Chapter 35: Crazy Girl

Pantas saja akhir-akhir ini petugas keamanan yang dipimpin oleh sheriff Jude berkeliaran di bagian barat kota Erysvale karena ada tindak kriminal lagi yang terjadi. Dua hari lalu, Viole menonton berita melalui YouTube yang menyiarkan mengenai kematian seorang petani tua berusia 56 tahun di ladangnya jagungnya dalam keadaan sangat mengenaskan.

Tubuhnya tertancap di besi serta kepalanya pula sehingga persis dengan orang-orangan sawah, parahnya lagi, tubuh itu sudah membusuk dengan artian sudah mati lebih dari seminggu, bahkan dimakan burung gagak. Mayat pria itu ditemukan oleh pasangan suami-istri yang biasa membeli jagung ke pemilik ladang tersebut, tetapi sudah beberapa hari dihubungi, tidak dijawab jadi mereka langsung mendatangi lokasi ladang jagung dan menemukan mayat sang petani tua itu.

Kini kejadian pembunuhan terjadi lagi dan baru diberitakan hari ini, lokasinya masih di barat kota Erysvale. Kematian dua pria di rumahnya dengan tubuh mereka tertancap di dinding; kedua tangan dan kaki mereka tertancap menggunakan besi panjang serta tubuh mereka terbelah dua akibat mesin chainsaw. Hingga kini para polisi masih mencari motif mengenai pembunuh yang melakukan semua ini. Namun, tidak sedikit pun sang pembunuh meninggalkan jejak seolah-olah pembunuhan ini sangat rapi dan dilakukan profesional.

"Jadi tidak diketahui siapa dalangnya?" balas Jonathan, seorang pemilik kafe, kini duduk bersama deputy Francis dan Jeremy yang menikmati kopi hitam di pagi hari.

"Ya, kami sudah mengerahkan seluruh pasukan. Menelusuri seluruh ladang jagung, tapi tidak menemukan jejak atau bukti apa pun yang ditinggalkan pembunuhnya, begitu pula pembunuhan yang terjadi kemarin," ujar Jeremy.

Francis berucap, "rumah tempat terjadi pembunuhan, sangat rapi, maksudku tidak ada tanda-tanda pembobolan, bahkan rumahnya sangat rapi, tidak ada benda pecah semisal ada perlawanan balik dari pemilik rumahnya."

"Entah macam apa pembunuhnya sehingga bisa membunuh seseorang tanpa meninggalkan jejak atau mendapatkan perlawanan," timpal Jeremy.

"Apakah kalian yakin, tidak ada sama sekali bukti atau jejak yang ditinggalkan pembunuh, atau barangkali motifnya?" sahut Jonathan.

Francis meletakkan cangkirnya. "Sejauh ini tidak ada, tetapi setelah dilakukan investigasi mengenai korban, ada kesamaan mengapa para korban dibunuh."

"Apa itu?" Suara Jonathan jadi pelan, untungnya masih pagi jadi belum banyak pelanggan.

"Petani yang terbunuh di ladang, dia adalah pelaku pemerkosaan terhadap anak-anak. Sementara itu, dua pria yang terbunuh di rumah, dua hari sebelum mereka terbunuh ternyata memperkosa seorang perempuan yang berkuliah di Universitas Varenheim," jelas Francis, "jadi bisa kukatakan jika sebenarnya korban jugalah predator wanita, tetapi tetap saja pembunuhan dengan cara keji tidak bisa dibiarkan begitu saja."

Jonathan merasa ngeri. Ia bingung harus iba atau mendukung pembunuhan ini terutama jika menyangkut mengenai pemerkosaan pada anak-anak. "Apakah ada seseorang yang dicurigai menjadi pelakunya? Barangkali ... Bloodied Tortuner?"

"Tidak, mustahil," balas Jeremy. Ia paling enggan jika harus berhadapan dengan kriminal kelas kakap ini yang tidak kunjung mati itu. "Terakhir kali, pembunuh itu sudah pergi dari kota ini, aku tahu dia selalu singgah ke berbagai kota, tetapi mustahil jika dia kembali. Benar bukan, Deputy?"

"Kuharap dia tak pernah kembali," balas Francis seraya berdiri seraya menatap seorang lelaki yang berjalan di sidewalk. "Jika pun dia kembali, aku bersumpah akan menembaknya di kepala. Jeremy, tolong bayarkan kopinya."

"Baiklah," balas Jeremy, "hati-hati Sir!"

Deputy Francis mempercepat langkahnya seraya memanggil seorang lelaki remaja berambut cokelat yang mengenakan earpod di kedua telinganya. Ketika ia menyentuh bahunya, lelaki itu menoleh. "Oh, Deputy Francis," ujar Viole seraya menatap pria tersebut yang entah mengapa menghampirinya.

"Kau akan berangkat ke sekolah?" ujar Francis, "ayo, aku akan memberimu tumpangan."

"Aku bisa sendiri, tidak terlalu jauh---"

"Jangan menolak, akhir-akhir terjadi pembunuhan lagi, jadi sebisa mungkin kau jangan terlalu sering sendirian," ujar deputy Francis.

Viole rasa jika ia menolak, maka deputy ini pasti akan tetap memaksanya. "Baiklah karena Anda memaksa."

Maka Viole mengikuti pria berumur 30-an itu yang sudah rapi dengan seragam bertugasnya. Sementara Viole hari ini mengenakan kemeja putih yang ia keluarkan sehingga tak dimasukkan ke celana, celananya kain warna biru tua, lalu ia melapisi kemejanya dengan jaket berwarna putih sementara di bagian lengan warna hijau army, ah dia terlihat mengenakan dasi warna senada dengan lengan jaketnya. Dikarenakan deputy Francis mengajak Viole berbicara jadi dia sengaja mengecilkan volume lagu di earpod-nya.

"Kau tahu akan kejadian pembunuhan akhir-akhir ini?" ujar deputy Francis setelah menancap gas mobilnya.

Viole menangguk. "Ya, aku selalu menonton berita dan mengikuti isu lingkungan terkini."

Ternyata bocah ini tidak sekaku yang Francis kira. "Baguslah, sebisa mungkin selalu berhati-hati, jangan ikut orang asing, jangan pergi ke gang sempit, jangan berkeliaran di atas jam sembilan malam atau sebisa mungkin jangan keluar rumah di malam hari, selalu membawa ponsel untuk antisipasi meminta bantuan."

Viole menatap heran pada Francis. "Anda seperti menasihati anak Anda."

"Sebagai deputy, seorang anak atau bukan, aku akan selalu memberi nasihat pada siapa pun bahkan pada orang dewasa juga," balas deputy Francis, "meski aku belum menikah. Aku punya banyak pengalaman."

"Jadi Anda belum menikah?" balas Viole.

Francis menoleh sesaat lalu kembali fokus menyetir. "Tentu saja! Apa yang membuatmu berpikir jika aku terlihat seperti pria yang sudah menikah?"

"Anda lebih tua dari ayahnya Emma, 'kan?" balas Viole, "wajah Anda tua dan perut Anda buncit."

Senyum tipis menghiasi wajah Francis seperti hendak menahan kesal, tapi ingin tertawa juga karena tidak disangka jika perkataan tadi akan keluar dari mulut seorang lelaki berwajah ... maksudnya lelaki yang terlihat dingin padahal polos. "Ya, aku lebih tua dan umurku hampir 45 tahun."

"Lalu kenapa tidak menikah? Apakah karena Anda sudah terlalu tua jadi tak ada yang mau menikahi Anda, begitu?" balas Viole, tak ia sadari jika kalimatnya itu menjadi belati menusuk dada deputy Francis.

"Nak," balas Francis, "jangan nilai seseorang dari dirinya yang sudah menikah atau belum. Lagi pula aku hanya tidak menemukan wanita pantas yang cocok untuk kunikahi."

Viole mengangguk lalu membalas, "jadi maksud Anda, seorang wanita harus memantaskan diri dahulu sebelum menikahi pria agar cocok dengan standar pria tersebut? Bukan pria yang harusnya memantaskan diri untuk menikahi wanita atau dua-duanya yang harus saling memantaskan diri agar setara dan cocok satu sama lain?"

Sesaat ada keterkejutan di wajah Francis Tadi adalah kalimat terpanjang yang ia dengar dari Viole. Terlebih lagi dari mana rangkaian kata-kata itu berasal. "Oh Nak, dari mana kau belajar kalimat itu?"

Viole mengedikkan bahunya. "Aku hanya membaca novel dan menonton seminar jika beberapa orang berkata bahwa pria selalu mencari wanita yang sesuai standarnya dan hal ini dianggap lumrah atau normal, sementara itu wanita selalu diminta untuk menurunkan standar mereka dan bersikap realistis. Jika standar mereka tinggi, mereka akan dianggap berlebihan dan melampaui batas."

Mobil deputy Francis berhenti karena sudah sampai di Erysvale High School. "Ah, ya, para pria kadang suka mencari wanita yang hebat, sementara wanita diminta mencari pria yang apa adanya." Sejujurnya Francis sedikit tersinggung dengan perkataan Viole. "Terima kasih atas nasihatnya, tetapi alasan tepat aku tak menikah karena aku merasa tidak yakin untuk menikah."

"Oh okay," balas Viole, meraih gagang mobil kemudian ia keluar. "Terima kasih sudah mengantarkanku dan Deputy cobalah untuk percaya diri, meski kau punya wajah tua dan kumis."

"Mulutmu benar-benar tajam Nak, lalu terima kasih atas sarannya dan jangan sungkan untuk meminta bantuan," ujar deputy Francis seraya tersenyum. "Kau punya nomorku 'kan?"

"Ya, akan kuingat untuk meminta bantuan Anda jika terjadi sesuatu," balas Viole kemudian pergi beserta deputy Francis menancap gas menuju kantor sheriff.

Berada di mobil, Francis menggenggam setir mobil dengan kuat. Sebenarnya ada alasan lain yang ia sembunyikan sehingga ia tidak kunjung menikah hingga umurnya hampir menyentuh kepala empat. Francis bukan merasa takut dan tak percaya diri, lagi pula sebelumnya, ia tidak buncit dan masih dapat merawat dirinya. Namun, setelah kejadian mengerikan di masa lalu, membuat Francis kehilangan separuh dari hidupnya.

"Sarah, apakah berada di surga, kau bisa melihatnya tadi?" ujar Francis seraya menatap foto polaroid yang memperlihatkan seorang wanita rambut pirang dan sedikit keriting, tersenyum sangat cantik. "Masih ada anak polos dan baik seperti Viole ... entah mengapa cara bicaranya sarkas, tapi terlihat kalem dan polos, mengingatkanku padamu." Francis menahan isak tangis.

"Andai kau masih hidup, kita pasti sudah punya anak yang seumuran dengan bocah tadi," ujar Francis lagi, "maafkan aku karena tak bisa menyelamatkanmu. Namun, aku berjanji akan terus hidup untukmu karena ada banyak nyawa yang harus kuselamatkan. Aku mencintaimu."

Detik itu, sakitnya kembali naik ke permukaan. Sakit ketika melihat kekasihnya yang cantik bersimbah darah karena banyak luka tusukan, ambruk tubuh lunglainya di pelukan Francis yang terus berteriak meminta pertolongan agar kekasihnya tak meregang nyawa. Namun, kematiannya sudah tertulis. Membuat Francis kehilangan separuh hidupnya. Membuatnya enggan jatuh cinta lagi dan hanya memendam amarah yang sangat besar pada pelaku pembunuhan Sarah, kekasihnya. Francis hendak mencari sang pelaku, tetapi tidak ada petunjuk apa pun, tidak ia ketahui bagaimana wajah pelakunya, hanya sebuah kode yang tertuliskan di tangannya, kode yang sangat Francis ingat, æ-C9987.

****

Erysvale High School. Selain para murid ribut membicarakan kasus pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini dan membahas berbagai macam teori dari berbagai forum di internet hingga utas di media sosial, mereka juga berteori jika pembunuhan ini dilakukan oleh pembunuh berantai yang sangat hebat, barangkali pula Bloodied Tortuner.

"Tapi dia sudah pergi sebulan lalu, untuk apa kembali lagi?"

"Ya, kuyakin pembunuh itu akan berkeliling negara bagian, mungkin pergi ke Colorado, Los Angeles, atau Coachella!"

"Tapi bisa saja dia kembali karena sebentar lagi bulan Halloween!"

"Jangan memberi asumsi bodoh, kau pikir pembunuh berantai itu kembali untuk memberi kita permen? Dia lebih baik pergi ke Los Angeles yang jauh lebih padat penduduk dan akan ramai ketika malam Halloween!"

Rasa lelah terlihat di mata Louie, sejak tadi ia enggan membahas pembunuhan yang terjadi lagi di kota ini. "Bagaimana menurut kalian?"

"Entahlah, aku harap pembunuhnya hanya tindak kriminal biasa, bukan seperti ... intinya kuharap masalah ini segera selesai," ujar Emma dengan suara pelan. Ia melirik pada Theodore yang tertidur pulas sementara Viole sedang fokus melahap camilan dan susu rasa pisangnya seraya mendengarkan para murid berceloteh. "Kau baik-baik saja?"

Viole mengangguk. "Kuharap manusia biasa yang menjadi pelaku." Perkataannya hanya bisa didengar Emma dan Louie yang paham maksud lelaki cantik itu. Artinya adalah Viole berharap jika pembunuh yang berkeliaran ini adalah manusia biasa, bukan ævoltaire.

"Kami juga berharap seperti itu," balas Louie, "datang juga si maniak horor."

"Louie!!!!" teriak Sophia, "kau bisa-bisanya, kemarin bolos ekskul! Aku kewalahan untuk mendokumentasikan pertandingan rugby!"

"Baguslah jika kau kewalahan karena minggu lalu, aku yang kewalahan karena kau bolos untuk pergi berbelanja dengan Emma," sahut Louie sementara Emma terkekeh, begitu juga Sophia yang cengengesan.

"Okay, kita impas," balas Sophia, "woy! Kenapa kau tidur? Apa kau balapan motor lagi?" Ia menepuk berulang kali bahu Theodore yang tengah tertidur.

"Jangan ganggu aku kalau kau masih ingin bisa mengoceh," geram Theodore dan lekas Sophia menjauh seraya berlindung di belakang Emma.

"Seram, balap liar, tapi bangga," ujar Sophia.

"Aku yang mengatur hidupku, kalian tidak perlu banyak oceh," sahut Theodore seraya menarik jaket Viole yang ada di atas meja kemudian menutupi kepalanya dan kembali tidur.

"Jaketku kusut," gumam Viole.

"Sabar saja, okay? Dia sedang stress karena kalah balapan," ujar Emma.

Fakta inilah yang baru mereka ketahui jika Theodore suka balap liar di malam hari, pantas saja hobinya naik motor, ternyata senang mengebut di jalan raya. Dia juga sering mempertaruhkan uang untuk balapan liar, tentu saja orang tuanya tak tahu, mereka hanya tahu jika Theodore menggunakan banyak uang untuk bermain dengan teman-temannya; Viole dan lainnya, padahal sebagian uang digunakan sebagai taruhan balapan motor. Mereka sudah beberapa kali menasehati, terlebih lagi, terkadang Theodore pulang dalam keadaan terluka karena balapan liar ini---jatuh dari sepeda motornya atau bentrok dengan beberapa orang yang tidak terima jika Theodore menang, jadi tak perlu heran jika ada luka di telapak tangan, siku lutut, hingga wajahnya.

Kini terjawab sudah mengapa Theodore sering tiba-tiba absensi dari kelas atau pergi ke sekolah dengan wajah lebam dan tangan penuh plester luka. Alasan ini pulalah yang membuat mereka, terutama Viole, berhenti berpikir jika Theodore adalah bagian dari komplotan teroris yang menyerang sekolah mereka, sebulan yang lalu. Ya, mereka sebenarnya sempat mencurigai Theodore karena sering absensi dan terluka.

"Jadi setelah sebulan, kupikir hidup kita akan aman, tapi nyatanya ada berita pembunuhan lagi," ujar Sophia seraya mencuri satu keripik singkong milik Viole dan hanya ditatap sinis empunya.

"Ya, ayahku sangat sibuk, dia selalu pulang malam dan ibuku sedikit lebih menyebalkan dengan larangan ini dan itu, untunglah dia tidak membentak jika dia memberi larangan keluar malam padaku," ujar Emma.

"Ibuku tak ada memberi larangan, dia hanya memintaku untuk lebih berhati-hati," ujar Louie.

"Oh ya, bagaimana kabar ibumu? Apakah dia masih sering ... mabuk?" ujar Sophia.

"Syukurlah tidak, dia sudah mulai berubah sejak sebulan lalu, dia jadi lebih bekerja keras setiap harinya dan menghabiskan waktu di rumah saat malam hari, dia bahkan memintaku berhenti bekerja," jelas Louie, "dia ingin aku fokus pada sekolahku dan menikmati masa mudaku."

"Apakah kau berhenti bekerja?" kata Viole.

Louie tersenyum tipis. "Iya, aku berhenti, tapi salah satu tempatku bekerja, pemiliknya berkata jika aku boleh bekerja kapan-kapan jika ada waktu luang, nanti dia akan membayarku beberapa dollar, lumayan untuk uang saku."

"Syukurlah," ujar Emma, "aku senang mendengarnya. Aku senang kehidupan kita sedikit lebih tenang dari beberapa bulan lalu, benar bukan?" Terlebih lagi Emma sedikit menerima dirinya apa adanya terlepas dari trauma sebagai kelinci percobaan Æthelwulfos. Jadi dia merasa hidupnya sedikit lebih baik dan damai dibandingkan sebelumnya.

"Ya, kau benar," sahut Louie, ia seperti hendak menahan tangis. "Aku senang, ibuku banyak berubah dan kalian menjadi temanku."

"Aku lebih senang karena kepala sekolah kini lebih tegas!" Sophia berucap dengan semangat. "Jadi tak ada perundungan yang parah seperti dulu, para murid yang ketahuan merundung akan diberi hukuman tanpa pandang bulu."

Mereka sama-sama merasa bersyukur, meskipun sebelumnya melewati hari-hari penuh teror bahkan hampir membawa mereka ke ambang kematian. Kini kehidupan mereka sedikit lebih damai dan mereka merasa aman karena bisa saling menjaga satu sama lain serta pertemanan mereka tidak beracun. Mereka bisa saling menghargai dan memahami, meski masing-masing masih punya beberapa rahasia yang belum bisa diungkapkan. Barangkali suatu hari, mereka akan berbagi cerita yang lebih dalam bahkan trauma dan kesedihan.

"Aku juga bersyukur karena kantin sekolah menambah stok susu rasa pisangnya," ujar Viole, mengundang tawa teman-temannya bahkan Sophia ingin sekali memukul bahu Viole karena dia sangat gemas pada tingkah Viole yang suka berubah-ubah itu.

"Hey sudah jam sembilan, ayo pergi ke auditorium," ujar Louie, "Theodore, ayo bangun!"

"Kalian saja," sahut Theodore.

"Ayolah, kita semua harus pergi ke auditorium! Kau mau Mr. Xaviera ngamuk?" ujar Emma.

"Aku juga malas pergi ke Auditorium," ujar Sophia yang masih santai bersama Viole menikmati keripik singkong. Bahkan Viole setuju dengan menganggukkan kepalanya. "Lagi pula aku mau cerita teoriku tentang pembunuhan akhir-akhir ini."

"Berhenti bersikap kau adalah seorang detektif dalam film!" Kini Louie mulai kesal. "Lagi pula, apa teori anehmu lagi, huh? Apakah tentang ...."

"Kuyakin Bloodied Tortuner kembali ke kota ini untuk malam Halloween!" ujar Sophia.

"Tidak!" teriak Louie sementara Emma hanya bisa menghela napas, sudah tidak tertolong si maniak horor itu. "Bagiku si pembunuh itu sudah pergi jauh dari sini, dia takkan kembali. Jadi jangan berpikir macam-macam! Dan ayo ke Auditorium!"

"Kalau begitu bangunkan, Theodore, baru aku akan beranjak," balas Sophia, "kau mau ke mana?" Ia menatap Viole yang menuju Theodore.

"Theo," ucap Viole, "kembalikan jaketku, aku ingin ke auditorium."

Lekas Theodore bangun dari tidurnya, menyerahkan jaket Viole seraya menarik lengan kemeja Viole dan mereka keluar dari kelas. "Ayo ke auditorium, kalian sangat lamban."

"Bajingan, kau Theodore!" teriak Louie. Mengapa lelaki sialan itu malah baik ke Viole sementara jahat ke Louie dan lainnya?! Benar-benar berengsek!

****

Sejak kemarin, sudah ada beberapa guru baru, staf tata usaha, dan lainnya yang bekerja di Erysvale High School. Jadi hari ini, kepala sekolah memperkenalkan guru, staf, dan para pekerja baru di sekolah ini agar murid-murid bisa tahu siapa saja guru baru mereka, hal ini pula sebagai antisipasi jika semisal ada penyusup di sekolah ini. Takutnya saja ada orang asing memperkenalkan dirinya sebagai guru padahal penculik, tetapi para murid tidak tahu karena mereka tak mengenal para guru dan staf baru di sekolah ini.

Jadi satu jam lebih, selain mendengar pidato Mr. Xaviera, para murid harus menahan kantuk mendengar perkenalan para guru dan staf baru tersebut. Bahkan beberapa ada yang tertidur, tetapi terbangun lagi karena ditegur guru yang juga ada di Auditorium ini.

Setelah sesi penuh kantuk, akhirnya selesai sudah perkenalan tersebut. Para murid bersuka cita untuk kembali ke kelas bahkan berniat menyelinap ke kantin atau bermain di gedung basket. Sayangnya hal ini tidak berlaku bagi murid tahun pertama karena mereka wajib mengikuti acara lain yakni seminar yang membahas mengenai Penyakit HIV. Terlihat beberapa guru olahraga hingga satpam sekolah berjaga di pintu keluar untuk mencegah para murid tahun pertama kabur. Maka terjebaklah mereka di sesi selanjutnya yang pasti akan membuat mereka mengantuk.

"Pentingnya tidur delapan jam saat malam," ujar Viole pada manusia di sampingnya. Sejak tadi Theodore mengeluh karena kantuk dan kepalanya sedikit pusing.

"Aku ingin pergi dari sini," gumam Theodore.

"Kau akan dihukum jika berusaha kabur, lagi pula pintu keluar dijaga juga," balas Louie.

"Ayolah kawan, bersabar lah sampai seminar ini selesai," ucap Emma.

"Kau pikir seminar seperti ini tidak lama," ujar Theodore.

"Kemungkinan dua jam apalagi pembawa materinya pria tua jenggot putih," sahut Sophia.

"Sialan, aku tidur saja," sahut Theodore lekas menyandarkan kepalanya ke bahu Viole. Namun, didorong Viole karena dia merasa risi.

"Kau banyak kuman," ujar Viole.

"Bajingan," balas Theodore, "lebih banyak kuman si Louie, dia terkadang tidak mandi selama dua hari-fuck."

Louie menendang kaki Theodore. "Jaga mulutmu, kau banyak kuman karena mencium aspal terus. Seperti semalam."

"Sialan," umpat Theodore. Maka terjadilah pertengkaran antara mereka dengan cara saling menendang kaki satu sama lain. Sementara Viole hanya menggelengkan kepalanya dengan lelah.

Manik matanya lalu menilik para murid yang terlihat tengah bergosip seraya menengok ke atas panggung, perhatian mereka sepertinya tertuju pada sesuatu bahkan membuat para murid yang sebelumnya mengantuk kini terlihat lebih segar. Maka beberapa sorakan dan tepuk tangan terdengar ketika proyektor memproyeksikan power point untuk materi seminar bersamaan pembawa materi seminar memasuki panggung Auditorium.

Para murid terutama murid-murid lelaki semakin bersemangat bahkan tepuk tangan mereka bergema di Auditorium ini ketika melihat siapa yang menjadi pembawa materi seminar, ternyata bukan pria tua berjenggot putih. Melainkan bidadari atau malah Dewi Aphrodite? Barangkali Psyche yang menjadi manusia tercantik di dunia bahkan membuat Dewi Aphrodite iri dan Cupid jatuh cinta pada Psyche yang merupakan manusia biasa. Ya, pasti dia adalah Psyche yang keluar dari mitologi Yunani.

Maka senyuman gadis cantik itu terukir, rambut cokelat panjangnya terurai indah dan tak kusut. Pasti perawatan rambutnya sangat mahal. Lalu gadis bak bidadari dari dongeng itu mengenakan kemeja putih---ia biarkan tak dikancing---yang di dalamnya berupa kaos turtleneck warna hitam, kemudian kemejanya dilapisi blazer hitam, panjangnya melebihi pinggang. Celana kain warna cokelat muda dengan ikat pinggang hitam, ia membawa tas selempang, serta ipad dan satu buku.

"Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya, Amelia Psyche Cassiopeia, saya mahasiswi dari Departemen Kedokteran Klinis, Universitas Varenheim. Saya di sini akan memaparkan sebuah materi yang membahas mengenai Penyakit HIV dan Cara Pencegahannya."

Betapa para murid ribut karena seorang gadis yang kecantikannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, kini berdiri di hadapan mereka, tidak mengherankan jika mereka sangat bersemangat bahkan yang mengantuk kini melek dan tak sedikit pun mengalihkan pandangan dari si gadis cantik. Ada pula beberapa murid yang diam-diam memotret atau merekam si gadis cantik meski dilarang merekam dan memotret selama seminar berlangsung.

Para murid juga mulai berbisik satu sama lain ketika Amelia memaparkan materi, mereka seperti lebih fokus pada kecantikan gadis itu dibandingkan materi. Namun, jelasnya mereka semua, kebanyakan dari mereka terkagum-kagum dengan pesona gadis itu. Pasti berbagai macam pujian terdengar dalam hati mereka. Namun, sepertinya ada beberapa murid yang tak merasa senang akan kehadiran gadis tersebut.

Terutama lelaki cantik yang kini dilanda kebingungan. Sejak tadi, ia menatap pada gadis yang sangat ia kenali itu! Oh Jesus Christ, bagaimana bisa gadis pemarah dan menyeramkan itu, kini ada di sekolah ini?! Apakah Amelia sengaja mengikuti Viole dan menguntitnya? Ataukah ada alasan lain sehingga gadis itu jadi pembawa materi seminar? Namun, apa pun alasannya, Viole merasa jika separuh hidupnya telah dicabut.

"Kenapa wajahmu pucat, apakah kau sakit?" ujar Sophia, kini teman-temannya menatapnya bahkan Theodore yang tak lagi mengantuk.

"Kalian ingat, gadis aneh yang kuceritakan, mengembalikan kartu pelajarku," balas Viole.

"Apakah itu dia," sahut Louie dan Viole balas dengan menganggukkan kepalanya.

"Oh tidak," gumam Sophia.

"Sialan," balas Theodore.

"Aku benci caranya tersenyum." Viole memicingkan matanya karena ia sadar jika Amelia, meski tengah menyampaikan materi mengenai HIV, gadis itu masih sempat mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan Viole lalu tersenyum manis. Sayangnya, Viole takkan membalas senyuman itu. Sungguh, ia berpikir jika hidupnya akan sangat menderita.

"Sepertinya, dia tidak hanya jadi pembawa materi di sini," ujar salah seorang murid di depan Viole. Hal ini membuat Viole dan teman-temannya saling menoleh dan menatap satu sama lain. Seolah-olah mereka perlu informasi tambahan juga.

Murid lain mengangguk. "Oh ya, aku ingat, dia pengganti penjaga klinik sekolah karena hingga kini, klinik sekolah belum mendapatkan penggantinya, sulit juga kalau klinik sekolah hanya diurus para murid, jadi kemungkinan dia akan di sekolah ini selama sebulan bulan ke depan."

Emma, Louie, Sophia, Theodore, terutama Viole kini memasang wajah yang tak bisa didefinisikan apa maksudnya, tetapi yang pasti jika mereka tidak senang seperti para murid di Auditorium ini, terlebih lagi Viole yang merasa jika hidupnya memang penuh kesialan, barangkali dikutuk? "Oh My Goddess, tolong berkati dan lindungi aku." Viole benar-benar berpasrah diri.

****

Teman-teman Viole tentu saja tahu mengenai Amelia karena lelaki cantik itu yang menceritakan dengan sendirinya sejak pertemuan Viole dengan Amelia pertama kali di toko buku. Viole menceritakan setiap detail dari apa yang menimpanya. Dimulai dari si gadis menyebalkan yang salah menyangka bahwa Viole adalah perempuan, kemudian terus berceloteh dan mengganggu Viole. Hingga diceritakan pula, pertemuan kedua mereka di rumah sakit dan Amelia mentraktir Viole makan dan minum.

"Demi Tuhan, aku tak menyangka jika dia yang jadi pengganti penjaga di klinik sekolah," ujar Emma, "pantas saja dia berkata padamu jika kalian akan bertemu lagi."

Louie mencengkeram lengan jaket Viole. "Aku tahu kau didekati perempuan gila, tapi aku tak menyangka jika perempuan itu sangat cantik!"

"Cantik," balas Theodore dengan wajah jijik. Ia menarik tangan Louie agar menjauh dari lengan Viole. "Kau berkata perempuan itu cantik padahal dia terlihat punya aura yang sangat jahat."

"Aku setuju dengan Theo," balas Viole, "dia seperti Dolores Umbridge dari series Harry Potter."

Maka Louie, Emma, bahkan Sophia menatap heran pada Viole dan Theodore, kedua manusia itu kalau disatukan, mulut mereka akan sangat berbisa dan menyakitkan. "Apakah mata kalian berdua bersalah? Jujur saja, aku sebagai perempuan dan aku menganggap jika perempuan tadi, si Amelia itu sangat cantik lho."

"Aku juga sependapat dengan Sophia" timpal Emma.

"Oh come on, cantik itu relatif! Lagi pula, kita tak menilai seseorang hanya dari wajah! Harus melihat kepribadiannya juga," sahut Theodore, "perempuan itu jelas-jelas punya kepribadian buruk, Viole sudah merasakannya langsung, terlebih lagi dia menggoda Viole dengan terang-terangan. Lagi pula, cantik itu seperti Emma Watson atau Elle Fanning!"

Viole mengangguk. Seraya meraih susu rasa pisangnya, yang lain juga mengambil susu kotak mereka; Emma dan Sophia, rasa stroberi. Louie rasa cokelat, sementara Theodore rasa kopi. Mereka berada di kantin sekolah. "Aku setuju, Hadid bersaudari juga cantik. Kemudian Anne Hathaway, Leighton Meester, terutama Blake Lively."

"Menurutku yang cantik itu, Anya Taylor-Joy dan Dakota Johnson," timpal Sophia jadi ikut-ikutan. "Namun, aku tetap setia dengan Mia Goth sebagai Queen of Screaming dan Horror Movie!"

"Seleramu memang aneh," sahut Theodore.

"Bukan saatnya membandingkan kecantikan seseorang dengan para aktris ternama dan model papan atas!" balas Emma. Jika sudah mereka bertiga; Viole, Theodore, dan Sophia, pasti membicarakan hal-hal di luar kotak. "Aku lelah dengan kalian."

"Sabar," balas Louie, "kita harus ada untuk mereka agar selalu membantu ketiganya tetap berada di jalan tanpa jatuh ke jurang."

"Louie, jangan gunakan majas karena aku sama sekali tak paham maksudmu," ujar Emma, "guys berhenti membicarakan para aktris dan temukan solusi mengenai permasalahan Viole dengan perempuan bernama Amelia itu!"

Theodore menyahut seraya menatap Viole yang menyeruput minumannya. "Kita tidak tahu apakah hanya kebetulan atau tidak, jika perempuan itu menjadi penjaga di klinik sekolah dan bertemu dengan Viole bahkan menggodanya. Namun, intinya adalah kau harus berhati-hati karena kita harus waspada pada siapa pun."

"Aku setuju," tambah Emma.

"Tapi menurutku, tidak masalah jika Amelia mendekati Viole," ujar Sophia, "kapan lagi Viole digoda terang-terangan oleh perempuan secantik bidadari atau kata para murid secantik Psyche, seperti nama tengahnya."

"Tidak!" balas Louie, "itu buruk." Tidak bisa ia bayangkan jika Viole terus-menerus dikejar perempuan asing yang selalu menggodanya.

"Ya, percayalah jika aku akan marah besar jika perempuan menyebalkan itu terus mengganggu Viole," balas Theodore. Sementara yang lain terkekeh karena Theodore mirip seorang ayah yang tak mengizinkan putrinya untuk berkencan dengan seorang pria.

Sementara Viole hanya bisa diam. Ia sebenarnya bingung harus bereaksi seperti apa lagi karena ia merasa hidup di luar dinding putih---tempatnya hidup sebagai kelinci percobaan atau ævoltaire---sama susahnya, hanya bedanya adalah Viole sedikit lebih bebas dan ia punya beberapa manusia yang bisa ia percayai dan ia panggil sebagai teman. Kini yang harus Viole lakukan adalah sebisa mungkin tak berinteraksi dengan Amelia.

Harusnya sangat mudah, benar bukan?

Sayangnya takdir berkata lain karena kini takdir yang ditetapkan semesta, benar-benar ikut campur dalam lembar kehidupan Viole.

****

Malam ini, Viole telah menyelesaikan beberapa tugas sekolahnya yang akan dikumpulkan minggu depan. Jadi dia tengah bersantai di kasur seraya menonton series film melalui ipad-nya. Entah mengapa, ia bosan dan ada rasa penasaran yang sejak tadi memenuhi dirinya. Maka dengan dorongan rasa penasaran tersebut, ia mengambil ponselnya, menekan media sosial Instagram. Terlihat akun Instagram Viole, username-nya @violevoir yang tidak dikunci, serta pengikutnya mencapai seribu lebih. Ia tak punya banyak foto, hanya ada lima foto postingan di feed Instagram-nya.

Kini di pencarian Instagram, ia mengetik nama Amelia Psyche Cassiopeia. Manik matanya membulat, tak ia sangka jika mengetik nama panjangnya saja, sudah muncul akun Instagram-nya yang username-nya bernama @psycassie, pasti gadis ini sangat terkenal karena meski username-nya bukan nama lengkapnya, tetapi langsung muncul pertama. Ah, pantas saja ... akun Instagram gadis itu mencapai 29 juta followers, benar-benar gila! Bagaimana mungkin?! Padahal menurut Viole, gadis itu bukanlah aktris atau model atau jangan-jangan dia sebenarnya aktris atau semacamnya, tetapi Viole tidak tahu?

"Fotonya banyak sekali," gumam Viole yang kini mulai menelusuri postingan Instagram Amelia. Postingan Instagram Amelia mencapai 390-an foto. "Feed Instagram-nya bagus dan aesthetic seperti Pinterest."

Kini ia mulai menelusuri satu per satu foto, dimulai dari foto Amelia bersama dengan teman-temannya. Foto gadis itu mengenakan jas putih, fotonya di bawah pohon serta memperlihatkan kaki jenjangnya, foto makanan yang kemudian dipadukan dengan fotonya yang terlihat candid serta masih banyak foto aesthetic lainnya lagi.

Viole berhenti di salah satu foto yang memperlihatkan wajah Amelia yang full-makeup serta mengenakan crop-top yang dipadukan blazer, pakaiannya bermerek Versace. Viole menekan opsi suka pada foto tersebut, kemudian menggulir ke bawah lagi dan menekan opsi suka pada foto Amelia yang terlihat mengenakan jas putih. Hingga akhirnya jempol Viole berhenti menggulir, ia baru sadar jika sejak tadi ia menekan opsi suka pada setiap foto Amelia.

"Oh My Goddess, aku bodoh sekali!" umpat Viole seraya lekas mengurungkan opsi suka di setiap foto Amelia. Kemudian melempar ponselnya ke sisi kasur, ia raih ipad-nya dan kembali menonton series di Netflix.

Wajah Viole memerah karena malu, ia berusaha fokus menonton, tetapi terus kepikiran kejadian bodoh yang barusan ia lakukan. Apakah Amelia akan sadar jika Viole menyukai postingannya, bagaimana kalau Amelia berpikir bahwa Viole menguntit dengan cara melihat postingan Instagram-nya? Namun, followers Amelia mencapai 29 juta, pasti ada ratusan bahkan ribuan notifikasi yang masuk ke ponselnya setiap detiknya! Ya, pasti begitu, benar bukan? Lagi pula gadis itu pasti punya kesibukan jadi untuk apa mengecek satu per satu notifikasi yang masuk melalui Instagram-nya. Oh semesta tolong kali ini berpihaklah pada Viole karena sungguh ia tak sadar tadi, jadi dia berharap jika tindakannya takkan membawa hal buruk dalam hidupnya.

"Aku butuh minum," ujar Viole lekas turun dari kasurnya dan menuju dapur.

Apakah semesta kali ini akan berpihak pada lelaki itu? Karena di sisi lain, jauh sebelum insiden Viole tak sengaja menekan opsi suka pada gadis menyebalkan, tetapi cantik. Amelia baru selesai melakukan skincare routine Diperhatikan meski tanpa makeup, bare face perempuan itu benar-benar cantik tanpa ada jerawat besar. Ia pasti melakukan segala perawatan selain skincare routine.

Seraya lagu Daylight-Taylor Swift bersenandung. Ia menatap wajahnya yang kini disapukan moisturizer, setelah beberapa menit skincare routine, ia telah selesai dan menuju kasurnya. Lagu melalui laptopnya masih berputar, kini Amelia membuka laman Instagram-nya seraya mencari nama Violetta Beauvoir di kolom pencarian yang ternyata lelaki cantik itu punya Instagram. Amelia pikir jika Viole hanyalah lelaki yang takkan memiliki sosial media apa pun. Yah, meski postingannya hanya lima, followers-nya cuma seribu.

"Ah fotonya imut semua," ujar Amelia seraya menggulir setiap postingan Viole. "Imut banget bocah ini."

Senyuman teduh Amelia terukir, lalu dia menyeringai ketika melihat notifikasi muncul yang ternyata lelaki itu menyukai beberapa foto Instagram Amelia. Maka gelak tawa memenuhi kamarnya. "Sialan, dia ternyata menguntit Instagram-ku juga dan menyukai fotoku." Amelia berujar karena ketika dia mengecek fotonya yang disukai Viole ternyata opsi sukanya diurungkan. Pasti lelaki itu tak sengaja menekan opsi suka.

"Nah Viole, bagaimana kau bisa menangani hal ini," ujar Amelia kemudian menyukai kelima postingan Viole, menekan opsi ikuti pada akun Instagram Viole, serta mengirimkan pesan melalui direct message Instagram berupa, hey pretty, have a nice dream tonight. Setelahnya Amelia kembali mencicil tugas kuliahnya.

Begitulah semesta mengatur takdir keduanya. Maka saat Viole kembali dari dapur. Duduk di kasur lalu meraih ponselnya lagi untuk mengecek pesan di grup-nya bersama dengan Emma dan lainnya yang ribut membahas tugas matematika. Viole membelalak kaget bukan main ketika beberapa notifikasi masuk bersamaan tulisan @psycassie mulai mengikuti Anda dan sebuah pesan melalui direct message.

Kini Viole merasa jika nyawanya benar-benar dicabut oleh malaikat kematian. Wajahnya pucat, ia tak tahu harus apa bahkan ia abaikan notifikasi dari grup chat-nya, latar kesunyian malam ini hanya semakin membuatnya dapat mendengar degup jantungnya sendiri yang tak karuan karena terkejut. Dia padahal sudah diperingatkan teman-temannya untuk tidak terlalu berinteraksi dengan Amelia. Namun, detik ini semuanya benar-benar kacau. "Oh Tuhan, tolong selamatkan hidupku."

Kini ia berpikir bahwa semesta bercandanya sangat keterlaluan.

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #4

Bagaimana dengan chapter ini?

Mulai ada berita tentang kematian akibat pembunuh berantai yang selalu berhasil lolos bahkan sama sekali tak ada yang bisa menangkapnya! Permasalahan di sini adalah apakah pelakunya atau pembunuh berantai ini sama dengan pembunuh yang sering dibicarakan masyarakat? Yang kita sebut dengan Bloodied Tortuner?

Berbicara mengenai Viole, mengapa dia tak mau gunakan kekuatannya dan melawan pembunuh berantai? Karena sangat berbahaya untuk hidup dan identitas Violetta sendiri, terlebih ia juga tak punya urusan pula terhadap si pembunuh karena hal ini bisa diurus oleh pemerintah atau pihak kepolisian^^ Namun, tidak tahu bagaimana ke depannya nanti, hehe.

Kemudian hari bersiap untuk menghadapi tingkah melelahkan dari Amelia, kira-kira apakah dia adalah gadis baik atau perlu diwaspadai juga?

Prins Llumière

Jumat, 26 April 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top