Bab 46

Perang III dimulai.

Brak!

Gavier mulai merasakan aura yang membuatnya mual. Aura busuk ini seperti makanan yang dibiarkan lama di udara selama berhari-hari.

Gavier pun menghempas tubuh pendeta yang ada di atasnya lalu mengibas-ibas udara di depan hidungnya. Bau ini sangat menyengat. Padahal yang berada penuh di sini adalah darah, tapi bau busuk ini lebih kuat.

Berjalan ke pintu aula kuil yang terhalang pilar-pilar besar, Gavier menarik pilar itu menjauh dengan akar-akar yang dia tumbuhkan. Akar yang menjalar itu pun langsung menyebar ke dinding-dinding kuil hingga pilar yang tadinya menghalangi pintu bisa tersingkirkan dengan mudah. Kemudian Gavier mengulurkan tangan, membuka pintu kuil dengan kasar oleh kekuatan elemen angin.

Tepat saat pintunya terbuka dan serpihan runtuhan bangunan berterbangan, muncul pria bertopeng yang Gavier kenal ....

Ayahnya.

Di sisi lain, Elfatir dan Nindy mulai menyebar. Mereka hendak mencari target mereka masing-masing. Walau rintik hujan mulai berjatuhan lagi, keadaan basah kuyup itu tidak menghentikan langkah mereka sama sekali.

Khususnya Alenda yang sudah sangat mencemaskan Gavier. Kuil besar ini tak mungkin roboh dengan sendirinya. Apalagi kalau Gavier ada di dalamnya, belum tentu dia berhasil selamat.

Positif, Alenda! Berpikirlah positif! batinnya sambil terus berlari. Tepat sebelum sampai di bagian depan kuil, Alenda melihat punggung seorang wanita yang berjongkok sambil memakan sesuatu. Tak hanya ada dia, tapi juga seseorang lagi yang tidak sadarkan diri. Sebenarnya apa yang mereka lakukan?

Kala Alenda melangkah pelan, perempuan itu menyadari kehadirannya. Lantas dia mengusap sesuatu di mulutnya lalu berdiri lagi. Ketika tubuhnya berbalik, mata Alenda langsung melotot.

Zombie? Vampir?!

Kala Alenda memiringkan kepalanya, dia bisa melihat bahwa apa yang dimakan perempuan ini adalah isi perut manusia yang terbaring itu.

"Pucuk dicinta, ulam pun tiba," ucap wanita itu sambil menyeringai. Bibir dan giginya dipenuhi darah yang belepotan. Namun, hal yang menurut Alenda aneh adalah dia merasa familiar dengan perempuan ini. Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?

"Alenda ... Laqueen ... Celsion ... Hephaestus." Dia berjalan santai ke arah Alenda. "Ah, apa aku harus memanggilmu, Yang Mulia Ratu?"

Sepertinya dia sudah bisa mencerna situasi sekarang. Mungkin dalang yang sudah menyebabkan kuil ini roboh adalah wanita ini. Maka posisi Alenda tidak lah aman. Apalagi dia juga tidak sehebat itu dalam menggunakan sihir. Diam-diam, Alenda mulai mengumpulkan mana di dalam tangan kirinya yang berada di belakang punggung.

"Siapa kau?" tanya Alenda sambil melangkah mundur.

"Hm?" Perempuan itu tersenyum. "Cinta pertama Gavier. Nindyana ... Hephaestus."

Perempuan itu tak merasa takut sedikit pun apabila Alenda mengetahui identitas aslinya. Malahan akan menjadi menyenangkan pertarungan ini nantinya.

"Hepha ... Hephaestus?" Alenda tak pernah tau kalau Gavier punya saudari perempuan. Tapi tunggu! Cinta pertama? Kalo cinta pertama, mengapa marga mereka sama?

"Ah, kalian biasa memanggilku Nindy." Perempuan itu tersenyum lebar dengan bangga. "Permaisuri Nindy, istri kaisar!"

"Nindy ...," gumam Alenda yang darahnya sudah berdesir sejak tadi.

Tunggu ... Nindy? Jangan bilang, dia adalah Nindy yang pernah Adires bilang?! Nindy yang sudah membuatku hampir diceraikan dan diserahkan pada kekaisaran?! Nindy-Nindy yang itu?

Mengingat kejadian itu, Alenda mulai emosi. Tanah di sekitarnya mulai membentuk lingkaran api. Tangan yang tadi dia sembunyikan pun sudah mengeluarkan kobaran api.

"Axiopetranium!" Alenda melempar kobaran api ke arah Nindy, tapi serangannya meleset karena Nindy berhasil menghindar. Tidak menyerah, Alenda langsung menghujani Nindy dengan banyak kobaran api.

"PELAKOR!" serunya tanpa henti.

"Hahahah!" Nindy bersedekap dada sambil terus melayang di udara. Dia berhasil menghindari semua serangan Alenda. Hingga Alenda sendiri merasa lelah. "Udah, nih? Kalau begitu sekarang giliranku."

Nindy mengayunkan tangannya hingga api yang ada di sekeliling Alenda padam. Ketika Alenda menoleh ke sekitar, Nindy langsung mendorong Alenda dengan kekuatannya. Tubuh gadis itu terpental hingga pohon beringin yang ada di sebelah bangunan kuil.

"ARGH!" Alenda memeluk perutnya, berusaha melindungi janin yang ada dalam tubuhnya. Jangan sampai wanita iblis itu tau kalau dia sedang mengandung. Jangan sampai targetnya adalah perut Alenda.

"Bangunlah. Tidak seru kalau kau mati dengan cepat," kata Nindy yang sudah cekikikan.

"HYAAAARGH! Kritoxes!" Api merah bergerak langsung mendatangi Nindy yang hampir lengah.

Sontak peremputan itu mundur dan menahan perutnya. "Fyuhh ... hampir aja."

Dia kembali mendongak ke arah Alenda. "Ternyata kau gigih juga, ya?"

Alenda berlari ke arah Nindy dan langsung menjambak rambutnya. Sontak Nindy mengangkat tubuh Alenda dan membantingnya ke belakang. Lagi-lagi tubuh Alenda merasakan sakit luar biasa. Walau yang terbentur selalu punggungnya, tetap saja dia merasa cemas. Alenda langsung mengerang sambil memeluk lututnya sendiri.

"Haah ... melelahkan sekali," ucap Nindy sambil membenah rambutnya yang jadi berantakan.

"Isyinatikesau Lavortayus Janideshvlova!" Nindy mulai berkomat-kamit sambil menggerakkan kedua tangannya ke atas. Langit yang sedang diiringi halilintar jadi semakin gelap. Sesuatu mulai bermunculan dari tanah dan berterbangan di udara.

Susah payah Alenda mengusap matanya yang terhalang air hujan. Dia melihat para iblis yang dulu mengincar mana-nya bangkit kembali. Iblis itu adalah iblis yang dia temui pertama kali di Istana Disappear dan menyerangnya di Kediaman Celsion waktu itu.

Mereka semua iblis yang sama. Bedanya, dulu iblis itu hanya satu. Sekarang sangat banyak.

"Bermainlah bersama dia selagi aku istirahat," ucap Nindy yang berjalan ke arah pohon beringin lalu duduk dan memejamkan mata. Alenda yang panik langsung bangkit dan mengamati iblis itu satu per satu.

Menghadapi satu iblis saja sudah susah, lalu bagaimana Alenda harus melawan mereka semua? Nindy sialan.

Tak ingin membuang waktu, Alenda mulai memasang kuda-kuda. Dia berputar seiring para iblis berusaha mendekat. Mereka semua berteriak untuk berebut mana sedap milik Alenda.

Demi anakku.

***

Gavier terus berusaha menghujam ayahnya dengan bebatuan sisa runtuhan kuil. Dia hantamkan itu berkali-kali, tapi Oceryus mampu menghindar dan menghancurkan itu semua.

"Kau sudah tumbuh besar," kata Oceryus. Gavier benci mendengarnya. Padahal dia pikir sudah berhasil mengubur ayahnya ke dalam peti dengan kutukan yang kuat, tapi bagaimana bisa Oceryus bangkit kembali?

"Kenapa ... bagaimana ... Anda bisa ada di sini?" Gavier sudah ngos-ngosan. Dia mengusap ujung bibir yang berdarah akibat hantaman Oceryus.

"Eih ... aku ayahmu. Tentu saja aku ke sini karena sangat merindukanmu," ucap Oceryus sambil terkekeh. Dia menyentuh topengnya dan mulai membukanya. Dari sana lah sumber aroma busuk yang tadi mengganggu Gavier. Wajah buruk rupa Oceryus bisa membuat lalat berkumpul karena mengiranya sebagai sampah.

"Ini curang. Kau tidak menerima kutukan yang sama denganku. Itu semua salah ibumu! Hephaestus bukan apa-apa tanpa kutukan ini." Perlahan Oceryus meraba area rahangnya. Dia seperti sedang mencari sesuatu. Ketika menemukannya, dia tarik sobekan itu untuk menarik seluruh kulit di permukaan wajah.

"Aaaaaargh!" Oceryus mengerang dengan sendirinya. Gavier yang ada di sana hanya mengerutkan kening. Merinding sekaligus ngeri melihat orang kesakitan karena perbuatannya sendiri.

"Anda sudah gila!" seru Gavier sambil melempar pilar di sebelahnya ke tubuh Oceryus. Sontak pria itu terlempar hingga tubuhnya menancap di paku besar untuk menggantung lukisan dewa.

"Haah ... kau tidak sabar sekali. Aku kan belum siap," ucap Oceryus. Perlahan turun dari tancapan paku itu, membiarkan darah berlinangan dari dadanya karena paku menembus dari punggung ke dada.

Setelah mengatakan itu, Oceryus menatap ke atas. Dia melihat langit yang menjatuhkan airnya tepat mengenai wajahnya. "Karena aku yang sudah membuatmu ada, maka aku juga yang harus menyingkirkanmu dari dunia, kan?"

Oceryus mulai menarik halilintar dari langit. Sesuatu seperti uap berwarna hitam berkumpul hingga terbentuk sebuah lubang hitam besar di langit. "Gavier, aku sudah gagal mendidikmu."

Tubuh Gavier terangkat sendirinya. Dia berusaha memberontak, tapi entah mengapa tubuhnya tertarik otomatis seperti magnet yang menemukan besi. Seluruh kekuatannya juga berubah menjadi tumpul seketika. Dari lubang gelap itu, muncul sebuah tangan besar, panjang, dan tajam.

"Ga ... vi ... er," erangnya.

LUCIFER?!

Gavier melotot kala tubuhnya terombang-ambing di udara. Dia melihat raja para iblis sedang menanti tubuhnya sebagai santapan.

Oceryus yang wajahnya sudah tak berbentuk dan hanya tersisa daging kulit tersenyum lebar. Dia seperti tak sadar dengan apa yang dilakukannya dan ikut senang melihat Gavier ditarik iblis.

"EVIADRA!" Gavier berusaha menyerang lubang itu dengan kekuatannya. Tak berhenti, dia terus-menerus memaksimalkan mana-nya. Tapi kenapa tak ada satu pun yang mempan? Apa Dewi Aphrodite belum membuka segel kekuatannya secara penuh?

Hampir saja kaki Gavier masuk ke dalam lubang, seseorang yang terbang dengan sapu menabrak dirinya hingga dia pun kembali jatuh. Yang mendarat pertama adalah wajahnya, Gavier jadi langsung kehilangan kesadaran dengan darah berlinangan.

"KAISAR!" bentak Oceryus saking kesalnya.

Kaisar terbang ke arah Oceryus. Dia melambaikan tangan tanpa rasa bersalah. "Pertarungan itu harus adil. Kau membawa raja iblis, maka Gavier pantas mendapat bantuanku."

Tangan Oceryus terulur, hendak meremas leher kaisar dengan kekuatannya sampai patah. Tapi yang patah malah tangan Oceryus sendiri. "ARGH!"

"Berani sekali kau." Wajah riang kaisar berubah dingin. "Musuhmu itu anakmu sendiri, bukan aku. Aku hanya penyedia arena. Kalau mencoba melawanku, kau sama saja bunuh diri."

Kemudian kaisar mengangkat tangannya di udara. Muncul sebuah tombak yang terbuat dari emas di dalam genggamannya. Kemudian dia memutar-mutar tombak itu hingga seluruh mana berkumpul. Dalam sekejap, waktu pun berhenti.

Kaisar terbang mendekati Oceryus. Dia cengkram pakaian orang itu lalu mengangkatnya dengan mudah. Entah sekuat apa kaisar atau seringan apa tubuh Oceryus. Rasanya seperti mengangkat bulu ayam.

Setelah berada di bawah lubang hitam itu, kaisar melempar tubuh Oceryus hingga berada tepat di dalam genggaman Lucifer, sang raja iblis.

"Terima kasih, Yang Mulia Kaisar," ucap Lucifer.

Kaisar melambaikan tangannya dengan wajah riang. "Bukan apa-apa. Lain kali jangan lupa ajak aku minum kopi bersama."

"Baiklah, Yang Mulia. Saya permisi." Pintu neraka yang dibuka Oceryus di atas langit pun mulai menutup. Terdengar teriakan Oceryus yang sangat keras dari dalam sana.

Usai mengecek nadi Gavier di bagian leher, kaisar mengangguk. "Ya sudah. Masih hidup." Setelah itu dia mulai terbang bersama sapunya ke luar kuil. Di sana dia melihat Alenda dengan tubuh basah kuyup, penuh dengan darah, dan lemah hampir saja mati. Jantung anak yang ada di dalam perutnya juga melemah. Kalau dibiarkan 10 menit saja, nyawa Alenda tak akan tertolong.

Kaisar perhatikan Nindy yang sangat nyenyak dalam tidurnya. Sepertinya gadis itu bermimpi sedang tidur bersama kaisar. "Ck, ck, pemalas sekali. Kalau mau menang, kau tidak boleh kehilangan celah atas lawanmu."

Kaisar pun mendekat ke tubuh Alenda yang terdiam di tempat. Rautnya tampak sangat ketakutan. Kaisar membelai lembut kening Alenda agar tidak lagi berkerut. "Kau juga keras kepala. Kalau waktu itu kau menerima tawaranku, hal ini tak akan pernah menimpa hidupmu."

Kaisar menghela napas berat. Dia menimang-nimang harus menyelamatkan Alenda juga atau tidak. Karena kini Nindy dan Alenda sedang bertarung secara adil. Iblis-iblis yang Nindy bangkitkan pun tak sebanding dengan kekuatan milik Alenda.

"Apa yang harus kulakukan, ya? Perempuan ini butuh motivasi agar kekuatan dalam dirinya terpancing," gumam kaisar.

Lantas sebuah ide melintas dari kepalanya. Dia pun menjetikkan jarinya tepat di depan wajah Alenda sehingga gadis itu kembali sadar. Dia mengedarkan pandangan dengan napas ngos-ngosan.

"Ka ... Kaisar?"

Kaisar tersenyum manis. Dia mengangkat sesuatu dari tangan kirinya lalu menggoyang-goyangkannya. "Siapa ya ini? Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Raja Disappear?"

Deg!

Alenda melihat kepala yang diangkat kaisar seperti bola. Dia memang tidak bisa melihat wajahnya, tapi gaya rambutnya persis seperti Gavier. Apa kepala yang sedang dipegang kaisar itu benar-benar milik Gavier?

Spontan Alenda menutup mulutnya. Dia mual. Seluruh tubuhnya menolak kebenaran yang ada di depannya.

"Kalau kau mau mengambilnya, kalahkan mereka semua dan lawan aku." Setelah mengatakan itu, kaisar tertawa dan terbang melesat jauh dari Alenda.

Waktu pun mulai kembali berjalan. Para iblis yang sebelumnya hendak menyerbu Alenda lagi mulai menghentikan pergerakan mereka. Jelas-jelas mereka semua merasakan ada sesuatu yang sangat kuat hingga menghalanginya. Ketika mendongak, iris mata Alenda berubah warna. Tatapannya juga tajam dan mematikan. Rambutnya berkibar, muncul angin badai dari tempatnya berdiri hingga tubuh Alenda melayang. Kedua tangannya terbuka sebagai wadah mana.

Langit bergetar. Seekor hewan raksasa turun langsung dari langit yang Alenda belah.

"HEPHAESTUS!" teriak Alenda hingga sebuah kekuatan mengalir dari atas ke puncak kepala Alenda.

Kalau Gavier mati, semua ini tak lagi ada gunanya.

- The Beast & His Secret -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top