Chapter 3 - Daydream
Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Avril Lavigne.
Buah momo: Sebutan di Jepang untuk buah persik atau peach.
Prompt: Daydream.
***
**
*
Inu Yasha dan Kagome yang duduk bersandingan memandangi dua tusuk daging kelinci yang keseluruhan bagiannya sudah berubah menjadi arang: getir, kerontang, dan tak dapat dimakan. Secara serentak, keduanya menghela napas berat di waktu yang sama. Kemudian, mereka bertukar pandang sejenak sebelum kembali tertunduk lesu meratapi perut mereka yang takkan terisi malam itu.
Inu Yasha bertanya, "Kau lapar?"
Gadis itu mengangguk.
"Apa sudah tidak ada lagi makanan ninja di tasmu?"
Setengah hati, miko modern itu menolehkan kepala untuk menatap sahabatnya. Inu Yasha mempersiapkan diri, bukan tuduhan dan sahutan ketus yang ia terima karena beberapa jam yang lalu dialah yang menghabiskan sebagian besar makanan yang gadis itu bawa, tapi, yang Inu Yasha terima malah sebuah senyum yang terkesan sedikit menakutkan saat Kagome menjawab, "Sayangnya sudah tidak ada lagi, Inu Yasha."
Alarm bahaya di dalam dirinya mulai berdentang. Gadis yang ada di hadapannya itu tidak seperti Kagome yang dikenalnya. Gadis itu bahkan belum mengucapkan satu kata yang dibencinya seminggu terakhir ini, walau jelas-jelas ia secara tak sengaja telah menyinggung tamagoyaki buatan Kagome yang hambar beberapa hari lalu. Bukan berarti ia mengalami waktu menyenangkan saat terpaksa memakan tanah, hanya saja, bagi Inu Yasha, satu minggu tanpa 'osuwari' sedikit terasa ... aneh.
Inu Yasha menggelengkan kepalanya, menepis prasangka, ia berkata sambil bangkit berdiri, "Kalau begitu, tunggu di sini." Baru saja inu hanyou itu hendak melangkahkan kaki, gerakannya terhenti tatkala pergelangan tangannya digenggam oleh Kagome.
"Inu Yasha!" Seru gadis itu. Setelah biru kelabunya membetot perhatian safir emas itu, barulah ia menjelaskan. "Jangan pergi, ramen memang sudah habis tapi, aku masih memiliki buah." Secara perlahan Kagome melepaskan tangan Inu Yasha dari genggamannya. "Itupun jika kau mau," imbuhnya.
Inu Yasha berpikir sejenak, buah dan sayur memang bukan kesukaannya. Namun, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan menangkap binatang malang lain yang sedang tertidur lelap di sarangnya. Selain itu, meninggalkan Kagome sendirian untuk berburu bukanlah ide bagus, mengingat betapa mudahnya gadis itu menyangkutkan diri dalam berbagai macam bahaya. Laki-laki bersurai silver itu menghela napas lalu duduk di tempatnya semula dengan kaki yang saling-silang, dengan sikap tak peduli ia bertanya, "Apa yang kau punya, hah?"
"Mari kita lihat," gumam Kagome sambil mengaduk-aduk isi tasnya. "Ini dia, pisang dan buah momo." Sebuah pisang cavendish berada di tangan kirinya, dan buah persik di tangan kanannya. "Ini untukmu, Inu Yasha." Miko masa depan itu menyodorkan buah peach pada sang hanyou.
Mengetahui bahwa sahabatnya itu suka sekali buah persik, Inu Yasha berusaha berbaik hati. "Aku buah pisang saja."
Tangan Inu Yasha sudah nyaris meraih buah yang dimaksud tapi ia kalah cepat, gadis itu sudah menarik mundur tangannya dan dengan ketus Kagome memotong, "Tidak, aku mau pisang!"
"Keh, tidak biasanya kau suka pisang."
"Ini untukmu." Suara Kagome berubah galak dan tak menyisakan tempat untuk dibantah sambil mengentakkan buah persik ke dada Inu Yasha.
Menyadari perubahan sikap drastis sahabatnya, Inu Yasha tutup mulut, ia tidak mau memecahkan rekor satu minggu tanpa osuwari.
Tidak malam ini.
Laki-laki itu mulai menggigit buah yang digenggamnya, matanya terfokus pada api unggun di hadapannya. Lidah api bergoyang-goyang di tiup angin malam, serta-merta pikirannya teralih kepada Kagome. Instingnya mendorongnya untuk mendekati tubuh gadis itu, mendekapnya, dan menghalaunya dari udara dingin yang mulai menggigit. Namun niat baiknya terlupakan kala tungkai indah itu tertangkap pandangannya, entah berapa lama waktu dihabiskannya memandangi kaki jenjang itu saat berpetualang bersama. Hanya ia yang tahu itulah alasan sebenarnya ia lebih suka berjalan di belakang rombongan bersama Miroku.
Dari sudut mata, diam-diam ia melirik wajah Kagome yang sibuk memasukan beberapa barang ke dalam tasnya, kulit berwarna krem gadis itu terlihat semakin lembut saat disinari oleh cahaya dari api unggun yang keemasan. Bibirnya yang sedikit terbuka itu terlihat lebih lentur, halus, dan ... menggoda untuk dicium. Secara otomatis isi kepala Inu Yasha bergulir pada kejadian sore tadi, lalu ke lirik lagu yang dilisankan sahabatnya itu.
Seketika, benak laki-laki itu sibuk berandai.
Bagaimanapun juga, mereka hanya berdua, perempuan dan laki-laki yang memiliki perasaan untuk satu sama lain, di tengah hutan belantara yang teramat jarang dijamah manusia, sesuatu bisa saja terjadi, ya 'kan? Tidak akan ada yang dapat menganggu mereka, ia tidak akan merasa was-was ketiga temannya akan mengintip, tidak ada penduduk desa yang dapat mendengar desahan Kagome. Yang terakhir itulah yang membuatnya merinding dengan alasan yang lain selain takut. Inu Yasha bertanya-tanya dalam hati, bagaimana suara Kagome akan terdengar saat meneriakan namanya, bukan dalam amarah, melainkan dalam gairah.
Inu Yasha menghentikan semua pengandaian yang berkelebatan di kepalanya ketika buah momo yang baru digigitnya sekali hampir terjatuh dari genggamannya. Hatinya mengutuk, 'Bouzo bejat keparat!'
Tekad baru terbentuk, ia akan segera menyelesaikan makan malamnya yang tertunda, lalu berkeliling untuk memastikan keadaan aman sebelum bertengger di cabang pohon terdekat dan menjauh dari Kagome dan semua pikiran kotor yang mengerubungi kepalanya.
Demi mengalihkan perhatian, inu hanyou itu memaksa matanya untuk terus terpaku pada buah persik yang ada di tangannya. Buah itu digigitnya untuk kali kedua, daging kuning itu dengan mudah takluk pada gigi canine-nya yang tajam. Digigitan yang kelima, air yang terkandung di dalam buah manis itu merembes, mengalir ke biji yang berada di tengah. Mendadak, suara yang sangat dikenalnya menarasikan sebuah adegan mesum di otaknya. Adegan intim seorang pria yang sedang melakukan cunnilingus kepada pasangannya.
Tiba-tiba, laki-laki itu menjauhkan buah yang ia genggam dari wajahnya. Selera makannya telah hanyut entah ke mana. Pasalnya, setelah mendengar bisikan suara itu, di mata Inu Yasha, buah peach yang sudah setengah termakan itu mirip dengan lipatan luar alat kelamin wanita!
Kali ini tidak ada teman yang dapat dipersalahkan walau hanya dalam hati, karena Inu Yasha tahu, suara familiar yang ia dengar barusan adalah suara yang berasal dari sudut benak yang jarang ia singgahi, bagian dirinya yang mesum sebagai pejantan normal.
"Sial!" Umpat Inu Yasha sambil melemparkan pandangan dari buah itu jauh-jauh. Sayangnya, matanya kembali tertuju pada Kagome. Dan, apa yang dilihatnya sama sekali tidak menolong Inu Yasha untuk berpikir jernih.
Kulit pisang yang berada di tangan kanan Kagome setengah terbuka. Mata si sulung Higurashi itu masih terpaut pada benda yang mengeluarkan musik yang ada di tangan kirinya. Sedangkan, mata Inu Yasha terus berpatokan pada bibir gadis itu yang menempel di ujung buah kuning yang masih utuh itu. Sepasang kelopak merah muda milik Kagome tak bergerak, seakan sedang mengecup. Di khayalannya, buah pisang itu tergantikan oleh satu bagian vital di tubuhnya. Sekonyong-konyong, aliran darah mengalir deras ke bagian bawah perutnya.
Memang tidak banyak akses untuk mendapatkan hal-hal yang berbau porno di era feodal, tapi sialnya, masa remaja yang kebanyakan Inu Yasha habiskan di hutan membuatnya menyaksikan beberapa porno aksi di baris terdepan secara langsung! Entah kesialan atau sebuah keberuntungan atas pengalamannya yang terdahulu, ia sendiri tak dapat memutuskan. Yang pasti, saat ini, ia merasa tersiksa. Oleh karena itu, sang inu hanyou memaksa diri untuk menolehkan kepala ke arah lain. Tapi itu tidak untuk waktu yang lama, karena kikikkan kecil sahabatnya membuat Inu Yasha kembali menoleh.
Sebuah senyum kecil merekah ketika Kagome menatap benda yang ada di tangan kirinya, bibir miko muda itu tak lagi di penghujung buah berkulit kuning pucat itu. Apa yang terjadi kemudian membuat napas Inu Yasha kian tercekat dan fundoshi-nya semakin terasa ketat. Pertanyaan yang terus berputar di kepalanya adalah; 'Apa ini nyata? Atau, ini cuma mimpi sialan di siang hari semata?'
Lidah Kagome terjulur, tanpa melihat apa yang dilakukannya, lidah itu bergerak dari pertengahan pisang sampai ke puncaknya dengan gerakan yang teramat, sangat, lambat. Bagai menikmati apa yang dilakukannya, kedua mata gadis itu terpejam. Tanpa sadar, badan Inu Yasha mencondong ke depan saat bagian atas pisang itu menghilang, inci demi inci, secara perlahan ke dalam mulut hangat Kagome hingga ... pisang itu tergigit.
Hanyou itu bersumpah bahwa ia hampir saja memekik tatkala Kagome menggigit buah itu sebab ia terlalu tenggelam dalam khayalannya saat itu terjadi. Belum sempat Inu Yasha bereaksi, tiba-tiba iris biru kelabu itu sudah menatap lurus pada iris emasnya. Dengan kikuk, Inu Yasha kembali meluruskan duduknya.
Setelah mengunyah dan menelan potongan pisang yang ia gigit, Kagome bertanya, "Ada apa Inu Yasha?" Mata besarnya berbinar dengan perhatian. "Kau masih lapar?
Dengan wajah yang terbakar oleh rasa malu ia menyahut dengan garang, "Tidak! Cepat makan lalu tidurlah!" Inu Yasha membuang muka sambil berdiri ia menambahkan, "Manusia lemah sepertimu hanya akan merepotkan bila kurang istirahat."
Meski ia tahu sahabatnya yang sudah melompat ke sebuah dahan pohon tak dapat melihatnya, miko muda itu tetap tersenyum manis lalu mengangguk.
~IYxKH~
Prompt for the last chapter is... What The Hell.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top