Bab 47

The End of War
Who is the Impostor?

"Duh, berisik banget, sih?"

Nindy mulai mengucek matanya dan mengumpulkan nyawa yang sebelumnya berenang di alam mimpi. Ketika sadar dia sudah melihat api membara hingga membakar iblis mana pun yang mendekat.

"Sial, sial, sial!" Nindy yang kelabakan langsung menegakkan tubuh dan bersembunyi di balik pohoh beringin. Kepalanya jadi terasa sakit karena baru bangun sudah harus mendapati hal gila di depannya.

Aneh. Kenapa tiba-tiba Alenda berubah sangat kuat? Apa yang terjadi selama dia tidur?

Aura yang kekuatannya tak bisa diprediksi ini tak mungkin ke luar dari perempuan yang menangis ketakutan karena dia banting berkali-kali. Pasti ini semua hanya tipuannya saja. Nindy pun mulai mengumpulkan mana dan berniat mengirimkan Alenda lebih banyak iblis dari neraka. Namun, kala menoleh pada Alenda, dia melihat Alenda memutar-mutarkan kedua tangannya di udara lalu menggebrak tanah.

DUAR DUAR DUAR!

Seluruh benda yang ada di permukaan tanah langsung terbakar dan para iblis menjadi serpihan abu. "ARGH!" Kedua kaki Nindy masih bisa digunakan, tapi sudah berubah menjadi warna hitam pekat. Gaunnya Nindy bahkan ikut terbakar dan menempel di permukaan kulitnya.

"Nggak bisa begini!" Nindy perhatikan telapak kanannya yang terkumpul kekuatan iblis. Kalau dia langsung mengarahkannya tepat pada Alenda, maka tubuh Alenda akan terjebak dalam kerangka neraka.

Nindy segera memiringkan wajahnya untuk melihat keadaan Alenda, tapi aneh. Alenda tak ada di sana. Ke mana perginya perempuan tadi? Kalau dia sudah pergi jauh, mungkin ini bisa menjadi kesempatan untuk Nindy kabur juga. Sebenarnya kekuatannya sudah melemah jadi akan lebih baik untuk dia melindungi nyawanya. Saat berbalik, Nindy malah terpelonjak dengan keberadaan Alenda yang melambaikan tangan sambil menyeringai.

"Mau ke mana, Permaisuri?"

Brak!

Alenda sudah mengikat sebelah pergelangan kaki Nindy dengan tali apinya. Dia tarik tali itu hingga tubuh Nindy ambruk ke atas tanah. Alenda seret tubuh Nindy dengan sangat kasar. Kemudian dia putar-putar di udara dan sengaja menabrak-nabrakkannya ke pohon-pohon.

"Argh! Argh! Akkhhh! Lepas--lepaskan aku!"

Nindy sudah sangat kesakitan. Darah di tubuhnya semakin banyak. Kala Alenda lengah dan menatap ke arah Nindy, perempuan itu langsung melayang ke arahnya dan menjambak-jambaknya. Dia mendorong dan meremas rambut Alenda. Diarahkannya kepala Alenda ke pohon dan dibentur-benturkan.

Bukannya kesakitan, Alenda malah tertawa di tengah gigi-giginya yang patah dan hidungnya mengeluarkan darah. Hal itu membuat Nindy semakin ketakutan. Beberapa waktu kemudian, Alenda akhirnya berhasil memegang pergelangan tangan Nindy. Dia genggam kuat hingga terdengar bunyi ....

Krak!

Nindy mengerang keras, dia sangat kesakitan. Tangannya patah dan bengkoknya sangat ekstrem. "ARRRRRGH!"

Alenda mengulurkan tangannya dan mengarahkannya ke atas, selaras dengan tubuh Nindy yang ikut melayang. Kemudian Alenda mengepalkan tangannya dan diarahkan tangannya ke bawah dengan cepat.

Tubuh Nindy menghantam-hantam tanah berulangkali. Walaupun perempuan itu tampak sudah tidak sadarkan diri, Alenda tak menghentikan gerakannya. Dia terus melakukan hal yang sama sampai perempuan itu secara resmi tidak lagi mengonsumsi udara yang sama dengannya.

Setelah Alenda berhenti, dia menyeret tubuh Nindy ke arahnya. Dia rendahkan tubuhnya agar bisa memperhatikan Nindy baik-baik. "Belum mati ternyata."

Alenda mengangkat sebelah tangannya di udara. Angin tiba-tiba berputar membentuk topan kecil dan berkumpul di telapak tangan Alenda. Dari situ lah muncul pedang panjang berwarna emas, pedang itu mengeluarkan percikan-percikan api. Alenda sendiri tak tau dari mana asalnya, tapi dari tadi tubuhnya seperti bergerak sendiri di luar akalnya. Yang paling dia pikirkan saat ini hanya keselamatan suami dan anaknya.

Detik berikutnya Alenda melayangkan pedang itu di udara lalu ditancapkannya ke dada Nindy, tepat di bagian jantung. Langit yang sebelumnya sangat-sangat gelap mulai lebih tenang. Darah yang ke luar dari mulut Nindy sebagai muntahan, Alenda sentuh dengan tangannya. Kemudian dia oleskan ke pipi.

"Hari ini adalah kematian siapa pun yang menghancurkan milikku."

Alenda mulai bergerak kembali menuju tempat mana pun yang sekiranya adalah tempat di mana kaisar berada.

Ya, dia tak lagi peduli dengan status tertinggi pria itu. Hari ini dia sudah mempermainkan Alenda dengan kepala Gavier, maka kepala kaisar juga akan menjadi target utamanya.

***

Kaisar bergoyang ke kanan dan kiri dengan sapu terbangnya. Dia mulai mengitari kuil dan menyusuri keadaan yang sudah kacau balau ini. Satu-satunya yang tersisa dari para anak iblis berbau busuk itu ialah Elfatir. Entah sedang berada di mana dia sekarang.

"Ya gitu! Lagi! Lagi! Wouuu!"

Kaisar berhenti. Dia mendengar suara berisik dari arah utara. Suara konyol ini pasti adalah suara Elfatir. Kaisar pun terkekeh dan menerbangkan sapunya pelan-pelan. Dia intip keadaan seperti apa yang saat ini terjadi di Elfatir.

Di sana kaisar melihat Aezarus yang babak belur meloncat-loncat setengah telanjang. Pria yang dijuluki pedang Gavier ini tunduk oleh perintah Elfatir. Dengan mata bengkak kanan kiri dan bibir yang diselimuti darah, Aezarus terus melakukan apa yang Elfatir perintahkan sampai dia puas.

"Yang bener! Yang niat! Kalau tidak, aku bunuh raja dan ratumu sekarang!"

Aezarus mendongak, tatapannya semakin tajam pada Elfatir. Dia tak ingin kehilangan raja dan ratunya. Semalam dia memang sudah melakukan kesalahan begitu besar. Dia sibuk menonton ritual aneh para pengikut sekte karena mengkhawatirkan keamanan raja ratunya. Sehingga dia jadi menghilang cukup lama.

Tuan Gavier baik-baik saja, kan? pikir Aezarus sambil ngos-ngosan.

"Kalau kau berpikir Gavier baik-baik saja, itu adalah pemikiran yang bodoh. Anak bau kencur itu ... akan dilahap ayahnya habis-habisan. Aku dan Permaisuri Nindy yang sudah membangkitkannya dengan darah Yang Mulia Lucifer. Keren, kan?" Elfatir berjalan aneh ke arah Aezarus lalu menginjak tangan pria itu. "Jadi ... tundukkan pandanganmu dan lakukan apa yang kumau!"

Aezarus mengepalkan tangannya. Ingin sekali dia menghajar mulut monyong pria ini karena terlalu banyak bicara. "Tapi ...."

Elfatir memiringkan kepalanya, menunggu lanjutan ucapan Aezarus.

"Kalau kau kubunuh, bukankah aku bisa menyelamatkan mereka?"

"Pffft!" Elfatir menahan tawanya. Dia kembali menegakkan tubuh lalu mengambil sesuatu dari sakunya. "Kau pikir aku bodoh? Aku sengaja mengulur kematianmu untuk menghiburku, tapi kau malah ingin membunuhku. Kalau begitu, kau sudah tidak lagi berguna."

Dari sakunya, Elfatir mengambil pistol. Dia arahkan pistol itu ke arah Aezarus.

Kedua alis Aezarus terangkat. Dia tak pernah tau itu benda apa. Jadi tidak sedikit pun dia merasa takut.

"Ah, kau pasti tidak tau ini apa. Ini ... adalah benda yang kutemukan di pegunungan utara. Di dalamnya mengandung sihir yang bisa langsung mencabut nyawa. Mau mencobanya?"

"Benda bodoh itu?" kata Aezarus.

Elfatir terkekeh lalu menarik pelatuknya. "Kita coba saja."

DOR!

Pelurunya menembus tepat di perut Aezarus. Pria itu langsung merasakan rasa sakit yang luar biasa hingga ambruk ke tanah.

"Sudah kubilang, kan? Ini benda yang keren," ucap Elfatir sambil memutar-mutarnya dengan bangga.

Kaisar tertegun di tempat. Itu benda yang menakjubkan. Kalau dibuat dalam jumlah banyak, peperangan antar benua akan bisa diatasi dengan mudah.

Srak ... srak

Elfatir langsung menoleh. "Siapa itu?"

Kaisar menunduk sambil berjalan mendekati Elfatir. "Yah, ketauan?"

"Yang Mulia ... Kaisar?" Elfatir tak percaya bahwa dirinya akan bertemu kaisar dalam kondisi tidak bagus seperti ini, tapi ... mengapa kaisar bisa ada di sini?

Kaisar memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jubahnya. Dia menatap Elfatir dengan angkuh. "Ini namanya pertarungan yang tidak adil. Harusnya tidak boleh ada senjata kalau salah satunya tidak punya."

"Ah ... itu ...." Elfatir memasukkan kembali pistolnya, kemudian membungkukkan badan untuk hormat. "Mohon maafkan saya, Yang Mulia Kaisar."

"Baiklah." Kaisar berjalan memutari Elfatir yang menunduk. "Menurutmu ... siapakah yang paling kuat dan hebat di benua ini?"

"Tentu saja Anda, Yang Mulia Kaisar," jawab Elfatir langsung tanpa ragu.

"Begitukah?" Kaisar tersenyum riang. "Kau tau? Ada yang mau kuceritakan."

"Apa itu, Yang Mulia?"

"Hari ini ... aku melihat Gavier dan Alenda. Mereka pasangan yang serasi, tapi kudengar jantung Alenda sekarang menjadi milikmu, ya?"

Elfatir mengangguk cepat-cepat. "Benar, Yang Mulia! Saya adalah pengikat partner-nya. Dia adalah milik saya untuk selamanya. Setelah semua ini selesai, saya akan membahagiakannya di istana saya selamanya." Elfatir mengatakannya dengan sangat semangat. Tak tau saja dari tadi kaisar manggut-manggut menahan tawa.

"Pfft, begitukah?"

Elfatir jadi bingung, takut apa yang dia sampaikan itu salah. "Ada apa, Yang Mulia?"

Kaisar menutup mulutnya. "Tidak. Aku hanya kagum dengan ambisimu yang begitu besar sampai terjebak dalam khayalan. Entah apa yang akan terjadi kalau kau tau kenyataannya."

"Apa?" Elfatir langsung mendongak.

Kaisar tak lagi bicara. Dia hanya tersenyum sambil memiringkan kepalanya.

"Maaf kalau saya salah sangka." Elfatir mulai mengepalkan kedua tangannya. Dari auranya, bisa kaisar tebak kalau emosi pria ini sudah terpancing. "Tapi ... apa Anda kini sedang mengatakan pada saya bahwa Anda berada di pihak mereka?"

"Pihak?"

"Benar! Anda kan suaminya Permaisuri Nindy! Kakak saya!" seru Elfatir langsung. Dia sudah menggenggam pistol untuk berjaga-jaga jika harus terpaksa melawan kaisar.

"Lalu? Apa hubungannya?" tanya kaisar, pura-pura polos.

"Dia sudah memberikan segalanya pada Anda, Yang Mulia! Apa Anda telah melupakannya?" kata Elfatir, dia mulai panik.

"Haah ... apa itu salahku?" Kaisar menunduk seolah dia merasa bersalah. Beberapa saat kemudian, kepalanya kembali mendongak. "Aku kan tidak pernah memintanya."

"Anda sudah berkhianat!"

Kaisar tertawa. Dia melihat gerakan tangan Elfatir yang hendak mengeluarkan pistolnya. Dalam waktu lebih cepat, kaisar mencengkram wajah Elfatir dan menggiringnya ke dinding yang tersisa dari runtuhan kuil. Kepalanya terbentur keras pada dinding hingga terlihat remukan permukaannya. Di sana kaisar mengangkat tubuh pria itu hingga melayang. Pistol yang dia bawa pun sudah jatuh ke tanah. "Kau mau membunuhku, El? Padahal kau bilang aku adalah orang terkuat dan terhebat di benua ini. Sepertinya kau mengucapkan omong kosong."

"Ergghh!"

Kaisar semakin kuat mencengkram wajah Elfatir. Detik berikutnya, dia patahkan kepalanya ke kiri hingga tubuhnya langsung kejang seketika.

Krak!

Kaisar melepas Elfatir dari genggamannya. Kini dia mengangkat baju pria itu hingga tubuhnya ikut terangkat. Kaisar ayun-ayunkan tubuh Elfatir seperti sedang bersiap bermain bola. Kemudian kaisar lemparkan ke pohon yang ada di sana. Tubuh Elfatir pun berguling-guling kembali ke arah kaisar karena kemiringan tanah.

"Hmm, membosankan," gumam kaisar. Dia menginjak perut Elfatir dan berjongkok di sana. "Bagaimana, El? Apa sekarang kau sudah mengakui bahwa aku yang terhebat dan terkuat?"

Elfatir sudah memuntahkan darah. Dia menatap kaisar dengan raut sangat kesakitan. "Kenap ... kenapa ... Anda ... melak--melakukan ini ... pada saya?"

"Hm?"

"Kenap--kenapa ... Anda memi--memihak ... mereka?"

Kaisar menggigit kuku jari kelingkingnya. Dia hampir menguap kala menunggu Elfatir selesai bicara. "Kenapa, ya? Kau mau tau atau sangat mau tau?"

Elfatir tak mengerti mengapa sifat kaisar selalu begitu menyebalkan. Rasanya pria ini sangat senang mempermainkannya.

"Pffft ... karena aku tidak pernah memihak mereka, Bodoh!"

Elfatir mengangkat kedua alisnya. Itu tidak mungkin. Jelas sekali bahwa dari tadi kaisar menyiratkan bahwa dia ada di pihak Alenda dan Gavier. "Itu ... tidak ...."

"Kau tau bagian terlucu dari ini semua?" Kaisar menyeringai hingga seluruh giginya tampak. "Aku yang membuat kalian semua jadi begini, hahahah!"

"Kenap--kenapa ... Anda ...."

"Kenapa aku melakukannya?" Tangan Elfatir berhasil menggapai pistol yang ada di dekatnya tanpa sepengetahuan kaisar. Lantas dia genggam baik-baik agar kaisar tak mengetahuinya. Setelah membuat kaisar lengah, dia harus segera menembaknya. "Karena ...."

Dengan santai kaisar mengambil pistol yang Elfatir genggam. Elfatir semakin takut dan merinding. Dia heran dengan kaisar yang begitu hebat dan peka. Sepertinya pujian bahwa kaisar adalah orang terhebat dan terkuat di benua ini bukan hanya bualan belaka.

"Kau tau El bagaimana caraku mendapatkan takhta kaisar sedangkan saudaraku ada 12 orang dan aku harus bersaing dengan mereka semua? Apa karena aku kuat?" Kaisar mengeleng. "Tidak."

"Apa karena aku pintar?" Kaisar menggeleng lagi. "Tidak juga."

"Apa karena aku lebih hebat dari mereka?" Kaisar menggeleng lagi. "Hmm, tidak."

Kini kaisar memutar-mutar pistol itu di udara. Elfatir panik saat pelatuknya mulai bergerak pelan-pelan. "Kaisar ... itu ...."

"Sssst!" Kaisar menempelkan jari telunjuknya di bibir. "Karena aku ... yang membuat mereka saling bertarung. Karena mereka yang bodoh, El!"

Elfatir baru pertama kali mendengarnya. Selama ini rumor yang beredar adalah tentang Gavier yang membantu kaisar dalam membunuh kaisar terdahulu, ayah dari kaisar sekarang. Tak ada cerita kalau anak kaisar berjumlah sebanyak itu. Semua orang kira, kaisar sekarang adalah anak tunggal.

"Bukankah hidup ini menyenangkan?" Elfatir terkekeh. "Saat aku membuat kalian saling membunuh dan menciptakan emosi-emosi kuat ... kau tak tau betapa senangnya aku, kan?"

Kaisar menutup mulutnya. "Pfft, betapa lucunya kalau setelah ini aku membuat pasangan Romeo dan Juliet ... Gavier dan Alenda itu saling bertarung. Siapa ya yang akan menang?"

"Kaisar ...." Kini di mata Elfatir, kaisar benar-benar orang yang mengerikan. Terbusuk dari yang paling busuk. "Anda ... monster!"

Kaisar menyangga dagunya dengan tangan. Dia tersenyum lebar mendengar ucapan Elfatir. "Kukira kita sepaham, El, tapi aku tau di dunia ini tak ada satu pun yang bisa mengerti pikiranku. Menyebalkan."

Tangan Elfatir mulai bergerak dengan sendirinya. Dia berhasil mengambil pistol itu, tapi malah mengarah ke dirinya sendiri. Bibir pistol pun menempel di keningnya.

"Selamat tidur, Elfatir Hephaestus," ucap kaisar sambìl menyeringai.

DOR!

Kaisar tertawa setelah melihat Elfatir yang sudah kehilangan nyawa. "Ini sangat menggairahkan."





- The Beast & His Secret -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top