Chapter 32 - Arc 04: University of Varenheim
Sinar matahari bersinar sangat terik, cuaca hari ini benar-benar sangat cerah, alasan mengapa banyak masyarakat yang semangat untuk menjalani hari karena kemarin hujan turun menutupi kota seharian penuh, membuat mereka enggan keluar rumah. Meskipun cuaca hari ini sangat bagus, tak bisa dimungkiri jika banyak masyarakat yang ternyata malas beraktivitas karena merasa daya tarik kasur mereka lebih kuat dibandingkan apa pun. Sayangnya, beberapa dari mereka harus menjalani aktivitas, dituntut harus melakukan semua pekerjaan mereka karena jika ditunda akan mendatangkan malapetaka.
Hal ini pulalah yang mendorong para mahasiswa di Universitas Varenheim untuk terus beraktivitas meski banyak teror tugas maupun kewajiban sebagai mahasiswa yang menghantui hidup mereka. Suara riuh terdengar di antara para mahasiswa yang tiba di Universitas Varenheim dan mereka menuju gedung atau kampus Fakultas mereka masing-masing.
"Oh My Goddess, apakah itu Dior," ujar seorang perempuan berambut blonde seraya melirik sahabat yang mengenakan pakaian dari merk glamor tersebut. "Kupikir kau setia pada Louis Vuitton."
"Ah ini dibelikan oleh pacar kakakku," sahutnya mendekati sahabat lalu berbisik. "Kurasa dia hendak mencuri restuku, tapi aku takkan pernah merestui jalang sepertinya."
Suara tawa temannya terdengar. "Apakah jalang ini yang kau bicarakan semalam!"
"Benar, itu dia!" Perempuan itu berdecak. "Beraninya dia, seminggu lalu berteriak padaku dan berpikiran jika aku selingkuhan kakakku padahal aku adiknya! Jadi kini aku akan balas dendam, takkan kubiarkan jalang itu menyentuh kakakku!"
Di sisi lain, para mahasiswa yang baru sampai di halaman parkiran universitas, segera bergabung dengan teman-temannya. Mereka membicarakan kejadian akhir-akhir ini seperti terjadi perkelahian antara mahasiswa fakultas humaniora dengan mahasiswa fakultas sains sosial karena salah satu dari mereka sepertinya menggoda pacarnya. Hal ini menyulut perkelahian brutal; menjambak rambut, menampar, bahkan berbagai macam makian terucap. Keduanya berakhir dipanggil oleh Dekan Departemen masing-masing karena berbuat kericuhan. Gosip lain adalah mengenai beberapa mahasiswa populer di Departemen Kedokteran Nuklir, berpacaran dan berhasil mematahkan hati banyak perempuan dan laki-laki. Namun, kisah cinta mereka tak berjalan lancar dan tak bertahan seminggu karena si lelaki ternyata menjadikan perempuan tersebut sebagai bahan taruhan bersama dengan teman-temannya. Sungguh naas, membuat si perempuan sangat depresi, tetapi beruntungnya mampu bertahan dan tidak sampai ke ranah menyakiti diri sendiri.
"Kudengar yang laki-laki, dilabrak oleh teman-teman pihak perempuannya," ujar mahasiswi berambut blonde.
"Kurasa para lelaki berengsek haruslah diberi hukuman, seperti ditendang alat kelamin mereka," balas sahabatnya seraya menyeruput minuman cokelat.
"Jangan ditendang, dikebiri saja," timpal temannya yang lain dan mereka tergelak tawa.
Keramaian tersebut perlahan tergantikan dengan keheningan ketika kelas dimulai. Para mahasiswa menuju kelas mereka sesuai dengan mata kuliah. Jadi kelas tidak selalu menentu dan terus berpindah-pindah. Kemudian dalam satu kelas, para mahasiswanya kadang berubah-ubah jumlahnya karena tidak semua mahasiswa mengambil mata kuliah yang sama. Terutama ada beberapa mata kuliah wajib dan mata kuliah umum atau mata kuliah spesifik jurusan.
Universitas ini bernama University of Varenheim yang didirikan 31 Desember tahun 1835. Artinya universitas ini lebih muda dari Universitas Oxford dan Harvard, tetapi lebih tua dari Universitas Stanford. Kemudian Varenheim memiliki total luas tanah sekitar 320 hektar dan mampu menampung mahasiswa yang jumlahnya sekitar 35.000 bahkan lebih. Tentu saja luas tanah ini sudah mencakup berbagai fasilitas, taman universitas bahkan ada danaunya meskipun tidak begitu luas, kemudian gedung per-fakultas, gedung rektorat, asrama untuk wanita dan pria—asrama terpisah. Ada pula gedung perpustakaan utama, sebenarnya per fakultas ada perpustakaan masing-masing. Gedung penelitian, gedung auditorium, gedung teater, dan masih banyak gedung lainnya.
Setiap gedung, sebagian besarnya terbuat dari batu bata berwarna merah sehingga memberikan kesan yang klasik dan elegan, meskipun didirikan gedung baru pun akan tetap dibangun menggunakan batu bata merah akan menjadi ciri khas dari universitas ini. Kemudian yang membedakan ciri khas antara gedung per-fakultasnya adalah arsitektur gedung tersebut, interior, dan juga warna dalam gedung. Misalnya gedung Departemen Medical Sciences yang warna di dalam gedungnya dominan dengan warna putih. Ada pula beberapa bangunan yang memiliki arsitektur unik dan menarik, seperti berbentuk menara, kubah, dan lengkungan. Kemudian antara gedung di masing-masing departemen maupun fakultasnya ada yang dihubungkan melalui jembatan jadi para mahasiswa tidak perlu keluar gedung hanya untuk menyambung jam pelajaran.
"Kudengar ada yang pernah tercebur ke danau universitas, jadi terkena denda karena dianggap bermain-main di area sekitar danau."
"Kau tahu jika temanku pernah didenda 40 dollar karena membuang larutan kimia di danau, dia benar-benar bodoh."
"Kuharap di masa depan, universitas ini menyediakan transportasi berupa helikopter."
Universitas ini juga dikelilingi halaman yang luas dan hijau, ada pula banyak pepohonan, dan danau yang terjaga kebersihannya jadi tidak sembarang bagi mahasiswa atau pengunjung membuang sampah ke danau tersebut karena jika ketahuan membuang sampah atau mengotori taman dan danau serta area sekitarnya akan terkena denda hingga ribuan dollar. Di beberapa titik halaman dan area gedung per-departemen, terdapat patung-patung besar yang menggambarkan tokoh-tokoh penting atau para ilmuwan atau simbol-simbol universitas, seperti para pendiri, rektor, maupun lambang dari universitas ini.
Selanjutnya ada lapangan parkiran yang luas dan teratur yang dapat menampung banyak kendaraan, baik mobil, motor, maupun sepeda. Dikarenakan universitas ini sangat luas, maka ada empat titik utama lapangan parkiran yang ada di sebelah barat, timur, utara, dan selatan universitas. Sehingga seseorang dapat parkir di mana pun sesuai dengan tujuan atau gedung paling dekat yang hendak mereka datangi. Seperti Departemen Social Sciences yang terletak di barat Universitas Varenheim jadi para mahasiswanya akan parkir di lapangan parkiran barat agar tujuan mereka lebih dekat. Kemudian dikarenakan jarak antara gedung departemen yang berbeda divisi ke departemen lain sangat jauh atau ke gedung rektorat, perpustakaan utama, maupun auditorium. Jadi pihak universitas mengkoordinir setiap divisi untuk menyediakan kendaraan mini yakni buggy car yang dapat menampung enam hingga delapan mahasiswa untuk mempermudah akses mereka menuju gedung departemen lain terutama yang berbeda divisi sehingga tidak perlu susah payah berjalan kaki.
"Kenapa universitas tak izinkan saja kita menggunakan kendaraan masing-masing untuk pergi dari satu gedung ke gedung lain?"
"Pertama, jalan dari fakultas ke fakultas lain ini tidak sebesar jalan raya, kemudian lebih banyak lapangan hijau demi menjaga keasrian alam jadi sulit jika setiap mahasiswa menggunakan mobil masing-masing. Kedua, rektor dan para dekan ingin para mahasiswanya lebih sering bergerak dengan berjalan kaki dibandingkan menaiki kendaraan. Jangan manja, jalan kaki satu atau dua kilometer takkan membunuhmu. Lagi pula sudah disediakan buggy car jadi bersyukurlah!"
"Memang takkan membunuh kita, tapi jika ada pembunuh berantai, kita akan mati karena harus bermain kejar-kejaran di lapangan terbuka."
"Kau terlalu banyak menonton film thriller pembunuhan."
Meskipun ada perbedaan arsitektur dan gaya interior setiap gedung per-departemen terutama divisi, tetapi ada beberapa kesamaan di setiap gedungnya seperti area atau ruangan khusus loker-loker untuk menyimpan buku mahasiswa, biasanya berada dekat pintu masuk, di koridor tertentu. Loker-loker ini memiliki sistem kunci yang aman dan praktis yang dapat dibuka langsung dengan kartu identitas atau kode rahasia. Kemudian setiap mahasiswa harus membayar sejumlah uang dalam sebulan bagi yang hendak menggunakan loker. Setiap fakultas juga memiliki area cafetaria, perpustakaan, laboratorium, serta lain sebagainya.
"Jujur aku merasa kasihan pada Mrs. Joana karena setiap kelasnya, banyak mahasiswa yang sibuk dengan urusannya masing-masing."
"Aku tidak, menurutku Mrs. Joana takkan peduli pada seratus muridnya yang sibuk dan tak memperhatikan materi. Karena yang akan rugi adalah kita sendiri yang tidak paham akan mata kuliah, Mrs. Joana hanya mengajar dan dapat uang sementara kita akan tersiksa jika mengulang mata kuliah."
Berbicara mengenai ruangan kelas di setiap fakultas. Ruangan-ruangan tersebut ada yang kecil dan ada pula yang sangat luas bahkan berbentuk tribune bertingkat. Ruangan ini digunakan sesuai dengan kebutuhan para tenaga didik dan mata kuliahnya. Ada mata kuliah yang mahasiswanya hingga seratus dalam satu ruangan, ada pula yang hanya sekitar 30 mahasiswa saja.
Universitas Varenheim layaknya universitas lain di dunia, tentu saja Varenheim memiliki motto yang harus dipahami dan dihapal oleh setiap penghuni universitas tersebut. Mottonya adalah In Luce Eius, obviens difficultatibus, assequens gloriam, berasal dari bahasa Latin yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris artinya In His light, facing challenges to achieve glory atau Pada Cahaya-Nya, menghadapi tantangan untuk mencapai kejayaan.
"Demi Tuhan, kau sangat bodoh jika tidak paham makna dari motto universitasmu sendiri."
"Memangnya apa makna dari motto universitas yang penuh tugas ini, huh?"
In Luce Eius, obviens difficultatibus, assequens gloriam. Motto ini menunjukkan bahwa Universitas Varenheim memiliki visi yang berlandaskan pada iman kepada Tuhan sebagai sumber cahaya, kebenaran, dan hidayah. Universitas ini juga memiliki misi untuk mendorong mahasiswa dan dosen untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di dunia akademik, sosial, dan profesional dengan semangat, optimisme, dan kerjasama. Kemudian berkomitmen untuk menciptakan lulusan yang berprestasi, berintegritas, dan berkontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan, masyarakat, dan bangsa. Motto ini juga mengandung pesan motivasi bagi seluruh civitas akademika untuk tidak mudah menyerah, tetapi terus berusaha dan berdoa untuk mencapai kejayaan yang diinginkan.
"Kudengar jika dulu, motto awal dari Universitas ini menggunakan kata Ex Luce Eius, kemudian diganti dengan In Luce Euis. Apa bedanya antara Ex dan In?"
"Tentu saja beda! Satu kata beda, beda arti, maka maknanya juga berbeda. Biar kuperjelas, kata Ex Luce Eius berarti Dari Cahaya-Nya jadi seolah menunjukkan bahwa universitas Varenheim berasal dari cahaya Tuhan atau mendapatkan ilham dan petunjuk dari Tuhan. Ini menekankan pada asal-usul atau sumber dari universitas ini. Sementara Kata In Luce Eius berarti Pada Cahaya-Nya, menunjukkan bahwa universitas Varenheim berada di dalam cahaya Tuhan atau hidup dan berkarya di bawah perlindungan dan berkat Tuhan. Ini menekankan pada posisi atau keadaan dari universitas Varenheim. In Luce Eius, juga lebih menunjukkan hubungan yang dekat dan harmonis antara universitas dan Tuhan, serta lebih menggambarkan semangat dan optimisme yang tinggi."
"Okay, sekarang aku paham kenapa mottonya diganti."
"Oh sial, kelasku pindah ruangan dan jadi dipercepat!"
Varenheim sebagai satu-satunya universitas di kota Erysvale, Indiana. Universitas ini, para mahasiswanya tidak hanya pelajar kota Erysvale, tetapi ada juga yang dari luar kota. Kemudian Varenheim memiliki empat divisi dan setiap divisi memiliki beberapa fakultas. Ada empat Divisi di Universitas Verenheim yakni Humanities Division (Divisi Humaniora), Math, Physics, and Life Sciences Division (Divisi Matematika, Fisika, dan Ilmu Kehidupan), Social Science Division (Divisi Ilmu Sosial), dan Medical Science Division (Divisi Ilmu Kedokteran). Kemudian keempat divisi tersebut memiliki beberapa departemen maupun fakultas.
"Pertanyaan bagus sebagai mahasiswa baru, banyak bertanya banyak ilmunya. Jadi ada empat divisi dan setiap divisi punya beberapa departemen atau pun fakultas. Jadi ada divisi yang ada departemennya ada pula yang hanya punya fakultas, ada juga yang keduanya. Seperti Divisi Humaniora memiliki beberapa fakultas antara lain Fakultas Bahasa Klasik, biasanya mempelajari bahasa, sastra, dan budaya Yunani dan Romawi Kuno. Jika kau suka Dewa-dewi Yunani, maka masuklah ke Fakultas ini, siapa tahu bisa bertemu Percy Jackson, ups. Selanjutnya ada Fakultas Bahasa Modern, Fakultas Sejarah, Fakultas Filsafat, Fakultas Teologi dan Agama, Fakultas Bahasa Inggris, Fakultas Seni Rupa, dan Fakultas Seni Oriental. Jadi totalnya Divisi Humaniora ada delapan fakultas."
"Bagaimana dengan Divisi Matematika, Fisika, dan Ilmu Kehidupan."
"Divisi ini adanya Departemen, jadi Divisi Matematika, Fisika, dan Ilmu Kehidupan memiliki beberapa Departemen seperti Departemen Biologi, Departemen Fisika, Departemen Ilmu Komputer, kemudian Departemen Ilmu Bumi, ada pula Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Mesin dan Dirgantara, Departemen Teknik Elektro dan Informatika, dan Departemen Teknik Industri. Totalnya ada delapan Departemen."
"Selanjutnya ada Divisi Ilmu Sosial, yang memiliki beberapa Departemen dan Fakultas. Seperti Departemen Antropologi, Departemen Arkeologi, Departemen Geografi, Departemen Hubungan Internasional, Departemen Ilmu Politik, Departemen Sosiologi, kemudian ada Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta Fakultas Studi Pembangunan. Jadi Divisi ini totalnya ada enam Departemen dan tiga Fakultas."
"Okay, sangat membingungkan."
"Aku juga bingung. Baiklah yang terakhir adalah Divisi Ilmu Kedokteran. Kalau tidak salah, ada sepuluh Departemen dan satu fakultas. Seperti Departemen Kedokteran Klinis, Departemen Kedokteran Primer, Departemen Kedokteran Sosial dan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kedokteran Nuklir, Departemen Kedokteran Eksperimental, Departemen Kedokteran Tropis, Departemen Kedokteran Gigi, Departemen Kedokteran Hewan, Departemen Kedokteran Forensik, Departemen Kedokteran Pendidikan. Kemudian ada Fakultas Psikologi."
Universitas Varenheim meskipun bukanlah termasuk jajaran teratas universitas terbaik di dunia seperti Oxford, Stanford, dan Harvard. Namun, tidak bisa dimungkiri jika lulusan dari Universitas ini banyak yang berhasil dan sukses bahkan dapat melanjutkan studi mereka ke Universitas bergengsi lainnya. Tidak luput banyak mahasiswanya yang bekerja di perusahaan besar, menjadi sangat sukses, hingga beberapa dari mereka terpilih bekerja sebagai salah satu ilmuwan di perusahaan Æthelwulfos yang menangani para ævoltaire. Departemen Kedokteran adalah yang paling diincar para calon mahasiswa karena mereka melihat prospek kerja yang sangat sukses jika berhasil menjadi salah satu ilmuwan di perusahaan Æthelwulfos. Pasalnya kebanyakan yang bekerja di sana adalah para dokter atau tenaga kesehatan, cendekiawan, ilmuwan, profesor dan dosen, ahli teknik hingga informatika. Jadi tak mengherankan jika banyak yang mengincar perusahaan tersebut yang menjadi perusahaan terkaya nomor satu di dunia bahkan kekayaan presiden utama dari Æthelwulfos melebihi keluarga Arnault dan keluarga konglomerat lainnya. Terlebih lagi, di belakang perusahaan tersebut adalah para pembesar negara, mudahnya para pemerintah atau konglomerat lain yang tamak serta para anak-anak berkekuatan spesial yang dikatakan bahwa dengan anak-anak tersebut saja sudah mampu meratakan dunia.
Selain bisa menghasilkan lulusan terbaik seperti Universitas lain yang ternama. Para mahasiswa di universitas ini juga banyak yang kritis, ambisius, beberapa dari mereka berasal dari kalangan konglomerat maupun borjuis, bahkan orang tua mereka ada yang bekerja di perusahaan Æthelwulfos. Dipercaya juga oleh banyak mahasiswanya jika, ada beberapa dari mereka yang merupakan seorang ævoltaire, tetapi identitas mereka disembunyikan.
"Tapi aku tidak pernah melihat kejadian supranatural atau sihir di kampus kita," ujar seorang mahasiswa berkacamata.
"Oh ayolah, kita baru dua semester di sini, lagi pula ini masih kampus departemen kedokteran, bisa saja kejadian supranatural terjadi di departemen lain," balas temannya.
"Benar juga, kata orang-orang, anak mahasiswa Hukum, ada yang seorang ævoltaire, karenanya selalu menang lomba debat."
"Kau bodoh ya, kalau itu karena dia memang genius dalam lomba debat!" Temannya geleng-geleng kepala. "Lagi pula jika pun ada para ævoltaire di sini, mereka pasti menyembunyikan identitas mereka."
Salah satu teman mereka berdua datang seraya membawa minuman cokelat yang dibeli di cafetaria. "Bagaimana dengan gadis itu," ujarnya seraya menunjuk seorang gadis yang kini jadi perhatian para mahasiswa yang berjalan di koridor. "Barangkali dia juga ævoltaire karena sesempurna itu."
Keduanya kini menatap pada gadis yang dimaksudkan oleh temannya. "Ah kalau dia, kurasa bukan ævoltaire, tapi karena memang Tuhan terlalu baik hati saat menciptakannya, makanya jadi sesempurna layaknya tokoh dalam negeri dongeng."
"Hey bukankah dia yang sering jadi bahan perbincangan para mahasiswa di Departemen Kedokteran ini?" Mahasiswa lain ikut nimbrung obrolan mereka.
"Baby," balas temannya, "dia tidak hanya dibicarakan di departemen kita, tapi seluruh divisi, fakultas, dan departemen! Bahkan dia terkenal di kalangan para dosen dan profesor."
"Kau tahu apa julukannya," ujar mahasiswa lain seraya meletakkan ponselnya. "Queen Bee Varenheim, gadis tercantik dan seksi, mahasiswa Departemen Kedokteran Klinis, dia sangat kaya raya lho, kudengar dia pernah membawa tesla ke kampus ini, pakaiannya selalu bermerek mahal, bahkan dia pernah menjadi Brand Ambassador Dior."
"Apakah dia hanya pamer tubuhnya saja? Sementara otaknya kosong?"
"Katakan itu di depannya maka kau yang akan bolak-balik psikolog karena mentalmu hancur. Dengarkan aku. Dia tidak hanya cantik, tapi dia sangat genius, nilainya selalu teratas di Departemen Kedokteran Klinis, bahkan banyak rumah sakit yang ingin mengambilnya jika dia sudah lulus, tidak hanya rumah sakit Erysvale, tapi hingga Washington DC."
"Siapa namanya?" ujar mahasiswa laki-laki, dia mahasiswa baru jadi belum tahu seluk-beluk dunia sosial universitas ini.
"Amelia Psyche Cassiopeia."
Maka detik itu, semua mahasiswa terutama para mahasiswa baru menatap pada seorang gadis yang tingginya kemungkinan sekitar 175 cm. Namanya adalah Amelia Psyche Cassiopeia. Gadis itu sangat cantik seolah-olah wajahnya dipahat oleh para Dewa-Dewi Yunani Kuno dengan firman Mereka, memerintahkan Phidias seorang pematung terbaik pada abad ke-5 sebelum masehi di zaman Yunani Kuno untuk mengukir setiap rahang, kontur wajah, bahkan tubuh gadis tersebut. Jadi tidak ada kata jika wajahnya tidak simetris karena benar-benar sangat sempurna. Kecantikannya terpancar dan mempesona dipadukan dengan manik mata hazel serta rambut panjangnya yang kecokelatan karena dia baru mewarnai rambutnya. Dipastikan warna rambut apa pun akan cocok di wajah cantik bak Dewi Aphrodite tersebut.
Suara sepatunya terdengar di sepanjang koridor kampus dan ia berniat menuju lift karena ada kelas di lantai lima nanti. Gadis itu mengenakan pakaian dengan merek termahal yang dapat ia beli, tidak, semua jenis pakaian dan berbagai merek termahal pasti mampu dia beli. Pakaiannya adalah ibarat ia seorang ahli fesyen, barangkali dia punya perancang busana tersendiri di rumahnya yang akan mengatur caranya memilih pakaian karena jika melihatnya dengan pakaiannya tersebut, dipastikan jika orang-orang di sekitarnya takkan pernah bosan memandangnya dan akan terpesona padanya bahkan jatuh cinta.
Kini saja gadis itu mengenakan blus dari kain chiffon yang lengannya panjang berwarna hitam, rok tipe knife pleated berwarna hitam, kemudian blusnya diselimuti oleh cape coats sangat modis yang panjangnya sampai di bawah pinggang, berwarna krem dengan perpaduan hitam terutama di pinggiran cape coats serta kancingnya berwarna emas. Sepatunya adalah black thigh knee high boots yang panjangnya di atas lutut, yang terbuat dari beludru yakni bahan yang terbuat dari kain sintetis atau wol. Aksesoris terakhir adalah topi baret dari bahan wol yang berwarna hitam. Dia menggendong tiga buku tebal, satu buku catatan, dan tas selempang merek Dior.
"Sekarang aku tahu alasan mengapa para mahasiswa departemen kedokteran klinis selalu bersemangat ke kampus, ternyata karena ada keturunan Dewa Aphrodite di dunia nyata." Suara para mahasiswa tersebut terdengar. "Berapa banyak mantannya? Apakah dia seperti tokoh mean girl dalam film atau series Netflix?"
"Hey koreksi pertanyaan itu karena tidak cocok disandingkan dengan Amelia," sahut seorang perempuan yang merupakan penggemar berat Amelia. "Dia terlalu berkelas hanya untuk punya jajaran mantan yang para pria takkan bisa sebanding dengannya. Namun, kalau kau bertanya, ada berapa ribu para pria yang menyukainya, tentu saja banyak, dan mereka semua ditolak, poor stupid men. Namun, kalimat dia adalah mean girl, kurasa tak terbantahkan karena dia benar-benar sejahat itu terutama pada orang-orang yang tak disukainya dan dianggapnya sebagai pengganggu."
"Memang dia jahatnya bagaimana?" tanya salah satu dari mereka.
Di sisi lain, Amelia menghela napas karena dia lelah jadi sorotan para mahasiswa, terutama jika bisa dibaca isi pikiran mereka, pasti isinya bervariasi dimulai dari ungkapan kekaguman, kebencian, hingga pikiran-pikiran cabul. Terutama para pria berengsek yang jika melihatnya selalu mengarah ke selangkangan, andai ia bisa menyeret para pria itu ke neraka kemudian meleleh dibakar api neraka, sudah ia lakukan sejak lama. Namun, yang bisa ia lakukan hanyalah menghancurkan mereka secara mental.
Layaknya pada detik ini. Seorang pria yang mengenakan kacamata tebal, rambutnya acak-acakan, wajahnya terlihat seolah tak terurus, dia dengan beraninya menyodorkan ponselnya dan meminta nomor Amelia, di hadapan semua orang? Baiklah bagaimana jika Amelia ingat-ingat dahulu siapa lelaki ini. Kalau tidak salah namanya, Reynold, mahasiswa Departemen Kedokteran Nuklir. Orang-orang mengatakan jika Reynold cerdas, tetapi dia senang meremehkan orang lain terutama kaum perempuan, dia juga suka menggunakan sudut pandang seorang misoginis dan patriarki. Lalu apa-apaan cara berpakaiannya yang sangat culun dan berantakan itu? Oh ayolah, ini era modern, apakah ada manusia yang tidak paham cara mengurus diri? Baiklah, terlalu jauh dari standar Amelia.
Perlahan Amelia menyeringai angkuh dan menatap sangat merendahkan lawan bicaranya tersebut. "Oh, Mr. Geeky, kau berkata apa tadi, bertukar nomor ponsel denganku. Maaf, tetapi aku tidak bisa memberikan nomor ponselku padamu. Mau tahu alasannya?"
Aura mengintimidasi Amelia sampai ke para mahasiswa lain yang memperhatikan interaksi tersebut. "Pertama, aku lebih baik mati dibandingkan bertukar nomor ponsel denganmu. Kedua, aku tidak berbagi apa pun pada mereka yang tidak membuatku tertarik atau tidak kukenal dekat terutama karena kau orang asing. Ketiga, setidaknya perbaiki pola pikirmu yang menganggap jika kaum wanita adalah manusia rendahan hanya karena kau sedikit memiliki sel otak, aku sangat benci pria misoginis dan patriarki. Yang terakhir adalah ...." Amelia sedikit berbisik agar Reynold mendengarnya dengan jelas. "Perbaiki cara berpakaianmu itu, tidak perlu merek mahal, setidaknya urus dirimu karena kau mirip boneka sawah."
Maka Amelia kembali melangkah yang diikuti oleh kedua sahabatnya. Salah satu sahabat Amelia, yakni Francesca Alessandro. Gadis dengan manik mata besar, rambutnya panjang dan berponi serta blonde, tentu saja dia mewarnai rambutnya. Dia mengenakan kemeja putih yang dilapisi blazer dengan warna hijau army, kemudian rok di atas lutut, dan flat shoes Mary Jane. Dia sahabat dan sekelas dengan Amelia. Francesca perlahan menoleh pada Reynold kemudian memberikan kiss bye dengan tangan, seraya berujar, "Mr. Geeky, jangan perlihatkan wajah boneka sawahmu itu di hadapan kami atau kau akan berakhir di penangkaran buaya."
"Francesca, abaikan saja dia," ujar sahabat Amelia yang lain, menggenggam tangan mungil Francesca. "Amelia kurasa orang-orang mulai melampaui batasan mereka."
Gadis itu bernama Catherine Shavonne Demitrius. Gadis berwajah judes, rambut hitam panjang dan berponi, dengan pakaian berupa kemeja putih dilapisi pea coat warna biru tua dan mengenakan celana panjang, serta knee high boots. Dia juga sahabat dan satu kelas dengan Amelia dan Francesca.
"Kau benar Catherine, mereka semua sangat membuatku pusing," balas Amelia seraya menggelengkan kepalanya. "Cepatlah, aku ingin mendapatkan bangku di atas."
Para mahasiswa yang tadi menonton semua interaksi antara Amelia dan si Mr. Geeky maksudnya si culun Reynold serta mereka yang tadinya bergosip, kini mereka terdiam mematung. "Ah, kini aku tahu, cara jahat apa yang dia lakukan untuk menghancurkan seseorang."
"Sudah kubilang bukan? Jangan berurusan dengan Amelia dan teman-temannya jika tak mau berakhir di psikolog," balas mahasiswa lain, "tapi beruntunglah hancur secara mental karena seseorang bilang Amelia juga bisa menghancurkan secara fisik. Dia bisa martial art."
"Tapi jujur, Amelia sangat cantik, kenapa bisa Tuhan kasih dia kecantikan, kekayaan, kecerdasan, dan mulut pedas secara bersamaan?"
"Mungkin saat antrean pembagian semua itu, dia menyerobot antrean dan mengambil semuanya. Sedangkan kita tidak kebagian."
"Filosofi yang aneh, tapi aku setuju."
"Kalau kata banyak orang; tidak semua orang bisa menjadi Amelia, dia terlalu sempurna bahkan Tuhan pun terlalu menyayanginya jadi enggan menciptakan versi kedua dari Amelia."
"Well, well, siapa yang sedang kalian gosipkan di sini, huh?" kata seorang pria dengan tubuh besar dan kaki jenjang.
"Oh Ya Tuhan!" Para mahasiswa itu terkejut. "Tidak, kami tidak sedang bergosip hanya membahas, apakah lebih dulu telur atau ayam."
Pria dengan senyuman lebar tersebut menilik satu per satu adek tingkatnya. Dia mengenakan kemeja hitam lengan panjang, celana panjang berwarna hitam pula dan sepatu pantofel merek Prada. Rambut hitamnya disisir ke belakang dan memperlihatkan dahinya. Dia dikenal sebagai pria yang gemar berolahraga jadi tak mengherankan jika badannya terbentuk dengan bagus. Lalu dia juga sangat dekat dengan Amelia, bisa dikatakan salah satu pria yang berada di hierarki kekuasaan Amelia dan mereka berteman baik. Nama pria itu adalah Sebastian Nehemiah.
"Oh hey, Sebastian, kami tidak bergosip---"
"Pembohong, kalian sejak tadi melihat pada Amelia," ujar seorang gadis bernama Claudia Brooklyn, rambutnya pendek sebahu dan berwarna hitam. Ia dan Sebastian adalah sahabatnya Amelia juga.
Sebastian merangkul pundak dua mahasiswa di dekatnya. "Sekarang beritahukan aku, jadi dari diskusi berbobot mengenai lebih dulu ayam atau telur, apa hasilnya?" Sebastian memang tersenyum lebar dan seolah ramah, tetapi bagi para mahasiswa itu, terasa sangat mengintimidasi.
"Hasilnya---kurasa kami harus segera pergi karena ada kelas."
"Ya, kami takut terlambat pelajaran Mrs. Parvita."
"Baiklah, aku akan melepaskan kalian, tetapi dengarkan aku jika jangan terlalu percaya rumor yang beredar di kampus ini," ujar Sebastian, "karena jika kudengar ada rumor yang menjelekkan teman-temanku, kupastikan kalian semua akan masuk ke penggilingan daging." Maka para mahasiswa tersebut langsung lari terbirit-birit dan ketakutan bahkan tak berani menoleh ke belakang.
Claudia menghela napas seraya menatap Sebastian. "Harusnya mereka bersyukur karena ini kita, jika Amelia yang mengurus mereka, tinggal katakan goodbye world."
Terdengar kekehan Sebastian. "Kau benar." Lekas Sebastian dan Claudia menuju lift karena hendak ke kelasnya, kelasnya hari ini akan segera dimulai.
****
Suatu hari, berada di kelas. Amelia duduk di salah satu bangku. Ruangan kelas kali ini sangat besar dan luas, bangku dan mejanya berbentuk seperti tribune setengah lingkaran sehingga bertingkat, sementara di bagian tengah bawah, ada meja khusus pengajar, layar besar yang akan menampilkan materi yang dibawakan pengajar hari ini sesuai dengan mata kuliahnya. Sebagai mahasiswa departemen kedokteran klinis, tentu saja ada banyak perbedaan dengan departemen lainnya. Hal paling mendasar dari kedokteran klinis adalah pembelajaran yang terkait dengan bidang ilmu yang membahas penyakit, diagnosis, pengobatan, dan penelitian klinis. Kemudian mata kuliahnya juga ada berbagai macam.
"Kuharap kali ini, Mr. Aberforth tidak memberikan tugas artikel ilmiah lagi karena tugas minggu lalu saja belum dia periksa," bisik Catherine.
"Dia senang sekali menyiksa mahasiswanya," balas Claudia.
"Benarkah? Aku suka lho sama cara Mr. Aberforth mengajar," timpal Frisca.
Sementara Amelia hanya diam, dia sudah siap dengan mencatat materi pada hari ini. Kelas hari ini adalah kelas mata kuliah Clinical Neurology, mata kuliah ini membahas tentang struktur, fungsi, dan gangguan sistem saraf pusat dan perifer, yaitu otak, sumsum tulang belakang, dan saraf-saraf yang menghubungkan mereka. Kemudian juga membahas tentang diagnosis, pengobatan, dan pencegahan berbagai penyakit saraf, seperti stroke, epilepsi, demensia, parkinson, sklerosis multipel, dan lain sebagainya.
Profesor mereka, Mr. Aberforth memasuki ruangan kelas, menghidupkan laptopnya, lalu tak lama kemudian materi berupa power point kini muncul di layar besar tersebut. Amelia membaca topik utama di salida pertama yakni Penyakit Demensia.
"Baiklah aku akan memulainya. Selamat siang, mahasiswa-mahasiswi yang budiman. Semoga kalian bersemangat pada hari ini. Kemudian kita akan masuk ke topik baru yakni membahas tentang penyakit demensia." Mr. Aberforth mulai memaparkan materi secara singkat sebagai perkenalan karena dia tahu jika para mahasiswanya sudah mengenal jenis penyakit ini.
"Demensia adalah suatu kondisi yang ditandai oleh penurunan fungsi kognitif, seperti ingatan, berpikir, bahasa, dan penilaian. Penyakit ini umumnya terjadi pada orang lanjut usia, tetapi dapat juga terjadi pada orang muda akibat cedera otak, infeksi, atau penyakit lain. Ada berbagai jenis penyakit demensia, seperti Alzheimer, Vaskular, Lewy body, frontotemporal, dan lain-lain. Apakah ada yang tahu apa perbedaan antara jenis-jenis penyakit demensia ini?"
Catherine bergeser dan berbisik pada Amelia. "Tidak mau menjawab?"
Amelia baru tersadar dari lamunannya karena sejak tadi pikirannya berada di tempat lain. "Tidak aku malas, biarkan yang lain saja agar mereka lebih sering menggunakan otak mereka."
"Secara tidak langsung kau menghinaku lho," balas Catherine karena dia tidak secerdas Amelia.
Mr. Aberforth menatap para mahasiswanya yang sibuk dengan urusan masing-masing seolah-olah enggan berpartisipasi dalam kelas ini atau mereka tidak tahu jawabannya? Mustahil! Mereka semua pasti pemalas, bukan karena bodoh! "Kalian serius tidak mau menjawab? Ada hampir 50 mahasiswa di sini dan kalian seolah-olah koma dan hampir diambang sakaratul maut sampai tidak bisa membuka mulut kalian?"
"Saya hendak menjawabnya, Profesor," ujar seorang perempuan dengan rambut hitam dan poni belah tengah. Suara gadis itu sukses membuat mata para mahasiswa menatapnya begitu pula Amelia, Catherine, dan Francesca.
"Baiklah, Nona Krystal, silakan," balas Mr. Aberforth.
Senyuman Krystal mengembang saat dia menjadi sorotan para mahasiswa, dia juga merasa senang karena keinginannya adalah mengalahkan Amelia dalam bidang mata kuliah apa pun, jadi dia harus terlihat lebih unggul. "Penyakit Alzheimer adalah penyakit demensia yang paling umum yang disebabkan oleh penumpukan protein abnormal bernama amiloid dan tau di otak. Penyakit ini menyebabkan kerusakan sel-sel saraf dan atrofi otak yang mengakibatkan gejala seperti lupa, bingung, kesulitan berbicara, dan perubahan perilaku. Penyakit ini bersifat progresif dan tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diperlambat dengan pengobatan."
Krystal sengaja menjeda perkataannya kemudian menatap sinis pada Amelia. Lalu dia lanjut menjelaskan, "penyakit demensia vaskular adalah penyakit demensia yang kedua terbanyak, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak. Penyakit ini dapat terjadi akibat stroke, penyempitan pembuluh darah, atau perdarahan otak. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti gangguan memori, kesulitan berkonsentrasi, perubahan suasana hati, dan gangguan gerak. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengontrol faktor risiko seperti tekanan darah, kolesterol, diabetes, dan merokok. Sekian penjelasan dari saya, Profesor."
Amelia menghela napas ketika Krystal kembali memberikan senyuman penuh ejekan dan terlihat jelas jika Krystal sangat sombong. Ya, gadis yang menjadi saingan Amelia itu bernama Krystal Elizabeth Gracelynn. Keduanya sama-sama populer, tetapi Krystal terlalu mudah sakit hati dan tidak terima jika ada orang lain yang mengambil posisinya sebagai gadis paling populer di divisi Ilmu Kedokteran terutama di departemen Kedokteran Klinis. Dia semakin membenci Amelia karena pria-pria yang Krystal sukai malah jatuh cinta pada Amelia dan dia menyalahkan semuanya pada Amelia apalagi Amelia bersikap seolah-olah suci karena menolak setiap pernyataan para pria yang mengungkapkan perasaannya pada Amelia.
"Kurasa dia merendahkanmu," kata Francesca.
"Sehari tanpa niat menjatuhkanmu, sepertinya Krystal akan gila," balas Catherine, "apa yang akan kau lakukan."
Sebenarnya pada kelas hari ini, Amelia hanya ingin menikmati tanpa bersusah payah mengeluarkan energinya, tetapi Amelia benci diintimidasi dan diremehkan oleh orang lain bahkan melalui tatapan mata saja. Maka perlahan dia menegakkan tubuhnya, dia terlihat sangat angkuh dan wajah mendongak, perlahan ia berdiri, seraya berbisik pada teman-temannya. "Seperti yang sering kalian dengar dariku, jika seseorang mencoba menghancurkan atau melawan kita, maka jangan takut untuk memberikan perlawanan yang lebih keras."
"Ah, Amelia Psyche Cassiopeia, saya pikir Anda takkan berinteraksi di kelas hari ini. Jadi apakah Anda hendak menjawab?" ujar Mr. Aberforth.
"Tentu saja Profesor, kemudian saya juga hendak berterima kasih pada Krystal karena tidak menjelaskan semua penyakit dan memberikan kesempatan pada yang lain termasuk saya untuk berbagi ilmu yang saya miliki." Amelia menjawab dengan senyuman, hal ini bukannya membuat Krystal bahagia, tetapi dia malah kesal.
"Saya akan mulai menjelaskan perbedaan dari penyakit demensia lainnya. Penyakit demensia Lewy body adalah penyakit demensia yang ketiga terbanyak, disebabkan oleh penumpukan protein abnormal bernama alfa-sinuklein di otak. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti halusinasi, delusi, fluktuasi kognitif, dan gangguan tidur. Penyakit ini juga sering dikaitkan dengan penyakit Parkinson, yang menyebabkan gejala seperti tremor, kaku, dan lambat. Penyakit ini sulit didiagnosis dan pengobatannya harus hati-hati karena sensitivitas terhadap obat-obatan tertentu. Terakhir adalah penyakit demensia frontotemporal, penyakit demensia ini jarang terjadi, lalu disebabkan oleh kerusakan pada lobus frontal dan temporal otak. Penyakit ini menyebabkan gejala seperti perubahan kepribadian, perilaku tidak pantas, afasia, dan apraksia. Penyakit ini sering terjadi pada usia muda dan memiliki faktor genetik yang kuat. Penyakit ini tidak memiliki pengobatan spesifik dan penanganannya tergantung pada gejala yang dialami."
"Sangat cerdas Nona Amelia," ujar Mr. Aberforth, "sekarang kita sudah tahu apa perbedaan antara jenis-jenis penyakit demensia. Lalu, bagaimana cara kita mendiagnosis penyakit demensia? Apa saja tes yang perlu dilakukan? Adakah yang hendak menjawab?"
Amelia tersenyum, dia berdiri kembali. Membuat para mahasiswa menatapnya termasuk Krystal karena dia belum mampu menjawab pertanyaan tersebut meskipun sudah beberapa kali dia membaca artikel mengenai penyakit demensia, tetapi dia lupa. Berbeda dengan Amelia yang kini tersenyum meremehkan meskipun senyuman itu tidak langsung ditunjukkan pada Krystal.
"Silakan Nona Amelia," ujar Mr. Aberforth.
"Terima kasih Profesor atas izinnya, saya akan menjawab lagi, untuk mendiagnosis penyakit demensia, kita perlu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis bertujuan untuk mengetahui riwayat kesehatan, keluarga, sosial, dan psikologis pasien, serta gejala yang dialami. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menilai status neurologis, kardiovaskular, dan sistemik pasien. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengecek fungsi hati, ginjal, tiroid, gula darah, dan faktor infeksi pasien. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi otak pasien, seperti CT scan, MRI, PET scan, EEG, dan CSF."
Senyuman Mr. Aberforth terukir, sudah tak bisa dimungkiri lagi akan kecerdasan salah satu mahasiswa terbaik di divisi kedokteran ini. Kini Mr. Aberforth hendak memuji Amelia sekaligus menyampaikan jika materi kali ini akan membahas mengenai pengobatan dan cara perawatan pasien penyakit demensia. Namun, sebelum dia mengucapkan kalimatnya. Amelia lebih dulu berujar, "kemudian Profesor, jika Anda bertanya mengenai cara mengobati dan merawat pasien penyakit demensia, apa saja hal yang perlu diperhatikan?
"Saya akan menjawab bahwa mengobati dan merawat pasien dengan penyakit demensia, kita perlu menggunakan pendekatan yang holistik dan multidisiplin. Perlu memberikan obat-obatan yang sesuai dengan jenis dan tingkat penyakit demensia, seperti kolinesterase inhibitor, memantin, antidepresan, antipsikotik, dan lain-lain. Kita juga perlu memberikan terapi non-farmakologis, seperti stimulasi kognitif, terapi perilaku, terapi musik, terapi hewan, dan lain-lain. Kita juga perlu memberikan dukungan psikososial, seperti konseling, kelompok dukungan, edukasi, dan lain-lain. Kita juga perlu melibatkan keluarga dan pengasuh dalam perawatan pasien, seperti memberikan informasi, saran, bantuan, dan respite care."
Seluruh mahasiswa di kelas tersebut termasuk Mr. Aberforth terdiam dengan penjelasan Amelia yang kini gadis cantik itu tersenyum simpul seolah-olah dia sudah khatam seluruh penyakit bahkan sebelum dijelaskan di mata kuliah. "Sempurna sekali dan sangat membuat saya terkesan, Nona Amelia. Bahkan Anda sudah membuat pembukaan materi yang akan saya jelaskan lebih rinci pada hari ini mengenai penanganan dan cara merawat pasien demensia. Sepertinya Anda sudah membaca dan belajar lebih dulu sebelum kelas hari ini, apakah benar?"
Amelia perlahan duduk, tetapi sebelumnya dia menengok ke arah Krystal yang terlihat jika gadis yang menjadi saingan Amelia tersebut sangatlah kesal dan dilanda amarah. Amelia kembali menatap Mr. Aberforth. "Saya hanya punya kebiasaan membaca artikel minimal lima artikel dalam sehari, yakni tiga artikel yang berkaitan dengan ilmu kedokteran dan dua artikel di luar dari ilmu kedokteran bisa membahas tentang humaniora, seni, bahkan isu di masyarakat seperti feminisme dan ketidakadilan gender."
"Kebiasaan yang sangat bagus dan bermanfaat, saya berharap pula jika mahasiswa lainnya punya kebiasaan seperti Nona Amelia," puji Mr. Aberforth. Ah, kini Amelia bisa merasakan beberapa mahasiswa terbakar api iri dan cemburu atas kecerdasan dan otoritas yang Amelia miliki.
"Terima kasih atas pujiannya, Profesor," balas Amelia.
"Baiklah, sekarang semua fokus ke layar, kita akan membahas mengenai ...." Mr. Aberforth pun berlanjut menjelaskan materinya.
"Krystal sepertinya bersedih," ujar Claudia dengan kekehan kecil.
"Pukulan yang telak untuk Krystal," ujar Sebastian yang baru masuk ke kelas---sebenarnya sejak Krystal mulai mengintimidasi Amelia---dia duduk setingkat di atas Amelia dan teman-temannya.
"Kau terlambat lagi, bodoh," bisik Catherine.
"Ameliaku selalu hebat," balas Francesca.
"Tentu saja, aku Amelia Psyche Cassiopeia dan tidak ada yang boleh meremehkanku, terutama para gadis jalang itu," ujar Amelia tersenyum sangat bangga pada dirinya sendiri.
****
Hari ini Amelia hendak hangout dengan teman-temannya, terkecuali Claudia karena dia akan acara di rumah neneknya, tetapi sebelum itu dia mampir ke toko buku. Gadis itu selalu tampil dengan cantik dan modis, ia tak peduli bahkan pergi ke tempat kotor pun, dia harus tetap berpenampilan sebaik mungkin karena busana adalah kunci utama. Kali ini dia mengenakan blus putih lengan panjang, ujung lengannya sedikit berenda, dasi kupu-kupu hitam, dan kancing blusnya warna emas, blusnya dimasukkan ke rok plisket-nya yang memiliki pinggang tinggi dan resleting emas di sebelah kanan. Kemudian blusnya dilapisi dengan blazer putih kerah peterpan yakni kerah yang menutupi bagian leher dan bahu, blazer-nya lengan panjang dengan dua manset emas, saku berlekuk di bagian depan, serta panjang blazer-nya mencapai pinggul. Hal ini memberikan kesan rapi, elegan, dan proporsional.
Berada di toko buku ini, Amelia menatap ke sekeliling, toko buku ini sebenarnya sangat sederhana dan tidak terlalu besar, tetapi selalu menjadi toko buku langganan Amelia selain yang ada di mal atau pusat perbelanjaan. Terutama saat dia masih kecil, dia terkadang mengunjungi toko buku ini. Alasan dia berada di sini karena hendak mencari novel karena dia lebih senang membeli langsung di toko buku ketimbang membeli secara online. Musik di toko buku ini berputar, We Don't Talk Anymore—Charlie Puth feat Selena Gomez, ah lagu yang sangat nostalgia.
Ketika menyusuri rak-rak buku, manik mata hazel Amelia tak sengaja melihat sebuah kartu identitas pelajar yang tergeletak di lantai, kemungkinan kartu tersebut jatuh dari saku atau dompet pemiliknya. Jadi lekas Amelia ambil kartu identitas pelajar tersebut yang ternyata kartu dari Sekolah Menengah Atas Erysvale. Lalu ada nama yang tertera di kartu tersebut, dia baca sesaat nama tersebut. "Jika dari namanya, pasti perempuan, cantik juga namanya."
Amelia meyakini jika pemilik kartu ini pasti masih ada di toko buku ini, terutama belum banyak pengunjung di pagi hari, jadi Amelia mengedarkan pandangannya. Ia menatap satu-satunya pengunjung toko buku ini dan terlihat sangat muda, pasti dia yang punya kartu identitas pelajar ini. Maka Amelia melangkah, ia perhatikan pula pakaian yang dikenakan gadis yang tak jauh dari pandangannya tersebut.
Gadis itu membelakangi Amelia karena berfokus pada sebuah novel, pakaiannya berupa kaos putih turtle neck yang dibalut dengan blazer cokelat yang panjangnya hampir menyentuh mata kaki, lalu celana kain berwarna cokelat pula. Amelia sesaat bingung karena gadis di hadapannya memiliki rambut pendek, di atas bahu, dan berwarna cokelat. Namun, ia abaikan secepat mungkin karena sudah hal lumrah jika seorang perempuan memiliki model rambut pendek bahkan mirip seperti seorang laki-laki.
Suara Amelia terdengar sangat lembut saat menyapa gadis yang Amelia tebak, pasti punya wajah cantik dan imut. "Hey, pretty girl, apakah ini kartu milikmu?"
Bukan jawaban hangat yang Amelia dapatkan, melainkan ocehan yang sungguh membuatnya terkejut. "Pretty girl, kau bilang? Aku laki-laki, kaubodoh!"
Detik itu, Amelia terdiam dan mematung, selain karena terkejut; pelajar yang ia kira gadis ternyata adalah laki-laki! Ia juga terpesona pada lelaki yang memiliki wajah perpaduan antara cantik dan tampan itu, suaranya juga terdengar lembut dan tidak macho seperti lelaki pada umumnya. Hal ini juga membuat Amelia hendak tertawa karena baru kali ini dia melihat seorang lelaki yang ... sangat cantik? Oh Tuhan, apakah lelaki di hadapan Amelia ini adalah percobaan penciptaan manusia yang bisa tampan dan cantik di waktu bersamaan?
"Hey bodoh, kenapa kau tertawa, lalu kau pasti buta karena tidak bisa membedakan antara seorang gadis dan laki-laki." Lelaki itu mengoceh lagi yang membuat Amelia sangat gemas, bukannya Amelia kesal karena sudah diejek bodoh.
Perlahan Amelia berusaha mengontrol emosinya dan kembali bersikap elegan. "Oh my dear, bukan salahku kalau berpikir kau adalah seorang gadis. Dari namamu saja ...." Amelia memperlihatkan kartu pelajar di tangannya. "Pasti orang-orang akan berpikir jika kau seorang gadis, see, ini benar kartumu bukan? Atau aku salah?"
Lekas lelaki di hadapan Amelia menyambar kartu pelajar di tangannya. "Maka belajarlah untuk tidak menilai seseorang dari namanya."
"Okay, okay, baby, jadi selain jangan menilai buku dari sampulnya, maka harus juga, jangan menilai seseorang dari namanya. Bisa saja namanya cantik, ternyata wajahnya jugalah cantik." Amelia sengaja mengejek. "Bukan salahku juga baby, karena dari belakang, kau terlihat cantik seperti seorang gadis perawan."
"Berhenti memanggilku baby dan berhenti mengatakan jika aku cantik!!" Lelaki itu berteriak, dia sangat kesal pada Amelia, tetapi di mata Amelia, lelaki tersebut malah terlihat sangat imut. "Sekarang enyahlah dari hadapanku."
Woah, woah, baru pertama kali dalam hidup Amelia. Seseorang berteriak sangat keras padanya dan tidak terpesona pada kecantikan Amelia? Baiklah, meskipun di luar lingkungan universitas, tetapi hampir semua manusia yang ia temui, mereka semua jatuh cinta pada Amelia pada pandangan pertama. Namun, lihatlah lelaki cantik ini yang malah sangat kesal bahkan mengusir Amelia begitu saja? Bahkan kini dia memunggungi Amelia lagi dan beranggapan seolah-olah Amelia tidak berjasa karena telah mengembalikan kartu identitas pelajarnya.
"Hey baby, kau sangat tidak sopan ya." Amelia tidak akan pergi. Kini dia berniat menggoda dan bermain-main sedikit dengan lelaki cantik ini. "Setidaknya katakan terima kasih karena aku menemukan kartu pelajarmu dan mengembalikannya."
Kini lagu di toko buku berganti menjadi lagu I Like Me Better—Lauv. Lalu si lelaki menatap sinis Amelia. "Kubilang jangan panggil aku, baby, apakah kau tuli? Dan segera pergi, kau menggangguku."
Amelia terkekeh, dia malah semakin gencar menggoda lelaki itu. "Kalau begitu aku akan memanggilmu, Violetta, bagaimana? Violet, cantik sekali namamu."
Viole lekas mengepalkan kedua tangannya, dia berusaha menenangkan dirinya. "Jangan panggil aku Violetta atau pun Violet."
"Well baby, lalu aku harus memanggilmu apa? Oh ataukah Viole karena lebih terdengar maskulin, eh, tidak, tetap terdengar cantik dan feminin." Amelia kini tepat berada di samping lelaki itu, dia perlu sedikit menunduk atau menatap ke bawah karena lelaki ini lebih pendek dari Amel. Oh Tuhan, imut sekali lelaki ini, ingin Amel cubit kedua pipinya yang menggemaskan.
"Jangan panggil aku Violetta, Violet, Viole atau pun baby, jangan panggil aku dengan semua nama itu! Sekarang enyahlah dari hadapanku! Kau sebenarnya paham atau tidak dengan perkataanku?!" Cukup, Viole sudah sangat kesal. Kenapa Tuhan harus mempertemukan Viole dengan gadis aneh dan menyebalkan ini!
"Kalau begitu, bagaimana jika aku memanggilmu dengan nama ... my love, darling, honey, atau my cutie patootie honey bunch pookie bear sugar plum pumpy umpy umpkin sweetie pie babie boi lovey dovey." Amelia tak menyangka jika menggoda lelaki ini akan sangat menyenangkan terutama melihat reaksi kesal dan penuh amarah dari Violetta. Amelia sangat terhibur.
Di sisi lain, Viole terlihat seperti hendak muntah terutama karena panggilan cutie patootie sugar ... Fuck! "Demi Tuhan, kau membuatku hendak muntah, biar kupertegas, aku tidak mau dipanggil dengan nama apa pun olehmu karena yang kuinginkan adalah kau segera enyah dari sini!"
Amelia menggeleng pelan. "Apakah kau pemilik toko buku ini, aku juga pelanggan lho, kau tidak pantas mengusirku."
Viole menghela napas, andai dia bisa menangis, mungkin dia sudah menangis saking dia sangat frustrasi menghadapi gadis aneh dan tiba-tiba datang mengusik hidupnya. "Sialan." Maka pilihan terakhir Viole adalah diam dan tidak menanggapi gadis aneh itu, barangkali dia akan pergi dengan sendirinya jika Viole mengabaikannya. Jadi Viole berbalik, memunggungi si gadis aneh dan kembali mencari-cari novel yang sejak tadi belum Viole temukan.
Sayangnya bukan Amelia Psyche Cassiopeia jika bukan gadis keras kepala dan takkan menyerah sampai mendapatkan apa yang ia inginkan. Maka meskipun sudah diabaikan oleh si Violetta yang cantik ini. Amelia terus membuntuti Viole, dia bertanya banyak hal seperti, novel apa yang Viole cari hingga bagaimana bisa lelaki tertarik pada sastra ketimbang game dan olahraga.
"Hey, kau suka genre novel apa?" kata Amelia, diabaikan Viole.
"Apakah kau sering ke toko buku ini?" Amelia berujar lagi sementara Viole mengabaikan bahkan tak ia tatap gadis di sampingnya ini.
"Novel apa yang kau cari?"
"Apakah kau suka novel romance atau lebih menyukai fantasi?"
"Pernahkah membaca novel asal Mesir atau novel di Asia Tenggara?"
"Hey pookie bear sugar plum, jawab aku dong!"
Bukannya menyerah, Amelia malah semakin tertarik karena baru kali ini ada seseorang yang berusaha mengabaikannya. Sangat berbeda dengan para pria lain di luar sana. Hadirnya Violetta ini, seolah-olah Amelia menemukan makhluk atau spesies berbeda di bumi dan perlu dilindungi dari kepunahan.
"Seriusan, kau mencari novel apa, biarkan aku membantumu menemukannya." Sekali lagi Amelia diabaikan oleh Viole. Mereka tak sadar jika kasir di toko tersebut memperhatikan mereka kemudian mengubah lagu menjadi lagu Love Me Like You—Little Mix, lalu ia terkekeh.
Sementara itu, Viole berusaha mati-matian menahan amarahnya yang akan meledak karena ketenangannya di toko buku harus terganggu oleh gadis sialan yang entah apa tujuannya karena terus mengganggu Viole dan tak kunjung pergi! Kini di tengah pengabaiannya dari si gadis gila. Viole berjongkok untuk membaca beberapa judul novel. Tiba-tiba saja Amelia berhenti di dekat Viole seraya menyodorkan sebuah novel, membuat Viole mau tidak mau mendongak dan menatap novel tersebut.
"Coba baca novel ini judulnya Fifty Shades of Grey, sudah ada filmnya lho terus novel ini tentang hubungan seksual, asalkan kau tahu?" Amelia tersenyum tanpa rasa bersalah atau pun rasa malu karena telah menyarankan novel eksplisit bahkan dia mengatakan isi novel tersebut tentang apa secara gamblang, tanpa mau menutupinya.
"Tidak!" teriak Viole, "aku tidak membaca novel seperti itu!"
Amelia memutar bola matanya. "Kalau novel Bridgerton? Aku suka saat adegan ranjang antara Duke Simon dan Daphne."
"For God's Sake, aku tidak membaca novel itu dan berhenti menyarankan novel yang aneh lalu jangan ganggu aku." Kini Viole benar-benar sangat kesal. Lekas dia menuju rak buku yang berbeda sementara Amelia puas terkekeh. Dia mengikuti Viole. Menatap lelaki cantik yang tingginya tidak seberapa Amel. Sungguh, apakah lelaki ini benar-benar bocah? Dia sangat pendek dan imut.
Langkah Amelia terhenti saat ponselnya berdering, ternyata Catherine yang menelepon. Oh sial, Amelia sampai lupa jika ia akan hangout dengan teman-temannya. Dia terlalu fokus menjaili dan bersenang-senang dengan bocah SMA yang baru ditemuinya. Haruskah Amelia pergi dan segera menemui Catherine dan teman-temannya, karena sepertinya mereka akan mengamuk jika Amelia terlalu lama menunda waktu. Sayangnya, Amelia belum mau melepaskan si bocah imut dan cantik itu.
"Violetta, di mana kau?" Ia memanggil Viole setelah membalas pesan Catherine jika ia butuh waktu beberapa menit lagi baru menemui mereka. "Viole---"
Senyuman Amelia terukir, dia perlahan bersandar di rak buku dengan tangan bersilang di depan dadanya. Ia memperhatikan si bocah imut tersebut yang tengah berusaha menjangkau sebuah novel berjudul Caraval karya Stephanie Garber yang berada di rak paling tinggi. Terlihat Viole sudah berjinjit dan menjulurkan tangannya sepanjang mungkin, tetapi tak kunjung juga ia dapat meraih novel tersebut.
"Butuh bantuan, pretty boy?" kata Amelia dengan nada menggoda, tetapi Viole abaikan. Sebenarnya dia sangat kesal, tapi ia harus sabar dan menjaga emosinya serta mengabaikan Amelia.
"Enyahlah!" ujar Viole, tidak perlu bantuan siapa pun. Maka ia terus berusaha menjangkau novel tersebut, beberapa kali dia mengutuk dalam hatinya dan menyalahkan pemilik toko buku karena rak-rak di toko ini sangat tinggi dan tidak menyediakan kursi kecil agar para pengunjung yang pendek dapat naik ke kursi dan menjangkau buku-buku di rak paling atas. "Fuck! Aku benci toko buku ini."
"Jangan salahkan toko bukunya hanya karena kau terlambat dalam pertumbuhan tinggi badan." Suara Amelia tiba-tiba terdengar tepat di belakang Viole.
Hal ini sukses membuat Viole terdiam mematung karena tubuh gadis itu menempel sesaat di punggungnya. Waktu Viole seolah-olah terhenti, ia bisa mencium wangi parfum yang digunakan gadis tersebut, memiliki wangi yang manis beraroma bunga lily campuran bunga bluebell yang memberikan aroma floral yang segar dan menyenangkan, lalu buah persimmon sehingga ada aroma fruity manis dan terakhir adalah White Musk. Wangi parfum ini tidak menyengat, tetapi manis dan menggoda. Sangat cocok untuk gadis gila ini.
"Ini novel yang kau inginkan, pretty boy---wow kau kasar sekali," sahut Amelia sesaat menatap sinis saat Viole dengan cepat merampas novelnya kemudian dia melangkah pergi menuju kasir, langsung membayarnya secepat mungkin kemudian hendak keluar, tetapi kerahnya malah ditarik Amelia.
"Lepaskan aku!" ujar Viole.
"Setidaknya katakan terima kasih, kau sangat tidak sopan sejak tadi. Apakah anak zaman sekarang tidak pernah diajarkan sopan santun oleh orang tua terutama kau, bocah!" Kini nada bicara Amelia sedikit lebih sinis dibandingkan sebelumnya. Membuat Viole meneguk salivanya dan merasa takut.
"Thank's," jawab Viole sangat singkat.
"Kau memang kurang etika, bocah," balas Amelia kemudian tersenyum, entah apa arti senyumannya tersebut. "Kuharap kita akan bertemu lagi."
"Kuharap tidak," balas Viole, "aku tak mau bertemu denganmu lagi."
Maka tanpa menunggu jawaban Amelia. Viole sudah keluar dari toko buku tersebut bahkan berlari secepat mungkin agar tidak tertangkap Amelia. Ia khawatir jika Amelia akan mengejarnya. Sementara itu, Amelia hanya menatap dengan alis terangkat, ia lalu terkekeh, puas sekali dia mengerjai seorang bocah SMA yang imut dan cantik. Tidak ia sangka jika menggoda Viole akan membuat mood Amelia naik meskipun ada beberapa kali ia kesal karena Viole mengabaikannya.
Amelia kini menuju kedua sahabatnya. Terlihat Francesca sedang menyeruput es cokelat sementara Catherine bersandar di mobilnya. "Kenapa kau lama sekali? Lalu mana buku yang hendak kaubeli, huh?"
"Kenapa kau terlihat sangat bahagia hari ini?" timpal Francesca.
"Francesca kesayanganku, kau sangat benar jika aku sedang berbahagia hari ini," ucap Amelia lalu menatap Catherine. "Aku tidak jadi membeli buku, bahkan aku lupa."
"Lalu kenapa lama sekali di toko bukunya?" ujar Catherine.
Senyuman Amelia terukir simpul. "Kalian harus tahu jika aku bertemu dengan bocah lelaki yang sangat cantik sekaligus tampan, jadi aku sedikit bermain-main dengannya. Lalu aku berharap akan bertemu dengannya lagi."
"Oh My Goddess, Amelia! Bisakah kau berhenti mempermainkan orang-orang?" sahut Catherine seraya masuk ke mobilnya. Disusul Amelia dan Francesca.
"Kurasa tidak, Cathy, karena aku menyukai semua permainan ini," balas Amelia.
"Jadi apakah bocah yang kaumaksudkan menyukaimu seperti para pria sebelumnya?" Francesca menatap pada sahabatnya dengan mata membulat.
"Inilah permainan terbaiknya, baby," balas Amelia, "karena bocah yang kugoda itu ternyata tidak menyukaiku bahkan dia mengumpat padaku lho."
"Wah, aku jadi penasaran ingin melihat wajahnya bagaimana," balas Francesca.
"Aku juga, kuharap sesegera mungkin akan bertemu dengannya," ucap Amelia.
Sementara Catherine hanya bisa menghela napas. "Oh God, kuharap hal-hal gila berhenti datang ke hidup kami."
Akankah doa tersebut dikabulkan? Atau pertemuan Amelia dengan Viole barulah sebuah awal dari banyaknya hal gila lainnya di dunia ini? Sangat patut dinantikan.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #1
Mari kita mulai ulang karena banyak yang harus dibenahi, tetapi draf masih lanjut dan diharapkan banyak yang menantikan cerita ini^^
Sejatinya cerita ini fiksi dengan ganre super-power, tetapi dibalut genre lainnya yang bakal jadi cukup anti-mainstream. Lalu cerita ini cukup banyak inspirasinya yang kebanyakan dari film/series horor, thriller, gore, psikologis, dan lain sebagainya. Kemudian boom! jadilah novel ini yang bisa Arcaners nilai sendiri:)
Btw sekali lagi, penulis novel ini bukanlah manusia yang baik dan nyerempet jahat^^ Jadi silakan menikmati.
Prins Llumière
Senin, 15 April 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top