✒ Chapter 01 - Arc 01: Erysvale Town [Part One]
Matahari bersinar terik pada hari ini, terlihat beberapa kendaraan berlalu-lalang serta pepohonan hijau yang terlihat seolah bergerak pula padahal karena bus ini yang menyusuri jalan raya dengan kecepatan sedang meskipun kondisi jalan pada hari ini cukup lengang. Sepanjang perjalanan, menengok ke kanan maupun kiri hanya pepohonan rindang yang kebanyakan tertangkap manik mata siapa pun yang berada di dalam bus. Sesekali ada jalan lain, tetapi bukan menuju kota, kemungkinan jalan itu menuju rumah warga di dalam hutan dengan ciri khas rumah dari kayu atau rumah kabin yang memiliki jendela kaca sangat besar. Sangat tepat sebagai tempat berlibur dengan membawa keluarga kecil.
"Liburan menyenangkan sebelum rumah kabin itu diserang pembunuh berantai dan satu keluarga itu mati mengenaskan." Gumaman itu terdengar dari salah satu laki-laki di dalam bus itu, dia mengenakan headphone tanpa kabel, duduk nyaman dengan wajah menopang pada kepalan tangan, siku di jendela bus, ia menatap malas pada pepohonan hijau. Diperhatikan jika dia hanya duduk sendiri, tak ada yang mengisi kursi sebelahnya yang malah diisi oleh tasnya. Ia sengaja membeli dua tiket kursi untuknya agar menikmati kesendiriannya.
Perlahan dia meraih ponselnya setelah lagu Cruel Summer---Taylor Swift selesai diputar, ia mengganti lagu selanjutnya ke lagu Enchanted dengan penyanyi yang sama, ya Taylor Swift selalu jadi favoritnya sepanjang masa. Ketika lagu kedua berputar dan mulai memenuhi gendang telinganya. Ia menatap ke samping, sebuah botol susu menggelinding. Ternyata wanita di kursi depannya menjatuhkan botol susu itu sedangkan ia sibuk menidurkan bayi laki-lakinya yang sangat mengantuk. Tidak ada yang akan membantu wanita itu karena para penumpang rata-rata tertidur, ada yang tak tidur, tapi malah acuh tak acuh. Akhirnya lelaki itu beranjak dari kursinya kemudian mengambil botol susu itu dan memberikannya pada si wanita.
"Terima kasih banyak, aku tak sadar jika botolnya terjatuh dan menggelinding. Sekali lagi terima kasih, kau anak yang baik dan juga tampan," ujar si wanita yang begitu terpana. Tak disangka ada lelaki setampan ini yang ternyata duduk di kursi belakangnya.
Lelaki itu hanya mengangguk dengan senyuman tipis. Setelah si wanita menaruh botol susunya di kursi, lelaki itu duduk kembali seraya menopang dagu dan mulai menatap keluar jendela. Lagu di headphone-nya berganti lagu Style, selama lagunya berputar, ia perlahan mengantuk dan terlelap. Entah berapa lagu sudah berputar ketika satu jam perjalanannya yang tidak terasa sama sekali. Matanya terbuka ketika ia membaca papan nama jalan yang bertuliskan Welcome to Erysvale, Indiana.
"Akhirnya aku sampai di kota ini." Ia merenggangkan tubuhnya. Lima belas menit kemudian, bus berhenti di salah satu pemberhentian, lekas ia turun setelah membalas senyuman yang diberikan wanita tadi. Sangat ramah, tetapi ia enggan mengenal banyak orang jadi ia berharap takkan bertemu lagi. Sambil membawa tasnya yang cukup berat, ia turun dan mengedarkan pandangannya. Belum terlalu banyak orang karena ini masih belum daerah yang banyak warganya serta jajaran toko dan kafe.
Dia turunkan headphone-nya ke leher, dibiarkan menggantung di sana, seraya mengeluarkan ponsel dan ada panggilan telepon. Ia segera angkat panggilan tersebut seraya berjalan pelan. "Aku baru saja turun dari bus."
"Violetta, syukurlah kau sampai. Aku takut kau tersesat dan bertemu kanibal penghuni hutan." Suara di seberang sana terdengar agak menjengkelkan, terutama ketika nama panjangnya disebutkan.
"Kita sudah sering membicarakan hal ini, jangan panggil nama lengkapku," sahutnya dengan mata memicing, ia agak risi ketika beberapa orang berlalu-lalang malah menatapnya seolah mereka tahu bahwa dia adalah pendatang. Lagi pula siapa yang takkan menatapnya dengan heran terutama ia punya wajah yang tidak menunjukkan jika ia asli Amerika, hampir seperti campuran beberapa ras maupun negara.
"Violetta Beauvoir, harusnya kau bersyukur punya nama yang cantik, benar bukan, Viole?" balas seseorang di seberang sana yang sengaja mengejek karena ia senang mengejek terutama pada lelaki bernama Viole ini.
"Sekali lagi kau bilang aku cantik, saat kita bertemu nanti, kupastikan aku akan membawa Leatherface agar dia mencincangmu dengan chainsaw-nya!"
Tawa terdengar dari seberang sana yang membuat Viole jadi geram. "Texas sangat jauh dari sini! Lagi pula bawalah yang lebih seram dibandingkan Leatherface, dasar maniak horor."
Viole menenangkan dirinya. "Mari sudahi pembicaraan ini karena aku risi dengan tatapan orang-orang, jadi ke mana---"
"Kau cantik, jadi mereka menatapmu," balas lawan teleponnya.
"Kubunuh kau," sahut Viole sedikit bergidik ngeri. Lawan bicaranya adalah pria jadi ia merasa sangat kotor mendengar kalimat itu. "Sekarang jawab aku, ke mana aku harus menemuimu?!"
"Baiklah, baiklah aku minta maaf. Untuk saat ini, aku sibuk, cukup banyak pasien, jadi esok saja kautemui aku."
"Persetan kau, harusnya sejak awal kaukatakan jadi aku sudah memesan uber."
"Jangan khawatir." Tawa terdengar sesaat. "Jemputanmu sudah tiba."
Berselang dari perkataan itu, sebuah taksi uber berhenti tepat di depan Viole yang terdiam menatap mobil itu. Sangat aneh karena ia tak bilang di mana busnya berhenti, tetapi lawan bicaranya sudah tahu di mana posisinya kini dan telah memesankan taksi untuknya. Viole berujar di telepon. "Terima kasih." Ia sama sekali tidak mempermasalahkan hal ini seolah sudah biasa dengan keanehan yang terjadi dalam hidupnya.
"Selalu, Tuan cantik."
Viole berdecak sebal, tak ia jawab dan lekas membuka pintu taksinya, ia menaruh tasnya di kursi tengah kemudian duduk di kursi depan. Ia tak perlu memberitahu sopir ke mana arah tujuannya karena sudah pasti lawan teleponnya tadi tahu di mana letak apartemen yang ia sewa. Taksi itu menyusuri jalan raya yang cukup padat, sementara Viole kembali mendengarkan lagu melalui headphone-nya.
****
Cerulean Apartments adalah apartemen yang Viole pilih untuk tempat tinggalnya. Dari luar apartemen ini sangat besar dengan delapan lantai, bangunanya berwarna cokelat atau merah seperti batu bata. Di pintu masuk atau bagian lobi menjadi akses berlalu-lalang serta orang luar dapat berkunjung, tentu saja harus tahu kamar mana yang hendak dikunjungi, jika hanya berlalu-lalang tanpa kejelasan maka akan dipertanyakan bahkan ditangkap oleh penjaga atau satpam yang bertugas di apartemen itu. Sebenarnya apartemen ini, berbeda dengan beberapa apartemen elit lainnya yang pada pintu lobi saja untuk bisa masuk harus menggunakan kunci pass atau pin magnetik.
Di apartemen Cerulean ini ada dua akses untuk ke lantai atas, pertama dengan menggunakan tangga kemudian yang kedua, ada elevator atau lift. Lalu naiklah ke lantai atas, jika sudah sampai di apartemen yang disewa, maka seseorang bisa masuk ke dalam apartemennya dengan dua akses juga yakni memasukkan password pada pintu atau dapat menggunakan pin magnetik supaya lebih mudah. Untuk tempat parkiran berada di belakang apartemen, beruntungnya ada pintu lain untuk masuk melalui tempat parkir jadi sedikit meringankan seseorang yang habis berbelanja.
Kini Viole menghela napas setelah dia menyeret dirinya seraya membawa tasnya yang berat, ia berada di lantai enam, sengaja ia memilih apartemen yang agak murah dan juga di lantai atas. Apartemennya di nomor 65 dengan artian jika ada delapan lantai maka satu lantai di bangunan apartemen ini ada sepuluh kamar apartemen yang disewakan, totalnya ada 80 kamar apartemen di sini. Ya tidak mengherankan karena apartemen ini sangat jadul dan sudah beberapa kali direnovasi, seingat Viole, awalnya apartemen ini menggunakan akses kunci yang sulit dibuka dari dalam dan mudah dibobol pencuri dari luar, tetapi kini sudah diperbaiki sehingga lebih aman. Alasan dia memilih apartemen ini karena paling dekat dengan sekolahnya serta pusat perbelanjaan dan juga beberapa toko maupun kafe. Terlebih dia tak punya kendaraan jadi harus berjalan kaki atau menaiki bus maupun taksi. Jadi dengan memilih apartemen ini, dia lebih mudah pergi ke mana-mana meski harus berjalan kaki.
"Home sweet home, tidak buruk juga apartemen ini," ujar Viole setelah masuk ke dalam. Ia melepaskan sepatunya, menaruhnya di rak sepatu.
Cukup nyaman dan lengkap di apartemen ini. Ada ruang tamu meski tak besar bahkan ada sofanya pula. Ia menuju kamar tidur yang terdapat kasur hanya untuk satu orang, cukup dua tapi pasti sangat sempit. Lemari kecil, rak buku, meja belajar untuk menaruh buku atau laptop, nakas di samping tempat tidur, dan tentunya AC. Beralih ke lain, Viole meletakkan tasnya di dalam kamar berganti baju yang ada cermin besar di sana, ada pula setrika baju dan meja lipatnya. Ia lalu menuju dapur yang cukup minimalis serta sudah lengkap dengan peralatan masaknya; kompor, oven, microwave, serta lainnya. Kemudian terakhir ada kamar mandi serta balkon yang sepertinya bisa digunakan untuk menaruh jemuran.
Sesaat Viole berpikir apa yang kurang, bukan televisi karena dia tak butuh televisi. Kalau kulkas tentu saja ada tepat di samping meja kompor. Kini dia terus memutar otaknya seraya menuju kamarnya dan meletakkan headphone-nya. "Oh sial, tidak ada mesin cuci, aku lupa kalau mesin cucinya di lantai satu dan digunakan bersama. Sistemnya seperti laundry."
Sungguh dia lupa memikirkan opsi agar memilih apartemen yang mesin cucinya juga di dalam kamarnya. Kini dia harus bolak-balik menaiki tangga atau menuruni lift hanya untuk mencuci pakaian. "Baiklah tak masalah." Ia berbaring seraya menatap langit-langit, terasa nyaman berbaring di sini seolah semua lelahnya menghabiskan berjam-jam perjalanan tadi akhirnya terbayarkan. Perlahan Viole menguap, kini pandangannya jadi buram karena kantuk tiba-tiba, ia pun tertidur dengan kedua kakinya masih terjuntai ke bawah dan tak melepaskan kaos kakinya.
Kini ia hanya berharap jika hidup di kota ini adalah awal baru untuknya. Apakah Tuhan mau mengabulkan harapannya itu? Setidaknya ia sudah berharap.
****
Violetta Beauvoir begitulah namanya, ia lebih ikhlas dipanggil Viole dibandingkan Violetta karena lebih terdengar seperti nama anak perempuan serta feminin. Ah, sebenarnya kedua nama itu memang diperuntukkan untuk perempuan, tetapi karena itu sudah namanya dan tercatat dalam akta kelahiran jadi mau tidak mau ia harus menerimanya. Meski beberapa situasi, dia sangat jengkel jika dikira perempuan. Pernah saat memesan makanan kemudian nama pesanannya menggunakan nama Viole, pelayan yang mengantarkan makanan malah tercengang melihatnya, bisa Viole tebak jika awalnya si pelayan mengira dia adalah perempuan, ternyata malah laki-laki. Berkunjung ke dokter saja, sering sekali dokter yang memeriksanya akan terkejut saat dia masuk ke ruangan perawatan seolah dokter itu tak menyangka jika nama Viole yang datang ternyata laki-laki.
Terkadang Viole berpikir hendak mengganti nama saja, tetapi ia tak pernah melakukannya juga. Meski benci sering dikira perempuan, jauh dalam lubuk hatinya, dia menyayangi nama ini. Entah apa alasannya.
"Untung saja semua keperluan sekolah sudah diurus olehnya jadi aku hanya perlu datang ke sekolah Senin nanti," ujar Viole seraya menyantap makanan yang ia pesan melalui aplikasi. Ia belum sempat memasak karena belum berbelanja kebutuhan dapur.
Sembari menyantap makanannya, Viole menonton acara seminar melalui aplikasi YouTube. Jika diperhatikan secara detail mengenai bentuk wajah Viole. Dia lebih pantas dipuji cantik ketimbang tampan. Kulitnya putih dan mulus, bibir merah muda, alisnya juga tebal serta manik mata hitam. Rambut hitamnya cukup panjang, ia berponi dan agak berantakan sehingga terkadang menusuk matanya. Sudah dipastikan jika dia bukan berdarah asli bangsa Amerika. Lalu dari mana kah dia berasal? Lalu apa alasannya pindah ke Erysvale dibandingkan tinggal di kota besar seperti New York atau Washington DC.
Perlahan senyuman di wajahnya terukir ketika menatap berita yang baru-baru ini terjadi, ah dia semakin menawan dan cantik. Berita itu berisi tentang kebakaran sebuah apartemen di kota negara bagian New Jersey. Namun, tak satu pun ada korban jiwa padahal api sangat besar dan melahap hampir seluruh bangunan yang terbakar, hal ini membuat pihak kepolisian maupun pemadam kebakaran heran, mereka menganggap jika ini adalah keajaiban dari Tuhan. "Kurasa ada salah satu dari mereka, kuharap dia tidak mati setelahnya karena para penjahat itu selalu mencari meski hingga ujung dunia."
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh; botol minum dari atas nakas di kamar tersebut. Lekas Viole menoleh dan menatap di pojok ruangan. Tampak sesosok makhluk menyeramkan dengan proporsi tubuh yang tinggi dan kurus, saking kurusnya makhluk tersebut sampai tulang-tulangnya tampak, lalu ia sedikit berbulu di bagian lengan, kaki dan tangannya sangat panjang kemudian jari-jari besar nan panjang pula serta kuku tajam hitam, tubuh makhluk tersebut berdarah. Wajahnya memiliki dagu lancip, mata merah, rambut tipis, dan mengenakan topi tinggi warna hitam---berdarah pula---wajahnya tak menunjukkan jika ia manusia melainkan semacam monster.
"Tidak malam ini, boogeyman," kata Viole.
"Jangan pernah berpikir, meski kau tinggal di tempat yang berbeda, hidupmu akan damai saja!" Suara makhluk menyeramkan tersebut terdengar serak. "Kau akan selalu menderita! Tak ada kebahagiaan untukmu!"
"Itu menurutmu saja," balas Viole melangkah menuju sebuah botol obat.
"Akulah yang akan pertama melihat kau menderita dann memohon ampun agar mati!"
Sungguh sangat mengerikan ketika makhluk misterius tersebut yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba mengubah bentuknya menjadi sosok yang lebih mengerikan yakni badannya jadi lebih berisi layaknya manusia biasa, dilapisi baju abu-abu tua kemudian dipadukan dengan jubah cokelat, ada semacam selendang atau kain merah layaknya darah melilit lehernya, makhluk itu membawa kapak serta karung cokelat yang meneteskan darah seperti ada sesuatu di dalam karung cokelat tersebut. Terakhir adalah kepala makhluk itu jadi bundar, botak, berwarna abu-abu pucat, kulitnya mengerut, tersenyum lebar, mata merah, dan wajahnya penuh darah.
"Mari bermain Violetta."
"Tidak malam ini," kata Viole seraya meminum pil obatnya. "Kau akan mengotori lantai kamar apartemen baruku ini dengan darah busukmu itu, aku tidak terima."
Secara berangsur-angsur, sosok makhluk misterius tersebut menghilang begitu saja, tanpa menyisakan jejak maupun darah. Ia lenyap bagaikan abu ditiup angin. Perlahan Viole merebahkan tubuhnya di kasur dan mulai tertidur.
Mulai detik itu, kehidupan barunya dimulai. Akankah berjalan lancar?
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Bagaimana dengan pembukaan chapter? Jadi gue nulis, tokoh utamanya cowok ya^^ Jangan salpok sama namanya kwkw, Viole memang imut. Bakal ada alasannya juga kenapa nama dia kayak cewek:)
Prins Llumière
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top