Tujuh
¦¦Selasa, 06.40¦¦
Kyla's POV
Astaga, badanku tidak ada yang tidak nyeri. Memakai tas di punggung saja, rasanya sudah tidak tahan.
Kuatkan dirimu, Kyla, ini ujian.
Aku bahkan belum mengobati lukaku sama sekali. Lagipula, luka akan sembuh dengan sendirinya, bukan? Tidak mungkin ada obat yang membuatnya langsung sembuh.
"Hoi," panggil seseorang yang sangat kukenal suaranya—Ryan.
"Apa?" tanyaku jutek. Aku sedang tidak dalam mood yang baik hari ini.
"Hentikan kebiasaan anehlu!" bentak Ryan yang membuat seisi kelas hening.
"Kebiasaan apa?" tanyaku malas.
"Membuang kertas itu di depan mata gue. Apa tujuanlu? Sebenarnya, gue males banget harus ngomong sama lu. Kalo gak demi rasa penasaran gue, gue gak bakal ngomong sama lu. Elu tuh gak lebih dari murid yang gak exist di kelas ini. Kalo mau ngomong, buruan ngomong seka--"
"KALO BEGITU, KENAPA ELU NGGAK COBA BACA ISI DARI KERTAS ITU?!" Aku melepaskan seluruh emosiku.
"Hei! Kok ngegas?" tanya Ryan setelah mendapati seisi kelas memperhatikannya.
"Ryan ngapain tuh sampe bikin Kyla marah?"
"Jangan-jangan Ryan suka lagi sama si Kyla."
"Ya ampun, selera gitu-gitu amat. Kyla, kan, gak ada bagus-bagusnya."
"Tapi bisa aja si Kyla yang deketin Ryan, kan?"
"Aneh mereka berdua."
"Dari minggu kemarin ya mereka ribut? Ada apaan sih sebenernya?"
"Menyebalkan," ucapku lalu pergi menuju toilet setelah mendengar segala macam omongan di kelas.
Author's POV
Kyla berjalan dengan pikirannya yang masih mencari cara untuk meminta bantuan Ryan. Tidak mungkin ia memberitahu langsung jika orang tuanya adalah pembunuh.
Ia pun sampai di toilet tanpa mengetahui ada yang mengikutinya.
Kyla memasuki bilik kedua dari toilet perempuan. Sebenarnya, ia tidak ingin buang air atau apapun. Ia hanya ingin menjernihkan pikiran.
Setelah beberapa detik, Kyla keluar dari bilik lalu mencuci tangannya. Saat ia menoleh ke arah pintu keluar toilet, ia mendapati teman sekelasnya—Jessy—bersandar di tembok seperti menunggu seseorang.
"Kyla," ucap Jessy dingin saat Kyla mematikan keran air.
"Apa?" tanya Kyla tidak kalah dingin.
"Lo suka Ryan?"
Di dalam hatinya yang terdalam, Kyla merasakan ada perasaan aneh yang terpendam—perasaan ini tidak pernah Kyla alami sebelumnya.
Perasaan ingin tertawa sekeras-kerasnya.
Tetapi, untuk menjaga image-nya yang dingin, Kyla berusaha untuk tidak tertawa dan menjawab sedatar mungkin. "Tidak."
"Baguslah. Kalau bohong pun, tetap gue yang bakal dapetin Ryan."
"Ya, udah. Milikin aja Ryan sepuaslu. Gue gak punya setitik perasaan sama Ryan," jawab Kyla lalu keluar dari toilet perempuan—diikuti oleh Jessy.
Bisa dibilang, Jessy adalah murid paling populer di kelasnya, bahkan se-angkatan. Tetapi, menurut Kyla, tampang Jessy itu lebih buruk darinya. Kyla bukan orang yang narsis, tapi ia sudah tahu dari melihat wajah Jessy.
"Ha! Bilang begitu saat lo baru aja ditolak? Sok banget, sih!" ucap Jessy.
"Ditolak?" Kyla menoleh ke arah Jessy yang berada di belakangnya.
"He? 'Kalo begitu, kenapa elu nggak coba baca isi dari kertas itu?'. Apakah terjadi kesalahpahaman di antara lo berdua? Sudahlah, menyerah saja. Ryan bukan cowok gampangan," ucap Jessy.
Kyla tersenyum. "Kalo gak tau apa-apa, diem aja, deh."
Jessy ikut tersenyum. "Ternyata benar, lo habis ditolak."
Lebih baik aku tidak menanggapinya. Mungkin hal ini akan menguntungkan di suatu hari, batin Kyla.
***
¦¦Selasa, 18.58¦¦
"Kenapa kau selalu membeli barang-barang seperti ini, Dik?" tanya Anne.
"Orang tuaku sangat hebat dalam menghancurkan barang," jawab Kyla.
"Pisau dapur lagi, botol sirup lagi, garpu lagi," keluh Anne. "Paling tidak, pisau dapurnya tidak mudah hancur, bukan?"
"Apa kakak tidak penasaran mengapa aku selalu membeli pisau dapur?"
"Lumayan penasaran, sih. Memangnya kenapa?"
"Karena pisau dapur yang dijual di minimarket ini hanya barang palsu. Mudah patah dan cepat tumpul. Ibuku adalah seorang koki di sebuah restoran. Ia sering menggunakan pisau," jawab Kyla.
"Restoran? Kenapa tidak memakai pisau yang dimiliki oleh restoran tersebut?"
"Karena... ibuku adalah pemilik restorannya."
Hebat, Kyla. Kemampuan berbohong yang diturunkan dari orang tuamu sangatlah hebat, batin Kyla.
¦¦19.00¦¦
"Hoi, Kyla. Serahkan kertasnya sini," ucap Ryan sambil menyerahkan tangannya kepada Kyla.
"Apa?" tanya Kyla.
"Lu yang bilang biar gue baca kertasnya. Betapa gentleman-nya gue," jawab Ryan.
"Tch." Kyla menjatuhkan struk belanjaannya lagi lalu dengan cepat berjalan melewati Ryan.
"Ah, terus aja!" oceh Ryan lalu mengambil kertas yang dijatuhkan Kyla. "He? Apaan ini? Struk belanjaan?! Kyla sialan."
======
10-04-2018
Alo gengs *ngelap ingus* maaf baru bisa update. Lagi usbn nih akunya. Derita murid kelas akhir emang.
Dan bagi yang mengharapkan ada romance dari Jessy-Ryan-Kyla, maaf ya, sampai buku ini tamat pun, gak bakal ada romancenya wkwk.
-Ines 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top