Roni (The Little Boy At Underground Drains)

Roni (Anak Lelaki Di Saluran Air Bawah Tanah)


Jakarta, 27 Mei 2022. Tiga tahun sebelum Roni Siswanto bertemu dengan Elena Grimm.

"Dasar bodoh! Pasti kamu yang pecahkan jendela kan? Cepat bersihkan!" teriak seorang wanita seraya mendaratkan tinju ke arah seorang anak laki-laki. Anak itu hanya bisa meringis saat tinju kedua mendarat di wajahnya. Si wanita menatapnya tajam lalu keluar dari kamar.

Si anak lelaki berambut hitam itu mengambil sapu dari gudang dan berjalan ke kamarnya. Lantai kamar dipenuhi oleh pecahan kaca dari jendela yang pecah.

"Kak Roni?"

Anak lelaki itu menengok ke arah jendela dan melongok keluar. Seorang anak kecil berdiri disana sambil memegang sebuah bola.

Roni menatap anak kecil itu, lalu berkata,

"Ada apa Tio?"

"Kan aku yang mecahin kaca jendela kamar kakak, kok kak Roni yang dimarahi?" tanya Tio dengan wajah polos.

Roni hanya bisa tersenyum lalu mengusap kepala Tio.

"Gak papa kok Tio, mamamu udah manggil tuh." ucap Roni

Tio mengangguk senang. "Kak Roni, yang tabah ya! Aku paham kok!" teriaknya seraya berlari keluar halaman rumah Roni.

"Yang tabah?" gumam Roni,"Tio sudah tau ya?" tambahnya.

+++++

Teriakan kesakitan keluar dari mulut Roni saat kulit cambuk mendarat di punggungnya dan mengiris kulit hingga berdarah.

Napasnya terengah-engah saat wanita dihadapannya mengusap celana pendek yang dikenakannya. Tepat di bagian lelakinya.

"Jika kau menyentuhku lagi, aku bersumpah akan membunuhmu." ucap Roni, dingin.

"Apa katamu tadi? Membunuhku?" ucap si wanita, lalu dia tertawa dan balik menatap Roni.

"SIA-SIA SAJA BOCAH! AKU ADALAH IBUMU! AYAHMU TAK AKAN BISA MENYINGKIRKANKU DARI RUMAH INI!" teriak si wanita.

"BAJINGAN! KAU BUKAN IBUKU!" Balas Roni tak kalah nyaring.

"TENTU SAJA! AKU HANYA IBU TIRI! LALU MANA AYAHMU? DIA SUDAH PERGI KARENAMU!" Sahut si wanita sambil terkekeh.

DEG!

Jantung Roni terasa berhenti berdetak. Terutama saat tahu alasan mengapa ayahnya pergi dari rumah.

"DIA BAHKAN TAK PERNAH MENGINGINKANMU! DIA HANYA MENYAYANGI IBUMU!" Teriak si wanita dengan ekspresi seperti orang gila

"BOHONG! KAU PASTI BOHONG!" sahut Roni

Si wanita menggeleng, lalu tersenyum licik, "Aku tak pernah bohong Roni, ingat itu."

+++++

Roni dilempar ke dalam sebuah sel di lantai bawah tanah rumahnya. Kedua tangannya diikat dengan rantai. Ruangan sel itu sangat sempit dan tak memiliki jendela.

Disinilah Roni ditahan sepanjang malam selama beberapa tahun.

Sejak ibunya meninggal, dia kesepian.

Sejak ayahnya membawa pulang si ibu tiri, dia disiksa.

Sejak ayahnya pergi meninggalkan dirinya, hatinya hancur.

Dia bersumpah akan mencari ayahnya nanti.

Tentu saja, dia sudah mempersiapkan semuanya malam ini. Malam paling bersejarah dalam hidupnya. Malam disaat dia akan bebas dari seluruh rantai yang membelenggu.

+++++

Balok-balok bata yang sudah dirusaknya sejak dulu akhirnya benar-benar lepas. Untunglah semen yang digunakan adalah semen murahan yang mudah hancur. Roni mencungkil ujung bata satunya dan berhasil melepasnya lagi.

Perlahan-lahan, dia melongokkan kepalanya dari lubang di dinding yang dibuatnya. Kosong, tak ada siapa-siapa. Jarinya mengambil peniti yang ada didalam celana dan memasukkannya kedalam lubang kunci borgol tangan.

Ckrek! Ckrek! Klang!!

Kedua borgol itu jatuh kelantai. Kini, tangannya bebas. Dia melirik pintu besi yang ada diluar sel. Si Ibu tiri tak datang kemari.

Roni melirik dinding yang sudah dia lubangi dan setelah memeriksa sekali lagi, dia menyelipkan kedua kakinya dan melewatkan kepalanya.

Kemudian dia berbalik dan mengembalikan semua bata ke tempat semula dan melemparkan peniti itu ke saluran air di bawah rumah.

Tepat saat dia membalikkan badan, sesosok anjing berdiri dihadapannya.

"Sialan!" gumamnya "Wanita itu punya anjing?!"

Benar saja, si anjing menyalak nyaring dan mengejar Roni. Anak lelaki itu berlari dan melompati dinding belakang rumah yang untungnya lebih rendah dari tubuhnya.

Si anjing mendengking sambil menatap Roni tajam, lalu berbalik dan meninggalkan Roni yang masih berusaha menormalkan detak jantungnya.

Roni baru ingat bahwa dia hanya memakai celana pendek selutut tanpa baju. Berkeliaran di luar tanpa pakaian adalah ide yang buruk.

+++++

Tak akan ada tempat di Jakarta bagi anak yang kabur dari rumah dan tak ingin kembali. Jika melapor ke polisi, dia pasti akan dipulangkan ke rumah. Dan dia jelas tak akan mau kembali ke sana.

Pilihan terakhirnya cuma satu: bawah tanah.

Hanya segelintir orang yang tahu soal bawah tanah. Bagi para orang dewasa, tempat itu hanyalah fiksi. Tapi bagi anak-anak, tempat itu nyata dan hanya segelintir orang pula yang tahu tempat masuknya.

Roni berjalan ke taman kota yang untungnya sangat sunyi. Tak ada siapapun disana, hanya dia seorang. Setelah memastikan keadaan sekitar, dia menghampiri sebuah tiang lampu yang sudah rusak dan menaikinya.

Di tiang lampu itu lebih tepatnya di ujungnya, ada sebuah tombol kecil. Roni menekan tombol itu dan tiba-tiba penutup saluran air yang ada di bagian lain taman kota terbuka.

Roni berlari secepat mungkin dan melompat ke dalam tanpa menyadari seseorang bertudung hitam memperhatikannya sejak tadi dengan senyum tipis.

+++++

Roni baru kali ini masuk ke bawah tanah. Soal tombol rahasia, dia diberitahu seorang tukang sapu muda yang biasa membersihkan taman kota.

Terasa gelap sesampainya dia didalam, karena memang tak ada penerangan disini.

Lebih tepatnya, harusnya tak ada penerangan disini.

Keningnya mengernyit heran saat melihat salah satu lorong yang bercahaya. Dengan rasa penasaran yang tinggi, dia berjalan menuju lorong itu.

Tapi sesampainya dia disana, sorot cahaya senter menerangi dirinya. Disela-sela sinar, dia bisa melihat jelas sekelompok orang yang menatapnya.

Mengira mereka adalah polisi, dia langsung berlari kencang keluar lorong dan berbelok ke kiri. Orang-orang itu juga mengejarnya dan sialnya Roni kalah cepat.

Salah satu diantaranya melompat dan menghadang Roni. Kedua tangannya terentang lebar dan yang lain menyorotkan senter ke arah Roni.

"Siapa kau?" Tanya salah satu dari mereka

Roni hanya diam lalu berpaling ke kiri. Menatap seseorang yang kelihatan sebaya dengannya. Berambut hitam dengan mata kuning terang, kacamata minus bergagang biru bertengger di hidungnya.

Akhirnya dia berlari ke arah kiri dan menerjang si pemuda berkacamata. Pemuda itu menahannya dan membantingnya ke tanah. Roni memberontak dan berusaha melarikan diri tapi pemuda itu mengunci lengannya.

Pemuda itu menutup mulut dan hidung Roni dengan sehelai saputangan yang membuat lelaki itu tak sadarkan diri.

+++++

"Hei, dia dari mana?"

"Mana ku tahu? Bukannya bawah tanah ini adalah area yang tidak diketahui orang awam?"

"Mungkin dia tak sengaja membuka salah satu pintu masuk dan melompat ke dalam?"

"Omong-omong lukanya banyak sekali!"

"Benar juga, apa yang terjadi padanya?"

Perlahan-lahan Roni membuka matanya dan suara-suara itu seketika diam. Beberapa orang mengerubunginya dengan wajah penasaran.

"Hai?" sapa Roni "Kalian siapa?"

"Kau sendiri siapa? Dari permukaan?" Tanya si pemuda berkacamata

"Ya... Aku dari permukaan." jawab Roni

"Kenapa kau bisa sampai kesini?"

Roni meneguk ludah. "Aku tak mau kembali ke rumah."

"Kau disiksa, ya kan?"

Roni menoleh dan mendapati pemuda lain yang menatapnya dingin. Pemuda itu berambut hitam dengan pupil abu-abu.

"Namaku Renaldo, salam kenal." ucap si pemuda "Kau sendiri?"

"Roni Siswanto, salam kenal." jawab Roni

"Selamat datang di bawah tanah!" teriak si pemuda berkacamata "Namaku Budi Ramadan, panggil saja Budi!"

"Aku Kirana Luthfi, Kirana adalah panggilanku" ucap gadis bermata cokelat yang rambutnya diikat ekor kuda.

"Hei, mana Zikri?" tanya Budi.

"Mungkin dia di dapur?" sahut Ren

Pintu kamar yang terbuat dari besi, tiba-tiba terbuka. Seorang gadis muncul dengan nampan kayu di tangannya. Kening gadis itu mengernyit heran saat menyadari bahwa semua orang di ruangan itu tengah menatap dirinya.

"Ada apa ini? Kenapa kalian semua memandangiku?" tanyanya, lalu dia berpaling ke arah Roni yang duduk tegap di kasur.

"Wah, kau sudah bangun ya?" ucapnya sambil berjalan mendekati nakas. Nampan kayu diletakkannya ke atas meja.

"Siapa namamu?" tanya si gadis.

"Ro, Roni Siswanto." sahut Roni terbata-bata membuat si gadis tertawa.

"Namaku Zikrika! Salam kenal ya." ucap si gadis sambil tersenyum riang.

+++++

"98, 99, 100, ya! Selesai!"

Budi berseru dari atas jembatan. Pemuda itu melirik Roni yang masih bergelantungan di salah satu tiang besi jembatan. Wajahnya terlihat lesu dan bawah matanya menghitam. Kaus abu-abu gelap yang dikenakannya sudah basah kuyup karena keringat.

"Woi, udah selesai belum?!" teriak Roni dengan kesal.

Budi menyeringai. "Sudah! Selamat datang di UB!" ucapnya sambil bertepuk tangan kecil.

Roni melepaskan pegangannya pada tiang besi dan melompat ke kolong jembatan. Tangannya menepuk-nepuk bahu yang terasa pegal karena ujian berat yang baru saja dilewatinya.

"Kau sudah melakukan semuanya, sekarang tinggal satu hal." Budi tiba-tiba muncul dan bicara pada Roni.

"Apa itu?"

"Mencari partner."

*****

Wajah Zikri memerah seperti kepiting yang baru direbus begitu melihat Roni yang mendekati dirinya. Dia memalingkan muka tapi rona merah itu tak akan bisa disembunyikan dengan mudah.

"Zikri?"

"Ya?"

"Kau mau jadi partnerku?"

"Eh?"

*****

Roni baru saja selesai melakukan 'ikatan partner' dengan Zikri dan gadis itu sudah terlelap di sampingnya. Budi berkata padanya kalau Zikri adalah partnernya. Tapi entah kenapa hatinya berkata tidak.

Entah kenapa hatinya merasa tidak nyaman. Seperti dia baru saja melakukan kesalahan besar. Tetapi dia mengacuhkan pikiran itu dan ikut tertidur.

*****

Setahun kemudian, di sebuah jembatan distrik 11 kota Jakarta...

"Zikri!" bisik Roni "ayo cepat, kita bisa kehilangan jejak mereka."

Zikri yang dibelakangnya berjalan cepat mencoba menyamakan langkah dengan Roni. Sayangnya dia tak sadar akan bayangan hitam yang telah mengikutinya sejak tadi.

+++++

AAAAAAAAA!!

Roni meraung nyaring dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Jantungnya mencelos begitu melihat mayat Zikri -partnernya- yang terbujur kaku di pelukannya. Darah gadis itu mengalir dari luka-luka pada organ vitalnya. Budi membetulkan bingkai kacamatanya yang berwarna biru, dia menepuk bahu Roni walau dia tahu kalau anak itu tidak menghiraukannya.

"Roni, berpikir jernihlah. Coba lihat tembok ini," ucapnya.

Roni menyeka air mata dengan lengan jaketnya dan menyinari tembok di depan dengan senter. Serentak mata mereka semua membulat sempurna. Sebuah tulisan dilukis di sana dengan cairan berwarna merah. Tembok putih itu ditulisi kata 'PUPPET' dengan huruf besar.

"Apa-apaan ini?" gumam Ren.

"Apa itu ... darah?" tanya Kirana dari balik punggung Ren.

"Tidak salah lagi, ini darah Zikri," sahut Roni. Kemudian dia berdiri dan mengambil kamera di tas pinggangnya. Lalu dia mengambil foto dari tembok tersebut.

"Untuk sementara, kita tolak kasus ini. Beritahu Black Hoodie, kita menolak kasus ini," kata Budi. Dengan sigap tangannya mengambil smartphone di sakunya sebelum benda itu tiba-tiba ditepis Roni hingga terjatuh ke lantai.

PRAK!

"Hei! Apa yang kau--" teriak Budi, protes.

"Jangan tolak kasusnya!" balas Roni, murka. Wajahnya memerah menahan marah. Entah mengapa air matanya kembali melesak ingin keluar.

Budi menghela napas. Dia berusaha untuk tetap sabar. Dia paham, seorang bullet yang baru saja kehilangan partnernya bisa menjadi sangat emosional.

"Baiklah, kuberi kau waktu tiga tahun lagi. Lewat dari tiga tahun itu, kita tolak kasus ini. Paham?" Budi berkata pada akhirnya.

Walau ragu-ragu, akhirnya Roni menganggukkan kepala.

*****

Jakarta, 27 Mei 2025.

"Jadi, Master Puppet itu juga membunuh Zikri?"

"Ya, kata 'puppet' yang ditulis dengan darah itu adalah ciri khasnya. Omong-omong, siapa namamu tadi?"

Elena menghela napas. "Sudah kubilang belasan kali, namaku Elena Grimm!"

"Oh iya," balas Roni, "Elena Grimm. Selamat, dengan ini kuputuskan kau menjadi salah satu dari kami, Underground Bullet."

Elena memekik senang hingga Roni menarik lengannya dan membuatnya terjatuh ke dalam dekapan pemuda itu. Dia mendekati telinga Elena dan berbisik,

"Elena, selamat datang di dunia kami yang penuh bahaya."

Elena membalas bisikan itu dengan senyum simpul dan wajah yang merona. "Bagiku, justru kau yang berbahaya," katanya.

Roni menyeringai. "Kenapa?"

"Karena kau partner yang liar," jawab Elena dengan wajah merah seluruhnya.

*****

THE END(?)

Haleoo readers!

Aku baru bisa update yang Roni karena baru cerita dia ini aja yang beres, sedangkan yang lain belum selesai *dipukuli member UB*.

Tapi bakal aku kerjakan kok, jadi jangan khawatir yang satu ini bakal terbengkalai *karena cerita masalalu mereka ini penting buat cerita serial mereka*

Vote dan komentar kalian kutunggu loh! :)

See you guys at the next part!























































Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top