Dua Belas

¦¦Kamis, 09.11¦¦

Kyla's POV

"Gue tahu pelaku pembunuhan berantai yang ada di kota kita."

Aku menghentikan langkahku lalu menoleh ke arahnya. "Terus?"

Dia tidak mungkin tahu. Aku harus bersikap biasa-biasa saja. Aku tidak ingin membuatnya merasa ia menang karena berhasil menarik pehatianku.

"Gue tahu siapa pelakunya, motifnya, dan segalanya," lanjutnya. "Lu gak pengen tahu?"

Ahahaha andai aku bisa tertawa di depan wajahmu sekarang, Jessy. Pelakunya tidak memiliki motif apapun. Mereka melakukannya hanya untuk kesenangan dan kekayaan. Terlebih lagi, aku lebih tahu segalanya daripada dirimu.

"Nggak," jawabku. "Kenapa tiba-tiba ngomongin itu?"

"Lu suka Ryan tapi gak tau alasannya?"

Aku memutar bola mataku. Lagi-lagi ia menghubungkannya dengan Ryan lagi.

"Emangnya kenapa?" tanyaku malas.

"Ryan tertarik banget sama kasus ini. Dia bakal tertarik juga sama gue kalo gue tahu banyak tentang kasus ini," jawabnya.

"Coba kasih tau ke gue. Siapa pelakunya dan motifnya," tantangku.

"Gak mau lah! Ntar lu tikung," jawabnya cepat.

"Nggak. Gue janji gak bakal bilang ke Ryan. Biar lu aja yang bilang," jawabku sepelan mungkin agar ia percaya. Aku hanya penasaran apa yang akan ia katakan.

Jessy menatapku lama lalu akhirnya angkat bicara. "Pelakunya itu seseorang yang gue kenal. Motifnya itu karena dia benci perempuan."

"Terus gimana caranya pelaku itu melakukan aksi jahatnya?" tanyaku mulai tertarik dengan cerita ciptaannya.

"Dia yang ngasih tau langsung ke gue. Dia undang cewek itu sebagai guru les privat anaknya. Setelah itu dia membunuhnya dengan palu. Palunya disimpan di balik lukisan di kamar mandi," jelas Jessy.

Aku merapatkan kedua bibirku untuk menahan tawa. Cara itu... aku mengetahuinya. Itu dari salah satu webtoon yang pernah kubaca. Judulnya kalau tidak salah Bastard. Aku cukup mengerti perasaan tokoh utamanya yang memiliki ayah pembunuh. Aku tidak membacanya sampai habis. Aku mulai tidak tertarik sejak ada adegan romansanya.

Aku harus membalas ucapan Jessy sebaik mungkin. Aku kira dia adalah perempuan elegan yang bisa menjadi queen di sekolah. Tetapi, sungguh kebalikannya. Ia hanya gadis polos yang terlalu muluk.

"Seseorang yang lu kenal? Siapa? Ayahmu?" tanyaku.

"Ya bu-bukan lah! Ayahnya temanku," jawabnya salah tingkah.

"Tepatnya, ayahnya tokoh utama di webtoon," ucapku yang membuatnya terdiam.

"Lu ngomong apa sih?" tanyanya tanpa melihat ke arahku. Pasti dia kehabisan kata-kata.

"Kenapa emangnya?" tanyaku padanya. Aku penasaran apa yang akan dia katakan selanjutnya.

"Bukan webtoon, tau! Ini beneran. Nanti gue mau kasih tau ke Ryan. Awas kalo lu kasih tau duluan!" ucapnya lalu pergi melewatiku.

Aku terkekeh mendengarnya. Aku pun kembali ke kelas.

Tetapi, aku masih penasaran dengan korban kali ini. Kenapa tidak ada berita sama sekali?

¦¦15.03¦¦

"Mau ngomongin apa?" tanya Ryan ketika kita berdua sudah duduk di 'markas'.

"Gak mau ngomongin apa-apa sih. Nyari temen ngobrol aja. Gue kesepian di rumah," jawabku bohong.

Aku sengaja mengatakannya agar Ryan terpancing untuk membicarakan kasus pembunuhan berantai. Aku memang pernah mendengar Ryan membicarakan kasus ini di kelas. Saat mendengar ucapan Jessy tadi, aku jadi makin yakin untuk membicarakan ini dengannya.

"Ya elah. Hidup lu sedih banget. Gue orang sibuk tau. Harusnya lu merasa terhormat karena gue mau temenin lu," jawabnya.

"Biasa aja sih. Hidup lu kali yang sedih. Belajar terus. Nilai juga sebatas angka. Keponakan gue yang umurnya dua tahun juga bisa nulis angka," jawabku.

"Asikk! Akhirnya lu bijak juga. Jadi semangat nih gue. Mau ngobrolin apa nih yang enak?"

Autis.

"Lu ada tertarik di suatu hal gak?" tanyaku.

"Hm... hobi maksudnya? Gue suka main futsal sih. Gue lumayan jago. Saking jagonya, gue punya julukan di tim," jelasnya.

"Apa tuh?"

"Raja Sleding," ucapnya dengan bangga.

Aku memutar bola mataku dengan malas. "Selain hobi?"

"Di luar hobi sih palingan tertarik makan, tidur, main."

Ryan ini emang bego atau pura-pura bego sih? Peringkatnya selalu tiga besar se-angkatan. Kenapa pas diajak ngomong malah sebego ini?

"Itu gak penting. Selain itu apa? Biar ada bahan bicaraan nih."

"Ngomongin futsal tadi gimana?"

"Gue nggak ngerti futsal. Yang lain aja."

Ryan terlihat berpikir. "Oh! Gue tertarik sama kasus pembunuhan berantai di kota kita."

Aku tersenyum lebar. Akhirnya, harapanku terkabulkan. Rasanya seperti memenangkan lotre.

"Kasus itu? Emangnya kenapa lu tertarik?" tanyaku.

Ryan mengambil sesuatu dari tasnya. Hm? Sebuah buku kecil.

"Gue penasaran banget. Pelakunya juga pinter banget! Gue suka banget sama gayanya. Benar-benar orang yang disiplin dan perfeksionis! Jarang banget ada pembunuh yang pinter banget kayak dia," ucapnya lalu menyerahkan buku kecilnya kepadaku. "Ini data yang gue tulis tentang kasus itu."

Aku menggeleng kepalaku. Entah berapa kata "banget" yang baru saja ia katakan. Segitu sukanya kah dia dengan orang tuaku?

Aku membuka buku itu halaman per halaman. Ia mencatat semua tanggal di saat pembunuhan itu terjadi. Ia juga menulis ciri-ciri pelakunya. Aku tersenyum kecil melihatnya. Sungguh, buku itu membuatku terus tersenyum. Mungkin aku harus berpacaran dengan buku tersebut.

"Dia laki-laki?" tanyaku saat membaca ciri-ciri pelaku.

Ryan mengangguk dengan antusias. "Memutilasi korban sampai banyak potongan, pasti pelakunya laki-laki! Tenaga perempuan tidak segitu kuat."

Yah... tidak semua perempuan sih.

"Begitukah? Gue gak pernah memikirkan tentang itu."

"Oh! Ingat gak yang katanya ada rambut yang ditemukan? Itu yang membuat gue makin yakin kalo pelakunya laki-laki. Kalo pelakunya perempuan, pasti rambutnya akan diikat atau dirapikan sebagus mungkin agar tidak ketahuan. Karena dia laki-laki, dia tidak mengerti cara mengatur rambut perempuan."

Aku tertawa mendengarnya. Pemikirannya sungguh menghibur. Aku bahkan tidak pernah memikirkan sampai segitunya.

Ngobrol seperti ini, membicarakan kasus orang tuaku, membuat perasaanku nyaman一meski hanya sesaat.

======

29-06-2018

Double update. Senang tida?

Yes, aku tulis cerita ini terinspirasi dari webtoon 'Bastard'. Aku memang belum baca sampai habis ehe. Aku lupa udah baca sampe episode berapa. Jadinya males baca ulang wkwk.

Berbeda dengan yang Kyla bilang, romance di Bastard itu lumayan sweet dan enteng(?). Bisa bikin thrill dan baper di saat yang bersamaan ahahah.

Mungkin di sini ada yang pernah baca lalu merasa deja vu dengan storyline The Bill? Muehehe.

-Ines 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top