Chapter 23: RUN AWAY!

Viole adalah tipe orang yang selalu bangun pagi dan sangat rajin menjalani rutinitasnya setiap hari. Dia menganggap pagi sebagai waktu yang paling produktif untuk dirinya, dan dia suka memulai hari dengan energi yang segar. Hari ini tidak berbeda. Matahari baru saja mulai terbit ketika dia bangun dari tempat tidurnya yang nyaman.

Viole memulai hari dengan mengenakan earpod-nya, memutar lagu What it is—Doechi, lalu mulai membersihkan bukunya yang berada di rak kayu di sudut kamarnya. Dia menyukai sastra, dan koleksi bukunya adalah harta yang sangat dia hargai. Dengan hati-hati, dia mengambil setiap buku satu per satu dan membersihkannya dari debu dengan kemoceng yang halus. Dia merasa senang melihat bukunya bersih dan berkilau setelahnya.

Setelah selesai membersihkan bukunya, Viole beralih ke tugas berikutnya membersihkan apartemennya. Dia mengambil sapu dan penyedot debu, lalu mulai membersihkan lantai dengan tekun. Setiap sudut kamar diurusnya dan dia memastikan bahwa tidak ada debu yang tersisa. Kebersihan apartemennya adalah prioritas baginya.

Kemudian Viole beralih untuk mengepel lantai. Dia mencampurkan pembersih beraroma lemon dan pohon pinus dengan air, lalu dengan hati-hati menyapu lantai dengan kain pel yang lembut. Bau pembersih yang segar mengisi udara, dan lantai menjadi bersih dan berkilau. Viole senang melihat hasil kerjanya yang rapi dan bersih.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, Viole melanjutkan untuk memasak sarapan pagi. Hari ini dia memutuskan untuk membuat nasi goreng, makanan yang menjadi favoritnya. Dia dengan hati-hati memotong bahan-bahan seperti bawang, tanpa cabai! Dia benci pedas! Daging ayam, sosis, lalu menggorengnya dengan sempurna. Aroma harum dari nasi goreng yang sedang dimasak membuatnya lapar.

Saat nasi goreng selesai dimasak, Viole menyajikannya di atas piring putih yang bersih. Dia menambahkan irisan telur mata sapi di atasnya. Viole menikmati makanannya dengan penuh selera. Baginya, makan pagi adalah waktu yang tepat untuk merenung dan menikmati hidangan yang lezat.

Setelah sarapan, Viole memutuskan untuk mandi terlebih dahulu baru membawa pakaian kotornya ke laundry. Jadi setelah dia mandi, dan mengenakan pakaian ternyamannya. Dia mengumpulkan semua pakaian kotor, memastikan tidak ada yang terlewat. Viole sangat perhatian pada detail dan dia selalu ingin memastikan semuanya teratur dan terorganisir.

Kini ia gunakan kembali earpod-nya yang memutar musik This is what you came for---Rihanna. Dengan tumpukan pakaian kotor yang besar, Viole turun ke lantai satu apartemennya, di mana laundry berada. Dia membawa tumpukan pakaian itu dengan hati-hati, memastikan agar tidak ada yang jatuh. Ketika dia sampai di laundry, dia menyortir pakaian sesuai dengan warna dan jenisnya. Viole memasukkan pakaian ke mesin cuci satu per satu dan menambahkan deterjen dengan tepat. Dia memperhatikan setiap langkah dengan teliti, ingin memastikan bahwa pakaian-pakaian itu akan keluar bersih dan harum. Ketika mesin cuci mulai berputar, dia merasa puas dengan pekerjaan yang sudah dilakukan.

Sambil menunggu mesin cuci selesai, Viole duduk di kursi dengan bukunya. Dia selalu membawa buku untuk dibaca di waktu senggang, bahkan ketika dia sedang menunggu cucian selesai. Saat dia membaca, dia tenggelam dalam dunia kata-kata dan cerita, melupakan sejenak rutinitasnya yang padat. Ketika mesin cuci selesai, Viole segera memindahkan pakaian ke mesin pengering. Dia mengatur suhu dengan hati-hati untuk menghindari merusak kain-kainnya yang lembut. Saat dia mengambil pakaian-pakaian itu dari mesin pengering, mereka terasa hangat dan harum.

Setelah itu, Viole melipat semua pakaian dengan rapi. Dia menyesuaikan setiap lipatan dengan sempurna dan meletakkan pakaian di dalam tas khusus untuk pakaian kering. Semua pakaian sekarang telah siap dan rapi untuk digunakan kembali. Ketika dia kembali ke apartemennya dengan pakaian bersih dan rapi, Viole merasa puas dengan rutinitas paginya yang telah selesai. Bersamaan dengan pesan dari Louie.

"Baiklah mari mulai hari ini dan semoga tak ada adegan klise seperti dalam novel."

****

Viole mengenakan pakaian yang sederhana, tetapi tetap stylish. Kaos putih dengan garis-garis hitam berlengan panjang menjadi pilihannya yang dipadukan dengan jaket denim ungu, memberi sentuhan warna pada penampilannya. Celana hitamnya yang rapi menyeimbangkan keseluruhan outfit-nya. Viole merasa nyaman dengan pilihan pakaian ini dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi hari ini.

Kini Emma datang, mereka akan pergi ke rumah Louie menaiki uber. Sesaat Viole memperhatikan gadis itu yang mengenakan blouse biru gelap dengan rok hitam yang cocok dengan sepatu hitamnya. Kini gadis itu terlihat lebih merasa baik setelah beberapa hari mengalami guncangan akibat dikhianati Lola. Bagaimana Viole bisa tahu? Sehari setelah patah hatinya, Emma menemui Viole dan Louie kemudian menumpahkan segala rasa sakitnya, ia menangis sejadi-jadinya karena masih tak menyangka jika Lola telah mengkhianatinya agar Emma gagal menjadi perwakilan lomba renang. Mendengar semua itu, Louie marah besar, tetapi Emma meminta agar Louie tak melakukan apa pun. Sejak hari itu pula Emma terlihat sedikit menjauh dari Lola, Tyler, dan Ben. Meski terkadang dia bisa mengobrol bersama mereka, tetapi hanya untuk bersikap profesional. Kini Emma paham apa maksud perkataan ayah dan ibunya yang sejak awal merasakan jika Lola, Tyler, dan Ben memanglah bukan teman yang baik.

"Mari kita berangkat, Viole," kata Emma sambil menaiki uber.

"Okay." Viole mengangguk dan mereka menaiki uber yang akan menuju rumah Louie.

Ketika di pertengahan jalan. Mereka berdua dihubungi oleh Louie yang suaranya sangat cemas, ia meminta bantuan mereka dalam suatu masalah yang mendesak. Mereka pun meminta sopir uber untuk mengebut, hingga akhirnya mereka pun sampai di rumah Louie dalam waktu singkat. Mereka mengetuk pintu rumahnya dengan hati-hati dan Louie membukanya, ekspresi khawatir di wajahnya.

"Terima kasih sudah datang, kalian berdua," kata Louie sambil mempersilakan mereka masuk.

Viole dan Emma masuk ke dalam rumah Louie yang nyaman. Mereka duduk di ruang tamu sambil menunggu penjelasan dari Louie. Louie terlihat gelisah dan dia tampaknya kesulitan untuk memulai percakapan.

"Apa yang terjadi?" tanya Viole.

Emma menimpali, "kau terdengar sangat cemas."

Louie menggigit bibirnya sebelum akhirnya berkata, "Ini tentang ibuku. Dia pergi dari rumah tadi pagi tanpa memberi tahu. Aku tidak tahu ke mana dia pergi atau apa yang terjadi, tapi setahuku, semalam dia dihubungi seseorang yang kemungkinan orang itu yang meminjamkan uang untuk ibuku berjudi, jadi kurasa mereka menagih uang pada ibuku, tapi ibuku belum bisa membayarnya. Aku takut jika ibuku disakiti mereka."

Viole dan Emma saling pandang, merasa prihatin dengan situasi Louie. "Kami di sini untuk membantumu, Louie," kata Emma dengan tulus. "Bagaimana jika mencoba dengan menghubungi polisi atau---"

Tiba-tiba terdengar suara pintu depan yang terbuka dengan keras. Apa yang mereka saksikan membuat mereka terkejut. Ibunya Louie, Olivia, masuk ke dalam rumah dalam keadaan yang mengerikan. Wajahnya pucat, bibirnya berdarah, dan matanya membengkak. Dia berusaha keras untuk tetap berdiri, tetapi akhirnya roboh ke lantai dengan kelelahan.

"Louie! Tolong cepat panggil ambulans!" seru Emma sambil berlutut di samping Olivia yang pingsan.

Louie segera mengambil ponselnya dan menelepon nomor darurat. Dia memberikan informasi tentang kondisi ibunya yang terluka parah dan meminta bantuan secepatnya. Setelah selesai berbicara dengan operator, dia kembali ke sisi ibunya yang tidak sadarkan diri.

Tidak lama kemudian, sirene ambulans terdengar mendekat. Para petugas medis segera tiba, mereka mengangkatnya ke brankar untuk dibawa ke rumah sakit. Setelah Olivia dibawa ke ambulans, Louie ikut serta dan Emma serta Viole mengikutinya juga. Mereka merasa lega ketika ambulans segera bergerak menuju rumah sakit.

Di rumah sakit, dokter segera memeriksa Olivia. Setelah beberapa pemeriksaan, dia mengumumkan bahwa ibunya mengalami luka-luka dan memar, tetapi kondisi dalam tubuhnya tidak begitu parah. Olivia hanya perlu menginap di rumah sakit selama beberapa hari untuk pemulihan.

Louie merasa lega mendengar berita itu, meskipun masih khawatir tentang kondisi ibunya. Setelah dua jam di rumah sakit, Louie kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang yang akan dibutuhkannya selama menginap di rumah sakit.

"Terima kasih sudah membantuku," kata Louie.

"Hey, it's okay, itulah gunanya teman," kata Emma seraya tersenyum.

"Aku punya firasat buruk," ujar Viole.

"Ya perasaanku juga buruk," sahut Louie.

"No, bukan karena itu, seperti sesuatu hendak datang," balas Viole.

"Maksudmu?" Louie menatap bingung.

"Aku juga merasakan perasaan tak enak." Emma menyahut.

Kini mereka berada ruang tamu ketika tiba-tiba terdengar suara mesin motor yang berdering keras di luar. Mereka bertiga saling pandang, bingung dengan apa yang sedang terjadi. Ketika suara mesin semakin mendekat, Louie bergerak menuju jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar.

Louie melihat keluar dari jendela dan wajahnya memucat. "Ada lima pria bertubuh besar di luar dan mereka terlihat sangat marah," kata Louie dengan suara gemetar. "Itu pasti para preman yang menagih hutang ibuku!"

Viole langsung berujar, "kita harus keluar dari sini secepatnya. Mereka mungkin sudah tahu bahwa kita ada di dalam rumah ini."

Sekonyong-konyong jendela kaca rumah Louie pecah karena balok kayu dan batu bata menghantamnya. Pecahan kaca berhamburan, berserakan di lantai. "Kita harus pergi, sekarang!" teriak Louie panik.

Mereka bergegas menuju pintu belakang, bersamaan mereka keluar, para preman itu sudah menggedor pintu depan. Suara benturan keras membuat mereka kaget. "Kita harus apa?! Kita tak bisa bersembunyi di sini!" kata Emma.

"OLIVIA HARRISON! KELUAR KAU!" teriak salah satu preman, Jared. Berada di pintu depan rumah Louie.

Viole benci situasi ini! Dia lekas mengedarkan pandangannya dan mendapati dua sepeda di halaman belakang, satu sepeda sering digunakan oleh Louie. "Kita gunakan sepeda itu! Louie kau bersama Emma, aku akan sendiri. Kita akan mencoba melarikan diri dari mereka."

Louie dan Emma setuju dan mereka segera mengambil dua sepeda sepeda tersebut. Louie membantu Emma naik ke bagian belakang sepeda dan Emma memegang erat pundaknya. Sementara Viole sudah menaiki sepedanya bersamaan dengan dua preman, Letto dan Billy berlari ke halaman belakang rumah.

"Hey kalian bajingan cilik! Jangan mencoba kabur!" teriak Letto yang membawa tongkat baseball.

"Louie cepat kayuh sepedanya!" teriak Emma maka lekas Louie mengayuh sepedanya, melewati para preman dengan lihai begitu pula Viole yang mengikuti dari belakang.

"KEPARAT KALIAN!" teriak Billy yang suaranya sampai pada Jared. Lalu pemimpin para preman itu sadar jika ada tiga bocah yang kabur menggunakan sepeda.

Maka para preman itu tidak berencana membiarkan ketiga bocah tersebut kabur begitu saja. Mereka melompat ke atas sepeda motor mereka yang sudah terparkir di halaman depan. Sementara itu, Viole, Louie dan Emma melaju meninggalkan rumah Louie, sayangnya para preman sudah mengejar mereka dengan motor.

"Gawat mereka tak mau melepaskan kita," ujar Emma yang kini degup jantungnya berdebar kencang.

"Sial, sial, sial!" teriak Louie terus mengayuh sepedanya.

Viole berdecak. Ia menggenggam erat stang sepedanya dan terus mengayuh. Kini firasatnya semakin buruk. Namun, dia harus berpikir positif jika mereka bisa bebas dari kejaran para preman itu.

Mereka pun mulai melalui jalan-jalan yang sempit, berusaha untuk menghindari kejaran para preman. Sementara itu, suara mesin motor yang mendekati mereka semakin keras. Emma merasa ketakutan dan merapatkan dirinya pada Louie yang mencoba menjaga keseimbangan sepeda dengan hati-hati.

Viole memimpin perjalanan mereka, mencoba untuk menemukan jalan keluar dari situasi ini. Mereka memasuki sebuah lorong sempit di antara bangunan, berharap bisa menghilangkan jejak mereka dari para preman. Namun, para preman tetap mengejar dengan gigih.

Mereka terus melaju dengan cepat, berusaha menjauh dari para preman yang mengejar mereka. Jalan-jalan kecil itu berkelok-kelok. Mereka tahu bahwa mereka harus terus bergerak agar tidak tertangkap oleh para preman yang terus mengejar. Namun, saat mereka keluar dari gang sempit dan tiba di jalan besar, kecelakaan mengerikan terjadi. Sebuah mobil merah yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak Viole dari samping, membuatnya terjatuh dari sepedanya. Viole terempas ke tanah, lutut dan sikunya berdarah akibat benturan keras tersebut.

Louie dan Emma melompat dari sepeda mereka dan berlari mendekati Viole yang tergeletak di jalan. Mereka panik dan cemas melihat Viole terluka.

"Viole, kau berdarah!" teriak Emma.

Viole mencoba untuk duduk dengan susah payah, menahan rasa sakit di lutut dan siku. "Sialan, jangan khawatirkan aku! Kita harus pergi sekarang!!"

Sayangnya terlambat, para preman yang telah mengejar mereka dengan motor tiba-tiba muncul di sekitar mereka. Mereka segera melompat ke luar dari motor dan mengelilingi Viole, Louie, dan Emma. Salah satu preman yang tampak sebagai pemimpin kelompok itu, seorang pria bertubuh besar dengan tato di tangan, berkata dengan nada mengancam, "Kalian pikir kalian bisa kabur dari kami begitu saja? Kalian telah membuat kesalahan besar."

Louie, Viole, dan Emma merasa terjepit. Mereka tahu bahwa situasinya sangat berbahaya. Para preman itu tidak terlihat berpikir dua kali untuk melakukan tindakan kekerasan. Maka beberapa preman itu menyeret mereka dengan paksa, memasukkan mereka ke dalam mobil merah yang menabrak Viole tadi. Ketiganya berusaha untuk melawan, tetapi para preman yang kuat itu dengan mudah mengatasi mereka.

Mobil merah itu segera melaju menjauh dari tempat kejadian. Louie dan Emma duduk dengan gelisah di dalam mobil, merasa terjebak dalam situasi yang mencekam. Sementara Viole hanya diam saja, tak bergeming.

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Setelah hidup Emma yang sial dan ditusuk sahabatnya dari belakang, kini hidup Louie yang harus ditimpa kesialan! Kasihan juga ibunya Louie, Olivia~

Kesialan mereka ternyata saling menyebar yah~Viole, Emma, sama Louie jadi harus main kucing-tikus dan menyelamatkan diri dari para penjahat, tapi nyatanya mereka gagal.

Teruntuk Viole, kamu nggak papa kan? Luka lho kaki kamu, terus kenapa diam saja? Jadi seram.

Prins Llumière

Minggu, 19 November 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top