Bab 20
"Hormat saya kepada Sang Pemimpin Benua," ucap Alenda seraya menyentuh sebelah dadanya dan membungkuk. Dia berikan hormat sesungguhnya pada kaisar yang berposisi paling tinggi di tempat ini.
"Hei-hei, janganlah begitu! Jangan bicara terlalu sopan, mari mengobrol sebagai teman," ucap kaisar.
Alenda mengangkat kedua alisnya. "Maaf? Teman? Sa--saya menjadi temannya Yang Mulia Kaisar?"
Kaisar hanya membalas dengan tawa lalu meminta Alenda duduk di sofa. "Bisakah kau duduk terlebih dahulu? Sepertinya aku semakin tua jadi lelah kalau harus berdiri lama-lama."
Bohong sekali, batin Alenda kala melihat otot kekar kaisar di bagian lengan.
"Ada apa? Kau pikir aku berbohong?" Kaisar menepuk-nepuk lengannya dengan bangga. "Ini memang kubuat saat peperangan 10 tahun lalu."
Pipi Alenda memanas saat ketahuan mengamati otot kekar kaisar. Berdosa sekali dia.
"Hahaha, kau benar-benar perempuan yang sulit ditebak. Ekspresimu itu gampang dibaca, tapi tidak bisa diprediksi akan bertindak apa," kata kaisar. Alenda yang tak paham mengapa kaisar terlihat sok akrab dengannya hanya mampu terdiam. "Sebenarnya, aku sudah mengamatimu sejak kau melangkahkan kaki di kerajaan ini dan menikah dengan Hephaestus."
"Anda ... mengamati saya?"
Kok bisa? Padahal aku pikir, pesta ini adalah pertemuan pertamaku dengan kaisar.
"Betul." Kemudian kaisar mengubah duduknya agar lebih tegap. "Jawablah dengan jujur, apakah kau mencintai Hephaestus?"
Langkah Gavier terhenti di depan suatu ruangan saat mendengar namanya disebut. Rencananya untuk menyusul Alenda jadi tertunda sebentar. Apakah orang di dalam sedang berbicara tentangnya?
"Sebenarnya ...." Alenda menatap lurus kaisar sebelum menjawab. Kalau kepada kaisar, mungkin jawabannya akan tetap aman sebab kaisar bukan orang jahat untuk Gavier. Lagipula dia tidak bisa membohongi beliau, takut kalau ketahuan bisa dihukum penggal. "... tidak. Saya tidak memiliki perasaan apa-apa pada Yang Mulia Hephaestus."
"Begitu, ya?"
Gavier yang bersandar pada pintu sangat yakin bahwa yang dia dengar adalah suara Alenda. Dia jadi betah untuk mendengar topik seru itu sebelum pergi. Entahlah, mengapa rasanya tidak menyenangkan ya saat tau kalau Alenda tidak memiliki perasaan padanya? Padahal Gavier sadar diri kalau orang seperti Alenda tidak mungkin menjatuhkan hati pada orang seperti dirinya.
"Benar."
"Apa kau yakin?"
"Sejauh ini saya yakin pada jawaban saya."
Kaisar mengangguk. "Lalu, apa rencanamu dalam pernikahan kalian? Kalau kalian tidak saling mencintai, bukankah memiliki penerus adalah suatu hal yang mustahil?"
Penerus? Maksudnya ... anakku dan Gavier? Membayangkannya saja itu ....
Pipi Alenda kembali memerah, dia menunduk untuk menyembunyikan wajahnya.
"Saya ... saya rasa belum siap. Saya tidak pernah terpikirkan untuk punya anak."
Kaisar tertawa kecil melihat respon Alenda. "Kalau kau benar-benar tak punya rasa padanya, maukah kau bersamaku?"
"Ya? Maksud Anda?" Alenda sangat terkejut dengan pertanyaan itu.
Lewat aura yang kaisar rasakan, dia bisa menyadari bahwa ada Gavier yang menguping pembicaraan mereka dari luar.
"Hmm, aku memang sudah menikah, tapi aku bosan dengan istri-istriku jadi aku butuh seorang perempuan manis sepertimu yang akan selalu memberikan kata-kata indah untukku." Kaisar mengambil sebelah tangan Alenda lalu mengecupnya. "Bersediakah kau memberikanku kesempatan, Nona Alenda? Maka aku akan menjadikanmu satu-satunya permaisuriku. Bukankah perempuan sepertimu lebih pantas bersanding denganku?"
Alenda melihat baik-baik wajah kaisar yang berharap dirinya menjawab dengan kalimat positif. Sebenarnya Alenda tak tau apa rencana kaisar, tapi sorot matanya tak menunjukkan bahwa kaisar serius akan ucapannya. Kenapa kaisar berbohong?
"Hmm, benarkah, Kaisar? Saya--"
Gavier pergi dari ruangan itu karena tak sanggup mendengar percakapan istrinya dengan pria lain lebih jauh lagi. Kalau mau membandingkan Gavier dengan Yang Mulia Kaisar ya tentu saja beda jauh karena Gavier merasa kaisar begitu tampan sampai pantas mendapat julukan visual benua.
"... saya menolaknya. Saya tidak mau," jawab Alenda langsung, tanpa ragu.
Kaisar tertawa sebab kepergian Gavier pasti disertai berbagai kesalahpahaman. "Kenapa? Berikanku alasan yang bisa kuterima."
"Mudah saja." Alenda mengambil gelas minuman berisi sedikit alkohol. "Karena Yang Mulia tidak setampan suami saya."
Tawa kaisar mereda. Jadi, dugaannya tepat, ya?
"Apa kau bilang?"
Duh, pasti dia nggak percaya. Pasti perkataanku dikira omong kosong.
"Saya tau ini sulit dipercaya, tapi hanya saya satu-satunya yang bisa melihat wajah tampan Raja Hephaestus."
Kini kaisar benar-benar semakin tertarik pada Alenda. "Jadi kau juga tau wajah aslinya, ya?"
Juga tau ... wajah aslinya? Apa maksudnya? Jangan bilang kaisar ... juga tau?
"Hah?! Jangan bilang, Kaisar juga sudah mengetahuinya?"
Kaisar terkekeh, dia sangat terhibur melihat reaksi Alenda. Sungguh seperti dugaannya. "Saat pertama kali melihat bocah murung itu, aku terkejut karena dia tidak bisa melihat wajah tampannya sendiri. Sayang sekali. Padahal aku ingin marah karena ada orang lain yang punya ketampanan melebihiku. Siapa sangka hidupnya sangat menyedihkan?"
"Jadi ... begitu. Tapi, Baginda, bagaimana bisa hal itu terjadi? Sangat menyedihkan saat membayangkan kita tidak bisa melihat wajah kita sendiri!"
Kaisar kini menghapus segala perangai nakal dan tawanya. Dia menatap serius Alenda. "Kau belum pernah mengatakan soal wajah aslinya, kan?"
"Apa maksud ... Anda?"
"Jangan pernah mengatakan padanya bahwa dia tampan. Sembunyikan itu. Perlakukan dia sama seperti sebelum kau mengetahui wajahnya."
Bagaimana bisa? Mana mungkin aku melewatkan hari-hariku tanpa melhat ketampanan Gavier! Pasti sulit sekali. Jarang ada laki-laki yang enak dipandang!
"Kenapa begitu, Yang Mulia? Dan sebenarnya kenapa hanya kita berdua yang bisa melihat wajah asli Gavier?" tanya Alenda, mulai terang-terangan menyebut nama suaminya di depan kaisar.
"Apa kau pernah dengar soal legenda Keluarga Hephaestus?"
Alenda ingat dia pernah membaca kisah itu, tapi apakah itu yang dimaksud kaisar?
"Soal Dewa Hephaestus, Dewa Ares, dan Dewi Aphrodite?" tanya Alenda.
"Sudah kuduga, kau juga mengetahuinya. Sebenarnya sejauh mana kau tau tentang ini semua, Alenda? Kau hampir tau seluk-beĺuk Kerajaan Disappear, itu menakjubkan."
Alenda hanya tersenyum seadanya sambil mendengarkan baik-baik apa mau kaisar.
"Keturunan Hephaestus memiliki kutukan setengah naga, kau pasti juga tau, kan?"
"Saya mengetahuinya, tapi tak pernah mendengar secara langsung atau memahami maksudnya," ucap Alenda, dia tak paham mengenai kutukan itu atau memergoki Gavier berubah menjadi naga.
"Nah, aku ingin memberimu peringatan untuk tidak memberitahu tentang wajah aslinya agar tidak membangunkan Adires."
Adires?
"Itu ... maksudnya ... siapa dia, Yang Mulia?" tanya Alenda dengan hati yang tak tenang.
"Jati diri lain, Gavier. Hal yang dia sembunyikan."
Alenda membeku di tempat kala mendengarnya. Jadi, Gavier punya alter ego. Kenapa dia tidak pernah tau? Sebenarnya berapa banyak rahasia yang disembunyikan oleh pria itu?
***
Kaisar telah mengucap perpisahan pada Alenda karena harus segera pulang. Dia juga menitipkan salam untuk Gavier yang tiba-tiba menghilang di tengah pesta. Entah ke mana pria itu sekarang, mungkin saja sedang ada urusan. Informasi yang Alenda dapatkan hari ini memang begitu mengejutkan dan rumit. Alenda benar-benar harus melompat ke dalam dunia Gavier jika ingin tau siapa pria itu sebenarnya.
"Yang Mulia Ratu," panggil seorang perempuan dari belakang.
Lantas Alenda berbalik. "Kak Galya!" Alenda segera berlari ke arahnya dan memeluknya.
"Kukira kau tidak datang."
Galya mengelus tengkuk lehernya. "Maaf karena tidak membalas pesan yang kau sampaikan sebelumnya. Kupikir sekalian saja aku menjawabnya saat kita bertemu sebab pengiriman surat pasti akan memakan waktu lama."
"Baiklah, mari kita bicara di luar."
Alenda dan Galya berjalan bersama ke luar area pesta. Mereka menikmati waktu berdua di balkon istana. "Jadi, bagaimana?"
"Aku sudah mencari tau soal kejadian di mansion waktu itu. Ada seseorang yang jelas-jelas memancing aroma sihirmu ke sana. Yang terpenting, orang itu tau hubunganmu dengan iblis itu."
Alenda berpikir dalam diam. Kejadian di pesta pernikahan Galya berarti bukan suatu kebetulan. "Apa yang dilakukan Kak Gaffar saat itu?"
"Bukan dia pelakunya karena sepanjang pesta dia hanya berusaha mendekatimu dan aku terus mengamatinya."
"Aku jadi penasaran, di mana dia sekarang? Apa ayah masih menghukumnya?" tanya Alenda. Setelah Celsion tau kalau Gaffar adalah penyebab kegagalan Galya beberapa kali dalam bisnis, Celsion marah besar. Dia menganggap Gaffar bodoh dan termakan oleh keserakahannya sendiri. Padahal Galya adalah saudari kandungnya.
"Dia bersama ayah mengunjungi nenek di benua lain jadi akan butuh waktu lama untuk kembali."
Alenda mengangguk paham. Ternyata itu alasan mengapa Celsion tidak bisa menghadiri pesta anaknya.
"Tenang saja. Ayah sudah menitipkan salam umtukmu," kata Galya.
"Itu tidak mungkin, tapi aku akan menerima kebaikanmu, Kak."
Galya tak tau bagaimana cara meyakinkan Alenda bahwa sebenarnya ayah mereka sangat menyayangi semua anaknya, tapi dia juga tak bisa berbuat apa-apa kalau ayah sendiri tidak berusaha menunjukkannya.
"Yah, berarti kita sama sekali tidak bisa menemukan jejak tentang siapa yang memancing para iblis ke Kediaman Celsion," ucap Galya sembari melipat kedua tangannya.
"Iblis itu ... aku merasa dia berubah. Kekuatannya jauh lebih besar dari saat pertama kali aku bertemu dengannya. Ketika Gavier membantuku pun, dia juga bilang kalau iblis itu hanyalah iblis tingkat rendah yang kelaparan saat mencium aroma mana-ku."
"Apa kamu mencurigai seseorang?"
Alenda menggeleng. "Di sini aku tidak bergaul dengan para nyonya bangsawan. Jadi kenalanku tidak banyak. Tapi ...."
"Kenapa?"
"Aku punya banyak musuh. Khususnya para pejabat negara yang kuhukum kurungan seumur hidup karena mengkhianati Yang Mulia. Tapi anehnya, tubuh mereka dirantai kuat di dalam penjara. Tidak mungkin mereka bisa melakukan sesuatu padaku."
Galya mengerti maksud Alenda. "Baiklah, untuk sementara aku akan mencoba mencari tau tentang Duke Zenilas yang waktu itu. Dia orang yamg sangat berbahaya, aku tak menyangka sangat mudah untuk menemukan semua bukti yang dia sembunyikan. Bukankah rasanya jadi mencurigakan? Mungkin saja dia menyembunyikan hal lain lebih banyak."
Alenda mengangguk. "Baiklah, aku akan menunggu kabar darimu, Kak. Tapi ngomong-ngomong, kulihat kau semakin kurus. Apa terjadi sesuatu, Kak Galya?"
Galya mengalihkan pandangannya, dia terkekeh sebagai respon. "Aku baik-baik saja. Akhir-akhir ini memang aku sedikit tidak enak badan dan sering meriang."
"Merindukan kasih sayang?" Kala mengatakannya, Alenda tertawa keras. Membuat pipi Galya memerah dibuatnya. "Aku dengar akhir-akhir Kak Ezra jarang pulang karena bisnisnya, kan? Mungkin itu penyebab Kakak sakit. Kakak sakit atas kerinduan pada Kak Ezra."
"Haaah ... tidak mungkin! Jangan bicara aneh-aneh, Alenda."
Alenda semakin senang menggoda Galya. "Kalau begitu, aku jadi mengganggu waktu kalian. Sebaiknya aku segera pergi saja agar Kak Ezra bisa segera menghabiskan waktu berdua denganmu. Kalau perlu, kalian bisa menginap di sini malam ini."
Setelah mengatakan itu, Alenda melangkah pergi. Sedangkan Galya masih menatap bintang yang bertebaran di atas langit.
Merindukan kasih sayang? pikir Galya dengan perut yang tergelitik. Lucu sekali bahasa Alenda, tapi mungkin saja itu benar. Karena rasanya dia belum bisa mendapatkan waktu berdua dengan nyaman bersama suaminya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Pasti dingin," ucap Ezra yang baru datang ke balkon setelah dipanggil Alenda. Dia memakaikan jasnya ke bahu Galya yang terbuka.
Alenda ... kau berlebihan sekali, batin Galya yang menyadari bahwa Alenda yang sudah memanggil Ezra ke sini.
"Aku baik-baik saja, Ezra."
"Aku yang tidak," ucap Ezra kemudian berjalan ke belakang Galya. Tangan Ezra melingkar di pinggang Galya, dia memeluk istrinya dari belakang.
"Ezra, nanti ada yang lihat." Galya memang malu, tapi dia senang dan nyaman diperlakukan begini, hal yang sangat dia rindukan akhir-akhir ini.
"Kita kan sudah menikah, mereka pasti akan mengerti." Ezra menempelkan pipinya pada pipi Galya. "Apa yang sedang kau lihat?"
Pipi Galya memanas. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam tubuh. "Bi--bintang?"
"Bintang, ya?" Kemudian Ezra melepas pelukannya dari Galya dan berpindah di sebelahnya. "Sebelum aku datang ke mari, Alenda sempat mengatakan sesuatu tentang bintang. Katanya, kalau kita bisa melihat bintang jatuh ... maka kita punya kesempatan untuk mengucap harapan dan harapan itu akan segera terwujud."
"Alenda mengatakan itu?"
Ezra mengangguk. "Sulit dipercaya, bukan?"
"Benar, kekanakan sekali."
"Tapi, aku ingin mempercayainya, Galya. Ada harapan yang kuharap bisa selalu terwujud." Ucapan Ezra membuat kepala Galya dipenuhi oleh pertanyaan. Selama ini pria itu sudah mendapatkan apa yang dia mau. Memangnya apa lagi yang dia harapkan?
"Apa yang kau harapkan?"
Ezra menoleh ke arah Galya sebentar dengan tatapan penuh sayang, kemudian kembali menatap langit. Sebelum mengucap harapan, Ezra menggenggam erat tangan Galya.
"Untuk bisa menjaga hatimu dan membuat bibirmu selalu tersenyum. Aku berharap bisa menjalankan janji yang kusematkan di atas pernikahan kita."
Darah Galya kembali berdesir karena ulah Ezra. Tak kuasa dengan hal itu, Galya pun berjinjit dan menghadiahi Ezra dengan kecupan pipi untuk waktu lama.
Dicium tiba-tiba itu membuat Ezra terkejut. Lantas dia mulai memejamkan mata untuk merasakan bibir Galya di pipinya. Perlahan, Galya menarik wajahnya lalu mengecup pipi Ezra beberapa kali. Tapi wajah Ezra malah semakin menoleh hingga ciuman Galya akhirnya mendarat tepat di bibir Ezra. Galya yang terkejut langsung menjauhkan wajahnya, tapi Ezra malah tersenyum penuh kemenangan seolah memang sengaja.
"Ezra!"
"Terima kasih, Galya."
Galya segera memalingkan wajahnya yang sudah merah padam.
Alenda yang diam-diam mengintip interaksi itu jadi salah tingkah. Batinnya, Ezra brutal banget! Nggak nyangka bisa lihat adegan romantis begini aaaaaa!
- The Beast & His Secret -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top