Bagian 37
Guys! Aku nggak tau lagi ini part 35 kenapa nggak ada isinya😂 sebagian bilang ada, dan di aku juga ada. Coba entar aku reupload lagi ya. Aku edit-edit sikit, manatau ngaruh. Oke sip🤘
••••
Lisa menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Sidney. "Hey, Sidney Hoverson, aku mengajakmu ke sini supaya kau tidak murung lagi."
Sidney mengembuskan napas panjang dan mengalihkan pandangannya pada Lisa yang kelihatan gemas dengannya. "Aku hanya menikmati langit cerah di sore ini, Lis."
"Siapa pun tahu kalau wajahmu itu sedang menunjukkan raut muram, Sid." Lisa mendengus sinis di akhir kalimat.
Tatapan mata Sidney turun ke bawah, sengaja mengabaikan Lisa sebab malas beradu argumen dengan temannya itu. Ia lalu mengambil sedotan yang berada dalam gelas berisi minuman rasa mangga miliknya untuk kemudian diaduk dan menyeruputnya secara perlahan.
Tepat ketika Sidney mengangkat kepalanya, lampu-lampu di sepanjang jalan dan bangunan yang berjajar di setiap sudut kota menyala. Keindahan lampu-lampu neon tersebut membuat perasaan Sidney rileks walau hanya sebentar.
"Jadi, Sid, kekasihmu itu tak pernah menemuimu lagi setelah pengusiran waktu itu?" Lisa bertanya karena tahu Sidney tak akan menanggapi kalimatnya sebelumnya.
"Lis, tidak ada sejarahnya orang yang mengusirmu memiliki keinginan untuk menemuimu." Sidney berkata dengan nada skeptis dan putaran di kedua bola matanya.
Lisa terkekeh. "Ya, ya, kau benar."
"Dan sekarang, berhentilah bertanya tentang pria itu." Sengaja Sidney tak menyebut nama Newt. Mengingatnya hanya akan membuat hatinya makin hancur.
Lisa membuat gerakan mengunci pada bibirnya yang membuat Sidney tanpa sadar tersenyum.
"Kau boleh menyumpal mulutku dengan uang kalau aku berbicara tentang pria itu lagi."
Sidney mendecih. "Dasar mata duitan."
Dan keduanya sama-sama tertawa. Entah untuk apa. Yang jelas, mereka cukup terhibur dengan obrolan yang tidak memiliki tujuan ini. Terutama Sidney yang bisa sedikit melupakan tentang Newt.
Dalam beberapa menit ke depan, Lisa berusaha menghibur Sidney dengan melontarkan candaan atau terkadang menyerempet sedikit pada curahan hatinya mengenai hubungannya dengan kekasihnya.
Sidney sendiri tidak bisa menyangkal bahwa Lisa cukup menghiburnya. Ia bahkan melepas tawa beberapa kali. Dan itu berhasil mengeluarkan sesak yang bersarang di dadanya walau hanya beberapa persen saja.
Ketika Sidney masih sibuk menjadi pendengar atas lelucon Lisa, tanpa sengaja matanya menangkap Louisa yang tengah berjalan memasuki kafe ini. Fokusnya terhadap Lisa hilang sudah kala Louisa terlihat berjalan bergandengan tangan dengan seorang pria, tepatnya pria yang sama dengan yang waktu itu berciuman dengan Louisa di pinggir jalan.
Cepat-cepat Sidney menoleh ke arah lain lalu menutupi wajahnya dengan buku menu. Ia yakin Louisa pasti masih mengingat wajahnya. Dan ia tidak ingin mengambil risiko sebelum mengetahui apa yang dilakukan Louisa bersama pria itu.
"Sid, kau kenapa?" Lisa jelas merasa keheranan karena perubahan sikap Sidney yang tiba-tiba.
Sidney menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, mengisyaratkan Lisa untuk tak berbicara padanya. Untung saja Lisa bukan orang dengan rasa penasaran yang tinggi sehingga wanita itu menurut begitu saja.
Di dalam hatinya, Sidney benar-benar merasa bersyukur karena Louisa duduk tepat di belakangnya. Sembari meletakkan kembali buku menu di atas meja, Sidney sedikit mendorong kursinya agak ke belakang sepelan mungkin untuk mencuri dengar pembicaraan wanita itu.
Sedang Lisa mencoba tidak acuh dan memutuskan untuk menanyakannya setelah mereka pulang nanti.
Selama kurang lebih lima menit, tak ada percakapan yang menyinggung soal Newt. Hanya saja, Louisa dan pria itu berbicara layaknya dua orang yang sedang menjalin kasih.
Rasanya tidak mungkin hubungan Newt dan Louisa sudah selesai. Newt bahkan baru mengenalkan Louisa ke hadapan publik beberapa hari yang lalu. Dari situ pula kecurigaan Sidney muncul. Ia rasa Louisa juga menjalin hubungan dengan pria lain alias berselingkuh.
"Aku dengar Newt akan mendapatkan posisi sebagai managing director."
Sidney menajamkan telinganya saat si pria mulai berbicara tentang Newt.
"Ya, itu tidak akan lama lagi, Jade."
"Dan kau tentu akan menguasai hartanya."
Dari arah belakang, Sidney mendengar tawa Louisa. "Tentu saja. Aku akan merampas semua milik Newt dan menjadikannya tidak berdaya sama sekali."
Sidney dibuat terkejut akan ucapan Louisa barusan yang terdengar jahat.
"Tidak lama lagi usahamu akan terbayarkan, Lou. Dan setelah ini kau bisa hidup dengan tenang. Kita bisa hidup dengan tenang."
"Ya, orang-orang yang membantu Elin selama hidupnya akan kuhantui dengan kesengsaraan. Hanya tinggal menunggu waktunya dan satu per satu dari mereka akan kumusnahkan dari muka bumi ini."
Kali ini gantian si pria yang tertawa. "Dan kau akan meghancurkan Newt seperti kau membunuh kedua orang tuamu." Lalu, terdengar dentingan antara dua gelas yang beradu.
Untuk kesekian kalinya, Sidney kembali terkejut. Kali ini luar biasa kaget. Apalagi saat tahu kalau Louisa telah membunuh kedua orangtuanya sendiri. Wanita itu benar-benar iblis.
Adrenalin Sidney berpacu keras kala memikirkan saat masa itu tiba, masa di mana Louisa akan menghancurkan Newt seperti wanita itu membunuh kedua orangtuanya.
Rasa pedulinya terhadap Newt yang sempat terlempar jauh karena pria itu membuatnya kecewa, kini muncul tanpa dapat ditahan. Perasaannya kacau. Di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tak bisa berbohong bahwa sebagian dari dirinya memaksanya untuk menolong Newt.
Dan kini, setelah memastikan Louisa tak lagi membahas soal Newt, Sidney bergegas pergi, meninggalkan Lisa yang gantian dilingkupi kekagetan.
Kekuatan cinta memang tidak pernah bohong dan tidak akan hilang hanya dalam sekejap. Bahkan, setelah Newt menyakiti Sidney, wanita itu masih peduli terhadapnya.
Dan dalam beberapa menit, taksi yang mengantar Sidney sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini menjadi tempat tinggal Newt.
Dengan langkah lebar dan setengah berlari Sidney berjalan menuju lift. Ia menunggu dengan gelisah sampai pintu lift terbuka dan membawanya ke lantai paling atas.
Sidney tak menyia-nyiakan waktu dengan kembali berlari setelah tiba di lantai yang paling atas. Dengan napas yang memburu, ia memencet bel penthouse Newt beberapa kali.
Namun, ketika ia akan menekan bel untuk yang kesekian kalinya, Sidney seolah disadarkan oleh sesuatu. Ia terdiam selama beberapa detik dengan tangan yang menggantung di udara dan membiarkan otaknya berpikir sejenak.
Setelah kesadarannya muncul, entah kenapa Sidney menyesali tindakan terburu-burunya ini. Ia terlalu cemas pada Newt sehingga melupakan satu fakta bahwa apa yang terjadi dengan pria itu bukanlah urusannya. Detik di mana Newt lebih memilih Louisa, detik itu pula Newt siap menerima risiko yang akan menimpanya.
Kedatangan Sidney ke sini pasti hanya akan mempermalukan dirinya. Newt bahkan sudah mengusirnya, tetapi ia kembali ke sini hanya untuk memberi tahu pria itu tentang niat jahat Louisa.
Kau sungguh bodoh, Sidney. Mana mungkin Newt memercayai orang yang bahkan sudah diusirnya.
Sidney menjatuhkan tangannya yang menggantung, meluruhkan bahunya. Bersamaan dengan senyum getir yang terbit di bibirnya, ia berbalik lantas bergegas pergi dari sana karena ia yakin usahanya ini akan berakhir dengan kesia-siaan.
"Sidney."
Panggilan itu berhasil menahan langkah Sidney. Wanita itu berhenti walau tidak berbalik.
"Ternyata kau sudah datang lebih dulu sebelum Neil menjemputmu."
Setelah kalimat itu mengalun di telinga Sidney, ia merasakan kedua lengan memeluknya dari belakang. Dan detik itu pula paru-paru Sidney berhenti bekerja. Ia kehilangan napasnya.
Sidney tak bisa menebak kenapa Newt berucap lembut padanya dan bahkan sampai memeluknya seperti ini. Otaknya mendadak lumpuh. Terlalu terkejut dengan perlakuan Newt yang tiba-tiba dan tak diduga-duga.
Sidney merasakan dekapan Newt di tubuhnya terlepas, tetapi kemudian pria itu memegang kedua pundaknya dan membalik tubuhnya dengan penuh kelembutan. Kini, Sidney bisa melihat dengan jelas wajah Newt. Wajah yang ia rindukan—lagi-lagi hatinya tak dapat berbohong.
Tak ada yang berubah dari ekspresi yang ditunjukkan pria itu. Sidney bisa melihat tatapan penuh cinta di sana. Bahkan, sewaktu Newt mengusirnya, mimik wajah pria itu pun tidak jauh berbeda dengan sekarang. Dan itu sedikit membuat Sidney bingung. Ia tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Newt.
"Sid, aku tahu aku sudah melukai hatimu, tetapi aku harap kau bersedia masuk ke dalam untuk mendengar semua penjelasanku. Please," ucap Newt dengan iris yang menampakkan sebuah permohonan yang dalam.
Sidney menggigit bibirnya. Ia ingin menolak dan menumpahkan segala kemarahannya kepada Newt, tetapi tatapan pria itu melumpuhkannya. Dan seolah teperdaya oleh pria itu, Sidney menerimanya begitu saja.
Setelah ini, entah ia akan merasakan luka itu kembali atau malah terbebas dari segala pilu yang memenjarakan perasaannya. Yang jelas, ia hanya perlu mendengar semua penjelasan Newt dan tak ingin bersikap gegabah. Karena sesungguhnya, Sidney pun penasaran apa yang membuat Newt terkesan mempermainkannya.
Sesuatu dilakukan tidak tanpa alasan. Selalu ada alasan di balik setiap hal.
"Oh, sialan! Ternyata kau sudah di sini, Sid." Neil hadir di antara mereka. Napasnya terdengar tidak beraturan, seperti habis berlari. "Aku bahkan sudah pasrah kalau wajahku akan babak belur di tangan Kakak sialanku karena tak berhasil menemukanmu, Sid. Syukurlah kau sudah berada di sini sekarang."
Sidney yang sudah duduk di sofa menatap bergantian ke arah Newt dan Neil. Keheranan membayang di wajah mungilnya, tak mengerti sama sekali dengan apa yang dibicarakan oleh Neil.
Sedang Newt sendiri hanya memutar kedua bola matanya.
"Berhubung kau ada di sini, jelaskan semuanya kepada Sidney, Neil," titah Newt.
"Aku minum dulu," sahut Neil.
Newt tidak membiarkannya begitu saja. Ia menahan langkah Neil dengan memegang lengan pria itu. "Jelaskan sekarang."
"Setidaknya biarkan aku minum dulu, Newt. Aku hampir mati mencari Sidney ke sana kemari."
"Kau pikir aku tidak hampir mati karena berpura-pura menjadi orang jahat di hadapan Sidney?!" Newt berteriak, kesal dengan adiknya itu.
"Berpura-pura?" Sidney mengeluarkan suaranya setelah hanya berperan sebagai penonton sejak kehadirannya di sini.
"Neil akan menjelaskannya, Sid." Saat mengatakan hal itu, Newt terdengar begitu lembut, tetapi tangannya yang memegang lengan Neil melakukan sebaliknya. Ia menarik paksa Neil untuk duduk.
Mau tak mau, Neil menuruti perintah kakaknya itu. Dan sambil menahan rasa haus di tenggorokannya, pria itu mulai menceritakan secara detail apa yang terjadi sebenarnya. Dari mulai Tyreese yang menjual Sidney sampai terlambatnya informasi mengenai Harold yang Neil terima sehingga menyebabkan kesalahpahaman ini terjadi.
"Ya, Tuhan!" Dan itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Sidney setelah cerita Neil selesai.
"Kau tahu, Sid, aku benar-benar mencintaimu. Dan maafkan aku karena menyakitimu waktu itu. Sungguh, itu hanya rencana kami untuk melindungimu," kata Newt seraya mengambil tangan Sidney untuk digenggamnya.
Sidney menarik napas panjang. Mendongak hingga tatapannya bersirobok dengan Newt yang kelihatan begitu menyesal dan berharap padanya.
Namun, Sidney yang masih kesal, untuk kali ini jelas saja tidak akan luluh pada tatapan memelas Newt. Tanpa basa-basi ia pun menarik tangannya dari genggaman pria itu lantas bangkit untuk kemudian bergegas pergi dari sini.
"Enyahlah kalian berdua. Aku sangat membenci kalian!"
Kalimat Sidney barusan tidak terdengar seperti sebuah amarah, tetapi kekesalan. Dan itu setidaknya membuat Newt dapat bernapas lega karena nyatanya Sidney tak benar-benar membencinya.
"Sid, kau mau ke mana?" tanya Newt yang cepat-cepat menyusul Sidney.
"Kembali ke apartemenku," ketus Sidney.
"Aku ikut."
Tiba-tiba saja Newt sudah berada di sisi Sidney, menarik lengan gadis itu dan menggenggamnya di sepanjang jalan.
"Kau tidak akan bisa lari dariku, Sid." Dengan bangga Newt mengatakan itu sambil mengangkat tangan Sidney yang berada dalam genggamannya.
Dan Sidney hanya mendengkus malas. Namun, ia tak bisa menutupi sesuatu yang meledak-ledak dalam hatinya. Ia merasa bahagia. Rasa sakitnya seolah-olah sudah terbayarkan dengan semua penjelasan Newt.
••••
Komen yang banyak pokoknya. Manatau nanti malem kalian dapet notif update-an cerita ini lagi😆
20 November, 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top