Bab 28
"Kudengar kau menyetujui perayaan Musim Cinta. Apa ini adalah bagian dari rencanamu?"
Alenda menatap tajam Adires yang duduk jauh di depannya. Mau menelan makanan saja jadi sesusah ini.
"Jangan menggangguku, aku mau menelan makanan ini saja jadi susah!" Walaupun Alenda menyukainya, bukan berarti dia akan selalu menerima ocehan pria itu sesuka hati. Demi bertahan hidup di sini, setidaknya Alenda harus makan dengan tenang, kan?
"Mau kubantu?" goda Adires.
Alenda tersenyum lebar. Dia melepas sepatunya yang dari tadi terasa tidak nyaman lalu melayangkannya ke udara. "Mau mencoba bibirmu bertemu sepatuku?"
"Hahahaha!" tawa Adires menggelegar, mengisi ruang makan yang hanya terdiri dari Alenda dan Adires.
"Nggak ada yang lucu," ucap Alenda sambil berusaha memasang sepatunya lagi.
Adires beranjak dari tempatnya. Dia berjalan ke arah Alenda yang masih membungkuk untuk membetulkan sepatu. Melihat Adires yang berjongkok di depannya, tubuh Alenda jadi kaku. "Apa yang kau lakukan?"
Adires melepas tusuk gigi dari bibirnya lalu mengambil sepatu Alenda. Dia juga mengambil sepatu satunya yang masih terpasang.
Kenapa dilepas? Dia bukan sedang memasangkan sepatu untukku?
Kemudian Adires tiba-tiba melempar sepatu itu satu per satu ke luar jendela hingga kacanya pecah dan menimbulkan kebisingan. Burung Gagak yang bertengger jadi berterbangan.
"Apa yang kau lakukan, Adires?!" kesal Alenda karena Adires malah membuang sepatunya.
"Sesuatu yang menyakitkan itu harus dibuang. Itu sebabnya, kau harus melepaskanku. Apa kau sudah mengerti sekarang?"
Tatapan Adires yang begitu menusuk membuat Alenda kehilangan kata-kata. Pria itu bahkan tak peduli jika kaki Alenda kedinginan. Sebenarnya apa yang dia mau? Kemarin dia menyuapinya, sekarang melempar sepatunya. Alenda kadang tidak mengerti dengan isi hati Adires. Pria itu jauh lebih rumit dari Gavier. Sebenarnya, Adires benci atau menyukainya?
"Apa pun yang kau katakan, kau tidak akan bisa membuatku pergi dari sini, Adires."
Di ambang pintu, Adires berbalik. Apa yang harus dia lakukan untuk membuat Alenda menyerah? Sepertinya dari awal dia memang sudah keliru saat tidur dengan wanita itu.
"Apa kau siap dengan risikonya?"
"Seburuk apa risikonya sampai aku harus takut?" tanya Alenda dengan tatapan berkaca.
"Jangan menangis lagi."
"Aku akan melakukan apa pun yang kau larang!" ucap Alenda yang sudah menegakkan tubuhnya.
Adires terdiam dalam waktu lama. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Alenda jadi penasaran dengan isi pikiran pria itu. Apakah yang membuatnya ragu dan terus mendorong Alenda menjauh?
"Kau harus pergi dari istana ini," ucap Adires.
Alenda melangkah satu kali. "Aku akan selalu tinggal di sini."
"Kau tidak boleh menjadi ratuku."
"Aku akan selalu menjadi ratumu," jawab Alenda dengan langkah bertambah lagi.
"Kau tidak akan pernah memiliki hatiku."
"Hatiku akan selalu menjadi milikmu," ucap Alenda lagi yang langkahnya jadi kian dekat dengan keberadaan Adires.
"Kau tidak boleh mencintaiku."
"Aku sudah mencintaimu dan akan seterusnya begitu," kata Alenda.
"Kau harus menangis."
"Aku tidak akan menangis lagi."
Adires terdiam lagi. Beberapa menit kemudian, dia kembali membuka mulutnya. "Kau akan menyesalinya."
"Aku tidak akan pernah menyesal."
Alenda berjinjit dan mengalungkan kedua lengannya di leher Adires. Dia pejamkan matanya, memberikan kesempatan kepada Adires untuk memulai lebih dulu.
Rasanya Adires tak bisa bergerak. Dia tatap wajah cantik Alenda yang menunggunya. Kali ini dia tidak ingin mengulang kesalahan lagi, tapi apa dia bisa? Melihat bagaimana Alenda tidak ragu mendatanginya dan terus datang setiap Adires berusaha melukainya.
Aku tau, kau tidak membenciku, Adires ....
Adires menghela napas berat. Dia menunduk. Hal itu membuat Alenda kembali membuka mata. Dia tempelkan keningnya pada kening Adires. Dari belakang, dia mengelus lembut rambut Adires.
"Mengapa kau sangat ingin menolakku, Adires?"
Adires memejamkan matanya. "Aku bukan orang baik, Alenda."
"Aku juga bukan orang baik, Adires. Kalau kau tau siapa aku, kau akan lebih membenciku."
Adires mendongak, dia terkejut dengan pengakuan Alenda.
"Bukan hanya itu, Alenda. Hatiku ... hatiku masih ...."
"Masih dimiliki Permaisuri Nindy?" tanya Alenda.
"Dia ada di saat aku membutuhkan seseorang. Dia ada saat aku masih berada di dalam kegelapan. Sebagai gantinya, dialah yang harus ada di bawah perlindunganku, Alenda. Dan kau ... kau akan lebih aman di bawah perlindungan kaisar," ucap Adires dengan tatapan serius. Tapi Alenda tak begitu menghiraukannya. Dia fokus menatap wajah tampan Adires lalu mengusapnya.
"Begitukah? Jadi kau berniat melindungiku?"
"Tentu saja. Kau adalah istri Gavier."
"Dan juga istrimu," kata Alenda.
"Tapi kau bilang--"
"Ya ... aku salah. Kalian adalah orang yang sama. Pagi itu, aku masih terkejut karena pertama kali tidur dengan seorang pria. Maafkan ucapanku yang menyinggungmu," ucap Alenda yang belum sempat mengatakannya pada Adires.
"Jadi ... bukan karena kau menyesalinya?"
Alenda menggeleng. "Aku tidak pernah menyesali keputusan yang kubuat. Menjatuhkan hatiku padamu juga keputusan yang sudah kupertimbangkan matang-matang."
Alenda menepuk pelan pipi Adires. "Pikirkan baik-baik. Aku akan selalu menunggumu. Kuharap kau mau jujur pada Gavier atas segalanya. Dia berhak tau. Jangan hanya karena kau ingin melindunginya, kau juga menyembunyikan berbagai ingatan buruk untuknya. Sampai sekarang, Gavier masih terjebak sendirian. Dia tidak pernah jatuh cinta."
Adires menatap lekat Alenda. Dia lihat Alenda melepaskan diri darinya lalu berjalan menjauh. Sepertinya berjalan kembali ke kamar. Apa sebaiknya dia katakan semuanya pada Gavier seperti kata Alenda? Mungkin ... Gavier tau apa yang seharusnya mereka lakukan.
***
"BODOH!"
Adires tersungkur di atas lantai. Dia masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Dia pegang pipinya bekas dihajar Gavier.
"Gav-- apa yang kau?"
"Sialan!"
Sialan? Pertama kalinya Adires mendengar Gavier mengumpat. Gavier yang lembut dan seperti adiknya itu kini menatapnya tajam.
"Kubunuh kau sekarang!"
Adires menahan lengan Gavier yang sudah duduk di atasnya. Tubuhnya memang sudah sakit semua karena dihajar Gavier habis-habisan. Tapi di bawah alam bawah sadar ini, gawat kalau mereka berdua sampai mati bersama. Itu sama saja bunuh diri.
"Gav, hentikan! Aku bisa jelaskan semuanya!"
"Kau jahat! Kau gila! Kau sudah berjanji untuk menunjukkan semuanya padaku! Kau berjanji melakukan semuanya untukku! Tapi-- tapi kenapa kau tega, Adires?!" Gavier menonjok Adires terus-menerus sampai tubuhnya sakit sendiri. Adires yang membentuk pertahanan kuat tak ingin membalas Gavier karena menyakiti Gavier bukanlah tujuannya.
"Kau bahkan ... menyembunyikan soal ibu, kaisar, dan perempuan yang menemani kita. Lalu sekarang apa? Kau menyakiti Alenda? Kau membuatnya menangis setelah tidur dengannya!" Gavier mengusap air mata yang sudah berlinangan di pipinya sejak tadi. "Kau mengkhianatiku! Kau sudah tidur dengan Alenda dan tega ... tega menghapus ingatan indah itu dariku! Kau menghancurkan segalanya!"
Adires tak bisa berkata-kata. Dia merasa lega karena sudah menceritakannya pada Gavier, tapi rasanya menyakitkan melihat Gavier terluka karena dirinya.
"Maaf ... maafkan aku, Gavier."
"Kau harus pergi dan jangan pernah mengendalikan tubuhku lagi!"
"Tapi, Gavier ... apa yang akan kau lakukan kalau pria yang dicintai Alenda bukan kau, tapi aku?"
Gavier menautkan kedua alisnya. Dia mulai merasakan ingatan yang mengalir di dalam diri Adires. Pria itu benar. Selama ini Alenda menunjukkan ketertarikan yang kuat pada Adires, bukan Gavier. Gavier sendiri merasa tak pantas dengan wajahnya yang buruk rupa.
Benar, yang dicintai Alenda bukanlah Gavier, tapi Adires.
"Apa yang akan kau lakukan, Gavier? Apa yang kau ingin kulakukan?"
Gavier mencengkram kuat leher Adires. "Pertemukan aku dengan Nindy lalu minta maaflah pada Alenda! Nindy hanya masa lalu yang sudah lama membuangmu. Dia sudah memilih kaisar!"
"TIDAK! Nindy mencintaiku!"
Gavier memperkuat cengkramannya. "Kau sudah ditipu oleh kaisar. Pikirkanlah! Kaisar itu tertarik pada Alenda, itu sebabnya dia sengaja menggunakan Nindy untuk memancingmu. Gunakan otakmu! Nindy bisa saja menolak pernikahan itu karena sistem pernikahan kekaisaran adalah dengan persetujuan kedua belah pihak. Kalau benar Nindy masih mencintaimu, kenapa dia tidak menjelaskan semuanya kepadamu lebih dulu?"
"Itu ... itu karena ...."
"Jangan bodoh karena cinta! Pertemukan aku dengan Nindy, akan kutunjukkan siapa perempuan rubah itu padamu, Adires!" bentak Gavier pada Adires yang masih terkejut, tak terima kalau kenyataannya Nindy hanya mempermainkannya.
"Itu ... tidak. Nindy tidak ...."
***
Dua minggu kemudian, hari pertama pesta Musim Cinta diselenggarakan. Di malam hari, suasana lebih ramai dan dikelilingi orang dari berbagai negara. Adat yang biasa dilaksanakan oleh Penduduk Disappear akhirnya kembali, sehingga banyak pengunjung yang ingin ikut menikmatinya.
Alenda senang karena pesta yang dia persiapkan menjadi semegah dan semewah ini, semua orang begitu menikmatinya. Setelah menemui banyak pasangan yang mengharap berkatnya, Alenda ingin mencari Gavier atau Adires yang batang hidupnya tak terlihat selama dua minggu. Karena Alenda juga sudah disibukkan dengan persiapan, dia juga belum sempat menyapa suaminya.
Ini sudah hampir tengah malam, maka Alenda harus bersiap menutup perayaan hari ini demi kelancaraan pesta esok hari. Baru saja dia berniat menutup jendela, Alenda melihat sesuatu tengah terbang ke arahnya. Tapi Alenda tak tau itu apa.
KYAAAAK!
Stella berteriak kencang, Alenda otomatis meminggirkan tubuhnya agar burung itu tak berhasil melukainya. Hal yang membuat Alenda terkejut bukan hanya kecepatan terbang Stella yang lebih besar dari biasanya, tapi juga sosok perempuan yang tidak sadarkan diri di punggung Stella.
"KAK GALYA?!"
- The Beast & His Secret -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top