Bagian 34
UPDATE DUA KALI LOH. KOMEN YANG BANYAK YA. AWAS AJA KALO ENGGAK😈
••••
Tubuh Sidney terasa begitu hangat di antara dinginnya udara pagi yang menusuk sampai ke tulangnya karena Manhattan sedang diguyur hujan deras. Sengaja ia berlama-lama di tepi kesadaran. Terlalu sayang meninggalkan kenyamanan yang didapat ketika cuaca sedingin ini.
Sambil menikmati kedamaian di pagi ini, samar-samar pikirannya berjalan ke sepanjang kejadian yang ia lewati beberapa waktu yang lalu. Mengingat hal apa saja yang telah ia lakukan.
Gaun mewah yang begitu pas ketika melekat di tubuhnya terekam dalam benaknya, membuat senyum hadir di bibir Sidney. Lalu, ketika ia bercinta dengan Newt juga tidak luput dari ingatan, senyumnya pun kian melebar.
Ingatan Sidney terus berjalan maju seiring dengan kakinya yang bergerak membelit sesuatu di bawahnya.
Lampu-lampu kota di sepanjang jalan muncul di pikiran Sidney. Ia tampak bahagia sekaligus gugup saat hendak mengunjungi pesta bersama Newt. Hal yang cukup lucu untuk diingat karena saat itu ia berusaha untuk tak kelihatan norak.
Lalu, muncul lah adegan ketika Newt naik ke atas panggung, berdiri sambil terus memamerkan senyum. Sampai tiba saatnya di mana Sidney harus menerima kekecewaan kalau orang yang pria itu anggap spesial bukanlah dirinya, melainkan Louisa.
Ingatan itu serta-merta mengajak Sidney meninggalkan alam bawah sadarnya. Dan ingatan itu juga sukses melenyapkan senyum dalam tidurnya.
Sembari membuka matanya, Sidney berusaha mengingat kejadian setelah itu dan memastikan ketika kelopak matanya terbuka nanti, ia tak akan mendapati kejutan lainnya. Sebab, yang terkenang setelah kejadian itu adalah saat dirinya sedang bersama Neil. Mereka bertaruh. Meminum alkohol sampai begitu banyak dan ... sial! Sidney mabuk dan ingatannya terhenti di sana.
Dengan dada yang bergemuruh kuat, Sidney mengerjapkan matanya. Lalu melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan untuk melakukan pengamatan.
"Shit!"
Umpatan itu lolos dari mulut Sidney bersamaan dengan tubuhnya yang melompat cepat dari atas ranjang kala menyadari bahwa ia sedang berada di kamar Newt saat ini, dan di dalam pelukan pria itu. Jelas saja ia merasa hangat meskipun suhu udara sangat rendah pagi ini.
Bagaimana bisa ia berada di sini?
"Sid, kau kenapa?" Newt tampak begitu terkejut saat Sidney bangun tiba-tiba dan membuat suasana sedikit gaduh.
"Jangan mendekat!" teriak Sidney. Memperingati Newt ketika pria itu hendak menghampirinya.
Sidney masih cukup kaget mendapati dirinya bangun di atas ranjang yang sama dengan Newt. Ia pun memejam sejenak, mencoba mengingat apakah yang tadi malam itu hanya sekadar mimpi atau memang kenyataan, sebab gaun yang tadi malam ia pakai sudah berubah menjadi jubah tidur.
Namun, kepalanya terasa sedikit pusing. Ia tahu itu adalah efek alkohol yang dikonsumsinya bersama Neil malam tadi.
Mengamati sekitarnya, akhirnya keragu-raguan Sidney pun hilang ketika mendapati gaun yang ia gunakan tadi malam tergantung bersebelahan dengan jas Newt. Sekarang, ia tahu harus bersikap seperti apa di hadapan pria itu.
Padahal, Sidney tak bisa memungkiri bahwa ia berharap yang dialaminya tadi malam hanyalah sebuah mimpi. Karena ia tidak sanggup mengingat sakitnya seperti apa.
"Sebaiknya kau kembali istirahat, Sid. Kau terlalu banyak minum," ucap Newt yang ingin kembali mendekati Sidney.
"Aku bilang jangan mendekat!" Sekali lagi Sidney memberi peringatan.
Sial sekali. Bagaimana bisa ia berada di sini bersama Newt? Dan ke mana perginya Neil?
"Oke-oke, aku tahu kau sangat marah denganku, tetapi setidaknya biarkan tubuhmu beristirahat sebentar lagi." Newt mengangkat kedua tangannya sebatas dada dan bergerak sepelan mungkin ke arah Sidney.
"Kau..." Sidney melayangkan jari telunjuknya ke arah Newt. "Bajingan sialan! Aku sangat membencimu!"
Setelah mengatakan itu, Sidney tak menunda waktu lagi untuk segera pergi dari hadapan Newt sebelum dirinya meledak saat ini juga.
Newt jelas tak tinggal diam. Ia cepat-cepat mengambil langkah lebar dan menahan Sidney dengan memeluk gadis itu dari belakang.
"Kau boleh pergi setelah ini, Sid. Tetapi kau harus istirahat sebentar lagi kalau tidak ingin daya tahan tubuhmu menurun." Newt berusaha membujuk.
"Lepaskan aku!" Sidney tidak mengindahkan permintaan Newt sama sekali. Ia meronta keras agar lepas dari kukungan pria itu.
"Sid, aku mohon."
"Lepaskan aku, Bajingan!"
Sekuat apa pun Newt menahan Sidney, gadis itu seperti tak kenal lelah sebab ia terus meronta tanpa henti. Usahanya pun membuahkan hasil ketika satu tangannya tanpa sengaja menampar wajah Newt sehingga membuat pria itu refleks melepas dekapannya.
Newt meringis, memegang wajah sebelah kanannya yang terasa perih serta ujung matanya yang terluka bahkan sampai mengeluarkan darah karena terkena kuku panjang Sidney.
Awalnya Sidney ingin segera pergi, tetapi hatinya sedikit tergugah saat mendengar rintihan Newt. Ia pun berbalik sekejap untuk memastikan bahwa pria itu baik-baik saja.
Newt berusaha mengabaikan rasa sakitnya dan kembali kepada Sidney. Ia menatap gadis itu dengan tatapan nanar. Dan kedua matanya seperti memancarkan sebuah harapan.
"Pergilah, Sid, kalau memang itu yang kau inginkan."
Namun, sepertinya Sidney salah lihat karena yang keluar dari mulut Newt bukanlah permohonan seperti apa yang irisnya sampaikan, tetapi malah pengusiran yang entah kenapa terasa jauh lebih menyakitkan dari yang ia rasakan tadi malam.
"Pergilah," kata Newt dengan suara yang nyaris tak terdengar. Setelahnya, ia berbalik dan melangkah ke kamar mandi tanpa kalimat lanjutan.
Tadinya, Sidney masih berharap kalau Newt akan membujuknya atau paling tidak menjelaskan tentang perlakuannya tadi malam. Mungkin Sidney masih bisa mentolerirnya. Namun, pengusiran yang pria itu lakukan kepadanya benar-benar membuat perasaan Sidney hancur berkeping-keping.
Saking emosinya, kedua tangannya bahkan mengepal kuat di sisi tubuh. Dan giginya bergemeletuk menahan amarah yang sudah siap meledak kapan saja. Sampai ia tidak sanggup lagi menahan semua amarah yang bercampur menjadi satu dengan rasa sakit yang diterimanya. Hingga tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan membanjiri kedua pipinya.
Dengan kepala yang menunduk, Sidney pun bergumam, "Jadi, selama ini dia hanya mempermainkanku?"
Menarik napas dalam-dalam, Sidney mendongak. Membiarkan jari-jarinya menghapus air mata yang membanjiri wajahnya dan berusaha tersenyum meski yang terlihat hanyalah senyum menyedihkan.
Tanpa berharap apa pun lagi dari Newt, Sidney melangkahkan kakinya keluar dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil seluruh barang-barangnya.
"Kau ingin ke mana?"
Satu suara yang sudah Sidney ingat di luar kepala terdengar di ambang pintu kamarnya. Ia meninggalkan sejenak kegiatan menyusun barang-barangnya hanya untuk melihat ke sumber suara. Dan menemukan Cliff di sana.
"Hai, Cliff," sapa Sidney dengan suara yang terdengar serak dan senyum yang tampak dipaksakan.
"Kau ingin pergi ke mana, Sid?" Cliff bertanya dengan nada menuntut seraya berjalan menghampiri Sidney.
Sidney mengulurkan satu tangannya kepada Cliff, merangkul bocah itu. "Aku harus pergi, Cliff."
"Berapa lama?"
Sidney mengedikkan kedua bahunya, dan tetap tersenyum meski hatinya tidak henti menangis di dalam sana. "Selama-lamanya mungkin."
Ekspresi wajah Cliff berubah marah seketika. Ia pun menjauhkan dirinya dari Sidney. "Pembohong!"
"Cliff." Sidney mengulurkan kembali tangannya, berusaha meraih Cliff. Tetapi bocah itu terus menghindar, membuat perih di hati Sidney naik berkali-kali lipat.
"Kau bilang kau akan menjadi Ibuku, tetapi kau ingin meninggalkanku. Kau sama saja dengan Papa. Kau jahat, Sid. Aku membencimu!"
"Cliff!"
Cliff tak menggubris panggilan Sidney. Bocah itu terus berlari meninggalkan Sidney setelah puas melontarkan rasa marah dan kecewanya.
Sepeninggal Cliff, Sidney meluruh di atas lantai sambil menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Menangis tersedu-sedu di sana. Bukan keinginannya meninggalkan Cliff. Ia bahkan tak menyangka semuanya akan jadi sekacau ini.
"Maafkan aku, Cliff," isak Sidney.
Sementara Sidney menumpahkan sesak di dadanya, seorang pria yang menjadi tersangka utama atas rasa sakit yang harus Sidney terima tampak mengintip dari balik pintu.
Pria yang tak lain adalah Newt itu menarik napas dalam-dalam lantas bersandar pada dinding sembari memegang dadanya yang terasa begitu sesak.
Mengambil ponselnya, Newt terlihat akan menghubungi seseorang.
"Neil, jemput Sidney sekarang juga. Dan bawa dia ke apartemen yang sudah kubelikan untuknya."
••••
Part yang sangat emosional menurutku :")
Gimana menurut kalian?
11 November, 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top