Bagian 29
Suara pintu yang terbuka serta langkah kaki yang menerobos masuk ke dalam telinga Sidney membuat tidur gadis itu terganggu.
Sejak tadi malam, ia tak mendapat tidur yang nyenyak dan selalu berganti posisi karena merasa gelisah sebab badannya terasa tidak enak. Hal tersebut jelas saja membuat pendengaran Sidney menjadi sensitif meskipun telinganya menerima suara sekecil apa pun.
Kendati Sidney sudah sepenuhnya sadar, matanya entah kenapa enggan untuk terbuka. Demikian dengan tubuhnya yang terasa lemas dan susah digerakkan. Terutama pada bagian punggungnya yang terasa nyeri. Bersyukur semalaman ini ia tidur dalam posisi telungkup.
"Sid, kau baik-baik saja?"
Sidney agaknya sedikit terkejut saat mendengar suara Cliff. Ia pikir Newt yang masuk ke kamarnya mengingat selama ini Cliff memiliki sifat yang acuh tak acuh terhadap sekitar.
Sidney menarik napas dalam-dalam dan memaksa agar kelopak matanya terbuka. Usahanya membuahkan hasil. Yang pertama tertangkap oleh penglihatannya tentulah Cliff. Dia berdiri di sisi ranjang dengan mata yang menyorot tajam Sidney.
"Hai, Cliff." Suara Sidney terdengar serak dan lirih. Bahkan hampir tak sampai ke telinga Cliff.
Perlahan, Sidney mencoba bergerak dengan mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Ia kelihatan sedikit kesusahan saat melakukannya. Dan Cliff hanya melihat tanpa berniat untuk membantu. Sangat Cliff sekali.
"Jam berapa sekarang? Kau tidak pergi ke sekolah?" tanya Sidney setelah berhasil duduk dengan seimbang di atas tempat tidur.
"Aku baru pulang."
Kedua mata Sidney membelalak, menyiratkan kekagetan. Cepat-cepat ia memutar kepalanya ke arah jam dinding yang tergantung di kamar dan mengumpat setelah tahu di angka berapa jarum jam tersebut berhenti saat ini.
"Astaga, Cliff! Kenapa kau baru membangunkanku sekarang? Pagi ini aku ada ujian. Oh, Tuhan!"
Kepanikan hadir tanpa peringatan dalam diri Sidney sehingga membuat gadis itu bergegas membersihkan diri walaupun ia tahu bahwa semua itu hanya akan berakhir dengan kesia-siaan.
"Aku sudah menghubungi dosenmu dan meminta izin kepadanya bahwa kau tidak bisa ikut ujian hari ini."
Satu langkah lagi, dan Sidney sudah berada di dalam kamar mandi kalau saja Newt tidak menginterupsinya. Lantas, Sidney menoleh ke arah Newt, menatap pria itu sembari mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Otaknya tak perlu bekerja dengan keras untuk mengerti apa yang Newt maksud sebab setelahnya kedua bahu Sidney tampak meluruh bersamaan dengan embusan napas panjang yang meluncur dari bibirnya yang mana mengindikasikan sebuah kelegaan.
"Keluarlah, Cliff. Aku ingin berbicara dengan Sidney sebentar."
Tanpa menunggu titah Newt untuk yang kedua kalinya, Cliff berlekas-lekas meninggalkan kamar Sidney. Tetapi sebelumnya ia sempat melirik terlebih dahulu ke arah gadis itu.
Dan Sidney terheran-heran karena Cliff dengan mudahnya menuruti perintah Newt tanpa berusaha untuk menolak seperti biasanya. Sepertinya ada kejadian antara ayah dan anak tersebut yang Sidney lewatkan. Entah apa, yang jelas hal itu menimbulkan rasa penasaran dalam dirinya.
Suara pintu yang tertutup mengambil alih perhatian Sidney yang sempat terjebak dalam pikirannya sendiri. Ia kemudian memutar pandangannya dan menemukan Newt yang berjalan mendekatinya dengan langkah pelan, tetapi tampak tegang.
Sidney tak berusaha menghindari Newt dengan cara masuk ke kamar mandi yang hanya tinggal selangkah lagi saja. Ia lebih memilih menunggu pria itu sembari matanya tidak lepas memerhatikan setiap gerak-gerik Newt.
Setibanya di depan Sidney, Newt tak mengeluarkan suaranya sama sekali. Dengan tenang ia mengambil satu tangan Sidney, membimbing gadis itu untuk mengikuti langkahnya yang tak berbalas penolakan sama sekali.
"Namanya Ben, bukan?" tanya Newt, sambil memberi instruksi lewat bahasa tubuhnya agar Sidney duduk di pinggir ranjang.
"Ka-kau tahu?"
"Duduklah, Sid." Newt melayangkan komandonya sekali lagi saat Sidney hanya bertanya tanpa melaksanakan perintahnya.
Dan kali ini Sidney menurut walau pikirannya mendadak dipenuhi berbagai macam spekulasi tentang Newt yang sudah mengetahui siapa itu Ben. Hanya dalam satu malam, dan Newt mengetahui siapa orang yang telah membuat tubuhnya terluka di beberapa bagian.
"Aku sudah mengurus bajingan itu."
Sidney tak lagi menyahuti ucapan Newt. Ia hanya diam, menggigiti bagian dalam bibirnya meskipun otaknya sibuk menerka-nerka apa yang telah Newt lakukan dengan kata "mengurus" yang dia maksud.
Newt lantas ikut duduk di samping Sidney, dengan badannya yang agak dimiringkan ke arah gadis itu. "Buka bajumu," titahnya kemudian.
Sidney serta-merta memutar arah pandangnya kepada Newt, melempar tatapan penuh keterkejutan yang diaplikasikan lewat kedua pupilnya yang melebar.
Newt mendesah, mengerti makna dari tatapan Sidney. Ia lantas menjelaskan sebelum gadis itu semakin banyak membuat persepsi. "Buang pikiran kotormu itu, Sid. Aku tidak bermaksud untuk bersikap cabul kepadamu. Aku hanya ingin melihat luka yang ada di punggungmu."
"Oh?"
Sidney masih kelihatan bingung di detik awal setelah Newt memberi penjelasan. Namun, tak lama setelah itu, otaknya mulai dapat memahami perkataan Newt dengan baik dan secara spontan kepalanya membuat gerakan mengangguk.
Sidney menggeser tubuhnya sedikit menyamping sehingga posisinya kini membelakangi Newt. Lalu, jari-jemari dari kedua tangannya sudah berada di bagian bawah bajunya dan dengan gerakan perlahan ia menarik benda tersebut sampai melewati kepalanya.
Sambil menggigit bibirnya, Sidney meletakkan bajunya di atas ranjang. Lantas, matanya melirik dari balik bahunya untuk meneliti ekspresi di wajah Newt setelah menemukan apa yang pria itu inginkan.
"Sial!" Newt mengumpat tajam saat menemukan warna punggung Sidney yang berubah agak kebiruan, seperti bekas benturan pada umumnya.
Satu tangan Newt kemudian bergerak naik, menyentuh dengan lembut memar yang ada di punggung Sidney. Sedang satu tangannya lagi tampak mengepal kuat di atas pangkuannya.
Newt benar-benar mengutuk orang yang telah berbuat sekasar itu kepada Sidney. Mungkin setelah ini ia akan memberi pelajaran tambahan kepada lelaki yang bernama Ben itu.
"Seharusnya kau tidak perlu bekerja," ucap Newt dengan suara rendah, terdengar seperti sedang menahan berbagai macam gejolak dalam dadanya. "Kau bisa meminta apa yang kau inginkan kepadaku, Sid. Aku tidak akan segan untuk mengabulkan apa pun yang kau mau."
Kalau boleh jujur, Sidney sebenarnya juga menyesal mengambil pekerjaan tersebut. Hanya karena dirinya yang ingin lepas dari Newt, ia melupakan kenyamanannya sendiri. Luka yang ada pada tubuhnya bukan menjadi masalah besar untuknya, hanya saja pelecehan seksual yang Ben lalukan cukup membuat mentalnya down.
Tarikan napas dalam-dalam Newt lakukan seiring dengan dirinya yang berpindah posisi menjadi bersimpuh di hadapan Sidney. Ia mendongak agar pandangannya tak lepas dari gadis itu yang juga menatap ke arahnya.
Secara perlahan Newt menggapai kedua tangan Sidney, membawanya ke dalam genggamannya yang erat. Dan lagi-lagi Sidney hanya dapat menggigit bibirnya sebagai respons atas perlakuan lembut Newt yang memang jarang sekali pria itu perlihatkan.
"Aku sadar mungkin sikapku selama ini membuatmu kebingungan dan pada akhirnya kau menyalahartikan semuanya. Aku juga tidak berhak menyalahkanmu atas kejadian ini karena pada dasarnya akulah yang patut untuk disalahkan." Newt berbisik. Genggamannya di tangan Sidney bertambah kuat bersamaan dengan kepalanya yang perlahan menunduk, merasa menyesal akan hal yang menimpa Sidney.
Sidney tidak bisa berkata apa-apa. Kedua matanya masih menyorot lurus ke arah Newt.
Bila selama ini pikirannya dipenuhi oleh keraguan akan perasaan Newt terhadapnya, maka detik ini keraguan itu hilang tanpa jejak. Sikap Newt yang seperti ini berhasil merobohkan kesangsian dalam dirinya.
Newt menghirup napas panjang, lalu kembali mendongak menatap Sidney. Dan kini, sudah ada senyum yang menghiasi bibirnya walau tak sampai ke matanya.
"Sidney Hoverson, mulai detik ini, jangan melakukan apa pun tanpa memberitahukannya terlebih dahulu kepadaku. Kekasihmu ini adalah tipe pria posesif. Jadi, jangan membuatnya marah dan menyesal dalam waktu yang bersamaan. Dan satu hal lagi, dengarkan ini baik-baik." Newt menjeda kalimatnya sejenak hanya untuk menarik napas panjang. "Aku mencintaimu, Sidney Hoverson. Sangat mencintaimu."
Mendengar itu, senyum Sidney yang sudah hilang sejak kejadian kemarin akhirnya menampakkan dirinya kembali.
••••
Setelah sekian lama nggak update, aku cuma bisa ngasih segini. Haha-in aja :")
Kayaknya di setiap author note, aku memang harus minta maaf deh. Maaf banget ya😔
Sebenernya selain karena kesibukan di dunia nyata, aku juga udah mulai berada di tahapan sulit untuk ngelanjutin cerita ini. Mau dipaksa kayak gimana pun rasanya tetep sulit. Makanya aku nyoba untuk mulai nulis setiap hari lagi mulai sekarang. Semoga aja bisa💪
Terakhir, terima kasih karena kalian masih setia nungguin cerita ini. Masih mau kasih vote apalagi komen. Thank you💕
31 Oktober, 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top