Dua Puluh Dua [END]

||14.00||

Kyla's POV

Aku terbangun dari tidurku. Kepalaku sangat berat. Aku berusaha untuk duduk.

Aku melihat apa yang ada di depanku. Ada beberapa ranjang kosong. Saat aku melihat ke kanan dan kiri, hanya ada tirai putih.

Sebentar... ini rumah sakit?

Rumah sakit untuk orang sakit? Bukan rumah sakit jiwa?

Beberapa detik kemudian, ada seorang dokter yang melihatku lalu segera menghampiriku.

"Nona Kyla, apa yang kau rasakan sekarang?" tanyanya.

Hm? Apa maksudnya? Memangnya aku kenapa?

"Pusing," jawabku.

"Ah, itu tidak masalah. Itu efek dari tidur terlalu lama."

"Memangnya aku tidur berapa lama?"

"Dua hari."

Aku sangat terkejut. "Dua hari?!"

Dokter itu mengangguk lalu tersenyum. "Apa perutmu masih sakit?"

"Tidak."

"Syukurlah. Aku akan melaporkannya dulu," ucapnya lalu pergi.

Aku mengangkat baju atasanku lalu mendapati perban di perutku. Memangnya apa yang terjadi padaku? Aku mengerutkan dahi sambil berusaha mengingat kembali apa yang telah terjadi.

Aku sempat membahas rencana bersama Ryan. Tunggu... itu mimpi atau bukan?

Lalu, ada lelaki bule...

Ah, aku ingat.

Ia menikamku.

Tetapi, itu bukan mimpi kan? Jika dilihat dari perban di perutku, kurasa itu kenyataan.

Aku memegangi kepalaku yang masih pusing. Aku memejamkan mataku.

"Nak Kyla."

Aku segera membuka mata dan mendapatkan seorang perempuan berseragam polisi.

"Hm?" gumamku.

"Pelaku sebenarnya sudah ditangkap. Kamu dibuktikan tidak bersalah. Jika kamu berkenan, maukah kamu diinterogasi ulang sebagai saksi?" tanyanya.

"Pelaku sebenarnya? Interogasi? Sebagai saksi?" Aku hanya bergumam karena tidak bisa mencerna ucapan polisi itu.

"Iya," jawab polisi itu. "Apa keadaanmu sudah baik?"

"Sepertinya belum. Aku bahkan tidak mengerti apa yang ibu bicarakan," jawabku.

"Baiklah. Datanglah ke kantor polisi bersama walimu jika kondisimu sudah baik," ucap polisi itu lalu pergi.

Aku memejamkan mataku lagi. Kenapa rasanya kepalaku berat sekali? Apa aku harus tidur lagi? Bukankah itu malah memperparah?

Tadi polisi itu bilang apa sih?

Pelaku sebenarnya sudah ditangkap? Aku harus diinterogasi ulang sebagai saksi?

Pelaku sebenarnya?

Bukankah mereka orang tuaku?

Orang tuaku sudah ditangkap?!

Aku langsung membuka mataku sebesar-besarnya. Rasanya, sakit di kepalaku tiba-tiba hilang.

Aku tidak percaya. Ini sungguhan?

"Kyla."

Panggilan itu membuatku tersentak.

"Ini aku, Anne."

Anne? Kak Anne?

"Aku dihubungi pihak rumah sakit karena kau sudah sadar," ucapnya.

"Kenapa kakak yang dihubungi? Bukankah seharusnya orang tuaku?"

"Aku menjadi wali kamu. Bukankah kamu sudah diberitahu bahwa orang tuamu sudah ditangkap?"

Ah, iya. Baru saja polisi itu memberitahuku. Kenapa aku lupa?

Aku membeku cukup lama. "Mereka benar-benar ditangkap? Dipenjara?"

Anne mengangguk. "Mereka sudah ditangkap. Namun, sidangnya belum dilaksanakan. Kamu akan menjadi saksinya."

"Tapi, bukankah harusnya aku ditangkap juga? Aku kan kaki tangannya," ucapku.

"Kamu tidak bersalah sama sekali. Aku juga tidak tahu kenapa. Orang tuamu mengakui bahwa mereka melakukan semuanya berdua. Mereka melindungimu."

"Hah?" tanyaku tidak percaya.

Ini mustahil. Aku bahkan sudah mengakui bahwa aku yang membeli barang-barang itu di minimarket. Ada saksi juga yang melihatku membelinya. Kenapa aku bebas?

"Kamu dianggap sebatas sakit jiwa, Kyla. Orang tuamu mengaku bahwa mereka tidak menyuruh kamu membeli barang-barang itu. Mereka bilang kalau kau hanya membelinya karena efek dari penyakit jiwamu."

"Apa maksudnya? Kenapa mereka membelaku? Padahal sejak dulu, mereka yang ingin menjadikanku kambing hitam."

"Entahlah. Kau bisa menanyakannya langsung kepada mereka," jawab Kak Anne.

Aku mengerutkan dahi.

"Omong-omong, Kyla, tuduhan untuk orang tuamu sangat banyak. Aku rasa mereka bisa menjalani penjara seumur hidup," ucap Kak Anne.

"Benarkah?"

"Kamu tidak boleh menyesal karena masuk rumah sakit jiwa. Pokoknya, jangan menyesali semua yang sudah kamu lalui selama ini. Berkat keputusan orang tuamu itu, mereka dianggap membuat anaknya sakit mental karena child abuse."

Aku membeku. Aku masih tidak percaya ini semua terjadi. Semua yang aku impikan akhirnya menjadi kenyataan.

"Kak Anne."

"Hm?"

"Terima kasih."

"Loh? Kenapa tiba-tiba?"

"Terima kasih untuk semuanya," ucapku hingga air mataku menetes.

"Kamu kenapa? Jangan menangis."

"Ryan udah memberitahu semuanya kepadaku. Terima kasih banyak."

Kak Anne menghampiriku lalu memelukku. "Sama-sama, Kyla."

"Aku kira, aku akan menderita seumur hidup. Aku kira, aku akan hidup seperti ini selamanya. Aku kira, aku tidak akan bisa bebas. Aku kira--"

"Sst." Kak Anne menepuk punggungku pelan.

"Padahal jika kali ini gagal, aku benar-benar menyerah. Aku akan melakukan apa yang pernah ingin kulakukan. Ah, bukan. Aku akan melakukan apa yang ingin kulakukan sejak dulu. Sejak aku sadar akan hancurnya hidupku."

Kak Anne masih menepuk punggungku.

"Kalau gak ada kakak, aku gak bakal bisa bebas," ucapku. "Tapi kenapa? Kenapa kakak mau menolongku?"

"Karena kamu berhak hidup normal, Kyla."

Tangisanku makin kencang. Kenapa di saat-saat bahagia seperti ini, aku malah menangis?

***

Pelaku dari sebelas kasus pembunuhan dan sepuluh kasus pembunuhan yang baru terjadi akhir-akhir ini ternyata bukanlah Nona K. Pelaku sebenarnya adalah orang tua dari Nona K. Fakta ini mengejutkan semua orang.

Nona K hanyalah sebatas pengidap gangguan jiwa yang disebabkan oleh orang tuanya sendiri. Saat dirawat di rumah sakit jiwa, ayahnya juga sempat menyuruh orang untuk menikam putrinya sendiri.

Keadaan Nona K juga makin lama makin baik. Ia sudah sembuh dari luka tikamannya. Keadaan mentalnya juga menunjukkan peningkatan yang positif. Namanya juga sudah dibersihkan. Mungkin sebentar lagi, Nona K bisa kembali bersekolah.

Orang tua dari Nona K terancam penjara seumur hidup. Sekian laporan dari kami. Terima kasih.

Aku menonton berita itu sambil menangis.

Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku senang ketika aku tahu aku sudah bebas. Aku senang ketika aku tahu orang tuaku ditangkap.

Tapi, kenapa rasanya selalu ingin menangis?

Aku bahkan tidak tahu mengapa aku menangis. Apakah ini tangisan bahagia ataukah tangisan penyesalan? Perasaanku campur aduk.

Padahal saat itu aku hanya tidur selama dua hari karena ditikam. Tapi, hidupku berubah total.

Aku merasa bersalah dan tidak berguna. Kak Anne dan Ryan bekerja keras sedangkan aku hanya tidur.

Ryan sudah melaporkan tentang basement rumah lamaku. Seperti yang disebut dalam berita, ada sepuluh jasad baru yang ditemukan di sana. Ada juga satu jasad yang merupakan salah satu korban dari kasus sebelumnya.

Orang tuaku tidak pernah berubah. Meski aku tidak bersama mereka, tetap saja mereka melaksanakan pembunuhan. Padahal, jika mereka tidak melakukannya, aku akan dianggap sebagai seorang pembunuh sampai aku mati.

***

"Apa kamu siap?" tanya Kak Anne.

Aku mengangguk yakin. "Tentu aku siap."

"Kamu terlihat lebih cerah dari sebelumnya," ucap Kak Anne.

"Tentu saja. Selama ini, tidak ada yang mempercayai perkataanku. Tapi, kali ini, semua orang akan mempercayaiku."

Aku dan Kak Anne akan menghadiri sidang pidana kedua orang tuaku. Kita berdua akan menjadi saksi.

Aku melihat kedua orang tuaku mengisi bangku terdakwa.

Mereka berdua memang orang tuaku. Tapi, aku tidak merasa sedih sama sekali.









"Pelaku dinyatakan bersalah dan akan menjalani pidana seumur hidup."

Terdengar ketukan palu setelahnya.


TAMAT

======

25-06-2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top