancil, kau takkan bisa menyelamatkan beruang putih itu! Ha ha ha ha!"

"Aku bisa! Aku membawa teman-temanku!" kata Viole dengan peran kancil. Maka anak-anak lain dengan boneka mereka sendiri mulai berdatangan dan menghalangi harimau dengan cara membuat benteng.

"Ayo tangkap si harimau!" teriak Charlotte lalu boneka lain mulai menangkap harimau. Anak-anak itu terkekeh dan merasa sangat bahagia.

"Makasih Tuan Kancil," kata si kecil Lily yang berumur empat tahun. "Aku senang Viole di sini."

"Terima kasih Tuan Kancil," ujar Charlotte juga. "Makasih Viole, selalu bawakan kami mainan baru. Sehat selalu ya, kami sayang Violetta."

Hanya senyuman kecil, tetapi tulus yang menghiasi wajah Viole ketika beberapa anak mendekapnya dan Viole merasa damai. Ia terlalu lama menatap dinding putih dan hanya berkontak fisik dengan jarum suntik, selang, obat-obatan, serta berbagai macam percobaan serta penelitian padanya. Membuat Viole tak menyangka jika kasih sayang sesederhana ini dapat membuat energinya penuh dan suasana hatinya sangat baik. "Terima kasih juga, sehat selalu kalian."

"May God's always blessing you, Viole," ujar Charlotte.

"Thank's, I love you all," kata Viole lalu mereka memeluk Viole dengan erat terutama Charlotte dan Lily.

Setelah bermain, Viole mengobrol dengan Mrs. Abigail di ruangan itu juga sambil disuguhkan es cokelat dan kue kering. "Maksud Anda, sebulan ini, anak baru di Panti Asuhan ini meningkat? Bahkan termasuk anak yang masih bayi?"

Wanita itu mengangguk pelan. "Iya, beberapa dari mereka anak yang ditelantarkan orang tua mereka, kami sudah menghubungi sheriff Jude untuk mengusut hal ini, ada yang ditemukan identitas orang tuanya, ada juga yang tidak. Lalu jumlah anak di Panti Asuhan ini meningkat sejak ada pembunuhan di kota Erysvale; orang tua mati, anak mereka selamat dan dibawa kemari karena tak ada kerabat yang mau mengurus. Untuk bayi, mereka sengaja di buang di halaman kami, kemungkinan hasil dari orang-orang yang belum siap jadi orang tua atau hubungan di luar pernikahan."

"Bagaimana dengan dana donasi?" ujar Viole.

"Syukurnya, tetap berjalan, banyak orang-orang kaya yang menyumbang kemari jadi kami tak kekurangan dana," ujar Mr. Abigail, "kami hanya mengkhawatirkan mengenai pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini. Kami takut jika anak-anak jadi target dikarenakan pihak sheriff belum bisa menemukan pelakunya."

Viole diam sejenak, ia sangat paham kegelisahan Mrs. Abigail, terutama karena pelaku pembunuhan keji itu tidak ditemukan, banyak rumor berkata jika Bloodied Tortuner adalah pelakunya, tetapi belum bisa dipastikan. Namun, jika benar, bisa berbahaya karena kemungkinan pembunuh berantai itu tak pandang bulu dan tak punya target khusus, entah apa isi kepalanya.

"Mungkin Anda harus memperkuat penjaga di Panti Asuhan ini," ujar Viole, ia tidak bisa menggunakan kemampuan ævoltaire-nya karena berisiko pada nyawanya juga.

"Kami memang akan melakukannya," ujar Mrs. Abigail, "doakan kami saja agar panti asuhan ini selalu dilindungi."

"Tentu saja," Viole tersenyum.

"Mrs. Abigail!! Aku punya bunga untuk Anda!" teriak seorang lelaki berumur empat tahun bernama Peter. Setelahnya ia berlari lagi untuk bermain dengan teman-temannya.

"Maafkan Peter karena sudah mengganggu Anda, Mrs. Abigail," ujar seorang gadis rambut blonde dan berponi. "Hey, kau Violetta 'kan?"

"Saya? Iya benar, saya Violetta," balas Viole bingung, ia tak pernah kenal si gadis rambut blonde ini.

"Ah jadi kalian saling kenal?" ujar Mrs. Abigail.

"Iya kami saling kenal," balas si rambut blonde, "apakah kami boleh mengobrol sebentar?"

"Tentu, silakan saja, aku juga ada tamu lagi nanti," ujar Mrs. Abigail.

"Terima kasih," sahut gadis blonde, lalu mencengkeram pergelangan tangan Viole. "Ayo kita mengobrol."

Viole terpaksa mengikuti gadis berambut blonde ini karena ia masih perlu mencerna siapa identitas gadis ini? Kenapa bisa kenal Viole sementara Viole tak kenal siapa dia?

"Kau siapa? Kenapa bisa mengenalku."

"Francesca, aku sahabatnya Amelia, kau pasti tahu Amelia 'kan?" balas Francesca seraya tersenyum, "ayo ngobrol di sana!"

Bencana bagi Viole. Mengapa harus bertemu sahabat dari si menyebalkan Amelia?! Lalu mengapa sahabatnya tahu akan wajah Viole, apakah selama ini Amelia bergosip mengenai Viole pada teman-temannya?! Sialan! Maka kini mereka melangkah di lorong panti asuhan dan Viole hampir menabrak bahu seorang wanita yang tinggi dengan rambut cokelat, wanita itu mengenakan pakaian yang cukup seksi dan berwarna merah. Sesaat manik mata mereka saling bersitatap. Hanya saja Viole lekas ditarik Francesca keluar dari panti asuhan tersebut.

Sementara itu, si wanita berambut cokelat melirik sinis pada Viole yang perlahan lenyap di belokan lorong panti asuhan. Ia tersenyum sinis sesaat lalu menuju ruangan khusus yang di dalamnya ada Mrs. Abigail. "Jadi, siapa anak yang menurut Anda memiliki tingkah berbeda dari anak-anak lainnya dan beberapa kejadian aneh berasal dari anak itu?"

"Ah dia hanya seorang gadis cerdas," kata Mrs. Abigail, "tapi saya merasa, dia memiliki kecerdasan di atas anak-anak lainnya."

****

Setidaknya gadis bernama Francesca Alessandro ini tidak seperti Amelia yang bar-bar dan sangat menyebalkan. Francesca masih lebih kalem dan punya batasan, dia takkan menggoda Viole atau mengusap kepala Viole tanpa izin. Meskipun begitu, tetap banyak mengoceh.

"Pantas saja Amelia tertarik padamu, ternyata kau benar-benar cantik," ujar Francesca, "maaf, bukan bermaksud mengejek, tetapi itu pujian lho."

"It's okay, sudah biasa orang-orang berkata seperti itu padaku," balas Viole.

Francesca tersenyum manis. "Aku minta maaf semisal Amelia menyusahkanmu ketika di sekolah."

"Dia memang menyusahkan," balas Viole.

"Ah maafkan hal itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa, kalaupun kutegur, dia akan tetap egois dengan apa pun yang dia inginkan. Eh, tapi Amelia itu sebenarnya baik lho, meski agak menyeramkan kalau marah."

"Thank's lho informasinya, sangat-sangat berguna," balas Viole meski nada suaranya penuh sindiran.

Francesca sedikit merasa tak enak, ia berpikir jika Amelia benar-benar membuat hidup Viole susah. "Kau sering pergi ke panti asuhan ini?"

Viole mengangguk. "Ya, aku sering berdonasi kemari. Setiap bulannya."

Francesca terkekeh. "Maaf aku tertawa sebentar, jarang ada remaja seusiamu yang menghabiskan uangnya di panti asuhan padahal kau bisa beli game PC atau PlayStation."

"Aku jarang bermain game," balas Viole.

"Wah, lelaki mana yang tak main game?" sahut Francesca terkejut. "Apakah kau tak merokok, nge-vape dan tak pacaran juga?"

"Rokok dan vape tidak sehat untuk paru-paru, seseorang bilang padaku jika rokok sangat berbahaya untuk kesehatan dan wajib dihindari, aku juga tak suka asap rokok, lalu rokok elektrik seperti vape juga berbahaya, terutama produk itu banyak memakan korban dalam proses pembuatannya, kau tahu jika terjadi perbudakan di Congo hanya untuk menjarah material pembuatan vape. Lalu ya, aku tak punya pacar."

Pantas saja Amelia menggila hendak mengganggu anak ini karena dia berbeda dibandingkan seratus pria di kampus mereka. Sebenarnya pria yang mendekati Amelia ada beragam dimulai dari si kaya dan sombong, anak CEO dan pengusaha, sering pergi ke bar dan mabuk, ketua organisasi, pria cerdas dan pemenang Olimpiade, atlet hingga yang bisa bermain musik, bahkan si culun kutu buku dengan gigi behel hingga obsesi pada anime Jepang. Mereka semua punya kekurangan dan kelebihan, lebih banyak kurangnya. Dan mereka semua dengan mudah diluluhkan Amelia bahkan tanpa mengeluarkan upaya yang besar.

"Oh wow, kau bahkan tahu isu di Congo," kata Francesca, "jadi apa yang kau lakukan jika di waktu luang?"

"Bermain dengan temanku, nonton film, baca novel, belajar, nonton seminar atau webinar, mencoba resep masakan karena aku mahir memasak, bersih-bersih kamar, jalan-jalan di taman, atau pergi ke panti asuhan ini," jelas Viole.

Satu kalimat; lelaki cantik ini unik dan anti-mainstream. Mungkin karena berbeda pula dari ribuan pria yang mendekati Amelia serta Viole tak jatuh cinta pada Amelia, hal inilah yang jadi poin tambahan mengapa Amelia tertarik pada Viole. "Pertahankan kegiatan positif itu, jangan sampai kau mencoba rokok atau alkohol."

"Kurasa tidak akan kucoba karena tidak baik bagi kesehatan," balas Viole.

"Kau benar," balas Francesca. Lalu menarik Viole agar tepat di sampingnya dan ia ambil ponselnya. "Ayo berfoto! Say cheese!!"

Viole yang masih bingung lekas tersenyum tipis dan berfoto dengan Francesca. Mereka mengambil beberapa foto lagi dengan gaya berbeda dan Viole terlihat tersenyum tulus. Lalu beberapa menit berlalu. "Terima kasih, semoga kita bisa jadi teman."

"Ya," balas Viole ragu, "aku harus pergi karena sudah siang."

"Okay, hati-hati Violetta!" teriak Francesca langsung kembali masuk ke dalam panti asuhan.

Kini Viole menghela napas, menatap jam tangannya yang hampir menunjukkan pukul sebelas siang, Viole pun melangkah pergi dari sana. Ketika hendak mengenakan headphone-nya, ia melihat seekor anak bebek warna kuning berenang di danau kecil.

Manik mata lelaki itu berbinar-binar saking dia bahagianya ketika si bebek kuning berjalan ke pinggiran danau. Maka lekas Viole berlari menuju ke dekat danau, ia berjongkok. Namun, si bebek kecil, tiba-tiba lari dan bersembunyi di antara rerumputan dan bunga-bunga, terlihat seperti sangat malu dan takut. Viole diam sejenak dengan wajah sedih karena bebeknya takut, ia memanyunkan bibirnya dengan dagu di atas lutut.

"Bebek, jangan takut," kata Viole, tetapi si bebek kecil malah semakin bersembunyi dan hendak kembali ke danau kecil itu. "Aku takkan menyakitimu."

Kini dia berpikir keras, bagaimana cara agar si bebek kecil mau mendekatinya. Lalu ibarat ada lampu bersinar muncul di atas kepalanya. Lekas Viole tersenyum lagi, seraya berujar, "once upon a time, ada anak baik yang berjalan-jalan di pinggiran danau, lalu dia melihat seekor bebek kecil yang tengah kelaparan jadi anak baik itu membuka tas yang dia bawa ...." Maka Viole lekas membuka tasnya. "Kemudian anak baik mengambil sebungkus makanan bebek yang lezat."

Lalu Viole mengeluarkan pakan bebek dari dalam tasnya yang dalam bentuk kemasan, pakan bebek itu bernama Mazuri Waterfowl Starter adalah salah satu produk pakan bebek kemasan yang dijual di Amerika. Pakan ini berbentuk pelet warna cokelat muda. "Dan diberikan pada si bebek kecil itu."

Ia buka bungkus pakan bebek tersebut, diambilnya segenggam, kemudian disodorkannya. Secara perlahan, si bebek kecil mendekati tangan Viole, mematuk satu per satu pakan tersebut hingga akhirnya si bebek kecil tak takut lagi dan terlihat sangat senang. "I find you, end."

Setelah itu, perlu hampir setengah jam, Viole bermain dengan bebek kecil tersebut. Dia juga mengambil beberapa gambar dan merekam si bebek kecil nan imut tersebut. Viole juga sempat menaruh bunga di atas kepala si bebek, kemudian dia foto. Entah alasan apa yang membuat Viole ingin mengunggah foto tersebut di Instagram, maka dengan penuh kesadaran, dia memasukkan foto bebek imut itu ke snapgram-nya dan memberi caption, cute ducky lalu emot bebek. Kemudian dia unggah yang dalam hitungan menit saja banyak yang melihat dan menekan suka snapgram tersebut.

"Gawat," gumam Viole, "seharusnya tidak aku unggah di snapgram, tapi tidak peduli, kata Emma, ini Instagram-ku dan aku bebas mengunggah apa pun asalkan tak melanggar norma."

Awalnya itu yang ia pikirkan, ia juga harusnya tak peduli dengan berbagai macam pesan yang membalas snapgram-nya tersebut, kebanyakan dari anak-anak di sekolahnya bahkan teman-temannya terutama Theodore dan Sophia yang heran karena Viole jarang sekali aktif sosial media. Semua itu masih membuatnya tenang, ia hanya menggulir isi Direct Message-nya tanpa berniat membuka pesannya, hingga ketika selesai memesan Taxi uber dan hendak pulang, notifikasi ponselnya berbunyi lagi dan ketika ia mengecek tertulis @psycassie, bodohnya dia tak sengaja menekan notifikasi tersebut maka terbukalah pesannya.

Psycassie:

Bebeknya imut, kayak kamu^^

Viole lagi di mana? Kok ada bebek?

Jangan dibaca saja ya, dibalas dong. Ketahuan lho kalau kamu baca chat-ku.

Hello!

Viole kini benar-benar menyesal, ia lupa jika ada perempuan gila yang mengikuti Instagram-nya. Merasa jika hidupnya takkan tenang, Viole berniat memblokir akun Amelia itu. Namun, pesan baru masuk lagi.

Psycassie:

Jangan sekali-kali kamu berpikir hendak memblokir akunku ya^^ Kalau kamu blokir, mulai Senin, aku bakal ganggu kamu lebih sering lagi.

Detik itu, Viole keringat dingin. Bagaimana bisa gadis itu tahu apa yang hendak Viole lakukan? Apakah Amelia cenayang? Tanpa ia balas chat tersebut, Viole berniat untuk menghapus chat Amelia dan berniat menyembunyikan Story 24 jamnya dari Amelia agar aman, tetapi pesan masuk lagi.

Psycassie:

Pretty, kau tidak berniat meng-hide Snapgram kamu dari akunku 'kan?

Jahat banget lho kamu kalau hide atau mau blokir akunku.

Aku salah apa? Kan aku cuma balas Snapgram kamu saja.

Pretty, jangan abaikan aku.

Demi Tuhan! Bagaimana bisa Amelia tahu apa yang hendak Viole lakukan?! Kini lelaki itu jadi sangat kesal. Ia lalu menutup aplikasi tersebut dan lekas naik uber-nya yang baru tiba. Berada di dalam mobil, Amelia membombardir Viole dengan pesan.

Psycassie:

Pretty.

Pretty.

Pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty.

Pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty, pretty.

Viole, balas chat-ku.

Aku sedang sedih lho.

Violetta Beauvoir!

Melihat bombardir pesan gadis itu, membuat Viole antara kasihan dan kesal. Akhirnya ia memutuskan untuk membalas pesan Amelia.

Violevoir:

Apa maumu?

Psycassie:

Akhirnya dibalas. Kan sudah kubilang tadi, i'm feeling blue rn.

Viole menghela napas, ternyata gadis itu sedang bersedih, apakah benar-benar sedih atau sekadar sifat jailnya lagi?

Violevoir:

Why you feel sad? Something is bothering you rn?

Psycassie:

Yes, para dosen memberikan tugas yang berat dan ada beberapa laporan praktikum yang belum kuselesaikan. Sedangkan besok, aku harus kembali ke sekolahmu untuk tugas relawan. Aku benar-benar lelah dan kurang tidur. Rasanya otakku hendak meledak.

Sesaat Viole merasa iba, meskipun gadis itu menyebalkan, dia tetaplah manusia yang juga bisa merasa lelah.

Violevoir:

Take a break for a second, eat some food.

Psycassie:

Pretty ....

Violevoir:

I'm here, what u want?

Psycassie:

I want u follow my account and please get me your number.

Violevoir:

Never:)

Psycassie:

Pretty! Aku makin sedih lho.

Kalau tidak boleh nomor kamu, aku dapat kamunya saja, boleh tidak?

Detik itu, Viole merasa jika ia sudah salah karena merasa iba pada Amelia.

Violevoir:

For God's sake. Amelia Kys rn.

Viole pun menutup ponselnya bahkan ia sengaja mematikan notifikasi Instagram karena tidak mau diganggu dengan beberapa pesan entah dari siapa pun itu terutama Amelia.

****

Malam ini, Amelia dan teman-temannya akan pergi hangout ke salah satu club malam di kota Erysvale. Gadis itu menatap dirinya depan cermin, ia mengenakan dress-off-shoulder warna hitam yang mencapai bawah pinggang sehingga memperlihatkan kaki jenjangnya, memiliki hiasan di tali dress-nya yang menyerupai bunga atau bintang kecil berwarna hitam yang tersusun secara vertikal. Kemudian dress tersebut dilapisi jaket kulit warna hitam, kaki jenjangnya dibalut stocking hitam sedikit tembus pandang dan knee high boots dengan warna senada.

Setelah merasa dirinya sempurna, ia lekas turun dari lantai dua, suara hak sepatunya terdengar menuju pintu keluar yang ternyata mobil Catherine sudah menunggu, di bangku belakang ada Francesca, lekas ia duduk di bangku depan.

"Wow, always so fucking pretty," balas Catherine.

"Thank's, you're pretty too," balas Amelia.

"Bagaimana denganku?" ujar Francesca yang mengenakan bando hitam di kepalanya.

"Kau juga cantik, sweetheart." Amelia tersenyum dan Catherine tancap gas menuju club paling diminati di kota Erysvale ini. "Sayang sekali Claud dan Sebastian tidak bisa datang."

"Yeah, Clau ada urusan keluarga lagi dan Sebastian menemani ibunya," balas Catherine.

"Menemani ibunya?" balas Amelia.

"Yups, ibunya pergi ke pedikur membuat nail art karena besok ada ulang tahun sahabatnya, jadi Sebas menemani ibunya karena diminta ibunya," jelas Francesca.

"Ah anak mamah," balas Amelia.

"Yeah setidaknya tak durhaka sepertimu," sahut Catherine.

"Sialan."

Kurang lebih 15 menit, mereka tiba di club sebuah club bernama Noctis Stellae Club, ini merupakan klub milik seorang konglomerat di Erysvale, tetapi termasuk bisnis ilegal, sebenarnya klub ini tercatat dan terdaftar di pemerintahan kota Erysvale sebagai bisnis legal dengan usia 21 tahun diperbolehkan masuk. Namun, putra dari si konglomerat ini atau putra dari pemilik klub ini sangat nakal, ia tampaknya membuat bagian atau ruangan rahasia dan khusus dari klub ini sehingga hanya orang-orang atau mahasiswa universitas Varenheim tertentu yang diperbolehkan masuk dan ini termasuk tindakan ilegal karena yang kebanyakan datang adalah mereka yang berusia 18 tahun ke atas serta mengkonsumsi minuman alkohol tertentu seperti beer dan wine.

Mudahnya untuk masuk ke klub ini harus orang dalam dan punya koneksi pada si putra pemilik klub yang diketahui sebagai mahasiswa universitas Varenheim, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ada rumor beredar pula jika putra pemilik klub ini, ayahnya bekerja di perusahaan Æthelwulfos, jadi tak heran jika ia sangat kaya dan sulit mencium bau-bau pelanggaran norma yang dilakukan putranya.

Amelia dan teman-temannya berusia 19 tahun, jadi jelas saja jika mereka belum legal pergi ke klub, tetapi setelah kakak tingkat mereka menyarankan tempat rahasia ini yang mereka sebut dengan nama Noxstel, para remaja nakal itu tentu saja tergiur dan mereka sudah cukup sering pergi ke klun rahasia ilegal ini.

Sungguh perbuatan yang sangat tercela dan melanggar aturan dan norma. Seharusnya para remaja yang belum berusia 21 tahun, tidak pergi ke klun atau bar dan meminum alkohol karena bisa saja ditangkap polisi dan masuk penjara atau mendapatkan hal-hal buruk akibat alkohol.

Kini memasuki klub sudah banyak pengunjung bahkan suara musik terdengar menggelegar, club ini didominasi cahaya merah, kuning, keunguan juga, orang-orang di sana sedang menari-nari dan beberapa dari mereka tengah menikmati segelas alkohol atau duduk di sofa sambil bercakap-cakap dengan teman-temannya sebelum kembali ke lantai dansa dan diperhatikan semua orang.

Melangkah menuju salah satu sudut ruangan, tatapan dan sejenak aktivitas beberapa orang terhenti ketika melihat tiga gadis cantik dan seksi telah tiba dan menuju salah satu sofa yang kemungkinan sudah mereka pesan. Semua mata baik perempuan dan laki-laki tidak berhenti menatap mereka. Gadis berambut hitam dengan dress biru tua serta rambut digerai itu terlihat sinis dan sangat dingin tengah menggandeng gadis berponi dan berambut blonde serta mengenakan dress abu-abu.

Sementara gadis paling depan adalah gadis berambut cokelat, ia paling tinggi di antara kedua sahabatnya terutama ditambah knee high boots-nya, makin tampak tinggi jadinya. Gadis itu yang paling menyita perhatian para pengunjung club terutama wajahnya yang cantik dan tidak bosan dipandang. Dia benar-benar atraktif seolah-olah menyebarkan racun yang memikat siapa pun yang melihatnya hingga jatuh cinta.

"Akhirnya datang juga, Queen Bee kita," ujar Michelle gadis dengan rambut ombre biru-hijau.

"Seperti biasa," sahut Hannah, "kau selalu berhasil menjadi pusat perhatian padahal baru tiba di sini." Ia menatap pada beberapa pengunjung yang lekas membuang wajah mereka karena malu tertangkap basah.

"Mereka hanya orang-orang bodoh," balas Catherine, "menatap Amelia padahal di samping mereka ada pacar masing-masing."

"Jangan mengejek mereka bodoh." Francesca terlihat sangat positif baik dalam tindakan dan pikiran. "Amelia memang atraktif, baik perempuan atau laki-laki pasti akan tertarik padanya."

Amelia memutar bola matanya, lalu meraih gelas kecil berisi red wine kemudian ia minum sekali tegukan. "Berhenti membicarakan orang-orang bodoh itu. Aku ingin menikmati waktuku malam ini."

"Menikmati waktu padahal laporan praktikum menumpuk," balas Catherine.

"Sorry sweetheart, aku sudah menyelesaikan semua laporan sialan itu sebelum kemari." Amelia berdiri dari sofa itu.

"Sialan, jangan pamer!" balas Catherine, "lagi pula bagaimana bisa kau selesai dalam sehari?!"

Francesca mengikuti kedua sahabatnya yang menuju ke dance floor di mana para pengunjung menari dan menikmati musik di sana. "Seperti yang mereka katakan, takdir baik selalu dipihak Amelia, bahkan dalam mengerjakan laporan praktikum."

Amelia tersenyum manis pada Cesca. "Of course sweetheart, aku dicintai banyak hal bahkan takdir sekali pun."

Maka musik semakin menggelegar ditambah dengan para pengunjung menuju dance floor ketika melihat Amelia. Kini dia benar-benar jadi sorotan semua orang, seolah-olah matahari yang menjadi pusat tata surya. Suara orang-orang bersorak bahagia ketika gadis cantik itu berdansa mengikuti irama musik, awalnya musik pelan dan tariannya pun masih terlihat lembut nan anggun. Tidak bisa bagi orang-orang di sana untuk tutup mata karena mereka semua tertarik pada Amelia.

Secara perlahan dansa Amelia jadi lebih sensual, dia melepaskan jaket kulitnya kemudian diberikan pada Francesca yang dengan senang hati ia kenakan jaket Amelia. Kemudian Amelia si gadis cantik nan seksi itu menggoyangkan tubuhnya hingga terlihat jelas bagaikan lekukan dan proporsi sempurna tubuhnya.

Pinggul dan tubuhnya bergerak mengikuti irama musik. Itu hanya permulaan karena bersenang-senang dimulai ketika musik jadi lebih keras dan bernada cepat, kini Amelia dan teman-temannya tak lagi berdansa sensual, tetapi dansa yang penuh semangat karena musik hampir seperti musik rock, jadi tak heran jika beberapa pengunjung berdansa sambil melompat-lompat sampai melambaikan tangan ke atas, hingga berpegangan tangan dengan teman mereka dan mengayun-ayunkan tangan tersebut.

Di menit selanjutnya, musik berganti lagi jadi lebih lembut sehingga para pengunjung termasuk Amelia, Catherine, dan Francesca berdansa mengikutinya irama musik tersebut yang tak berhenti mereka terus dipuji para pengunjung baik laki-laki dan perempuan karena kagum pada kecantikan mereka.

Waktu berlalu hingga dua jam, terlihat Amelia masih tahan berdansa di sana dan tak ada bosannya juga orang-orang ikut berdansa dengannya. Bahkan beberapa pria memberanikan diri untuk mendekati Amelia agar ikut berdansa dengannya, tetapi baru hendak disentuh tangannya, Amelia langsung menatap sinis, berkata dengan sarkas, lalu ia injak kaki pria tersebut agar menjauh dari Amelia. Lalu datang lagi pria kedua yang kali ini, ia didorong Amelia kemudian mendapatkan kata-kata sarkas.

Pria ketiga mencoba mendekatinya dan berakhir sama bahkan diancam akan ia tampar jika berani menyentuhnya. Lalu pria keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya berakhir sama yakni ditolak dengan kasar bahkan Amelia tak izinkan seorang pun menyentuhnya seolah-olah ada benteng tercipta agar ia tak tersentuh siapa pun.

"Bisakah kalian berhenti mendekatiku," ujar Amelia, "aku di sini untuk berdansa dan menghabiskan waktu bersama teman-temanku, bukan untuk meladeni kalian satu per satu, kalian semua tuli atau apa jika tak paham kata-kataku?" balas Amelia yang seketika membuat para pria itu hilang nyalinya.

Pukul sebelas malam, musik dibawakan DJ, kini diganti menjadi I'm good-David Guetta dan Bebe Rexha, kini Amelia sudah sangat lelah, ia menatap teman-temannya yang juga sama lelahnya, mereka duduk di sofa sambil menghabiskan red wine mereka. Terlihat Hannah dan Michelle hampir tertidur, tentu bukan karena alkohol, mereka tidak banyak minum, tetapi memang mengantuk karena akhir-akhir ini jarang tidur demi laporan praktikum dan tugas lainnya.

"Sebentar lagi pulang," ujar Catherine seraya menghabiskan red wine-nya, ia sedikit mabuk dan sakit kepala.

Sementara Amelia duduk di samping Francesca yang terlihat memainkan ponselnya, ia menyandarkan kepalanya di bahu Francesca kemudian mengecek ponselnya juga. Info tambahan jika Francesca tidak minum alkohol sedikit pun karena dia tak mau mencobanya, ia juga dilarang oleh Amelia dan Catherine, terutama Claudia, gadis itu akan mengamuk jika mengetahui jika Francesca berani mencoba alkohol barang setetes saja.

"Menggemaskan." Senyuman Amelia terukir lembut saat melihat snapgram Viole yang tengah mengunggah foto berisi buku pelajaran dan catatannya. Lelaki itu tengah belajar. Benar-benar anak rajin yang kehidupannya sangat positif. Amelia kemudian menekan suka untuk postingan snapgram tersebut lalu mengirimkan pesan berupa, jangan begadang pretty, kau harus jaga kesehatan karena besok kau harus ekstra sabar menghadapiku.

"Aku tidak sabar mencubit pipinya besok," ujar Amelia.

"Oh apakah itu Viole? Aku juga melihat snapgram-nya." Francesca berucap.

Lekas Amelia menoleh. "Benarkah? Sejak kapan kau mengikuti Instagram Viole? Aku tak pernah memberitahukanmu akun Instagram-nya."

"Dari siang tadi, Viole sendiri yang memberitahuku akun dia," jelas Francesca dengan polos. "Dan oh ya, dia juga mengikuti balik akun Instagram-ku."

"He what?!" teriak Amelia, membuat beberapa pengunjung menatap padanya bahkan Catherine sedikit terkejut. "Viole following your account, what the hell is that?! Bagaimana bisa dia dengan senang hati mengikuti balik akunmu sedangkan dia berniat memblokir akunku!"

Francesca berujar, "apa, jadi Viole belum mengikuti akunmu? Kupikir selama ini kau chatting-an dengan dia karena kalian saling mengikuti."

"Girls, berhenti berdebat karena sebuah akun Instagram," ujar Catherine sudah tak punya tenaga lagi, sayangnya diabaikan Amelia maupun Francesca.

"Akunku tidak diikuti Viole, dia bahkan berniat memblokirku dan bagaimana bisa kau di-follow olehnya! Apa yang terjadi siang tadi, huh? Mengapa Viole bisa mengenal---"

Perkataan Amelia terhenti, ketika red wine menetes dari kepalanya, membuat rambutnya basah hingga mengenai pakaiannya, semua hening saat itu termasuk Francesca dan Catherine ketika melihat seorang gadis dengan dress abu-abu yang memegang gelas wine, gadis itu sepertinya sengaja menyiram Amelia dengan red wine.

"Maaf, tanganku tergelincir," ujar Krystal lalu terkekeh yang diikuti tawa Amberlee, sahabatnya.

"Apakah kau butuh tisu, Amelia," ujar Amberlee seraya meraih tisu dalam tasnya lalu dia jatuhkan tempat ke pangkuan Amelia. "Bersihkan dengan itu, kau tampak kacau."

"Hey!" teriak Catherine, lekas berdiri, meski sedikit sempoyongan. "Aku lihat dengan jelas jika kau ...." Catherine terdiam ketika Amelia menoleh padanya dan memberi kode untuk tak ikut campur karena Amelia akan menyelesaikan semua ini sendirian.

Amelia menatap gaunnya yang sekarang ternoda oleh red wine. Dia menyipitkan matanya dan menatap Krystal yang tersenyum sementara Amberlee tertawa lagi. Amelia tahu itu bukan kecelakaan, tetapi Amelia tidak menunjukkan emosi apa pun. Maka alih-alih menggunakan tisu, dia membuang tisu tersebut. "Terima kasih atas tisunya, sungguh sangat perhatian, tetapi maaf aku tak menggunakan barang milik orang lain, takutnya penuh kuman." Dia mengambil sapu tangan biru dari dalam tasnya seraya menyeka red wine dari rambutnya. Dia jelas merencanakan balas dendam yang sempurna detik itu juga.

Amberlee hendak menyahut, tetapi Amelia sudah berdiri menatap keduanya dan lebih dulu berujar dengan nada sarkas serta tersenyum manis tanpa memperlihatkan emosi kentara sedikit pun. "Lihat betapa cerobohnya dirimu, pasti tanganmu sakit karena terlalu lama berkutat pada laporan praktikum dan tugas lainnya karenanya memegang gelas saja, kau tak bisa."

Terlihat Krystal mengeratkan genggamannya pada gagang gelas. Amelia tersenyum tipis. "Namun, jangan khawatir, Krystal. Gaunku ini bisa dibersihkan oleh pelayanku, jika gaun ini tak bisa kembali seperti semula, aku takkan memintamu untuk menggantinya. Karena jika kau mengganti gaun mahal ini, aku takut kau tak mampu dan akan dimarahi ayahmu karena terus menghambur-hamburkan uang, benar bukan?"

"Tutup mulutmu, Amelia!" teriak Krystal tersulut emosi, sementara Amelia masih bisa tersenyum manis.

"Lagi pula, aku berencana membeli baju baru Minggu depan, jadi ini hanya alasan yang bagus untuk pergi berbelanja. Dan barangkali aku juga punya waktu untuk membelikanmu dan Amberlee otak baru ketika aku pergi keluar, nanti," sambung Amelia.

"What the fuck are you saying, bitch!" teriak Amberlee.

Amelia semakin senang dengan reaksi kedua musuhnya itu. "Kau tahu Amberlee, kau sangat cantik, aku sangat menyukai gaun merah muda penuh rendamu ini, sangat trendy dan anggun, terlihat seperti pakaian tahun 70-an. Kamu pasti menemukannya di Walmart, benar 'kan? Atau malah toko rongsokan dan barang bekas?"

"Mulutmu benar-benar bajingan, dasar kau pelacur!" teriak Amberle, beringsut maju dan hendak menampar wajah Amelia. Namun, tangannya terhenti karena dicengkeram kuat oleh Amelia.

"No need to get physical, Amberlee. It's not cute, sweetheart," balas Amelia, "lagi pula, aku bicara di sini tanpa kekerasan, jadi jangan berani-beraninya kau melayangkan tanganmu ke wajahku. Dan jangan pernah sebut aku pelacur."

Terlihat Amberlee kesakitan, ia heran mengapa gadis ini punya tenaga yang besar. "Lepaskan aku, sakit bodoh!" Tangannya berhasil lepas.

"Jangan sakiti sahabatku." Detik selanjutnya, Krystal maju ke depan dan berniat mendorong Amelia atau menampar gadis itu. Lekas Amelia melangkah mundur! "Kau benar-benar jalang---what the fuck are you doing!! KAU MUNTAH DI TUBUHKU! INI SANGAT MENJIJIKKAN!"

Seketika semua terkejut seraya menutup mulut ketika melihat Hannah yang habis kembali dari toilet, dia sangat mabuk dan mual, dan kini muntah untuk ketiga kalinya persis di depan Krystal hingga terkena gaun abu-abu dan pahanya. "Maaf, aku sangat mual, aku tak tahan---" Hannah segera lari kembali ke toilet dan diikuti oleh Michelle.

"Ops sweetheart, kau harus beli gaun baru sekarang dan lebih banyak sabun karena sangat menjijikkan berada di sekitarmu," balas Amelia yang kini para pengunjung club malam tersebut menertawakan Krystal bahkan beberapa dari mereka ada yang merekam kejadian tersebut dan akan diunggah ke sosial media serta disebarkan ke kampus Departemen Kedokteran Klinis.

"FUCK YOU ALL!" teriak Krystal pada semua yang menertawakannya, segera dia pergi dari sana dan disusul oleh Amberlee sementara orang-orang masih senantiasa tertawa terbahak-bahak.

"Wow, what the hell is that," sahut Catherine, "dia dapat karmanya dalam hitungan menit, tidak perlu menunggu 24 jam."

"Ew, dia sangat sial malam ini," ucap Francesca, "tapi syukurlah dia tak sempat menyakitimu."

"Thank's sudah perhatian!" Maka lekas Amelia menarik lengan Francesca. "Namun, urusan kita belum usai." Lekas ia melangkah keluar dan menggenggam kuat pergelangan tangan Francesca, sementara Catherine mengikuti dengan malas di belakang, ia sudah mengantuk.

Kini Francesca bersandar di mobil sementara Amelia mengintrogasinya. "Sekarang beritahukan aku, bagaimana bisa kau bertemu dengan Viole dan dia mengikuti Instagram-mu?!" Sementara Catherine bersandar di mobil lain dan menutup matanya karena kantuk.

"Baiklah akan kujelaskan, jadikan akan ditugaskan di Panti Asuhan, nah ternyata Viole itu salah satu penyumbang donasi rutin di Panti Asuhan itu. Lalu kami mengobrol terus aku berfoto dengannya kemudian aku minta Instagram-nya untuk mengirimkan foto kami, habisnya dia tak mau beri nomor ponselnya. Terus dia langsung mengikuti Instagram-ku setelah aku follow dia." Francesca menjelaskan dengan polos dan riang.

"Barusan kau bilang apa?" Amelia merasa sebagian nyawanya hilang setengah. "Kau berfoto dengan Viole?!"

"Iya!" Francesca mengeluarkan ponselnya, memperlihatkan sekitar delapan foto dengan Viole, terlihat mereka berfoto cukup dekat bahkan bahu mereka saling bersentuhan, dan Viole tersenyum manis di foto tersebut. "Aku bahkan merekam Viole lagi bermain dengan anak-anak panti meski sebentar saja."

Amelia merebut ponsel tersebut, menggeser foto Viole dan Francesca di galeri itu, wajahnya terkejut dan mulut menganga saat menatap foto Viole. Sekonyong-konyong Amelia menggebrak mobil tersebut.

"Hey mobilku!" teriak Catherine, sayangnya diabaikan karena Amelia menatap sinis pada Francesca.

"Apakah kau berniat menikungku?" ujar Amelia terlihat putus asa.

"Tidak!" balas Francesca, "aku tak berniat menikungmu, aku hanya berfoto dengan Viole karena jujur, dia itu imut apalagi sama anak-anak panti."

"Lalu kenapa bisa dengan mudahnya dia mengikuti balik akun Instagram-mu! Sedangkan aku sampai memohon, dia tak kunjung mau mengikuti akunku!" teriak Amelia, "terus apa-apaan foto ini?! Dia mau berfoto denganmu! Padahal aku selalu diusir olehnya! Bagaimana bisa dia tersenyum selebar dan seriang ini! Sementara di hadapanku, dia selalu berwajah muram dan sinis!"

Francesca diam sejenak dan memasang wajah sedih. "Kau harus sabar."

"Violetta itu membencimu, itu jawaban simpelnya," sahut Catherine.

"Shut the fuck up, Cathy," balas Amelia.

Terlihat Catherine mengedikkan bahunya lalu melangkah ke bangku pengemudi. "Masuk mobil, aku sudah lelah." Maka ia masuk ke mobilnya dan disusul Francesca.

Sedangkan Amelia diam seraya menatap ponsel Francesca. Ia tidak marah pada sahabatnya karena ia tahu jika Francesca takkan sejahat itu untuk menikung sahabatnya sendiri. Namun, melihat Viole tersenyum manis di foto dan di sampingnya bukanlah Amelia. Sesaat membuat gadis itu memasang wajah sedih kemudian berkata, "laki-laki ini benar-benar imut, tunggu saja pretty, kau harus lebih sabar menghadapiku nanti."

****

Siang ini, Viole selesai menemui guru Fisika yang meminta Viole untuk bergabung ke klub fisika karena nilainya tinggi di bidang tersebut, ia juga cerdas dalam mata pelajaran itu. Sebenarnya semua mata pelajaran karena sebelum guru Fisika, sudah ada guru Biologi, Kimia, Matematika, hingga Sejarah yang ingin Viole gabung ke klub mata pelajaran itu atau menjadi tim dari Olimpiade antar sekolah. Namun, Viole tolak karena dia enggan menyibukkan diri dengan banyak klub, sudah cukup baginya bergabung di ekstrakurikuler basket.

Setelah mencuci tangan di wastafel, dia menatap pantulan cermin. Hari ini outfitnya adalah warna cokelat. Ia mengenakan kemeja kerah turtleneck warna krem, lalu dilapisi sweater varsity berwarna cokelat yang terbuat dari bahan rajutan tebal dan hangat, dengan garis putih dan coklat muda di bagian leher, pergelangan tangan, dan pinggang sebagai aksen. Selanjutnya celana panjang berwarna cokelat juga yang terbuat dari bahan yang halus dan nyaman. Terakhir sepatu mencapai betis dengan gradasi warna cokelat, krem, dan putih lalu sol sepatu yang sangat kuat.

Viole merasa percaya diri jika mengenakan pakaian seperti ini terutama kemeja turtleneck dibalut dengan sweater. Ia tersenyum sebelum keluar dari toilet tersebut. Entah mengapa saat di koridor ini, terlihat cukup sepi, apakah karena kelas-kelas masih belajar? Viole dipanggil ke kantor saat pelajaran masih berlangsung. Haruskah ia pergi ke kantin demi susu pisang atau langsung kembali ke kelas?

Ia urungkan niat melipir ke kantin dan berniat langsung ke kelas. Namun, niatnya tak berjalan mulus saat dari belokan koridor tepat di depannya, muncul seorang gadis berambut cokelat yang kini melangkah cepat ke arah Viole. Tanda bahaya muncul dalam diri Viole, maka ia lekas berbalik dan melangkah lebih cepat untuk menjauh dari gadis gila itu yang entah mengapa ekspresinya terlihat menyeramkan? Oh Tuhan, Viole tak mau mati.

Sayangnya, takdir lebih berpihak pada gadis itu. Begitu cepat dia mengejar langkah Viole dan langsung saja menarik punggung sweater Viole hingga melar sedikit dan Viole terpaksa menghentikan langkahnya. "Mau ke mana kau bocah?"

Lekas Viole menyahut, "mau kembali ke kelas lah, masa mau ke Gedung Putih, ketemu si Biden tua yang nggak mati-mati?"

"It's not funny, pretty," balas Amelia, "jelas-jelas kau mau pergi dariku."

"Itu alasan keduanya," cicit Viole.

"Kesabaranku hampir habis." Maka dengan kasarnya, Amelia mencengkeram erat pergelangan tangan Viole lalu diseretnya melangkah di sepanjang koridor tersebut dan entah mau dibawa ke mana, terutama mereka berada di lantai dua sekolah ini.

"Aku mau dibawa ke mana!" ujar Viole, berusaha melepaskan cengkeraman tangan Amelia, tetapi tidak bisa, saking kuatnya tangan gadis itu. "Aku mau kembali ke kelas! Kau mau bawa aku ke mana?!"

"Shut the fucking your mouth pretty, sebelum kulempar dari jendela di lantai ini," balas Amelia yang sukses membuat mulut Viole terbungkam dan merinding.

Akhirnya terpaksa Viole mengikuti gadis gila ini. Ia memperhatikan penampilan Amelia, mengenakan blouse putih lengan panjang dengan pita besar sebagai aksen mempercantik. Rok di atas lutut bermotif kotak-kotak yang warnanya bervariasi, seperti coklat muda, krem, dan abu-abu.

Lalu gadis itu menyelimuti blouse-nya dengan cardigan rajutan coklat gelap. Cardigan ini memiliki ukuran yang longgar dan panjang, sehingga memberikan kesan cozy dan santai. Kakinya mengenakan kaos kaki cokelat hampir mencapai lutut lalu sepatu coklat gelap yang mencapai bagian atas betis.

"Dia mengenakan bando dan rambutnya dikepang dua." Viole bergumam, "ah apa yang dia bawa dalam paper bag itu?" Baru Viole sadari jika Amelia membawa paper bag besar warna putih.

"Kau mengatakan sesuatu pretty?" Amelia menyahut, "tidak bisa lepas pandangan dari kecantikanku, huh?"

Viole berdecak sebal. Dia tak senang jika diklaim sedang memperhatikan penampilan Amelia. "Kenapa kau membawaku kemari?! Aku mau kembali ke kelas."

Sayangnya keras kepala Amelia tidak bisa bisa dilawan. Hanya saja Viole tak menyerah, ia terus berusaha melepaskan cengkeraman tangan Amelia dan berhasil, maka lekas hendak kabur, tetapi apa daya ketika sweater rajutnya kembali ditarik lalu sekuat tenaga, Amelia mengempaskan tubuh Viole ke dinding, ia mendekat dan menjepit lelaki itu di dinding.

"Sudah kubilang, jangan berani kabur, pretty," balas Amelia tersenyum manis.

"Apa maumu? Kenapa di koridor sepi ini?" balas Viole, "kautahu jika aku bisa saja melaporkanmu---"

"Oh Goddess, aku takkan menyakitimu pretty," sahut Amelia, "aku tidak sejahat itu sampai berniat menyakitimu, lagi pula melemparmu dari jendela jugalah candaan saja, takkan kulakukan, kecuali kaumemang membuat kesabaranku habis."

Amelia beringsut maju, tubuhnya hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari Viole. Sementara Viole tidak mau menatap Amelia. "Jadi apa maumu?"

"Tada!" Amelia mengangkat paper bag-nya. "Aku punya hadiah untukmu. Coba tebak, kira-kira isinya apa?"

Viole menatap paper bag tersebut. "Dosa-dosamu?"

"Sialan kau ya!" sahut Amelia seraya menghela napas. "Tebak dengan benar."

Sejenak Viole berpikir. "Novel atau baju?"

"Salah! Yang benar adalah ...." Amelia mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag tersebut. "Boneka bebek yang imut! Untukmu pretty."

Detik itu, waktu Viole seolah-olah terhenti. Ia diam membeku ketika Amelia memberinya hadiah sebuah boneka bebek. "Boneka?! Kenapa kau membelikanku boneka bebek!" Kini Viole merasa sangat kesal dan malu tentunya.

"Bukankah kau suka bebek, pretty?" sahut Viole.

"Ya, aku suka binatang bebek," balas Viole, "tapi tidak boneka bebek juga, terutama boneka ini ... ughhh, terlalu feminin dan kekanak-kanakan!"

Bagaimana Viole tak berkata seperti itu karena boneka bebek tersebut berbulu tebal nan lembut, berwarna putih untuk seluruh badan dan kepala, pipi merah muda menggembung, mengenakan sweater rajut warna kuning dan topi kuning dengan telinga mirip tikus, membawa tas selempang kuning pucat serta kacamata bulat.

"Tidak kekanak-kanakan, pretty! Melainkan imut seperti kamu," balas Amelia.

"Tetap saja!" teriak Viole, "aku tak mau."

"Apakah kau berpikir jika laki-laki tak boleh mengoleksi boneka? Pretty, tentu saja boleh. Boneka boleh dikoleksi oleh siapa pun," balas Amelia dengan alis bertautan. "Ataukah ada aturan tertulis yang mengatakan jika hukumnya tak boleh bagi seorang laki-laki mengoleksi boneka atau menerima hadiah berupa boneka?"

Viole diam sejenak. Sementara Amelia tersenyum. "Aku tahu kalau masyarakat menkonstruksi jika laki-laki tak seharusnya bermain dengan boneka, tapi itu hanya konstruksi budaya dan masyarakat sosialis saja. Jika seseorang menyukai sesuatu dan tak ada hukum yang melarang serta tak melanggar norma dan etika, terus kenapa harus takut?"

Amelia menatap Viole dengan tulus. "Pretty, jadi diri sendiri dan mencintai diri sendiri jauh lebih penting dibandingkan memikirkan pendapat orang-orang banyak. Love and be kind to yourself."

Viole menyahut dengan menyebalkan. "Tidak perlu menggurui aku, tentu saja aku tahu, tapi tetap tak mau menerimanya."

"Oh Goddess! Kenapa? Tolong terimalah, kumohon," pinta Amelia, "apakah karena ini pemberian dariku jadi kau tak mau menerimanya?"

"Iya karena darimu, kau menyebalkan sih!"

"Berengsek!" Amelia memukul kepala Viole dengan boneka tersebut. "Kau benar-benar bocah berengsek!" Lekas Amelia memaksa Viole untuk memeluk boneka pemberiannya. Namun, dilempar Viole ke lantai. "Ambil boneka itu atau kauakan tahu akibatnya."

"Memangnya apa akibatnya jika aku menolak?" tantang Viole, maka dengan cepat, Amelia menarik kerah turtleneck Viole.

"Aku bisa membanting tubuhmu, jauh lebih keras dibandingkan Theodore waktu itu," bisik Amelia dan terasa napasnya di leher Viole. "Jika bisa sampai kau gegar otak!"

"Baiklah, aku minta maaf," ujar Viole, lalu Amelia lepaskan cengkeraman di kerah lelaki itu. Perlahan Viole mengambil boneka bebek tersebut. Sesaat ia tatap si boneka.

"Imut 'kan? Harus kau akui." Lalu Amelia menarik bahu Viole agar mendekat padanya, perlahan Amelia agak menunduk agar sejajar dengan Viole seraya mengeluarkan ponselnya. "Ayo berfoto pretty."

"Tapi---"

"Tak ada bantahan! Kau pikir aku tak tahu jika kau berfoto dengan sahabatku dan kau mengikuti Instagram sahabatku, huh?" ujar Amelia, "kau sangat jahat karena baik pada Francesca sedangkan padaku tidak."

"Okay, okay, ayo berfoto," balas Viole dengan malas.

"Goodboy." Amelia tersenyum sangat lebar sambil mengangkat ponselnya dan akan berfoto menggunakan kamera depan. "Dekatkan bonekanya pretty agar terlihat jelas di kamera. Lalu tersenyum yang tulus, kumohon."

Maka Viole terpaksa menuruti permintaan itu, dia pun mendekatkan si bebek di antaranya dan Amelia, lalu foto pertama diambil. Ternyata masih lanjut foto kedua hingga seterusnya bahkan berfoto di mana pipi Amelia menempel dengan pipi Viole. Bagi Amelia, hal ini membuatnya sangat-sangat bahagia! Gadis itu tak berhenti tersenyum manis.

"Thank's pretty," ujar Amelia, "tugasmu kini, follow Instagram-ku, sekarang juga."

Viole berdecak, ia menuruti perkataan Amelia. "Done."

"And now give me your number," kata Amelia.

"Aku tidak mau kalau nomor ponsel!"

Amelia memelotot. "Kau berani membantah pretty? Koki di rumahku ahli memasak bebek goreng dan rebus lho, kau mau kugoreng atau kurebus?"

Terdengar sangat menyeramkan. Maka Viole lekas membuka kontaknya sendiri dan menyodorkan ponselnya agar Amelia dapat melihat nomor ponselnya. Senyum Amelia terukir ketika dia memasukkan nomor Viole ke ponselnya. "Good boy, kau sangat penurut, pookie bear."

Viole berdecak lagi dan sangat sebal. Ia memalingkan wajahnya seraya menggenggam si boneka bebek. "Apa ada lagi? Kau membuatku bolos satu jam pelajaran!"

"Kurasa tak ada lagi," balas Amelia, "ah, satu hal, tolong jaga boneka ini, okay?"

"Hmm," sahut Viole terlihat sedikit enggan. "Sekarang pergilah, urusan kita sudah selesai."

"Tentu saja, aku memang akan pergi." Amelia tersenyum manis, tetapi bukannya beranjak dari sana. Dia malah menarik kerah Viole lagi. "Kuberi satu hadiah lagi!"

Maka Amelia memberikan kecupan singkat di pipi kanan Viole, sukses membuat Viole diam membeku, kemudian Amelia bergegas pergi dan berteriak, "sampai jumpa besok. Jangan lupa like semua postingan di Instagram-ku, okay, bye pookie bear sugar plum!"

Menatap kepergian Amelia, Viole masih membeku di sana, ia perlahan menyentuh pipi kanannya, bukannya malu atau wajahnya memerah, lelaki itu malah sangat kesal. Lekas ia menarik lengan bajunya kemudian mengusap pipinya, ia juga mengeluarkan ponsel dan menatap pipi kanannya yang ternyata ada bekas seperti lipstik atau lipcream merah pudar di sana. "Amelia!!!!"

Mulai detik itu bagi Viole, Amelia benar-benar malapetaka yang semesta berikan pada hidupnya yang penuh gemuruh petir dan hujan deras.

Dia benar-benar tidak bisa memprediksi bagaimana kehidupannya ke depan nanti karena malapetaka ini tak pernah ia kira.

Kini malam berlalu, Viole selesai membersihkan dapur dan kembali ke kamar untuk tidur karena semua tugas sekolahnya untuk minggu ini telah ia selesai. Berbaring di kasur sambil menatap ponsel, ketika membuka Instagram, ia menemukan jika Amelia tengah mengunggah Snapgram. Memberanikan untuk mengecek karena ada perasaan tak nyaman menyeruak dan benar saja, gadis itu ternyata mengunggah foto boneka bebek yang ia berikan pada Viole dengan caption, Very Cutee dengan musik Daylight-Taylor Swift, tetapi tidak menyebutkan nama atau tidak menandai Viole. Syukurlah, Viole tak mau jika orang-orang semakin mengenalnya jika ia ditandai di Snapgram gadis gila itu.

Baru hendak mematikan ponselnya, notif dari aplikasi chatting muncul yang ternyata berasal dari Amelia, mata Viole membulat ketika membaca pesan yang berisi, have a nice dream, pretty.

Detik ini, Viole merasa jika duniannya takkan baik-baik saja. "Diam kau bebek jelek, jelek!" teriak Viole kemudian melempar boneka bebek pemberian Amel ke dalam lemari. "Oh Tuhan, kenapa hidupku mengenaskan."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #7

Chapter ini salah satu Chapter favorit gue^^

Viole itu benar-benar anti-mainstream dan limited edition jadi nggak bisa dicari di mana pun bahkan tak ada yang menjualnya, hehe. Di balik sifatnya yang dingin, sebenarnya dia sangat senang berdonasi dan bermain dengan anak-anak, lalu anak-anak pun sepertinya senang bermain dengan Viole pula, barangkali tertarik wajahnya yang imut dan sifatnya yang baik hati.

Dari chapter ini, kita bisa belajar jika pentingnya berdonasi meski hanya sebesar biji jagung^^ Tidak masalah berapa jumlah yang kita donasikan karena yang terpenting adalah niat dan tujuannya, donasi juga bisa dilakukan semua umur. Bahkan bagusnya diajarkan pada anak-anak sejak belia, entah diajarkan berbagi kepada teman-teman mereka atau diajarkan menabung kemudian menyisihkan sedikit uang untuk didonasikan kepada yang membutuhkan:)

Oh ya, mengenai bebek kuning, Viole menggunakan kekuatannya lho, ada yang sadar? Apakah sudah mulai paham, bagaimana konsep kekuatannya?

Berbicara mengenai Amelia Cassiopeia, ia adalah gambaran layaknya interpretasi kehidupan nyata terutama di Amerika Serikat. Banyak sekali anak-anak dibawah umur dan belum legal, diam-diam mengkonsumsi alkohol entah dengan memalsukan identitas mereka atau dibantu orang dalam. Tentu saja perbuatan ini sangat tak terpuji dan sebaiknya dihindari karena akan berakibat fatal serta negatif pada diri sendiri^^

Dibandingkan melanggar norma bukankah lebih baik menghindari semua perbuatan tak baik itu dan mulai berdonasi sedikit demi sedikit seperti Viole? Jangan lupa ya, Tuhan mengawasi semua perbuatan kita dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Prins Llumière

Jumat, 03 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top