Chapter 33: Clinical Research Project

Hujan mengguyur kota Erysvale semalam, sangat deras hingga menyebabkan beberapa jalanan tergenang air keesokannya, hujan berhenti ketika menjelang matahari terbit. Masyarakat mulai beraktivitas, beberapa dari mereka mengenakan jaket yang lebih tebal untuk meminimalisir rasa dingin. Bulan ini memasuki pertengahan musim gugur jadi dedaunan di pepohonan ada yang berubah menjadi merah, jingga, bahkan kuning, kemudian dedaunan tersebut gugur. Musim gugur terjadi pada bulan September hingga November. Sementara bulan ini memasuki pertengahan musim gugur yakni bulan oktober. Selain identik dengan musim yang dedaunan berguguran, identik pula dengan bulan penuh kostum halloween dan permen.

Kembali ke aktivitas masyarakat di kota Erysvale, mereka sudah sibuk untuk berangkat bekerja, membuka toko-toko mereka, mengantar anak-anak mereka ke sekolah serta para pelajar yang berangkat sendiri entah dengan berjalan kaki, menaiki sepeda atau skateboard, maupun bus serta diantar oleh orang tua mereka. Ada pula yang menggunakan kendaraan pribadi berupa motor atau mobil.

Bagi mereka yang beraktivitas dan menuju tempat kerja atau sekolah maupun kampus dengan berjalan kaki, maka harus berhati-hati akan langkah mereka karena masih ada banyak genangan air di jalan raya atau sidewalk—tempat orang-orang yang berjalan kaki, sepeda atau kendaraan non-motor lainnya, biasanya terbuat dari beton, aspal, batu bata, maupun paving blok—sehingga licin dan bisa menyebabkan siapa pun tergelincir. Kemudian di jalan raya, ada genangan air juga terutama di pinggir jalan raya karena terlihat jika storm drain—saluran pembuangan air hujan yang berfungsi mengalirkan air hujan dari permukaan jalan ke sistem drainase bawah tanah atau ke badan air terdekat. Saluran ini juga dapat mencegah banjir dan erosi jalan—tersumbat oleh dedaunan kuning yang berguguran karena terbawa menuju storm drain akibat hujan semalam dan kini membuat storm drain tersebut jadi tidak bisa mengalirkan air hingga membuat banjir kecil di pinggir jalan.

Biasanya akan ada petugas khusus yang membersihkan saluran pembuangan air tersebut di pagi hari, tetapi tidak kunjung terlihat para petugas tersebut. Namun, ada beberapa masyarakat terutama yang tokonya berada di dekat storm drain, dengan baik hati membersihkan saluran pembuangan air tersebut dengan menggaruk dedaunan menggunakan garpu daun lalu dedaunan dimasukkan ke plastik sampah besar.

"Paman tua itu membersihkan storm drain-nya sambil mengomel, tetapi tetap dia bersihkan," ujar Viole menatap pria besar, rambut putih, wajahnya keriput, dan pemilik toko permen. Meskipun kesal karena di depan tokonya, sidewalk jadi basah karena air hujan yang tidak mengalir ke storm drain, dia dengan ikhlas membersihkan dedaunan tersebut agar air mengalir ke saluran pembuangan meskipun terdengar beberapa umpatan.

Hari ini Viole seperti biasanya, berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena jarak sekolahnya tak terlalu jauh, dia juga tak punya kendaraan apa pun termasuk sepeda, jadi biasanya setengah jam lebih sebelum kelas dimulai, dia sudah berangkat, terkadang satu jam lebih cepat dia sudah berangkat karena ia lebih senang menikmati kesunyian sebelum riuh menguasai saat para murid sudah berdatangan.

Seraya meminum susu full cream hangat yang ia beli di salah satu kafe yang barusan dia lewati, Viole membiarkan musik mengalun di kedua headphone hitamnya. Viole mengenakan kemeja berwarna beige yang terbuat dari katun serta berlengan panjang. Kemudian dilapisi jaket dari bahan berupa kain denim karena jaketnya terlihat tebal dan berwarna hitam, celananya berwarna cokelat dari kain denim juga, lalu ujung celananya digulung karena terlalu panjang. Viole mengenakan sepatu hitam, awalnya hendak sepatu putih, tetapi dia urungkan karena akan cepat kotor, terakhir dia mengenakan tas selempang ke belakang berwarna cokelat untuk menaruh buku kecil karena sisa bukunya di loker sekolah.

"Kupikir kota ini akan damai, tidak banyak tindak kriminal seperti New York yang kota besar dan banyak terjadi pencurian, ternyata di sini juga sama," ujar Viole, perlahan menurunkan headphone-nya dan ia tenggerkan di lehernya. Lagi pula mau berharap hidup di kota yang damai padahal di awal masuk Sekolah saja, Viole hampir kehilangan nyawanya karena sekelompok teroris. Ah, tak terasa kejadian itu sudah tiga minggu lalu. Banyak yang mulai menjalani kehidupan mereka seperti biasa dengan mengikhlaskan para korban.

Kini manik matanya menatap pada mobil patroli milik deputy Francis yang terparkir di pinggiran jalan dan lampu sirine-nya masih kelap-kelip. Viole juga melihat ayahnya Emma yang sedang bertanya pada seorang pria tua rambutnya hitam. Viole hanya menebak jika terjadi pencurian di toko milik pria tersebut terutama pintu besi yang rusak dan sebagian kaca pecah. Padahal masih pagi, tetapi ada saja kejadian pencurian yang kemungkinan dilakukan malam harinya sewaktu hujan deras. Dikarenakan kejadian ini tepat di depan Viole yang hendak ke sekolah jadi dia mampir sebentar karena terlihat beberapa warga juga menatap toko yang mengalami pencurian, kemudian kembali beraktivitas.

"Violetta, mau menuju ke sekolah?" ujar deputy Francis. Pria ini rambutnya hitam disisir ke belakang dengan rapi, memiliki kumis sedikit tebal, dia lebih tua beberapa tahun dari Jeremiah—ayahnya Emma.

"Iya, saya akan pergi ke sekolah," ujar Viole seraya menengok sedikit dan menatap ke Jeremiah yang masuk ke dalam toko tersebut bersama pemiliknya. "Terjadi pencurian?"

"Benar sekali, dua orang merampok toko ini pada malam tadi saat hujan deras, pemilik tokonya tinggal di rumah berbeda jadi toko ini kosong saat malam, kedua pencuri sempat tertangkap kamera pengawas, sayangnya mereka mengenakan penutup wajah, tapi bodohnya mereka. Plat kendaraan mereka terekam kamera lain di toko sebelah, jadi kami akan segera mencari kendaraan mereka, semoga motor mereka bukan hasil curian juga."

"Semoga saja, kasihan jika kalian menangkap orang yang salah," balas Viole.

"Aku baru sadar, kau mewarnai rambutmu?" ujar deputy Francis.

Jika diperhatikan rambut Viole berwarna cokelat dan sedikit lebih panjang dibandingkan tiga minggu lalu yang di mana rambutnya masih berwarna hitam. "Ya, saya dan Theodore serta Louie memutuskan mengecat rambut kami, uhm namanya bleaching, kami lakukan sekitar satu minggu lalu."

Deputy Francis sesaat memperhatikan Viole, terlintas rasa sesak jadi mengingat akan kejadian pembantaian di sekolah Erysvale, selama dua minggu lebih, sekolah tersebut diliburkan dan baru tiga hari lalu sekolah itu kembali beraktivitas. "Aku bersyukur kalian semakin akrab," kata Francis.

Sesaat dia merasa bersalah karena banyaknya korban di sekolah tersebut, andai para teroris tidak menggunakan alat khusus untuk menghalangi sinyal internet di sekolah, maka pihak polisi bisa mencegah semakin banyak kematian para murid. Lalu mengenai Lola, Tyler, dan Ben meskipun mereka adalah perundung, tetapi Francis tidak berharap jika mereka menjadi korban para teroris.

"Jaga teman-temanmu itu ya, jangan berbuat kenakalan, maksudku di usia kalian sebenarnya sering melanggar aturan dan berbuat kenakalan, tetapi jangan terlalu berlebihan," ujar Francis.

"Kenapa saya harus menjaga mereka, apakah akan ada pembunuhan lagi?" tanya Viole dengan polos.

"Tidak, Oh Goddess, jangan sampai terjadi kejadian mengerikan seperti itu lagi," balas Francis agak bingung dengan pola pikir Viole, terlebih lagi tatapannya polos seraya menyeruput susu full cream-nya. "Maksudku menjaga teman-temanmu adalah ... layaknya pertemanan pada umumnya, aku bingung menjelaskannya bagaimana."

"Termasuk melindungi mereka dari teroris?" kata Viole.

"Ya, termasuk itu juga," balas Francis, menyetujui saja pola pikir Viole itu.

"Okay." Viole mengangguk cepat.

"Baiklah ... kau anak yang baik." Lalu tak lama kemudian Jeremiah mendatangi keduanya. "Sudah selesai, kurasa kita harus kembali ke kantor untuk menambah personil dan mencari kendaraan para pencuri sesuai plat nomor yang tertangkap di kamera."

"Ya, aku sudah menginterogasi pemilik toko, kita akan segera mencari kendaraan para pencuri itu, Sir," ujar Jeremiah, "oh hello, Viole, kau sudah hendak ke sekolah? Emma kemungkinan masih di rumah dan sarapan pagi."

"Saya memang terbiasa berangkat sangat pagi, Mr. Walter." Viole berucap, "kurasa saya pamit pergi ke sekolah."

"Perlu tumpangan, kami juga akan pergi," tawar Francis, tetapi dibalas gelengan kepala oleh Viole.

"Tidak perlu, Deputy, saya lebih menikmati jalan kaki ke sekolah," balas Viole.

Deputy Francis mengangguk. "Kalau begitu, berhati-hatilah!"

"Oh ya Viole, nanti saat makan siang di sekolah, tolong ingatkan Emma untuk meminum obat flu-nya karena dia semalam sakit flu!" teriak Jeremiah dan hanya dibalas anggukan kecil oleh Viole. Jeremiah lalu menatap pada deputy Francis. "Terkadang aku merasa jika anak itu berasal dari dunia lain, entahlah dia punya aura yang berbeda."

"Kau terlalu banyak menonton film," balas Francis dan segera masuk ke mobilnya. Disusul Jeremiah. "Lagi pula kau pikir dia itu apa, alien?"

"Sir, kau harus lebih banyak menonton film di waktu senggang. Aku dan putriku sering menonton film sci-fi dan fantasi di malam hari atau akhir pekan." Dia berujar ketika mobil patroli mulai berjalan, menuju Kantor Sheriff.

"Aku tak menikah, jadi tidak perlu melakukan semua itu," sahut deputy Francis sedangkan Jeremiah hanya menggeleng pelan.

****

Terlihat para murid sangat riuh di sepanjang koridor sekolah, suara langkah kaki—gesekan antara sol sepatu dengan lantai terdengar—suara celotehan para murid, teriakan dan tawa mereka, kemudian suara bising ketika loker di buka tutup, jika di dalam kelas akan terdengar suara kursi berderit karena digeser. Kini terlihat para murid sudah mulai melupakan trauma yang terjadi sekitar tiga Minggu lalu. Ya! Sudah tiga Minggu berlalu semenjak teror yang menghantui Erysvale High School dan menyebabkan banyak korban baik dari pihak murid, staff akademik, hingga para pengajar bahkan Kepala Sekolah mereka saja mati ditembak oleh seseorang yang hingga kini tidak diketahui siapa pelakunya. Namun, banyak murid yang bersyukur Kepala Sekolah lama mereka meninggal karena ada rekam jejak bahwa banyak kejahatan yang telah dilakukan olehnya.

"Dia pantas mati!"

"Aku tak percaya jika dia juga yang dirumorkan membawa para teroris ke sekolah ini."

"Sayangnya dia langsung mati, harusnya disiksa terlebih dahulu."

"Beruntunglah kini Mr. Xaviera yang menjadi Kepala Sekolah kita, dia punya aura yang lebih terang dibandingkan mantan Kepala Sekolah kita yang terlihat seperti pria tua dan pedofil."

Setelah kejadian pembantaian di Erysvale High School, pihak sekolah memutuskan untuk meliburkan kegiatan sekolah selama 3 Minggu agar para murid dapat menyembuhkan diri dari trauma mereka. Kini sudah masuk hari ketiga sejak sekolah kembali beraktivitas dan pada hari pertama sekolah, para murid dikumpulkan di gedung basket untuk mendengarkan beberapa pengumuman penting seperti Kepala Sekolah baru adalah Mr. Xaviera, kemudian karena tiga Minggu libur makan pembelajaran akan sedikit lebih dipadatkan, lalu akan ada beberapa guru dan staff akademik baru termasuk penjaga klinik sekolah yang juga meninggal akibat pembantaian massal. Kemudian keamanan di sekolah ini juga lebih diperketat dengan memperkerjakan banyak petugas keamanan dan ketertiban di sekolah yang akan berpatroli siang dan malam serta berkeliling di setiap gedung sekolah.

"Selanjutnya sekaligus yang terakhir," ujar Mr. Xaviera saat hari pertama sekolah mulai beraktivitas, Viole sangat ingat apa yang disampaikan Kepala Sekolah yang lebih muda tersebut dibandingkan si mantan kepala sekolah yang pedofil. "Maka yang paling penting hendak saya sampaikan bahwa sekolah ini tidak menerima tindakan perundungan, jika ketahuan melakukan perundungan hingga menyakiti korban secara berlebihan, maka akan langsung diberi hukuman dan hukuman paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah ini! Diharapkan untuk para murid, jika ada yang melihat tindakan melanggar norma contohnya perundungan atau pun pelecehan, maka harus melapor pada guru atau saya."

Kini Viole berpikir jika perundungan yang terjadi di sekolah ini karena Mr. Gilberto Rasmussen sendiri yang mengabaikan tindakan kriminal tersebut, membuat beberapa guru takut ikut campur karena kemungkinan mereka akan dipecat jika menegur atau menghentikan perundungan terlebih para perundung biasanya berasal dari keluarga borjuis. Namun, kini Mr. Xaviera takkan melakukan hal itu. Dia sepertinya terlihat jauh lebih baik dan manusiawi dibandingkan Kepala Sekolah sebelumnya.

"Aku harap firasatku benar," gumam Viole setelah mengingat kejadian tiga hari lalu.

"Yo wassup bruh!" teriak Theodore seketika langsung merangkul pundak Viole.

"Sialan Theo, jika sepedaku sampai rusak, kupukul kau nanti!" ucap Louie yang kini ada di samping Viole sementara Viole melepaskan rangkulan tangan Theodore.

"Memangnya apa yang dilakukan si bodoh ini pada sepedamu?" tanya Viole yang kini mereka menuju kelas mereka, beberapa murid menatap ketiganya karena terpesona, entah mengapa semenjak para perundung di sekolah ini telah tiada—meski tidak semua—pesona ketiga lelaki itu jadi semakin terpancar terutama Viole yang kadang cantik dan tampan serta Theodore yang sangat tampan meski nakal.

"Aku sampai lebih dulu di parkiran, saat memasang rantai di sepedaku, dia datang dan menabrak ban belakang sepedaku!" jelas Louie, "ayolah, sepedaku itu sepeda murah dan sangat rapuh."

"Baiklah, baiklah, aku minta maaf, tapi andai kata sepadamu benar-benar hancur, aku akan menggantinya dengan yang lebih bagus berkali-kali lipat," ujar Theodore, menatap sinis pada beberapa murid perempuan yang terlihat seperti hendak memotret mereka bertiga diam-diam. "Simpan ponselmu itu atau kuhancurkan."

Louie dan Viole hanya mengabaikan, lalu Louie berujar lagi. "Terserah pada anak kaya yang membeli kapal pesiar saja pasti mampu."

"Tentu saja aku bisa, dibandingkan kau," balas Theodore, "membeli permen saja harus menabung seminggu."

Louie tahu jika Theodore hanya bercanda dan sebenarnya lelaki itu baik, tetapi Louie tetap kesal dan kini terjadi pertengkaran antara keduanya, meski bukan tonjok-tonjokan, maka sebelum keduanya semakin bertengkar. Viole tiba-tiba berujar, "aku bisa membeli harga diri kalian berdua."

Kini Theodore dan Louie terdiam dan menatap sinis Viole. "Sialan kau, hanya karena kau punya otak cerdas."

"Tentu saja, kalian sama sekali tidak berfungsi otaknya terutama dalam pelajaran matematika, eh semua kategori pelajaran." Lekas Viole masuk ke kelas, sementara Theodore dan Louie menatap dengan mata membulat dan mulut terbuka lebar.

Beberapa menit berlalu dan kini setiap kelas sedang memasuki jam mata pelajaran pertama. Hingga kini, belum ada kabar resmi mengenai guru baru dan staff akademik baru, hal ini membuat beberapa guru tertentu harus mengambil alih mata pelajaran yang belum ada guru penggantinya atau guru barunya, jadi mereka terlihat sedikit kewalahan. Kemudian para murid harus ekstra fokus karena mereka harus mempercepat pembelajaran karena tertinggal akibat waktu liburan selama tiga Minggu. Jadi tidak heran jika dalam sehari, satu bab yang biasanya empat kali pertemuan kini menjadi dua kali pertemuan saja.

Bersyukurlah beberapa murid kini inisiatif untuk membentuk kelompok belajar dengan teman-teman mereka untuk belajar dan mengerjakan tugas bersama. Salah satunya adalah Viole, Louie, Theodore, Emma, dan Sophia meski kedua perempuan tersebut berbeda kelas dari para lelaki, tetapi tugas sekolah mereka tetap sama jadi mereka memutuskan untuk mengerjakan tugas bersama-sama terutama ada Viole yang ternyata sangat cerdas.

"Baiklah sekarang saya akan memberi kalian pertanyaan, yang bisa menjawab silakan mengangkat tangannya," ujar Mrs. Winona, "bagaimana cara kita mengetahui jumlah proton, neutron, dan elektron dalam sebuah atom?"

Kelas pertama mereka adalah pelajaran kimia yang membahas mengenai Struktur Atom. Setelah pertanyaan tersebut diucapakan Mrs. Winona, tak satu pun dari muridnya yang mengangkat tangan pasti karena mereka malu, tidak berani, atau tidak paham sama sekali. Hal ini membuat Mrs. Winona menghela napas panjang, terpaksa dia menunjuk secara acak para muridnya. "Violetta Beauvoir."

"Saya?" ujar Viole seraya meletakkan penanya.

"Iya, karena yang lain sepertinya masih berada di dimensi antah berantah jadi kamu yang saya pilih, jadi tolong jawab soal, bagaimana cara kita mengetahui jumlah proton, neutron, dan elektron dalam sebuah atom?" ujar Mrs. Winona karena dia tahu jika Viole adalah murid yang cerdas.

Viole menatap teman-temannya sejenak yang sejak tadi diam seolah-olah memberikan beban pada Viole. Maka lelaki itu berdiri dari kursinya dan menjawab, "untuk mengetahui jumlahnya dalam sebuah atom. Kita bisa menggunakan nomor atom dan nomor massa. Nomor atom adalah jumlah proton dalam sebuah atom, dan nomor massa adalah jumlah proton dan neutron dalam sebuah atom. Jumlah elektron sama dengan jumlah proton jika atom tersebut netral."

"Cerdas sekali," puji Mrs. Winona, andai kata tidak ada Viole, maka tak satu pun muridnya akan dapat menjawab pertanyaan mudah tersebut. "Baiklah saya akan bertanya lagi, jika ada sebuah atom memiliki nomor atom 11 dan nomor massa 23. Berapakah jumlah proton, neutron, dan elektron dalam atom tersebut?"

"Izinkan saya menjawabnya, Mrs," ujar Viole, "untuk soal tersebut dapat menggunakan rumus yang tadi. Jumlah proton adalah sama dengan nomor atom, yaitu 11. Jumlah neutron adalah nomor massa dikurangi nomor atom, yaitu 23–11 = 12. Jumlah elektron adalah sama dengan jumlah proton jika atom netral, yaitu 11. Jadi jawabannya adalah atom tersebut memiliki 11 proton, 12 neutron, dan 11 elektron."

Suara tepuk tangan memenuhi kelas tersebut, Mrs. Winona sangat bangga karena memiliki murid yang cerdas, dia juga bangga pada murid lainnya jadi berharap sekali jika yang lain akan termotivasi akan kecerdasan yang dimiliki Viole. "Silakan duduk kembali, Viole, semuanya tolong perhatikan layar, kita akan langsung ke materi selanjutnya yang akan membahas ...."

Di waktu yang sama, tetapi berbeda tempat yakni di Universitas Varenheim, terlihat sebuah kelas yang berisi 25 mahasiswa tengah mendengarkan presentasi yang dibawakan oleh seorang gadis berambut cokelat yang diurai panjang, kacamata bulat dan bening dengan bingkai tipis dari logam perak, kemudian gadis itu mengenakan kemeja putih lengan panjang, dilapisi vest beige tanpa lengan, vest ini terbuat dari kain rajut dengan pola argyle biru dan cokelat di bagian depan. Terakhir adalah celana warna cokelat yang terbuat dari kain wol dengan potongan longgar dan lipatan di pinggang.

Gadis cantik itu adalah Amelia yang tengah membawakan presentasi mengenai penyakit tiroid, sudah berjalan setengah penjelasan yang disampaikan gadis tersebut. Dia terlihat sangat anggun, tetapi juga tegas dan percaya diri ketika memaparkan materi. Semua mahasiswa tidak ada yang berani mengobrol diam-diam dan fokus memperhatikannya karena mereka tak mau mencari masalah pada Queen Bee University of Varenheim. "Yang terakhir adalah Kanker tiroid yakni penyakit tiroid yang terjadi akibat munculnya jaringan kanker pada kelenjar tiroid. Penyebab kanker tiroid tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, paparan radiasi, atau riwayat penyakit tiroid. Kanker tiroid dapat menyebabkan gejala seperti benjolan di leher, suara serak, nyeri leher, kesulitan menelan, atau pembengkakan kelenjar getah bening. Sekian pemaparan dari saya mengenai penyakit tiroid, selanjutnya akan langsung masuk sesi diskusi, bagi yang hendak bertanya dipersilakan."

Sebastian yang sejak tadi terlihat tak memperhatikan Amelia, ternyata dia mengangkat tangannya. "Saya izin bertanya."

Sangat ingin bagi Amelia memukul kepala Sebastian karena lelaki itu padahal sejak tadi tak memperhatikan, tetapi malah bertanya. "Silakan."

"Baiklah, perkenalkan saya Sebastian Nehemiah, izin bertanya pada Saudari Amelia Cassiopeia, berdasarkan penjelasan Anda mengenai penyakit tiroid. Bagaimana cara penanganan penyakit tiroid? Hanya itu pertanyaan saya, terima kasih."

Amelia tak mau membuang waktu jadi dia langsung menjelaskan. "Terima kasih kembali atas pertanyaannya Saudara Sebastian, saya akan langsung menjawab. Cara penanganan penyakit tiroid tergantung pada jenis dan penyebabnya. Ada tiga cara yang biasanya dilakukan dalam penanganan penyakit tiroid, yaitu: menggunakan obat-obatan, obat yang diberikan tergantung pada jenis penyakit tiroid yang dialami. Fungsi obat-obatan tersebut umumnya adalah untuk menormalkan kadar hormon tiroid, mengurangi gejala, atau menghambat pertumbuhan kelenjar tiroid. Contoh obat-obatan yang digunakan adalah levotiroksin, metimazol, propiltiourasil, beta blocker, atau iodium radioaktif. Dapat pula dilakukan Operasi. Operasi ini untuk mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar tiroid yang bermasalah. Biasanya untuk mengatasi nodul tiroid, gondok, atau kanker tiroid yang tidak dapat diobati dengan obat-obatan. Operasi juga dapat dilakukan untuk mengatasi hipertiroidisme yang tidak responsif terhadap obat-obatan atau iodium radioaktif. Cara selanjutnya adalah dengan terapi radioiodine, yakni pengobatan dengan menggunakan iodium radioaktif yang diminum atau disuntikkan ke dalam tubuh. Iodium radioaktif akan masuk ke dalam kelenjar tiroid dan menghancurkan sel-sel tiroid yang aktif secara berlebihan. Namun, ini biasanya digunakan untuk mengatasi hipertiroidisme atau kanker tiroid."

Catherina tiba-tiba bertanya, "bagaimana cara untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit tiroid?"

"Pertanyaan yang bagus," ujar Amelia, tetapi sesaat menatap tajam pada sahabatnya itu, sayangnya Catherine hanya terkekeh. "Mencegah tiroid dapat menggunakan thyroid collar, berhenti merokok, perbanyak konsumsi makanan yang mengandung yodium, selenium, zinc, dan kalsium, kurangi asupan makanan atau minuman yang berbahan dasar kedelai, rutin berolahraga minimal 30 menit per hari, dan tidur malam yang cukup, kira-kira selama 7–8 jam setiap hari. Bagaimana saudari Catherine dan saudara Nehemiah, apakah sudah cukup menjawab pertanyaan Anda?" Gadis itu tersenyum yang membawa aura sangat menyeramkan. Membuat Catherine dan Sebastian sudah cukup mengganggu gadis itu.

"Sudah cukup menjawab," ujar Catherine.

"Amel menyeramkan," bisik Francesca.

"Kau benar," balas Claudia.

"Sahabat kita itu memang seram," bisik Sebastian.

"Beri tepuk tangan untuk Saudari Amelia," ujar Profesor Daniel dan para mahasiswa bertepuk tangan. "Silakan duduk kembali ke kursimu, Amelia. Kemudian mahasiswa selanjutnya, silakan maju untuk presentasi!"

Amelia melangkah menuju kursinya yang berada di samping Francesca dan Claudia, tetapi ia melirik pada Catherine dan Sebastian terlebih dahulu. "Kalian sengaja bertanya?"

"Apakah tidak boleh bertanya, kita sama-sama mahasiswa di sini," sahut Nehemiah.

"Tadi kau hanya tidur saja bodoh, terlebih lagi pertanyaanmu tidak berbobot sama sekali, anak sekolah dasar pun dapat bertanya hal itu," balas Amelia perlahan duduk. Catherine menertawakan Sebastian. Namun, Amelia lekas menyahut lagi. "Kau pun sama juga Catherine."

"Maaf, kau bilang apa?!" balas Catherine seraya ditenangkan oleh Francesca yang mengelus punggung sahabatnya itu.

Sementara Sebastian mengepalkan tangannya, andai gadis itu bukan Amelia yang dikenal sangat sombong dan selalu merendahkan orang-orang serta sahabatnya, maka sejak lama, sudah Sebastian buang gadis itu ke danau Universitas Varenheim. "Memangnya pertanyaan berbobot dan seperti apa yang Anda inginkan, Nona yang paling cerdas dan tahu segalanya." Sebastian berujar dengan sarkas. Sekali-kali dia ingin menyudutkan Amelia.

Amelia memutar bola matanya. "Pertanyaan seperti "bagaimana mekanisme molekuler yang menyebabkan perubahan fungsi kelenjar tiroid pada pasien dengan penyakit autoimun seperti penyakit Graves atau Hashimoto's thyroiditis?" bukan pertanyaan bagaimana cara mencegah dan obatnya, kita bisa membaca sendiri melalui artikel. Bodoh sekali kalian berdua."

Catherine dan Sebastian terdiam membisu, keduanya mulai berpikir jika Amelia adalah manusia yang aneh. Bagaimana tidak?! Jika orang lain berharap mendapatkan pertanyaan yang mudah, tetapi Amelia malah ingin pertanyaan kritis jika bisa ditanyakan oleh profesor yang mengajar di universitas Oxford atau Stanford! Kini keduanya harus menenangkan diri dan bersabar menghadapi sifat Amelia. Meskipun gadis itu terlihat seperti gadis jahat dalam serial remaja yang tayang di Netflix, tapi sesungguhnya, gadis itu baik, semoga.

"Apakah terdapat hubungan genetik yang signifikan pada individu dengan riwayat keluarga penyakit tiroid, dan bagaimana cara terbaik untuk mendeteksi predisposisi genetik tersebut?" Francesca tiba-tiba berujar.

"Look," balas Amelia, "Francesca saja dapat membuat pertanyaan yang bagus, tidak seperti kalian, kau memang cerdas, sahabatku." Amelia mengusap puncak kepala Francesca.

Kini mereka memperhatikan mahasiswa selanjutnya yang akan memaparkan materi. Catherine lalu melirik Sebastian yang ternyata juga melirik balik. Kini keduanya saling berbisik. "Lain kali, kita siapkan rencana untuk menenggelamkan dia di Palung Mariana."

"Setuju atau sungai Amazon juga tidak masalah," balas Sebastian.

"Oh Tuhan, kalian ini berhenti bercanda," bisik Claudia.

****

Gosip adalah satu kata yang tidak terlepas dari kehidupan Amelia, entah dia senang bergosip dengan kelompoknya atau yang paling kentara adalah dirinya yang selalu menjadi gosip dari semua orang di kampusnya ini. Dimulai dari gosip paling sepele hingga memanas dan menjadi sebuah fitnah, bahkan sudah banyak yang bergosip untuk menjelek-jelekkan Amelia. Gosip tentang dirinya dilakukan untuk menghancurkannya karena meskipun ia dikenal sebagai Queen Bee, tidak dapat dimungkiri jika ia juga punya banyak pembenci dari kalangan laki-laki terutama perempuan. Para lelaki yang membencinya kebanyakan karena mereka ditolak cintanya atau Amelia memperlakukan mereka seperti seonggok daging busuk dan penuh kotoran jadi sudah sepantasnya mereka dibuang karena penuh dengan najis.

Bukankah artinya, Amelia si tokoh jahat?

"Mereka boleh mengatakan jika aku si wanita jahatnya," ujar Amelia, "tentu aku menerima semua itu. Namun, lebih jahat mana dengan isi pikiran cabul mereka karena melihat tubuhku? Bahkan beberapa dari mereka mendekatiku dengan menawariku One Stand Night. Sangat menjijikan, kuharap mereka dilempar ke api neraka dan dileburkan hingga ke tulang-tulangnya."

Sementara para perempuan yang membenci Amelia, lebih banyak alasan lagi seperti rasa cemburu dan iri karena kesempurnaan yang dimiliki oleh Amelia. Kemudian karena jajaran pria terbaik di universitas Varenheim, mengenal Amelia dan mencintai gadis itu. Seperti yang pernah dikatakan oleh Catherine mengenai sahabatnya itu. "Bagaimana para jalang itu tidak cemburu pada Amelia? Amelia adalah gadis sempurna, dia sangat cantik, badannya seksi; impian semua wanita, dia putri tunggal dari keluarga borjuis, dia old money, dia selalu kelebihan uang! Dia bisa mendapatkan apa pun yang dia inginkan tanpa takut miskin! Dia juga sangat genius dan semua orang mencintai dan menginginkannya! She's the best of the best! Bahkan Tuhan pun enggan, menciptakan manusia seperti Amelia lagi! Because Amelia is one and only!"

Pantas saja gadis itu sangat banyak pembencinya karena semua iri padanya terutama Amelia bukanlah gadis yang dapat ditindas atau diintimidasi begitu saja. Dia gadis yang terlalu sempurna karena dia berani tidak gentar pada orang lain, tidak pernah mundur, selalu punya rasa percaya diri melebihi gunung tertinggi di dunia, selalu punya cara untuk mengalahkan para pembencinya bahkan beberapa dari mereka berakhir dengan bolak-balik ke psikologi karena berani berurusan dengan Amelia. Padahal Amelia hanya melawan dengan kata-kata saja, tetapi mampu meruntuhkan pertahanan orang lain.

Seperti pada detik ini ketika menjelang pergantian kelas. Ketika tiga gadis bernama Nadya, Kinan, Marie, sejak tadi pagi menyebarkan rumor bahwa alasan mengapa Amelia selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya karena Amelia sering menyogok para dosen atau memberikan malam khusus untuk mereka agar nilainya selalu yang terbaik selama beberapa semester. Rumor tersebut menyebar dalam hitungan jam saja, tentunya sampai pada Amelia yang baru menyelesaikan kelas keduanya.

Kemungkinan beberapa pembenci Amelia lupa jika Amelia punya banyak mata dan telinga di seluruh Departemen Kedokteran Klinis bahkan di luar Departemen mereka. Jadi beberapa minion-nya maksudnya antek-anteknya, melapor pada Amelia jika banyak ada rumor tersebut. Respons yang Amelia berikan hanyalah tatapan tanpa amarah atau emosi yang meluap-luap, ia sudah terbiasa dengan banyaknya rumor yang tersebar mengenai dirinya dan kebanyakan dari rumor tersebut adalah kebohongan.

"Tiada hari tanpa rumor agar menjatuhkan gadis primadona kampus ini," ucap Sebastian seraya menaruh buku-bukunya di lokernya.

"Kau serius akan membiarkan rumor ini beredar?" ujar Claudia.

"Benar, jangan sampai mereka menyebarkan rumor yang lebih jelek lagi." Francesca merasa sedih, sementara Catherine kesal karena para perempuan jalang pembenci Amelia berusaha menghancurkan harga diri Amelia.

"Amelia, bagaimana jika kau serahkan masalah ini padaku, kutemukan para jalang penyebar gosip itu dan ku---" Perkataannya terhenti setelah Amelia menutup lokernya, lalu menatap Catherine. "Jangan katakan jika kau benar-benar akan diam saja? Apakah kau tidak takut?"

"Oh ayolah sweetheart, aku membiarkan rumor ini karena tentu saja rumor ini tidak benar, lagi pula untuk apa takut jika aku tidak salah." Senyuman Amelia terukir sangat simpul. Namun, keempat sahabatnya tahu jika gadis itu sudah serius menanggapi rumor tentang dirinya, maka takkan satu pun ada yang berhasil selamat dari Amelia.

"Kenapa perempuan selalu memanggil sahabatnya dengan panggilan sayang?" ujar Sebastian, "Amelia, bisakah kau memanggilku, tampan?"

"Maaf, kau bukan standarku untuk kupuji," balas Amelia, "lagi pula aku tidak melihat satu persen pun ketampanan di wajahmu itu."

"Bajingan kau," balas Sebastian, menatap pada Amelia yang melangkah lebih dulu diikuti kedua sahabatnya.

"Poor Sebastian," ujar Claudia, "carilah gadis lain jika kau ingin dipuji."

"Dia hanya main dengan kita." Catherine berujar.

"Haruskah aku mencarikanmu teman atau pacar?" ujar Francesca.

"Oh Jesus Christ, aku harus sabar." Apakah sebagai pria, Sebastian harus mengalah terus?

****

Melangkah di sepanjang koridor kampus. Amelia menjadi sorotan semua mahasiswa, mereka sesekali berbisik mengenai rumor jika gadis itu memberikan pelayanan spesial pada para dosen karenanya ia selalu mempertahankan nilainya. Tidak satu pun nilainya yang pernah mendapat C bahkan setiap ujian, nilainya selalu sempurna, barangkali selain menggunakan sontekan, nilainya juga dimanipulasi. Namun, Amelia sama sekali tidak peduli, ia melangkah dengan sangat percaya diri, membelah lautan para mahasiswa yang hanya berani membicarakannya dari belakang. Padahal Amelia dengan senang hati dan menerima siapa pun yang ingin menghujat dan menghinanya secara langsung. Tahu apa yang terjadi? Tidak satu pun dari mereka berani karena sering main belakang dengan cara menusuk dan menyebarkan gosip.

Kini saja sudah Amelia temukan siapa yang menyebarkan rumor tentang dirinya, pertama kali. Tiga perempuan jelek yang berjalan di koridor, lalu dengan sengaja menabrak bahu Amelia hingga buku-buku salah satu perempuan yang bernama Nadya jatuh, kertas-kertasnya berserakan, kini mereka jadi tontonan semua orang.

"Ah lihat ini, gadis yang dirumorkan, ternyata tidak punya penglihatan bagus, kau perlu kacamata miopia, dibandingkan kacamata hanya sekadar aksesoris," ujar Marie sedangkan kedua temannya cekikikan.

"Kudengar kau melakukan sex dengan salah satu dosen untuk mempertahankan nilaimu," sahut Nadya, sama sekali tak mau menggunakan kata-kata yang halus.

"Hey jalang—" Perkataan Catherine terhenti saat Amelia menyentuh lengan sahabatnya itu, lalu Amelia tersenyum manis. Maka Catherine mundur setelah ditarik pelan Francesca.

"Ada apa, kau bertingkah seolah-olah kau hebat dan kuat? Padahal kutebak jika kau sangat takut kan karena ketahuan bersetubuh dengan dosen? Kau pasti tidak mau nilaimu hancur dan semua reputasi yang kau buat jadi jelek dan diambil alih oleh orang lain, 'kan?" balas Nadya lagi.

Amelia perlahan menyeringai, memperhatikan Nadya dari atas hingga ke bawah, tidak sedikit pun gadis itu gentar atau memperlihat emosi yang membara, ia terlalu tenang, tetapi bisa dirasakan aura intimidasinya. "Oh sweetie, kau benar-benar imut karena peduli padaku," kata Amelia, suaranya terdengar lembut, tetapi penuh racun. "Sepertinya kamu salah mengira jika aku adalah seseorang yang membutuhkan trik murahan untuk mencapai kesuksesan. No baby. Aku ingin kamu tahu bahwa nilaiku adalah hasil kerja keras dan kecerdasanku. Namun, percuma aku menjelaskan panjang lebar padamu karena seperti banyak orang katakan, rasa iri bisa sangat menyebalkan, bukan? Oopsie, apakah aku menyerang egomu, sweetie."

"Sialan!" teriak Nadya merasa sangat sakit hati. Dia hendak melawan, tetapi bingung hendak membalas dengan kalimat apa. Lidahnya kelu karena intimidasi Amelia.

Detik selanjutnya, semua mahasiswa terdiam termasuk Nadya dan kedua temannya ketika Amelia merunduk dan meraih kertas ujian milik Nadya di lantai. Dia melirik kertas ujian tersebut yang tertulis besar dengan tinta warna merah huruf D. Maka Amelia mengangkat alisnya seraya terkekeh pelan, kilatan jahat terlihat di matanya. "Well, well, sepertinya ada yang berjuang untuk mendapatkan nilai di atas D. Mungkin dari pada menyebarkan rumor yang tidak berdasar, kau lebih baik fokus pada studimu. Sungguh lucu bagaimana kaumelakukan tindakan putus asa dengan menyebarkan rumor tentangku, hanya untuk menyembunyikan ketidakmampuanmu sendiri."

Kini banyak kamera ponsel yang terangkat, semua mahasiswa yang menyaksikan pertengkaran meskipun hanya pertengkaran verbal tersebut merasakan ketegangan atas intimidasi Amelia. Sementara Nadya terdiam dengan wajah memerah karena malu. Kini Amelia bertemu dengan mata Marie dan Kinan yang berdiri di belakang Nadya. "Dan bagaimana dengan kalian berdua? Apakah kalian sebodoh ketua geng kalian ini? Oh aku baru ingat ... Marie, apakah kau mengingatnya juga saat kaumenjiplak seluruh esai milik orang lain dan menganggapnya sebagai milikmu? Dan Kinan, bukankah kaumemanipulasi orang untuk mendapatkan sontekan saat minggu lalu. Sayang sekali, kebodohan suka menemani kalian."

"Diam kau jalang!" Nadya hampir menampar wajah Amelia jika Amelia tidak menghentikan tangan tersebut kemudian mencengkeramnya dengan kuat. "Sakit ...." Nadya meringis. Apakah Amelia perempuan? Mengapa dia memiliki tenaga yang sangat besar? Nadya merasakan jika pergelangan tangannya serasa hendak patah karena dicengkeram kuat oleh tangan Amelia. Sialan, apakah dia berniat mematahkan tangan Nadya?!

"Hey Sweetie, why you so obsessed with me?" balas Amelia dengan manik matanya yang terlihat penuh kejahatan.

Rasa takut merayapi tubuh Nadya, Marie, dan Kinan. Bahkan para mahasiswa yang menyaksikan semua itu lekas menurunkan ponsel mereka karena takut dan perkataan itu seolah-olah diperuntukan untuk semua yang ada di sana.

"Jangan menyentuhku," teriak Nadya lekas menepis lengan Amelia, dia semakin takut, perlahan mundur selangkah bersama kedua temannya. Dia lalu menoleh ke arah lain saat terdengar suara seorang wanita yang merupakan salah satu dosen mereka.

"Apa yang terjadi di sini, kenapa kalian semua berkumpul?!" ujar Mrs. Adriana yang kacamatanya sedikit melorot.

Nadya harus cepat membuat pembelaan agar dia tidak berakhir dihukum. "Mrs. Adriana, Amelia berusaha mematahkan---"

Sayangnya perkataan Nadya terhenti saat dia melihat Amelia melangkah ke arah Mrs. Adriana seraya menggenggam tangan wanita tua itu. Suara Amelia terdengar penuh rasa putus asa dan dia bersedih bahkan satu air mata lolos. "Mrs. Adriana, saya tidak tahu apa salah saya. Namun, Nadya, Marie, dan Kinan menyebarkan rumor jika saya ... jika saya memberikan pelayanan spesial pada sejumlah dosen demi mendapatkan nilai tinggi. Padahal Anda tahu jika saya tidak mungkin melakukan semua itu. Mereka sudah memfitnah saya, bahkan melecehkan saya secara verbal. Kumohon Mrs. Adriana, percaya padaku jika aku tidak melakukan tindakan menyalahi norma itu seperti rumor yang beredar."

Ketegangan terasa menyesakkan. Kini semua mahasiswa terdiam, menyaksikan semua pertengkaran itu yang kini merembet hingga ke dosen langsung. Rasa takut adalah kata yang tepat mendefinisikan perasaan Nadya dan dua temannya karena yang mereka hadapi adalah Mrs. Adriana. Salah satu dosen tergalak sekaligus wanita yang dikenal sebagai aktivis feminisme. Jadi dia sangat mengutuk segala tindakan pelecehan, perusakan nama baik, hingga fitnah yang menjadikan perempuan sebagai korban. Dia juga mengajar di mata kuliah Filsafat dan Kesetaraan Gender.

"Amelia jangan menangis," ujar Mrs. Adriana, "saya percaya padamu karena saya tahu jika kau sangat cerdas dan takkan melakukan tindakan menjijikan seperti itu."

"Terima kasih, Mrs," balas Amelia.

"Nadya, Kinan, Marie! Sekarang kalian bertiga ikut saya ke kantor dan tidak ada bantahan!" Suara Mrs. Adriana menggelegar. "Teruntuk yang lain, jangan percaya rumor apa pun yang beredar mengenai Saudari Amelia! Jika saya menemukan ada yang berusaha menyebarkan rumor tanpa dasar dan jatuhnya fitnah, kalian semua akan mendapatkan ganjarannya. Jadi sekarang semuanya bubar!"

Para mahasiswa bubar, sementara Nadya dan kedua temannya menuju Mrs. Adriana karena hendak menuju kantor. Saat Amelia berjalan, dia bertatap muka dengan Nadya. Lalu Amelia perlahan berbisik pada hanya bisa didengar oleh Nadya. "Siapkan dirimu untuk mendapatkan ganjarannya, dasar pelacur." Sementara Nadya hanya diam dan tak menyahut, dia dan kedua temannya seolah kehilangan harapan hidup.

"Mereka membuang waktuku," ujar Amelia mendatangi kedua sahabatnya yang sejak tadi hanya bersandar di dinding seraya membicarakan mengenai series film yang tengah naik daun tahun ini. "Seriously. Kalian malah membicarakan series film dibandingkan membantu sahabat kalian ini?"

"Delapan menit, 45 detik," kata Claudia.

"Kau lebih cepat satu menit, menghancurkan mental jalang-jalang itu," timpal Catherine.

"Yay! Kita harus merayakannya," ujar Francesca bahagia.

"Terima kasih banyak lho, kalian menghitung waktunya, sungguh sangat berguna sebagai sahabat baik," balas Amelia dengan sarkas, dia sebenarnya bermaksud menyindir.

"Makasih," balas Francesca.

"Kau bodoh ya?" sahut Amelia.

"Jangan menghina sahabat sendiri," ujar Claudia.

"Okay maaf," sahut Amelia.

"Aku lapar dan haus," ucap Catherine.

"Baiklah ayo cari minuman dingin, aku perlu menenangkan diri dari para jalang yang senang sekali menjadi hama dalam hidupku." Maka kini ketiganya menuju kafetaria di kampus mereka. Dan tetap menjadi sorotan para mahasiswa di kampus tersebut.

****

Amelia tidak mendengarkan ketika Claudia menjelaskan jika dosen mereka memberi tugas berupa menjadi relawan di beberapa tempat, semacam praktik kerja lapangan. Jadi di Universitas Varenheim di setiap divisi sehingga setiap Departemen dan Fakultasnya, mata kuliah para mahasiswa ada tiga jenis mata kuliah, antara lain Mata kuliah umum (general education courses) yaitu mata kuliah yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh semua mahasiswa. Mata kuliah wajib (core courses) yaitu mata kuliah yang harus diambil oleh semua mahasiswa di Departemen dan Fakultas. Mata kuliah wajib biasanya berkaitan dengan bidang ilmu pokok yang menjadi fokus dari Departemen dan Fakultas mahasiswa tersebut. Di Departemen Kedokteran Klinis, mata kuliah wajib meliputi bidang ilmu dasar seperti biokimia, genetika medis, organisasi tubuh, fisiologi, farmakologi, neurosains, patologi, dan fisiologi dan farmakologi terapan. Mata kuliah wajib juga meliputi bidang ilmu klinis seperti pengantar kedokteran klinis, keterampilan klinis, dan magang klinis, dan masih banyak lagi.

Mata kuliah pilihan (elective courses) yaitu mata kuliah yang dapat dipilih oleh mahasiswa sesuai dengan minat dan tujuan mereka. Mata kuliah pilihan biasanya memberikan fleksibilitas dan kebebasan bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi bidang ilmu lain yang relevan atau menarik bagi mereka. Mata kuliah pilihan dapat mencakup bidang ilmu seperti imunologi, biologi molekuler, biologi perkembangan, biologi kanker, biologi sistem, biologi struktural, biologi komputasi, atau biologi sintetik, dan lainnya.

"Jadi maksudmu, berdasarkan arahan dosen, mata kuliah Clinical Research Project ini kita diminta jadi relawan selama beberapa hari atau minggu di beberapa tempat yang sudah dipilihkan Mr. Abraham?" kata Sebastian seraya meraup makanannya.

"Berapa minggu kita bertugas?" ujar Catherine, "kenapa sudah diberi tugas ini, bukankah seharusnya masih bulan depan lagi?"

"Ini kita bakal sendiri-sendiri atau berkelompok," timpal Francesca.

Clinical Research Project adalah mata kuliah pilihan yang dapat diambil pada tahun kedua. Mata kuliah ini merupakan proyek penelitian klinis yang dilakukan oleh mahasiswa dibawah bimbingan supervisor dari departemen atau institusi terkait. Proyek ini harus sesuai dengan bidang minat dan spesialisasi mahasiswa, serta memiliki potensi untuk memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan praktik klinis

Claudia menghela napas panjang karena semua masih saja bertanya padahal dia sudah menjelaskan sejelas mungkin beberapa menit lalu. "Oh Tuhan, kalian menyebalkan, tapi tak masalah aku akan menjawab sekaligus, tolong perhatikan agar tidak ada lagi yang bertanya! Tugas jadi relawan ini untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah pilihan, Clinical Research Project. Jadi bagi yang tidak mengambil, tidak perlu! Kemudian tempat kita jadi relawan akan berbeda-beda dan sudah ditentukan oleh Mr. Abraham, waktunya juga tergantung, tapi waktu yang diberikan pihak Departemen adalah tiga minggu, kemudian waktu juga disesuaikan dengan permintaan pihak dari tempat kita jadi relawan nanti. Misal kita bekerja di Panti Asuhan untuk memeriksa para anak panti, tapi pihak Panti Asuhannya mau kita selamat sebulan lebih. Kita bisa menolak atau menerima!"

Claudia menjeda kalimatnya karena lelah menjelaskan. "Lalu kenapa tugas ini dipercepat karena bulan lalu banyak kejadian pembunuhan yang ternyata beberapa korban adalah pihak medis, jadi kita diminta jadi relawan selagi belum ada pihak medis lain yang menggantikan. Lagi pula tugas ini langsung arahan dari Wali Kota kita."

"Fuck!! Langsung dari Wali Kota?" balas Sebastian

"Wow, jadi mereka seenaknya menggunakan kita sebagai pengganti tenaga medis?" celetuk Catherine.

"Kau sebenarnya niat atau tidak sih masuk Departemen ini, kita calon dokter, tentu saja harus siap jika diminta tugas seperti ini!" teriak Claudia.

"Baiklah, santai Claude, santai," balas Catherine.

Claudia kembali menjelaskan, "untuk pertanyaan terakhir dari Francesca. Tugas ini ada yang berkelompok dan ada yang sendiri-sendiri saja, kemudian karena kelas kita tidak terlalu banyak mengambil mata kuliah ini, jadi kita akan gabung dengan kelas sebelah."

Sejenak mereka semua terdiam mematung. Gabung dengan kelas sebelah, artinya kelas Krystal, Henry, dan Kenneth, bukan? Jika membahas Krystal, artinya musuh abadinya Amelia. Oh My Goddess, ini akan jadi bencana kalau kedua gadis tersebut bertemu dalam waktu berkepanjangan, terlebih lagi jika keduanya ternyata mendapat tugas jadi relawan di tempat yang sama.

"Bergabung dengan kelas sebelah untuk tugas ini, langsung dari arahan Mr. Abraham?" kata Catherine. Kini dia dan Francesca, menatap pada Amelia yang sejak tadi tenang saja dan tengah membaca artikel dari jurnal ilmiah melalui tablet-nya. Beberapa mahasiswa juga memantau Amelia. Mereka takut jika Amelia mengamuk karena besar kemungkinan dia sekelompok dengan Krystal, sebenarnya mustahil sih dia mengamuk karena Amelia selalu bergerak dengan kepala dingin.

Francesca berujar pelan. "Mungkin kita bisa meminta Mr. Abraham kalau tidak perlu bergabung dengan---"

"Tidak perlu, sweetie," ujar Amelia tersenyum tipis. "Diskusi ini sudah terlalu panjang. Claudia, bisakah kau sebutkan saja secara langsung, kami bekerja di mana sebagai relawan nanti dan siapa saja anggota kelompok kami?"

"Baiklah tunggu sebentar." Claudia mencari file daftar nama dan lokasi para mahasiswa bertugas sebagai relawan di laptopnya. Urutannya berdasarkan nama, nomor induk mahasiswa kemudian lokasi dan kelompok mereka. Jika yang sendirian maka tidak ada nama teman sekelompoknya.

"Tolong dengarkan agar lebih jelas, aku akan membacakannya," ucap Claudia, mulai membacakan nama mahasiswa dan lokasinya.

Beberapa dari mereka ada yang sekelompok dengan kelas sebelah, ada pula yang berdua saja dengan teman sendiri, ada juga yang memang ditempatkan sendiri. Biasanya yang berkelompok, lokasi mereka bekerja sebagai relawan lebih susah dan dibutuhkan banyak relawan, sementara yang sendirian, tugasnya lebih mudah dan hanya perlu satu relawan saja.

"Sebastian Nehemiah, kau akan membantu di rumah sakit jiwa dengan beberapa anggotamu yang ada di kelas sebelah juga," ujar Claudia.

"Selamat Sebastian, kau pulang ke rumah," ujar Catherine.

"Bajingan kau ya! Tapi jujur, terkadang bertugas di sana asyik lho, aku sering lihat melalui media sosial, orang-orang bertugas di rumah sakit jiwa dan mereka bilang, senang-senang saja," balas Sebastian.

"Mereka senang karena mereka cocok dengan pekerjaan mereka, jika kau karena seharusnya kau masuk rumah sakit jiwa," balas Amelia dan para mahasiswa terkekeh pelan. Sementara Sebastian sangat kesal.

"Semoga kau satu kelompok dengan Krystal," balas Sebastian.

Amelia lekas menatap sinis. "Jika aku satu kelompok dengannya, kau yang akan jadi pelampiasanku."

"Berhenti bertengkar guys," ujar Francesca, menengahi kedua sahabatnya.

"Tolong fokus," ujar Claudia, "selanjutnya Francesca Alessandro, kau akan bertugas di Panti Asuhan dengan Isabella dan Khair. Kalau dari kelas sebelah, harusnya Kenneth Winchester, tapi karena dia mengikuti program pertukaran pelajar jadi cuma ada Henry Remington, sisanya ada dua perempuan lain."

"Well, kurasa Amelia akan cemburu," balas Sebastian, "eh tapi tidak jadi karena Kenneth tidak ada di kampus kita."

"For God's Sake, aku tak cemburu, berhenti memasangkanku dengan Kenneth," ujar Amelia menatap sinis Sebastian. Jika berani Sebastian menyinggung masalah; Amelia dan Kenneth adalah couple Departemen Kedokteran Klinis yang sering tersebar di kalangan para mahasiswa, maka Amelia benar-benar akan menenggelamkan Sebastian di lautan. Amelia tidak pernah menyukai pria mana pun termasuk Kenneth!

"Sudah cukup, Sebastian," ujar Catherine seraya menghela napas.

"Nama Amelia belum ada, Krystal juga, jadi takut," ujar Francesca. Kini Catherine juga merasakan hal yang sama. Jangan katakan jika Amelia memang sekelompok dengan Krystal?

Claudia kembali berucap, "selanjutnya adalah aku dan Catherine, kita bekerja di Panti Jompo---"

"Oh My Goddess! Kau pasti bercanda, bukan? Apakah tidak ada lokasi yang lain?" teriak Catherine, "lalu siapa anggota kita dari kelas sebelah?!"

Claudia diam sejenak. "Ya kita di panti jompo. Kemudian dari kelas sebelah, ada Krystal dan Amberlee Wylen. Cuma kita berempat bekerja di sana."

Satu kelas hening, kemudian tertawa sangat kencang, begitu juga Amelia. "Poor Catherine and Claudia, duo itu akan terus menyusahkan kalian sepanjang bulan terlebih lagi kau harus mengurus para orang tua dengan sabar di panti jompo."

"Oh My Goddess, kenapa kesialan malah menimpaku." Kini Catherine membenamkan wajahnya di antara lipatan tangan dan ia seperti hendak menangis.

"Lalu bagaimana dengan Amelia, dia ditempatkan di mana?" kata Francesca.

Claudia mendapatkan kesadarannya kembali. "Oh ya, kalau Amelia, dia ditempatkan di klinik Erysvale High School untuk menjadi penjaga klinik tambahan karena yang lama meninggal akibat teror di sekolah itu. Lalu hanya Amelia sendiri karena sekolah itu cuma butuh satu orang saja untuk membantu penjaga klinik lain yang hanya bisa setengah hari saja bahkan seharian tidak bisa."

Hening kembali terdengar, begitu pula Amelia. Dia mengulang kembali perkataan Claudia dalam hatinya sendiri. Klinik Erysvale High School? Bukankah sekolah itu yang sebulan lalu diteror sekelompok manusia gila yang membantai para murid dan guru-guru di sana, hingga korbannya mencapai 50 lebih? Amelia memang tahu jika sekolah itu kembali beraktivitas setelah 3 Minggu diliburkan demi mengembalikan mental para muridnya. Namun, ia tak sangka jika sekolah itu membutuhkan relawan terutama di klinik sekolahnya.

"Oh Goddess," kata Francesca, "itu sekolah yang mengalami pembantai massal, 'kan?"

"Lebih parah dari Catherine, sepertinya lebih baik bertemu nenek penyihir seperti Krystal dibandingkan di sekolah itu," celetuk Sebastian yang langsung mendapat pukulan di punggung dari Francesca.

"Jangan berkata begitu bodoh! Banyak yang berduka karena kejadian itu, kau tak bisa memikirkan perasaan korban?" ujar Claudia.

"Maaf, maaf," balas Sebastian.

Claudia lalu menatap pada Trevor yang terlihat sedih. "Trevor, maafkan kami, ya." Alasan ia berkata begitu karena adiknya Trevor adalah salah satu korban pembantaian massal tersebut.

"Aku tak apa," balas Trevor.

Catherine berucap, "aku bukan tak memikirkan perasaan korban, tapi apakah Amelia tidak bisa dipindah lokasinya, maksudku, aku masih takut atas kejadian sebulan lalu kemudian belum tentu keamanan di sekolah tersebut sudah memadai. Ini hanya antisipasi saja."

"Aku setuju dengan Cathy," balas Sebastian, "lalu apakah hanya Departemen kita saja yang ada tugas jadi relawan ini?"

"Sebenarnya dari Departemen lain juga ada yang jadi relawan di sana seperti guru pengganti sementara di beberapa bidang mata pelajaran, karena mereka kekurangan guru setelah insiden itu. Jadi sejatinya, tidak hanya Departemen kita yang diberi tugas ini," balas Claudia, "tapi jika ingin mengganti lokasi, kemungkinan bisa, kalian harus mengurus perpindahan lokasi ini ke Mr. Abraham dan Akademik. Secepatnya diurus sebelum Minggu depan karena fix kalian mulai terjun ke lokasi pada Minggu depan."

"Amelia," kata Catherine lekas menoleh pada Amelia. "Kita bisa mengurusnya hari ini agar kau cepat mendapatkan lokasi baru."

Harusnya Amelia setuju dengan saran sahabatnya itu, tetapi gadis bermanik mata hazel tersebut perlahan menatap Catherine dengan polos dan tidak terlintas beban di wajahnya. "Lho, siapa yang mau ubah lokasi, aku setuju saja jika ditugaskan di sekolah tersebut."

"Amelia!" teriak Catherine, jiwa protektifnya melonjak. "Kau tidak ingat jika sekolah itu---"

"Lalu kenapa baby," balas Amelia tersenyum simpul. "Aku tidak masalah jika sekolah itu mengalami insiden berbahaya. Lagi pula jasaku diperlukan di sana, bagaimana bisa aku menolaknya. Jadi aku tidak mau ganti lokasi karena aku juga malas mengurus perpindahan lokasi ini. Akan jadi masalah juga kalau ternyata aku malah ditempatkan di Panti Jompo, aku tak mau bertemu si jalang Krystal."

"Jadi kau lebih memilih di sekolah itu?" kata Sebastian. Terlihat beberapa mahasiswa mulai keluar dari ruangan tersebut karena sudah tidak ada informasi lagi dan mereka enggan terlibat debat dan pertengkaran jika sudah berkaitan dengan keegoisan seorang Amelia.

"Kau serius tak mau pindah?" kata Claudia.

"Ya, aku takkan pindah lokasi, titik tanpa koma dan bantahan." Amelia tersenyum simpul.

"Aku paham," ujar Francesca, "pasti karena anak sekolah yang pernah kau temui tiga hari lalu bukan?"

"Kau sangat pintar." Wah tak disangka jika sahabatnya bisa menebak salah satu alasan mengapa Amelia enggan pindah lokasi. "Tentu saja karena aku ingin bertemu pretty boy lagi."

"Kau sangat gila, girl," balas Sebastian sedikit tak paham bagaimana jalan pikiran seorang perempuan terutama yang sifatnya gila seperti Amelia.

"Amelia! Dia masih bocah SMA!" teriak Catherine, "lagi pula dia sudah menolakmu waktu itu bukan? Percuma kau keras kepala mengganggunya jika dia sudah menolakmu!"

Meskipun sudah berteman beberapa tahun, terkadang sahabat-sahabat Amelia lupa akan sifat egois yang gadis itu miliki. "Guys, kalian lupa apa yang sering kukatakan? Jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus mendapatkannya. Jangan pernah mundur atau berhenti hanya karena alasan apa pun dan siapa pun, jadi berjuanglah sampai kita benar-benar mendapatkannya."

"Katakan jika kau bercanda?" ujar Claudia.

"Aku serius kok."

"Kau gila, Amel!" balas Catherine.

"Aku tahu," balas Amelia.

"Jadi apa yang akan kaulakukan?" ucap Francesca.

Sebastian menimpali, "hanya karena kau selalu berhasil membuat banyak pria jatuh cinta, bukan berarti bocah itu akan jatuh cinta padamu lho."

"Kalian imut sekali jika mengkhawatirkanku, tapi kalian lupa ya jika aku adalah Amelia. Apa pun yang kuinginkan, selalu berhasil kudapatkan dengan segala cara. Lagi pula bocah itu baru pertama kali bertemu denganku, takkan ada manusia di dunia ini yang bisa menolak pesonaku untuk kedua kalinya. Termasuk si pretty boy."

Claudia, Catherine, Francesca, dan Sebastian hanya bisa diam. Jika Amelia sudah mengibarkan bendera perang---menandakan jika ia menginginkan sesuatu---maka Amelia pasti selalu memenangkan perangnya bahkan jika ia harus mengorbankan banyak prajurit.

"Oh Tuhan, lindungi kami," ujar Catherine.

"Jadi kayak series film," ujar Francesca, "tapi lupa judulnya."

"Apa?" kata Claudia, "Mean Girl atau Princess Diary."

"Amelia nggak cocok jadi tuan putri," balas Sebastian, "cocoknya jadi ratu di Snow White."

"Bajingan," balas Amelia, "kubunuh kaunanti dengan apel beracun."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #2

Say hello to our Queen Bee, Amelia Cassiopeia!

Masih permulaan cerita sehingga memperlihatkan bagaimana aktivitas awal yang akan menyambungkan setiap benang merahnya. Perlu diingat jika Universitas Varenheim memiliki tiga mata kuliah. Setiap detail mata kuliah ini tidak benar-benar berkaitan dengan dunia nyata terutama Universitas Varenheim adalah fiksi, jadi kebijakan Universitas tersebut tentu saja disesuaikan dengan alur cerita serta kebutuhan penulis^^

Meskipun begitu ada beberapa ilmu pengetahuan dan wawasan yang akan dibagikan, yeah meski tidak sangat detail dan mendalam karena fokus cerita ini bukan tentang isi mata kuliah, tetapi alur dengan segala kerumitan dan misterinya, hehe.

Jadi mari nikmati alur yang masih terbilang mengalir dengan tenang ini sebelum memasuki alur yang akan penuh misteri dan bertemu dengan musuh atau pembunuh berantai, so happy reading.

Prins Llumière

Sabtu, 20 April 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top