✒ Chapter 24: Yes, I'm ævoltaire

Setelah setengah jam berlalu, mobil merah itu akhirnya berhenti di depan sebuah gudang kosong yang terletak di pinggiran hutan. Para preman membuka pintu mobil dengan kasar dan menarik Viole, Louie, dan Emma keluar. Mereka dipaksa masuk ke dalam gudang yang gelap dan kotor. Gudang itu terasa dingin dan menyeramkan dengan hanya sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah di dinding. Para preman menutup pintu gudang dengan keras dan tersenyum dengan penuh kepuasan.

"Kalian pikir kalian bisa lari dari kami?" kata pemimpin kelompok preman itu dengan nada merendahkan.

Louie merasa marah dan putus asa. Dia merasa bersalah karena telah membawa Viole dan Emma ke dalam masalah ini. "Apa yang kalian inginkan? Kumohon jangan sakiti kedua temanku, mereka tak terlibat dengan kesalahan ibuku."

Jared berkata, "akan kami lakukan, tapi kau harus membayar utang ibumu?"

"Berapa utang yang dimiliki ibunya Louie?" tanya Emma.

"2.241,19 US Dollar," kata Jared yang sukses membuat Emma terdiam dan Louie tercekik karena tak menyangka jika ibunya akan berutang sebegitu banyaknya.

"Kenapa diam??" Tawa Jared terdengar bersamaan tawa rekan-rekannya.

"Bos karena ibunya tak bisa bayar, bagaimana jika kita jual saja organ tubuh mereka." Billy berucap.

"Ide bagus, tapi sebelum itu, aku hendak bersenang-senang dahulu." Perkataan Jared ibarat kode. "Seret anak ini. Sisanya ikat di kursi."

****

Viole dan Emma duduk di kursi yang terletak di sebuah sudut gelap dalam gudang kosong itu. Mereka berdua diikat dengan tali yang kuat di tangan dan kakinya, sehingga tidak bisa bergerak dengan bebas. Kondisi mereka sangat lemah, terutama Viole yang masih merasa sakit karena luka-lukanya akibat tabrakan mobil tadi.

Letto dan Billy, dua dari para preman yang telah mengejar mereka, berdiri di depan Viole dan Emma. Wajah mereka penuh dengan ancaman dan ketidakramahan.

"Sekarang, kalian berdua tahu bahwa kalian tidak bisa melarikan diri dari kami," kata Letto dengan suara tegas. "Kalian telah memasuki urusan yang bukan urusan kalian."

Billy tersenyum sinis. "Apakah kalian berdua mengira kalian bisa melarikan diri begitu saja? Kalian harus membayar atas apa yang kalian lakukan pada kami."

Vinny berucap, "hey yang cantik ini hanya diam saja."

"Jangan sentuh dia!!" teriak Emma.

Sementara itu, di luar gudang, Louie diseret oleh Jared dan Chadwick. Mereka mengancam Louie dengan cara yang sangat kasar. "Mari bermain sebelum kau dijual," kata Jared dengan suara rendah. "Aku belum puas menghajar ibumu jadi biarkan aku menghajarmu juga."

Suara keras terdengar ketika wajah Louie dihantam berkali-kali. Jared memukul Louie lagi dengan pukulan keras ke perutnya. Louie menjerit kesakitan saat tubuhnya terempas mundur. Chadwick mengikuti dengan tendangan ke arah dada Louie. Louie terjatuh ke tanah, kesakitan dan sulit untuk bernapas. Mereka terus memukuli lelaki bermanik mata biru tersebut hingga wajahnya babak belur, memar, dan berdarah.

Kembali di dalam gudang, Emma melihat Louie dipukuli dari jendela yang terbuka. Dia merasa putus asa karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Louie. Tangisan Emma membasahi pipinya. "Kumohon hentikan, berhenti sakiti dia."

"Mengapa?" Letto mengangkat tangannya dan melayangkan satu tamparan ke wajah Emma. "Temanmu pantas dijadikan samsak tinju!"

"Kumohon hentikan, jangan sakiti dia, aku akan lakukan apa pun, tapi lepaskan Louie." Emma semakin menangis.

"Apa pun?" kata Billy maju selangkah dan kini di hadapan Emma.

Maka satu tamparan keras menghantam wajah Emma hingga perempuan itu terdiam bersamaan sakit menyeruak ke pipinya. Billy terus memukul Emma dengan keras, membuat wajahnya berdarah. Setiap tamparan dan pukulan dari Billy menyebabkan Emma merasa sakit dan air mata mengalir dari matanya. Pipinya memerah, darah mengalir dari hidungnya. Tak sampai di sana, Billy menjambak rambut Emma hingga perempuan itu memekik kemudian menamparnya berkali-kali lagi dan semakin membuat wajah perempuan itu babak belur.

"Ampuni aku, kumohon, sakit," pinta Emma, perlahan Billy menghentikan aksinya.

"Kasihan, bukankah kau yang memintanya tadi?" ujar Billy tertawa. "Hey, Vinny, coba cek si cantik di sana, kenapa dia hanya diam seperti mayat."

"Okay!!" kata Vinny, mendekati Viole yang masih tertunduk dan matanya tertutup. "Hey bocah, jangan kau tidur saat kedua temanmu tersiksa."

"FUCK! Apa yang terjadi!" teriak Letto.

Tiba-tiba gudang itu mulai bergetar. Semua lampu di dalamnya bergoyang-goyang dan benda-benda di sekitarnya berjatuhan. Para preman yang sebelumnya begitu percaya diri, sekarang terlihat bingung dan ketakutan. Emma juga terkejut oleh getaran yang tidak terduga ini. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Perlahan dia menatap Viole yang mendongakkan kepalanya secara perlahan.

"Hukuman kalian tiba." Lelaki cantik itu tersenyum manis.

****

Berada di luar gudang, Louie terus menerima pukulan dan tendangan dari para preman, Jared dan Chadwick. Tubuhnya sudah lebam dan sakit, tetapi dia tetap bertahan, mencoba untuk tidak pingsan. Mereka tampaknya sangat marah dan tidak berniat untuk memberikan ampun pada Louie.

Saat itu, suasana hutan yang sepi tiba-tiba menjadi gemuruh oleh raungan dan suara gemuruh yang mengerikan. Burung-burung yang ada di sekitar hutan terbang panik, meninggalkan tempat mereka karena ketakutan. Louie, Jared, dan Chadwick memandang ke arah sumber suara yang datang dengan cemas.

Tiba-tiba dari dalam hutan yang gelap, muncul seekor beruang berbulu abu-abu tua yang menyeramkan. Wajahnya hancur dan penuh darah, gigi taring panjang, kuku merah yang tajam, serta bulunya banyak tertutupi darah, dan tampak beberapa tulang keluar dari tubuhnya yang terluka, makhluk tersebut ibarat mayat hidup yang telah bangkit dari kubur. Tubuhnya mengenaskan dengan matanya yang merah membara.

"Sialan, monster!!!!" teriak Chadwick.

"Ada monster beruang!" Jared berteriak.

Louie, Jared, dan Chadwick merasa ketakutan melihat makhluk ini. Mereka tidak pernah menghadapi sesuatu yang sebegitu mengerikan. Sebelum mereka bisa bereaksi, beruang cokelat itu mendekati mereka dengan cepat. Beruang itu menyerang dengan keganasan yang tak terbayangkan. Cakarnya yang besar dan tajam menghantam Jared dan Chadwick dengan sangat kuat. Teriakan mereka yang kesakitan menggema di hutan yang sunyi.

Louie yang tergeletak di tanah hanya bisa terdiam, terlalu lemah untuk melakukan apa pun. Dia hanya bisa menyaksikan beruang itu menyiksa para preman yang telah menyakitinya.

Dengan susah payah, Jared menyeret tubuhnya. "Berhenti kumohon!!"

"Tolong aku!! Jesus Christ!!" raung Chadwick.

Beruang cokelat itu tidak menghentikan serangannya. Dia terus menghantam dan menggigit Jared dan Chadwick, hingga keduanya terluka parah. Darah mengalir dari luka-luka mereka dan mereka berteriak kesakitan. Tiba-tiba, beruang itu memutuskan untuk mengakhiri penderitaan kedua preman itu. Dengan gerakan cepat, beruang itu menyeret Jared dan Chadwick ke dalam hutan yang gelap. Teriakan mereka yang putus asa semakin meredup seiring dengan menjauhnya beruang itu.

Louie yang tergeletak di tanah hanya bisa terpaku pada pemandangan itu. Dia merasa campur aduk, antara lega karena dia telah selamat dari para preman. Ia tak berani mempertanyakan mengapa hanya dirinya saja yang tak diserang sang beruang zombie? Lalu beruang itu asalnya dari mana? Semua ini berada di luar akal dan nalar manusia. Namun, Louie tetap merasa bersyukur atas hal ini dia bisa bebas dari cengkeraman para penjahat itu.

Apakah sudah usai? Tentu tidak karena Louie terdiam membisu ketika mulai berdatangan  serigala mengerikan dan melintas di dekatnya. Sungguh bukan serigala layaknya serigala pada umumnya karena makhluk tersebut, tampak seperti mayat hidup juga, bulunya hitam atau biru tua, bagian perut tampak daging terlihat karena tak ditutupi bulu, bahkan parahnya terlihat tulang-tulang di bagian perut tersebut. Tidak hanya itu, sebagian kaki depannya juga terlihat tulang dan berdarah. Lebih menyeramkannya, serigala zombie itu, kedua kaki belakangnya putus dan terus mengeluarkan darah, tetapi masih bisa berlari dengan lincah.

"Mereka menuju gudang," gumam Louie.

Suasana di dalam gudang berubah menjadi semakin mencekam ketika terdengar suara gebrakan dan gedoran pintu. Semua mata tertuju pada pintu yang tampaknya akan segera terbuka. Para preman yang tersisa, Letto, Billy, dan Vinny, berusaha untuk tetap waspada sementara Emma dan Viole masih terikat di kursi.

Pintu akhirnya terbuka dan apa yang muncul membuat semua orang di dalam gudang kaget. Enam ekor serigala berbulu abu-abu muncul dengan mata buta, penuh darah, kepala hancur, dan kedua kaki belakang mereka tampak hancur. Namun, kaki depan mereka tetap sehat dan kuat. Serigala-serigala itu terlihat mengerikan dan darah mengalir dari luka-luka mereka.

Para preman yang sebelumnya sangat berani sekarang menjadi ketakutan. Mereka melihat serigala-serigala ini sebagai ancaman yang tidak bisa mereka kendalikan. Serigala-serigala tersebut mulai mendekati mereka dengan perlahan, mata mereka berkilat dengan niat memburu.

"Monster!!! Pergi dari sini!!" teriak Billy.

Mereka berusaha untuk melindungi diri mereka sendiri, tetapi serigala-serigala ini memiliki kekuatan dan niat yang sangat kuat. Para serigala-serigala itu mulai menyerang mereka satu per satu. Dua ekor serigala menyerang Letto, melompat ke arahnya dengan kecepatan yang luar biasa. Serigala itu menggigit dan mengoyak bagian tangan Letto dengan gigi-giginya yang tajam. Letto berteriak kesakitan dan darah segera mengalir deras dari luka tersebut.

"Tidak, jangan bunuh aku!!"

Billy juga menjadi korban serangan brutal oleh satu serigala lainnya. Serigala itu melompat ke arahnya, mencengkeram lehernya dengan kuat dan menggigit dengan keras. Billy berjuang untuk melepaskan diri, tetapi serigala itu sangat kuat. Darah mengalir dari luka-luka di leher Billy.

Sementara itu, Vinny berusaha untuk melawan serigala yang menyerangnya. Dia mencoba menendang serigala tersebut, tetapi serigala itu dengan cepat menggigit dan merobek bagian kakinya. Vinny berteriak kesakitan dan darah segera menggenangi lantai gudang.

Ketiga preman tersebut sangat terluka dan para serigala tampaknya tidak berniat untuk memberi mereka ampun. Para preman, akhirnya diseret keluar dari gudang oleh serigala-serigala itu dan terluka lebih parah di dalam hutan yang gelap. Mereka pun lenyap.

Emma yang masih terikat di kursi melihat kejadian mengerikan itu dengan rasa ketakutan. Dia tahu bahwa serigala-serigala tersebut telah menyelamatkannya dan Viole dari para preman yang jahat. Sementara Viole hanya diam sambil menatap kosong, lalu kedua tangannya terlepas dari ikatan.

"Mereka sudah pergi," kata Viole, "biar kulepaskan ikatanmu."

Emma berujar dengan tergagap. "Apa, apa yang barusan terjadi?"

"Tidak penting, karena yang terpenting kita selamat," balas Viole yang tak lama kemudian pintu gudang terbuka. Louie menyeret kedua kakinya dan mendekap kedua sahabatnya tersebut.

"Syukurlah kalian selamat!" Louie menangis sementara Emma masih berpikir keras apa yang terjadi. "Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi beruang zombie menyelamatkanku dan kalian diselamatkan serigala mayat hidup."

"Lepaskan aku, tolong, pelukanmu membuatku sesak," sahut Viole dan Louie melepaskan pelukannya.

"Sungguh ini bener-benar aneh ... kurasa ada keajaiban atau mukjizat ...."

"Viole lehermu, memar." Emma memecah keheningan.

Viole terkejut, dia lekas menyentuh area lehernya lalu mengubah ekspresinya. "Abaikan saja, mari pergi---"

"Kita takkan pergi sebelum aku mengetahui kebenarannya!" teriak Emma.

"Emma apa maksudmu?" kata Louie bingung sambil menatap Emma yang berjalan menuju Viole.

Detik itu degup jantung Emma berdetak kencang. Sejak awal ia sudah curiga dimulai dari kecelakaan bianglala di festival pasar malam. Dia juga merasa Viole punya sifat yang agak aneh dan unik. Ini hanya tebakannya, tapi ia hendak memastikannya. "Katakan jujur padaku Viole," ujar Emma, "apakah kau seorang ævoltaire?"

Hening menguar, wajah Louie berubah menjadi terkejut sementara Viole hanya diam membisu. "Hey, oh ayolah, ini bukan saatnya untuk membuat lelucon---"

"Ini bukan lelucon. Aku bertanya dengan serius, Violetta Beauvoir, jawab aku. Apakah kau seorang ævoltaire?" Perkataan serius Emma membuat Louie bungkam karena merasa jika aura di sekitar mereka jadi sesak.

"Aku pasti salah dengar, kau bercanda kan seperti yang Louie katakan?" Viole tersenyum, senyuman yang tak biasa karena Emma tak melihat sosok Viole yang seperti biasanya.

"Kau ævoltaire, aku benar bukan?" ujar Emma dengan tegas.

"Mengapa kau berpikiran seperti itu?" Maka tepat di ujung kalimatnya. Suara gedoran pintu terdengar kembali, kali ini lebih keras berkali-kali lipat dan sukses membuat gudang tersebut bergetar hebat. Louie ketakutan, tetapi ia berusaha tak ikut campur terutama melihat tatapan Viole yang mengerikan itu.

"Apa yang kau panggil," kata Emma memberanikan diri.

"Guys jangan bertengkar kumohon, aku takut," cicit Louie.

Suara gedoran pintu itu semakin menjadi-jadi, jika dilihat dari luar, maka ada sosok pria berbadan besar dengan kepala ditutupi karung goni dan membawa mesin chainsaw yang kini tengah menghantamkan kepalanya ke pintu sehingga terjadi gedoran keras yang membuat gudang bergetar. "Coba tebak?" balas Viole dengan nada menantang. "Sekali lagi kukatakan, kenapa kau berpikiran jika aku adalah ævoltaire?"

"Karena aku juga ævoltaire!" ucap Emma dengan suara lantang. Membuat Viole terdiam dan kini ekspresinya terkejut, sementara Louie ternganga dan membeku saking ia terkejut pula. "Aku ævoltaire yang gagal karena kekuatanku tidak bangkit, aku dipulangkan kembali ke rumah sementara ingatan kedua orang tuaku dihilangkan dan diganti."

Perlahan Viole menutup kedua matanya yang kini ia menghela napas bersamaan berhentilah gedoran pintu, maka sososk pria pembawa chainsaw juga hilang. "Kau menyebalkan Emma."

"Apa-apaan ini jadi---jadi kalian berdua adalah ævoltaire? Aku tak mengerti, apa yang terjadi di sini! Bisakah kalian jelaskan?!"

"Diam!" teriak Emma dan Viole bersamaan.

"Maaf," balas Louie sedih.

Lekas Emma menatap Viole. "Kau belum menjawabku Viole, apakah benar asumsiku?"

Hening.

Viole terdiam dengan segala pergumulan dalam dirinya sendiri hingga perlahan dia mengangguk. "Ya, aku adalah salah satu dari mereka. Aku, ævoltaire yang berhasil."

Kini giliran Louie dan Emma yang terdiam.

Bingung harus bereaksi seperti apa. Di sisi lain Louie hendak menjerit saking dia terkejutnya dan senang karena salah satu dari anak istimewa ada di hadapannya, tetapi ia juga merasa sedih terutama ekspresi Viole yang tak bisa dibaca. Sementara Emma hening yang terus bergumul dengan pikirannya. Bahwa Viole adalah ævoltaire. Sosok yang menghantui Emma karena demi mendapat anak istimewa inilah dia harus melewati serangkaian percobaan menyakitkan. Namun, Emma tak memendam kebencian. Ia malah merasa iba karena setahu dia, hidup sebagai ævoltaire jugalah sangat berat.

"Sudah kuduga," kata Emma yang perlahan mendekap Viole. "Maaf, aku tak bermaksud menyudutkanmu dengan pertanyaan sensitif ini apalagi sampai membongkar identitasmu."

Emma juga tahu jika seorang ævoltaire harus menyembunyikan identitasnya dari banyak orang agar kehidupannya terlindungi terutama karena banyaknya orang jahat yang mengincar para anak istimewa ini.

"Oh sialan, apa yang barusan terjadi di sini." Louie mendekat dan memberikan pelukan juga. "Namun, yang kupahami adalah aku takkan mengatakan hal ini pada orang lain. Ini akan jadi rahasia antara kita saja, aku janji."

"Aku juga janji Viole, kita akan menyimpan rahasia ini bertiga," kata Emma.

Sesaat hati Viole membuncah, ada perasaan asing menyeruak karena jarang ia mendapat perlakuan seperti ini. Maka perlahan dia menenggelamkan wajahnya di antara kedua temannya itu dan mendekap mereka. "Thank's."

"Bagus! Itu artinya kejadian aneh tadi karena kau?" kata Louie dan pelukan teletubbies mereka sudah usai.

Viole memutar bola matanya. "Ya."

"Okay ... agak brutal, tapi tak masalah. Salah mereka karena berbuat kasar duluan," balas Louie.

"Dan memar di lehermu ini?" kata Emma.

"Hanya efek samping dari kemampuanku," balas Viole, "tetapi sudah agak membaik." Dia berkata benar karena kini memar biru di lehernya perlahan hilang.

"Okay," balas Louie, "jadi bagaimana jika kita ke rumah sakit atau menelepon deputy lalu menjelaskan apa yang terjadi di sini? Maksudnya kita disiksa para preman bukan bagian ævoltaire-nya. Kurasa ayahnya Emma akan bertanya banyak hal karena putrinya luka memar."

"Louie benar, mari ke rumah sakit." Emma segera mengambil ponselnya karena hendak menghubungi ayahnya dan harus memikirkan alibi.

"Ayo pergi," balas Viole.

"Beruntung wajah cantikmu tidak babak belur," ujar Louie.

"Kupukul kau," sahut Viole.

Emma berujar, "uhm, tadi kau mau gunakan kekuatanmu pada kami?"

"Ya aku berniat membunuh kalian, tapi tidak jadi," balas Viole.

"Okay ...." Kini Emma dan Louie berujar bersamaan. "Syukurlah kau masih punya hati."

Syukurlah Violetta masih punya hati.

Benar bukan?

"Omong-omong, bagaimana caranya kita kembali dan menuju rumah sakit," kata Emma lagi karena mereka berada di tempat antah berantah dan karena ponsel mereka hilang ketika mereka berusaha kabur dari kejaran para preman.

"Sialan," ujar Viole dan Louie berbarengan.

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Ini salah satu chapter yang jadi favorit gue^^ Mungkin agak terkesan brutal dan sadis, tapi it's okay lah ya, kan genre-nya thriller-slasher.

Mengheningkan cipta~eh nggak usah deh, silakan saja para penjahat ke neraka pakai tiket VVIP, tapi tersiksa dulu dunia^^

Tidak disangka ya, ternyata Viole mengungkapkan dirinya sebagai ævoltaire, mana tanpa dalih untuk menutupi identitasnya ke Emma dan Louie. Langsung jujur saja, tanpa berakting berpuluh-puluh chapter, hehe~

Ada yang bisa menebal konsep kekuatan spesial Viole sebagai ævoltaire? Kenapa dia bisa membawa monster/zombie beruang dan serigala yah?

Prins Llumière

Minggu, 19 November 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top