-Dua-
"Ngapain lagi lo kesini? Kaya kerjaan dikit aja!" Selalu, Bang Satrio pasti ngomel kalau aku besuk.
"Gimana Bang, aman?"
"Terlalu aman! Gue lagi coba pendekatan ke polisi-polisi sini, lagi nyelidikin juga kayanya ada intel yang nyamar jadi napi. Gue mau edukasi mereka soal masalah yang kita hadapi. Kalo ini orang beneran intel, gampang kita nembus Pak Presiden."
"Jadi lo masuk penjara agenda terselubung, Bang?"
"Kita berdua tau, intel ada di mana-mana, tergantung bosnya siapa, kalau ini bosnya si Iskandar, mati aja gue, tapi kalau dia netral, semoga ya kita terbantu."
"Tau dari mana lo kalau ada intel?" Tanyaku.
"I don't know, I just feel it in my jelly!"
"Seriusan Bang, apaan dah jelly-jelly, udah kaya Pikachu aja."
Bang Satrio malah tertawa.
"Gue seminggu ke Aussie ya? Ada rapat dan sebisa mungkin nyari info tentang Ibu lo."
"Yeah thanks Bran, gue tau nyari Ibu gue pasti susah banget karena kita gak punya nama. Nyari perempuan yang umurnya sekitar 50-55 tahun pun gak sedikit. Sorry ya."
"Don't say sorry, it's a part of my job, okay?"
Bang Satrio mengangguk.
"Bran, cari cewek gih lo! Gue jadi miris, lo kayanya ngurusin gue mulu ya?" Bang Satrio sepertinya mengubah topik pembicaraan. Ya, segala sesuatu yang berhubungan dengan ibunya itu sensitif sekali.
"Ya iya lah, kerjaan gue ngurusin elo, kan lo yang ngasih makan, ngasih tempat tinggal, ngasih duit dan lain-lain."
"Iya juga sih yaa, tapi kayanya gue gak pernah tau-tauan lo deket sama cewek, atau cowok?"
"Pertama, gue straight! Kedua, urusan lo itu urusan gue Bang, tapi urusan gue bukan urusan lo."
"Songong juga lu!"
"Ya emang sejak kapan Bang Satrio mau ngurusin urusan gue? Kan lo bayar gue buat ngurus lo, bukannya bikin lo pusing sama urusan gue."
"Oh iya bener."
"Jangan sampe penjara bikin otak lo tumpul ah Bang! Besok gue kirimin buku sama motor rusak."
"Motor rusak?"
"Iye, lengkap onderdil-nya, biar lo ada kerjaan ngotak-ngatik motor, oke?"
"Boleh juga tuh! Thanks Bran, you always takin' care of me."
"It's my lifetime duty, hahaha."
"No, your duty just to handle my fuckin' job, but this... I think it's your prove of love."
"Cihhh, jijik Bang apaan banget dah lo!"
"Ya emang gak boleh kalo lo sayang gue, gue sayang lo? Kita sahabat, udah kaya brother, sayang kan gak melulu soal hubungan cinta, katro lo!"
"Tau ahh, jijik gue, asli! Daah, besok buku-buku buat lo sama motor gue kirim. Gue berangkat ke Aussie, jangan bikin ulah lo! Awas aja bikin gue pusing, lo tua tapi selalu gue yang ngurusin lo!"
"Heheheheheh dah sana, bye!" Bang Satrio bangkit dari kursinya, ia berjalan ke bagian dalam, mungkin menuju kamar pribadinya.
****
Bulan-bulan terlewati begitu saja, dan menggantikan Bang Satrio itu tidak pernah menjadi pekerjaan yang mudah. Bagaimana bisa sih satu orang mengurus segala macam perusahaan? Aku kewalahan, sungguh.
Rasanya ingin tukar tempat sama Bang Satrio, di penjara kayanya gak sepusing ini. Dan kayanya Bang Satrio asik-asik aja di penjara, berasa liburan dia.
Hari ini aku bertemu dengan penanggung jawab pabrik obat milik Bang Satrio, dari semua bisnis-nya perusahaan ini yang paling sering diperhatikan oleh Bang Satrio karena merupakan bidang yang ia geluti. Tapi kalau aku?? Bye, gak ngerti.
"Pak Banu, boleh saya terima report mingguan dan bulanan saja?" Kataku, membuat beliau tersenyum.
"Baik mas Bran, nanti saya kirim reportnya ke sekretaris Masnya, biar Mas Bran gak terlalu capek."
"Maaf ya Pak, soalnya ya gini... Bang Satrio lagi ditahan, jadi ya saya, dan kalau urusan ini saya gak bisa semaksimal Bang Satrio karena emang gak ngerti sama sekali." Kataku jujur.
"Gak apa, saya juga ngerti kok, Mas Bran."
Pertemuan dengan pihak obat sudah. Aku langsung mengecek agendaku, apa lagi hari ini??
Ponselku bergetar, panggilan masuk dari Bang Satrio menginterupsi aku yang sedang melihat jadwal.
"Kenapa Bang?"
"Kok tumben ya ada yang mau jenguk gue tapi itu bukan lo."
"Hah? Siapa?"
"Gue lagi nanya, katanya sih orang media."
"Kok bisa? Gue udah nyogok semua media biar gak bahas lo, ini siapa yang dateng? Wartawan asing?"
"Sebentar!"
Terdengar suara Bang Satrio menjauh, ia seperti mengobrol dengan orang lain tapi tak terlalu jelas di telingaku, sebelum akhirnya suara Bang Satrio jernih kembali.
"Namanya Dwika Kencana, cari tau gih!"
"Oke, Bang!"
Panggilan terputus, tanpa buang waktu aku langsung mencari tahu siapa Dwika Kencana ini. Dan, sosok ini agak lumayan sulit dicari, ia seperti ada, tapi tidak ada.
Dwika Kencana memiliki akun di semua sosial media, namun sosoknya sendiri tidak jelas karena jarang sekali ia menampilkan diri. Ia hanya mempublikasikan beritanya, foto-foto yang ia miliki, tapi tidak dengan wajahnya.
Setelah menggali cukup jauh, aku hanya menemukan satu foto yang bisa mendukung info yang kumiliki. Langsung semua kukirim ke Bang Satrio.
Karena panik, aku meninggalkan semua kerjaan, meminta Pak Giyanto membawaku ke penjara.
Selama di perjalanan, aku tak tenang Bang Satrio tidak membalas pesanku. Ia bahkan tidak membacanya.
Shit! Siapa sih wartawan ini? Dari mana dia? Kenapa dia gak masuk barisan wartawan yang sudah kusogok?? Dan... Kenapa dia nyusahin sih??
Ketika aku sampai, si wartawan itu sudah tidak ada, meninggalkan Bang Satrio yang wajahnya mendadak berbinar.
"Bang? Lo ada salah makan apa?" Tanyaku heran. Bang Satrio tak menjawab, ia malah asik dengan ponselnya.
"Bang? Did today you wake up at the wrong side of your bed?" Tanyaku lagi.
"Eh kunyuk, gak usah ngeledek, kasur gue kecil!"
"Ya lo ngerti lah maksud gue."
"Ni cewek cantikkk Bran."
"Hah?"
"Itu, si Dwika, cakep, anjir!"
"Bang? Penjara ini angker gak sih? Gue ngeri lo kesambet." Aku makin gak ngerti sama kelakuan Bang Satrio, kalo tau begini mending aku lanjut ngecek perusahaan lain.
"Anjirrr lah, brengsek!" Maki Bang Satrio.
"Lo kenapa sih Bang?"
"Kalo jantung gue deg-degan terus, itu tandanya apa Bran?"
"Ya tandanya lo idup, kalo jantung lo berenti berdetak ya mati lah Bang, prinsip dasar Biologi. Ya kan?"
"Cari mati ya lo?" Seru Bang Satrio sambil menunjukku, wajah cerianya mendadak serius.
"Dihhh. Ngapa sih lo, Satrio?" Tanyaku lagi tanpa embel-embel Bang.
"Kayanya gue naksir deh sama si Dwika itu."
Hemmm, aku pengin ketawa tapi gak enak, pengin somay tapi gak ada yang jual. Asli deh ini Bang Satrio absurd banget.
"Terus lo mau gue ngapain?"
"Lo cuma kirim ke gue biodata singkat dan tempat kerjanya sekarang. Cari tau banyak tentang dia, oke? Alamat rumahnya kalo perlu."
"Nomor sepatu, ukuran Bra gitu-gitu perlu gue cari tau juga gak?" Tanyaku iseng, dan malah dilempar sendal sama Bang Satrio.
"Jijik lo, jatuh cinta udah kaya apaan tau, bye! Gue mau lanjut kerja, ganggu aja lo!" Omelku.
"Kan itu tugas lo!"
"Ettt, ada surat kuasa yaa hahahahaha lo di bawah gue sekarang!"
"Bran jangan sampe gue bunuh orang lagi terus korbannya elo." Aku tertawa, hiburan banget emang ledekin bos yang lagi gak berdaya, ditambah lagi jatuh cinta, gosh andai musuh-musuh Bang Satrio tau kalau dia lagi rentan begini, abis udah.
"Udah, tungguin aja, oke?"
Keluar dari penjara, aku menyuruh semua orangku mencari info soal Dwika Kencana, membaca seluruh artikelnya, follow sosmednya, apapun yang bisa dilakukan untuk mengumpulkan info soal cewek inceran bosku ini.
Gosh... Gak ada pekerjaan yang lebih ribet lagi apa yak selain ngurusin orang jatuh cinta?
******
TBC
Thanks for reading, don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
*****
Aku promo e-book ku dulu yaaw
Yuk yang mau beli bisa langsung ke google Play, ada 4 cerita yang sudah tersedia dan gak akan complete di wattpad xoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top