Delapan

¦¦Rabu, 07.10¦¦

Anne's POV

Pembunuh Berantai Kembali Beraksi!

Korban kali ini memiliki tanda-tanda yang sama. Yaitu tertulis last seen yesterday at 8.00 P.M. Para polisi sudah mencari di beberapa tempat yang memungkinkan. Tetapi, hasilnya nihil. Sepertinya pembunuh itu sudah menemukan tempat baru yang aman dari jangkauan polisi.

"Polisi akan coba mencari di tempat-tempat yang belum pernah dihampiri sebelumnya," ucap salah satu polisi. "Kami juga meminta kerja sama para warga agar waspada jika berpergian saat malam hari. Tolong lapor ke keamanan setempat jika menemukan tanda-tanda keberadaan jasad korban. Terima kasih."

Astaga, pembunuhan ini tidak ada berhentinya. Ditambah lagi, aku selalu bekerja pada shift malam. Itu membuatku tidak bisa fokus bekerja.

Aku memasukkan buku-buku pelajaran hari ini lalu segera berangkat ke kampus.

***

¦¦Rabu, 09.03¦¦

Kyla's POV

Aku menghampiri meja Ryan. Aku harus melangkah lebih dulu kali ini. Tidak mungkin Ryan harus menghampiri mejaku dan membentakku.

"Sudah mengerti?" tanyaku.

"Mengerti apanya? Itu hanya struk belanjaan! Lu kode ke gue biar dibeliin makanan, hah?!"

Aku tersenyum. Hanya satu kata yang dapat mendeskripsikan diriku.

Hopeless.

Ryan mungkin belum bisa membantuku apa-apa. Tetapi, aku harus membuatnya membantuku. Hanya dia yang datang di waktu yang tepat. Hanya dia yang bisa menolongku. Aku harus mempercayainya.

"Dan apa maksudnya itu? Membeli pisau dapur, garpu, dan botol sirup? Mau ngelawak, ya?" tanya Ryan.

Aku terkejut. "Lu... mengingat isinya?"

"Ya, ingat, lah! Lu lupa kalo gue juara kelas?" Ryan setengah berteriak.

"Pelankan suaralu. Gue gak suka jadi pusat perhatian."

"Tetapi... kenapa elu beli barang begituan? Lu mau buka botol sirup pakai pisau dapur lalu mengaduknya dengan garpu?"

"Konyol," gumamku pelan lalu pergi meninggalkan Ryan.

Dia tahu bahwa aku membeli barang-barang seperti itu. Tetapi, mengapa ia tidak merasa curiga sedikit pun?

Ia tidak tahu jika ayah menyiksa korban dengan pisau dapur? Ayah bilang, semakin tumpul pisaunya, semakin tersiksa korbanya. Dan itulah kebahagiaan ayah. Haha. Gila.

Untuk botol sirup, itu adalah kesukaan ibu. Biasanya ibu akan memberi korban secangkir sirup lalu memecahkan botol beling tersebut di kepala korban.

Sekarang aku memikirkan satu hal, di mana ayah dan ibu bertemu? Di penjara? Atau di rumah sakit jiwa?

***

¦¦Rabu, 18.41¦¦

Aku tidak memiliki nafsu untuk pulang ke rumah—sama sekali tidak ada.

Sejak pulang sekolah, aku berada di halaman belakang sekolah, di mana terdapat arena bermain untuk murid TK. Sekarang, aku sedang duduk di bangku panjang di sana. Aku harus menandakan bahwa bangku ini adalah milikku.

Ayah dan ibu juga memberitahu jika hari ini tidak ada pembunuhan. Mungkin aku bisa beristirahat dulu hari ini.

Aku membuka seleting tasku dan mengambil sebuah kunci—kunci rumah lamaku yang sudah sejak dulu aku buat duplikatnya. Aku tahu jika suatu saat, aku pasti akan membutuhkannya.

Aku pun beranjak dari bangku tersebut dan berjalan kaki menuju rumah lamaku.

Perjalananku cukup panjang. Kira-kira perjalanan bisa selama  dua puluh menit. Aku sudah terbiasa berjalan kaki—aku tidak mudah lelah. Aku bisa menaiki bis terlebih dahulu lalu melanjutkannya dengan berjalan kaki. Jika menggunakan mobil pribadi, mungkin selama delapan menit sudah sampai.

Aku tidak peduli dengan waktu. Besok aku ingin bolos sekolah dan pulang ke rumah. Aku ingin tahu apa reaksi orang tuaku. Apakah mereka khawatir? Apakah mereka tidak peduli padaku? Atau... mereka akan menghukumku lagi?

Setelah sampai di rumah lamaku, aku pergi ke ruang bawah tanah untuk memeriksa jasad korban yang kedua orang tuaku sembunyikan.

Baru saja pintu basement kubuka, bau busuk sudah menusuk indera penciumanku. Sebelum aku berhasil melihat keadaan jasad tersebut, aku sudah tidak kuat menahan baunya. Aku pun segera menutup kembali pintu itu.

Apakah aku harus menelpon polisi sekarang? Tetapi, apa yang harus aku jawab jika mereka bertanya bagaimana aku bisa tahu ada mayat di sini? Apa yang harus aku jelaskan jika mereka bertanya mengapa aku ada di sini?

Aku meraih ponsel di tas sekolahku.

Tunggu sebentar... orang tuaku sudah pernah menyuruh agar polisi tidak menerima panggilan apapun dari unitku. Kemungkinan besar, nomor ponselku juga diblokir. Sambungan telepon di rumah lamaku juga sudah lama tidak berfungsi.

Apakah aku harus merelakan situasi ini? Tetapi, ada baiknya, kan, jika aku mencobanya terlebih dahulu?

Aku pun menelpon polisi menggunakan ponselku terlebih dahulu.

Ya, nomorku benar-benar diblokir oleh polisi. Kekuatan ayah dan ibu sangat besar. Aku sangat terkagum-kagum.

Aku pun mencoba mengangkat pesawat telepon yang ada di ruang tamu. Dan... yang benar saja! Suara nuuuut~~ khas telepon saja tidak ada.

Benar-benar tidak ada tanda kehidupan di sini. Ayah dan ibu benar-benar mendapatkan spot yang bagus untuk menaruh korbannya. Polisi pasti akan mengira rumah ini hanyalah rumah yang sudah kosong selama sepuluh tahun lebih. Mereka tidak akan mencurigai rumah ini.

Pada akhirnya, aku menyerah. Lagipula, jika aku ketahuan, mungkin aku akan disiksa lebih parah lagi.

***

¦¦Kamis, 10.29¦¦

Aku sudah sampai di depan unit apartemenku. Aku mengambil napas dalam-dalam lalu menekan bel unitku.

Pintu unit dibuka dengan cepat. Aku bisa melihat wajah ibu yang terkejut melihat kedatanganku.

"Astaga, Kyla!" teriak ibu.

"Jangan berteriak, Bu," jawabku.

Ibu mengangguk lalu membawaku ke dalam unit.

"Ke mana saja kau semalam? Ayah dan ibu sangat khawatir!" ucap ibu.

Aku terkejut. Baru pertama kali orang tuaku khawatir tentang diriku. Reaksi mereka benar-benar di luar dugaan.

"Khawatir?" tanyaku.

"Iya, khawatir jika kau sudah dibunuh orang lain dan organmu sudah dijual lebih dulu olehnya," jawab ayah. "Untunglah kau masih hidup. Organmu hanya untuk ayah dan ibu, ya. Camkan itu!"

Aku tersenyum.

Mungkin akhir-akhir ini, aku banyak tersenyum.

Apakah aku masih bisa senyum untuk besok?

======

09-05-2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top