The Best Part. 02

Pluit ditiup dengan kencang menghasilkan bunyi yang amat sangat memekakan di telinga orang-orang yang mendengarnya. Dengan teriknya matahari yang cukup menyengat di kulit, seluruh murid kelas 11 IPA 2 tidak merasa lelah--terkecuali yang memang sangat anti dengan gerah body. Seperti Bilqis contohnya. Teman kelas Caca itu--yang notabe nya duduk di depan Caca--kini malah melipir ke tepi lapangan. Diikuti yang lain.

Sebenarnya, lapangan futsal ini di tepinya dikelilingi oleh jaring besi yang menutup seluruh sudut lapangan. Dari atas sampai bawah. Ada beberapa tanaman yang merambat di sana. Tidak panas sama sekali. Bahkan angin berembus sejuk.

Pak Jeje--guru olahraga--tengah mengawasi anak laki-laki yang sedang bermain bola futsal. Pelajaran olahraga kali ini adalah bola futsal. Setelah mengetes satu persatu seluruh murid IPA 2, Pak Jeje membuat tim futsal, dan ada lima tim. Ada tiga kelompok dari perempuan dan juga dua dari laki-laki.

Tim anak perempuan sudah bermain semuanya. Tiga-tiganya. Kini saatnya anak laki-laki yang belum tanding. Saat ini ada satu tim perempuan yang masuk ke babak final. Di mana setelah tim anak laki-laki ini selesai dan ada yang menang, mereka akan bertanding. Anak laki-laki dan juga perempuan.

Seru, bukan?

Atau merasa tidak sepadan?

Justru itu, Pak Jeje ingin melihat seberapa kompak anak muridnya dalam sebuah tim pertandingan futsal ini. Apalagi perempuan. Pak Jeje jadi bisa tahu bagaimana perempuan mengontrol emosinya yang suka meletup-letup karena hal sepele--tetapi sekarang harus menahannya demi kekompakan tim.

"Woy, Yam, gantiin gue deh di final nanti. Panas banget ya ampun kulit gue nanti jadi..., Eww--plis deh!!"

Maryam menoleh pada Bilqis yang meluruskan kakinya, juga tangan yang menahan badan di sampingnya. Tidak hanya dirinya saja yang sedang duduk sambil menyender pada pagar dari jaring besi itu, tapi teman kelasnya yang lain juga ternyata mengekori Bilqis yang sudah seperti cacing kepanasan karena dikasih garam. Merasa gerah body.

"Ih, gak boleh gitu dong, Bilqis!" protes Caca. Pasalnya, Bilqis dan Caca adalah teman satu tim. Dan Pak Jeje bilang kalau tidak bisa bertukar tempat antara sesama tim lain. Dan ini, Bilqis malah meminta Maryam menggantikan dirinya, padahal Maryam adalah anggota tim lawan yang tadi kalah saat bermain dengan timnya.

"Caca marica hey-hey, sumpah gue gak kuat, Ca. Ya, ya, ya, plisss...," Bilqis memasang puppy eyesnya, berharap Caca luluh karena gadis itu amat sangat pengertian kepada teman kelasnya yang lain.

Caca menggeleng keras. "Enggak. Titik, wlek!" Ia meledek Bilqis yang sudah memasang wajah masam. "Ish, nye-be-lin!" Bilqis menekan kata nyebelin yang ia ucapkan.

Pluit beberapa saat lalu berbunyi. Tanda pertandingan selesai. Semua anak perempuan menoleh pada satu tim anak laki-laki yang memenangkan pertandingan itu. Tim anak laki-laki itu menatap tim anak perempuan dengan mengejek. Membuat Bilqis tersulur emosi. Dan jangan lupa kalau Gigi saat ini sedang bertukar tatapan mengintimidasi dengan Haikal--salah satu anggota tim laki-laki yang memang sangat suka menjahili Gigi.

"Demi apa ada Haikal? Ayo, cepetan deh tanding. Gue mau lihat tuh anak lesu," kata Gigi. Berdiri, lalu berjalan ke arah tengah lapangan. Ia juga mengikat ujung kerudungnya dua kali. Sudah bersiap bertanding.

Caca menepuk celananya setelah berdiri, lalu menarik tangan Bilqis untuk ikut. "Ayo! Semangat dwonggg!!"

Bilqis hanya bisa pasrah. Diikuti temannya yang lain, mereka siap bertanding melawan teman kelas laki-lakinya.

Memangnya kalian pikir mereka takut?

Jawabannya tidak. Justru mereka ingin memberi tahu kalau perempuan juga bisa bermain futsal dan jangan dianggap remeh. Ya, meskipun cara bermainnya cukup berbeda dan agak ... aneh, mungkin.

Dari tim laki-laki ada Haikal, Raihan, Dika, Viky, Qori, dan juga Bagas. Dan dari tim perempuan ada Caca, Gigi, Bilqis, Hilma, Karen, dan juga Tiara. Mereka kini saling berhadapan. Tidak lupa juga ada Pak Jeje yang menatap anak muridnya dengan tatapan ingin tertawa lepas. Tapi, ditahan. Sungguh, anak muridnya sekarang kondisi wajahnya tidak ada yang enak dilihat.

"Silakan, untuk kapten timnya maju." Dengan sigap Gigi--dari tim perempuan--maju selangkah. Langsung dihadapkan dengan Haikal yang tersenyum menantang.

Ya Allah, astaghfirullah, boleh tidak Gigi menampol wajah temannya ini? Menyebalkan!

"Nah, sekarang Gigi dan Haikal suit. Gunting batu kertas. Yok, cepetan, nanti takut jam pelajarannya habis."

What?

"Kok suit sih, Pak?" Caca membuka suaranya. Menatap bingung Pak Jeje yang kini menipiskan bibirnya. Untung yang berbicara tadi adalah Caca, si lugu yang hanya tahu mewarnai dengan krayon.

"Ya elah, protes mulu si dedek," kata Dika.

Caca langsung menatap Dika. "Biarin!"

Waduh, auranya sudah memanas. Pak Jeje langsung merelai dan menyuruh para kapten suit. Dan di menangkan oleh tim perempuan. Gigi langsung bersorak heboh. Haikal menaikan satu bibirnya.

"Kalo lo kalah, gue doain lo jodoh gue."

Gigi tidak menghiaraukan. Ia kemudian diberikan bola oleh Pak Jeje. Pertandingan akan segera di mulai. Di tempatnya berdiri, Caca merasa deg-degan luar biasa. Pasalnya, ia bermain tidak handal. Bahkan beberapa kali menghindari bola.

Pluit ditiup nyaring pertanda di mulainya pertandingan ini. Dengan sigap Gigi mengoper bola pada teman satu timnya. Ia mengoper pada Tiara. Di sana ada Bagas yang menghadang.

"Hayo, mau ke mana hayoo..."

"Ih, awas minggir."

"Hahaha..., Dih kocak lo! Noh tukang es krim noh!"

Tiara menoleh ke sembarang arah. Dengan cekatan Bagas mengambil alih bola itu. Beberapa teman kelasnya tertawa. Apalagi saat melihat Tiara mencak-mencak karena merasa dikibuli. Dasar!

Pertandingan terus berjalan. Hingga tim laki-laki mencetak gol, para tim perempuan mendengus sebal. Bahkan ada yang cemberut karena hal itu.

"Karen, lo cantik deh, sampai-sampai belek aja ketinggalan di mata lo."

"Ha, mana? Mana?"

"Kena tipuuu!!"

"Gi?"

"Gak mempan Qori!"

"Ada yang Gigi tapi bukan grup band."

"Bodo amat sumpah!"

"Adek Caca mending mewarnai pakai krayon aja, bola tuh diberhentiin, bukanya dikejar terus gak berhenti-berhenti dong!"

"CA, BOLANYA, CA! GIRING, CA! WOY, DEDEK CACA!!"

Bilqis memekik heboh saat ia mengoper bolanya pada Caca yang ia tahu kalau cara bermainnya aneh dan ... "Ca, woy! Bolanya jangan dikejar terus, dihentiin pakai kaki dong!"

Caca cemberut dan kesal. Ia berusaha memberhentikan bola itu dengan kakinya, tapi ia takut. Kalau dirinya menginjak bola itu lalu tergelincir bagaimana? Kan nanti jatuh. Sakit.

"Ih, ini bolanya gelinding terus. Bantuin dong!"

Dika sudah terbahak sambil berlari ke arah Caca. Umpatannya tertahan di ujung lidah. Ia tidak berani mengumpat untuk temannya itu. Terlalu apa ya ... Terlalu tidak pantas saja anak kecil di umpat. Ya kan? Astaghfirullah, ia mengusap dadanya sabar melihat kelakuan teman kelasnya yang perempuan saat bermain bola.

Kondisi mukanya itu lho!

Hingga saat Caca berhasil menangkap bola itu dengan kakinya. Gadis itu langsung menendang sekuat tenaga bola yang ada di hadapannya. Tidak peduli bola itu akan melambung ke mana, yang jelas ia sudah menendangnya kan?

Pintu lapangan futsal tidak tertutup. Bahkan terbuka lebar. Saat bola itu melewati batas pagar jaring besi lapangan, semua mata membulat.

DUK!!

BRAKKK

Caca memejamkan matanya. Lalu menyebut asma Allah agar terhindar dari masalah setelah ini.

•••

Welcome back to Caca yang doyan mewarnai pakai krayon.

Di sini ada yang kalo main bola kayak mereka? Jujur, temen sekelas aku dan aku sendiri pernah. Tapi bukan lawannya laki-laki, tapi perempuan juga dan dari kelas lain. Lucu aja gitu ingetnya hehe

Cung siapa yang kepo sama lanjutnya?

Dapat salam dari tokoh lawan main Caca di sini ♡ siapa dia?

Kasih tahu gak ya???????

Makasih untuk vote dan komennya♡ love you gengs

Isi di sini yang mau lanjut?

Jakarta, 14 april 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top