Lima Belas

||Jumat, 18.49||

Kyla's POV

Ini gila.

Apa aku benar-benar harus mengikuti rencana Ryan? Apa dengan rencananya itu, orang tuaku bisa ditangkap?

Semudah itu?

Aku tidak yakin. Bukan hanya tidak yakin, tetapi aku benar-benar tidak yakin. Aku berani taruhan sebanyak apapunㅡmau seberapa kali lipat dari total hutang ayahku, rencana ini akan gagal. Percayalah.

"Kyla, hari ini ada tugas dadakan. Kamu siap-siap ya buat beli bahannya," ucap ibu lalu memberiku secarik kertas.

Baru saja aku ingin menyerah. Tetapi, perintah itu muncul lagi.

Gunting, tali tambang, garpu, sirup, pisau dapur, obat nyamuk, lakban. Baru kali ini ibu menyuruhku membeli barang selengkap ini. Apa korban hari ini adalah seseorang yang sangat ia benci?

Dalam hitungan mikrosekon, aku menoleh ke arah kalendarㅡbukan hari ulang tahun siapapun. Bukan peringatan apapun juga.

Kenapa?

Sebenarnya apa yang direncanakan mereka berdua?

Aku mendapat firasat buruk tentang ini.

Bisa saja korban ini merupakan korban terakhir mereka. Dalam artian, mereka akan memulai kriminal yang sebenarnya setelah ini. Membayangkannya saja sudah merinding.

"Bu, aku sedang tidak enak badan. Diundur besok aja ya?" ucapku selembut mungkin.

"Besok?" tanya ibu.

Aku mengangguk. "Besok gak apa-apa kan?"

"Ya sudah. Nanti ibu bilangin ayah," jawab ibu.

"Aku beli obat dulu ya," ucapku mencari alasan.

"Iya. Ada duitnya kan?" tanya ibu.

Aku mengangguk lagi lalu keluar dari unit.

Wah, kapan terakhir kali aku bisa menghirup udara segar?

Kenapa rasanya lega sekali setelah berbohong?

Aku berjalan mengitari lantai lima apartemenku. Aku mencari unit milik Ryan. Pasti dia sedang bersiap-siap untuk berangkat les.

Setelah menemukan unit 514, aku menunggu di bangku panjang yang disediakan di sana. Sebentar lagi pasti Ryan akan keluar dari unitnya dan terkejut dengan kehadiranku.

Aku mendengar suara pintu unit itu dibuka.

"Astaga!" teriak Ryan ketika melihat keberadaanku.

Aku tertawa melihat reaksinya.

"Wah, lu bisa ketawa juga?" tanya Ryan sambil mengunci pintu.

"Nggak," jawabku cepat.

"Kenapa? Besok jadi kan?" tanya Ryan.

Aku dan Ryan memang menetapkan hari Sabtu untuk melaksanakan rencana kita. Hari Senin sampai Jumat, Ryan harus mengikuti les. Waktunya bentrok.

"Gue ragu," jawabku.

"Jangan dipaksa kalo ragu," ucap Ryan.

"Tapi gue bener-bener mau nangkep orang tua gue."

Ryan terkekeh. "Iya, iya. Gue ngerti. Tapi kalo dari lu nya sendiri aja ragu, gimana gue bisa bantu? Gue gak berhak dong?"

Aku selalu bingung dengan dirinya. Kenapa dia sangat memahami orang lain?

"Lu ke sini cuma buat bilang itu?" tanya Ryan.

"Iya."

"Ini pertama kali kita ketemuan di apartemen. Biasanya cuma papasan," ucap Ryan.

"Itu masa lalu," jawabku.

"Masa lalu? Yang bahkan gak sampe sebulan yang lalu?"

"Ya pokoknya itu masa lalu," tegasku.

"Jadinya besok gimana?" tanya Ryan.

"Coba dulu deh. Tunggu aja sekitar pukul tujuh malam di depan unit gue," jawabku.

***

||Sabtu, 18.55||

Aku sudah sampai di minimarket seperti biasa. Tetapi, ada yang berbeda hari ini. Kasirnya bukan Kak Anne.

Aku mengambil keranjang lalu menaruh barang belanjaanku di sana. Saat aku berjalan melewati lemari pendingin, aku melihat seorang pegawai sedang memasukkan barang ke rak.

"Kak Anne?" panggilku ragu.

Orang itu menoleh lalu tersenyum padaku. "Hai, Kyla. Bagaimana sekolahmu?"

"Biasa saja," jawabku.

"Restoranmu?"

Aku terdiam sebentar karena bingung harus menjawab apa.

"Begitulah," jawabku pada akhirnya. "Tumben tidak menjadi kasir."

"Sekali-kali aku membantu menata barang," jawabnya.

Aku hanya mengangguk-ngangguk lalu menyerahkan keranjang belanjaanku ke kasir.

Jika kasirnya bukan Kak Anne, belanjaanku tidak akan dibacakan. Rasanya berbeda sekali.

***
||19.00||

Aku sampai di unit tepat waktu.

"Kyla, ayah mau bicara," ucap ayah.

Jantungku berdetak kencang. Kesalahan apa lagi yang sudah kuperbuat?

Ayah mengambil plastik hitam berisi belanjaan itu dari tanganku.

"Ada apa, Yah?" tanyaku.

"Barang ini kau beli di warung?" tanya ayah.

DEG!

"Tentu saja di warung. Memangnya kenapa?" tanyaku.

"Benarkah?" tanya ayah lagi.

"Iya," jawabku yakin.

Jika aku terdengar sedikit ragu, pasti akan ketahuan.

"Aneh," ucap ayah. "Padahal warung dekat apartemen hari ini tutup."

"Aku beli di warung yang agak jauh," jawabku.

"Agak jauh? Memangnya tujuh menit cukup untuk bulak-balik?" tanya ayah.

"Aku berlari di jalan karena dikejar waktu. Aku berusaha untuk kembali tepat waktu."

"Terlepas dari itu, di mana kau membeli barang-barang itu sebelumnya?"

"Tentu saja di warung."

"Benarkah?"

"Iya, Ayah."

Sebenarnya ada apa dengan ayah hari ini? Mengapa ia memberiku pertanyaan seperti ini?

"Aneh," ucapnya lagi. "Kenapa pemilik warung itu berkata bahwa ia tidak pernah melihatmu?"

"Pembelinya banyak. Mana mungkin ia hafal wajahku."

Ayah tersenyum.

Kenapa sih dia?

Beberapa saat kemudian, bel di unitku berbunyi.

Ayah pun berjalan menuju pintu untuk membuka kunci. Setelah pintu dibuka, muncullah seorang perempuan berumur dua puluhan.

Korban lagi.

Ayah dan ibu menyambutnya dengan ramah. Mereka duduk di sofa sambil mengobrol-ngobrol. Segelas sirup juga sudah disediakan di sana.

Aku hanya berdiam diri di kamar. Aku harus memikirkan tentang tadi. Jika ayah sudah bertanya seperti itu, berarti ia sudah tahu kebenarannya. Aku harus hati-hati.

Jika pukul delapan tiba, aku harus menyaksikan pembunuhan lagi.

Tiba-tiba, aku teringat sesuatu.

Ryan!

Kenapa aku bisa sampai lupa tentangnya?

Dia seharusnya sudah siap untuk mengambil foto dari luar unitku. Tetapi, sepertinya tidak ada gunanya.

Jika ayah yang membawa masuk perempuan itu, mungkin akan menjadi bukti kuat. Tetapi, jika perempuan itu bertamu sendiri, maka tidak membantu apa-apa. Wajah ayah tidak akan terlihat.

Eh.

Nomor unitku pasti terpampang. Pasti. Polisi pasti bisa menyelidikinya melalui nomor unitku.

***
||21.00||

Mungkin sebentar lagi aku akan kehilangan kewarasanku.

Setelah melihat orang tuaku menyiksa korban, aku segera mengurung diri di kamar.

Sebaiknya besok-besok aku beli di warung saja.

Aku melihat ke arah ponselku yang kugunakan untuk merekam kejadian tadi.

Apakah masih ada hari besok untukku?

=========

04-06-2019

Hahahai! Kangen gaaa? Udah hampir setahun dilanjutinnya wkwk. Maaf banget yaa bagi yang menunggu. Semoga bakal cepet selesainya muehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top