Bab 16

"Alenda, jangan berlari! Tetaplah di sampingku! Kalau tidak, kau akan terbawa arus," ucap Gavier ke lima kalinya yang tidak Alenda hiraukan. Suasana festival di malam hari memang sangat ramai. Bahkan banyak orang berdesakan untuk melihat pawai di tengah jalan.

Di balik kerumunan itu, Alenda tak sengaja melihat seorang pria yang mirip sekali dengan Ezra, kakak iparnya. Tapi aneh, mana mungkin Ezra berada di negaranya? Dia pasti salah lihat, kan? Apalagi pria itu tampak bersama wanita yang bukan Galya. Dia pasti hanya salah lihat.

"Akhirnya ketemu!" Gavier tampak ngos-ngosan karena berlari mengikuti Alenda.

"Buka saja topengmu biar mudah bernapasnya," ucap Alenda, sengaja memancing Gavier untuk kesekian kalinya.

"Tidak-tidak! Walau tidak bisa bernapas, aku tetap akan memakainya."

"Dih, keras kepala sekali," gumam Alenda sambil memutar malas bola matanya. Dia jadi penasaran sejelek apa wajah Gavier. Padahal kalau jelek sekali, Alenda pasti akan meminta Gavier memakainya lagi.

"Kau ini nakal sekali, ya! Tolong pahami orang tua ini," kata Gavier yang lagi-lagi sok tua.

"Hei, Gavier! Kau hanya berbeda empat tahun dariku. Jangan sok tua! Lihat, rambutmu yang berwarna pirang campur coklat itu tidak ada ubannya sama sekali!" Kedua tangan Alenda terangkat untuk mengacak rambut Gavier, sebagai bukti bahwa dia tidak menemukan uban sama sekali.

"Hahaha, hentikan! Kamu mengacak-acak rambutku!"

DUAR! DUAR! DUAR!

Bunyi kembang api yang diluncurkan ke atas langit berhasil menginterupsi keduanya. Posisi kedua tangan Alenda yang bertengger di leher Gavier membuat suasana mereka canggung. Apalagi saat memerhatikan telinga Gavier yang memerah, pikiran Alenda jadi terbang ke mana-mana.

"Ba--bagus sekali kembang apinya!" seru Alenda yang langsung melepas tangannya dari Gavier. Dia kembali menghadap ke depan dengan perasaan canggung.

"I--iya, benar!" Gavier ikut bertepuk tangan walau pandangannya masih fokus pada Alenda.

Kemudian Alenda mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia melihat orang-orang bertepuk tangan dan menikmati pertunjukan kembang api. Hal itu membuat beberapa tempat menjadi sepi karena orang-orang sibuk berkumpul di sini. Hingga Alenda tiba-tiba melihat seorang anak perempuan yang digendong paksa seperti karung beras oleh pria tidak dikenal. Dia terus berteriak dan memberontak, tapi tak ada siapapun yang bisa mendengarnya.

"I--itu ... tunggu!" Alenda bergerak ke luar dari kerumunan secara paksa. Dia berusaha mendorong orang-orang agar bisa memberinya jalan, tapi langkah pria itu terlalu cepat. Sekuat tenaga akhirnya Alenda terbebas dari kerumunan.

"Bagus sekali, kan? Kita bisa menontonnya setiap tahun. Apa akan masih ada tahun depan untuk kita ...." Ucapan Gavier terhenti saat dirinya menoleh dan tidak mendapati Alenda di sampingnya. Gavier langsung mengedarkan pandang ke seluruh penjuru. Hasilnya, nihil. Alenda tak terlihat sama sekali. Sebenarnya ke mana wanita itu pergi? Bisa-bisanya dia pergì tanpa bicara pada Gavier lebih dulu.

Gavier pun segera mendorong kerumunan agar bisa ke luar. Samar-samar dia melihat rambut Alenda yang bergoyang ke atas bawah karena berlari kencang.

"Alenda?"

Gavier mulai berlari lebih cepat untuk menyusulnya. Kali ini sambil berteriak, "ALENDA!"

Langkah Gavier berhenti di depan sebuah gudang. Dia melihat Alenda yang tak sadarkan diri dengan posisi terlentang. Apa yang sebenarnya menimpa Alenda? Saat dia maju mendekat, pandangan Gavier juga berubah gelap dan ambruk di sebelah Alenda.

***

Krak ... krak ... brak!

Tempat yang terasa bergetar ini seperti berjalan ke suatu tempat. Mungkin karena jalanan yang tidak rata, kepala Alenda jadi terbentur berulangkali. Lantas dia mengelus kepalanya yang terasa sakit sambil mengaduh. Tak hanya tidak nyaman, tapi lengannya terasa gatal-gatal. Sebenarnya, di mana dia?

Alenda mulai membuka mata. Semuanya gelap, tapi dia bisa melihat beberapa orang yang juga berada di tempat yang sama. Saat mendongak, Alenda melihat langit-langit yang terbuat dari kayu. Apa dia sedang terkurung di dalam sebuah kotak besar?

Kala menoleh ke samping, Alenda melihat Gavier yang bersandar tak sadarkan diri juga.

Gavier juga?!

Tanpa babibu, Alenda langsung menggoyang-goyang lengan Gavier. "Gavier! Gavier! Bangun! Gavier!"

Gavier tak kunjung bangun. Akhirnya Alenda menepuk-nepuk topeng Gavier berulangkali sampai sang pemiliknya mengaduh.

"Akhirnya bangun? Cepat buka matamu dan lihat di mana kita!"

Gavier yang merasa hidungnya mencium bau menyengat pun segera menggosok hidungnya. Dia mengedarkan pandangan dan menemukan mereka sedang dikurung seperti binatang.

"Apa yang terjadi? Kenapa kita bisa di sini?" tanya Gavier yang masih linglung.

"Nggak tau. Tiba-tiba aja udah di sini," ucap Alenda sambil memeluk lengannya sendiri.

"Tadi memangnya kamu pergi ke mana? Aku menyusulmu karena kamu pergi."

Alenda baru ingat kalau dia datang ke sini setelah melihat anak kecil tengah diculik. "Itu karena aku melihat seseorang diculik!"

"Apa?! Itu tindakan yang berbahaya, Alenda! Bagaimana mungkin kamu berniat mengejarnya sendirian?"

"Ssttt!" desis Alenda untuk membungkam Gavier. Lantas dia segera menepuk-nepuk dada Gavier agar pria itu pura-pura tidak sadarkan kembali.

Krak!

"Ini, Bos, bakal dapet untung banyak. Mereka berdua terdeteksi punya mana yang kuat! Untung kan kita? Siapa sangka mereka datang dengan sendirinya?" ucap seseorang dari atas.

"Benarkah?"

Brak! Brak! Brak!

"LEPASKAN AKU! ORANG JAHAT, LEPASKAN AKU! AKU MASIH INGIN HIDUP!!"

Tiba-tiba korban lain bangun dan menggebrak-gebrak kotak kurungan mereka. Hal itu membuat Alenda dan Gavier berkeringat dingin. Bukan hanya karena itu, Gavier juga tak nyaman dengan posisi Alenda yang terlalu dekat sebab jantungnya jadi berdebar semakin cepat.

"Siapa dia?"

Seseorang membuka atap kurungnya. Diam-diam Alenda memicingkan mata untuk melihat siapakah pelakunya dan apa yang terjadi.

"Heh! Berisik sekali kau!" Orang itu memukul-mukul korban penculikan dengan koran gulung dari atas.

"Lepaskan aku! Aku tidak mau mati!"

"Toh, percuma tetap hidup. Hidupmu tak berguna dan tak punya arti," balasnya langsung.

Gavier mengepalkan kedua tangannya. Dia tak percaya bahwa ada kejahatan semacam ini di negaranya.

"Apa mereka yang kau maksud?" Kini bos besar itu berganti berjalan ke arah Alenda dan Gavier.

"Benar, Bos."

Kemudian pria berlemak banyak itu berjongkok. Dia menjambak rambut Alenda dan Gavier ke atas agar bisa mencium aromanya lebih dekat. "Hmm ...."

"Bagaimana, Bos?"

"Kau benar. Mereka orang api, tapi ... mereka jauh lebih istimewa. Klien kita akan membayar harga tinggi jadi pisahkan mereka dari manusia rendahan itu!"

"Baik, Bos!"

Orang-orang di bawah perintah itu segera mendekat ke kotak di bawahnya. Dia membuka gemboknya dan menyeret tubuh Alenda serta Gavier yang sebenarnya sudah sadar.

"Ke ruang khusus?"

"Ya, perbanyak aromanya akan memancing mereka lebih banyak. Kalau kali ini untung besar, kalian akan segera bergelar bangsawan! Tunggu saja."

Alenda dan Gavier dimasukkan ke sel khusus yang terbuat dari besi. Setelah merasa situasi aman, Alenda memutuskan untuk membuka mata. Betapa terkejut dirinya kala wajah bos itu berada di dekat sela-sela sel tepat di depannya.

"BA!"

Alenda terperanjat. Ternyata dia sudah ketahuan kalau sudah sadar sejak tadi.

"Hahaha! Bagaimana? Sudah nyenyak tidurnya? Aku tau kalian pura-pura."

Gavier kini membuka mata. Dia tatap tajam pria gemuk itu. "Lepaskan kami atau kau akan menerima akibatnya!"

"Duh, takut sekali," ucapnya yang sengaja mengejek. Pria yang dipanggil bos itu berjongkok. "Aku takkan membebaskan kalian sampai para klien datang."

"Klien?" ucap Alenda.

"Ya, para iblis! Hahahaha!"

"Kurang aja!" Gavier membuka kedua telapak tangannya. Darahnya mendidih dan mulai mengumpulkan mana. "ASENOKETRATUM!"

BLAR!

Sihir api bercampur listrik itu tak berhasil menghancurkan sel, membuat bola mata Gavier melebar.

"Hahaha, aku tidak bodoh. Tempat ini punya penangkal sihir jadi sia-sia sekali untuk mencoba menghancurkannya."

"Apa?!" Alenda bangkit, menggenggam jeruji besi dan menggebraknya. "Sebenarnya apa yang kau mau dari kami?!"

"Aku hanya menjual apa yang diinginkan klienku. Kali ini mereka meminta seseorang dengan mana besar. Tak kusangka hari inilah hari keberuntungan kami."

"Kau melakukan jual-beli manusia?!" Gavier mendobrak jeruji besi itu mati-matian.

"Kalau iya, kenapa?"

"Yang Mulia Hephaestus akan membunuhmu! Hentikan saja kejahatanmu ini!" bentak Gavier, tatapannya sudah berapi-api. Dia tak mau Alenda terluka.

"Ngatur-ngatur memangnya kau raja?" Pria itu memetikkan api pada rokoknya. "Toh, bisa apa raja buruk rupa itu? Dia hanya akan mengganggu hari-hariku kalau muncul di depan mataku. Merusak suasana hati saja!"

Mendengar itu, Gavier menunduk. Dia ternyata jauh diremehkan dari yang dia duga.

"Ha ...."

Alenda khawatir dengan Gavier. Sayangnya dia tidak bisa melihat ekspresi apa yang dibuat Gavier sekarang.

"Ha ... ha ... ha!" tawa Gavier, memancing perhatian orang tadi.

"Ada apa? Sekarang kau jadi gila?"

Gavier menggeleng. "Aku sudah memperingatimu soal dia, ya. Karena kau tidak mendengarkanku, ya sudah. Kau akan melihatnya sendiri."

Dengan tenang Gavier berjalan lebih dalam di selnya lalu mendudukkan diri. Pria itu menyandarkan tubuhnya di tembok bagian belakang sembari melipat tangan.

Apa yang terjadi dengan Gavier? Dia terlihat murka tapi kenyataannya diam saja, pikir Alenda yang sangat cemas.

"Apa ... yang terjadi?" tanya Alenda.

"Ke marilah, Alenda. Duduk di sebelahku," ucap Gavier yang berubah lebih lembut.

Alenda pun menurut dan mendudukkan diri di sana. Tatapannya masih tak beralih dari Gavier.

"Jangan menatapku terus, nanti jatuh cinta," kata Gavier diakhiri tawa.

Alenda semakin curiga bahwa telah terjadi sesuatu pada Gavier. Kenyataannya Gavier bukan orang seperti ini. Dia bukan orang yang akan melucu dalam situasi begini. Apa Gavier baik-baik saja? Candaannya malah terdengar menyeramkan di telinga Alenda.

"Alenda, aku ingin meminta satu hal," ucap Gavier.

"Apa?" jawab Alenda langsung, tanpa jeda.

"Apa yang akan kulakukan dalam dua puluh detik dari sekarang, kau harus berjanji untuk menutup mata."

APA?

"Berjanjilah untuk tetap diam di belakangku dengan mata terpejam. Ya?"

Alenda menautkan kedua alisnya. "Apa yang akan kau lakukan?"

Gavier menunjuk orang-orang di sana dengan dagunya. "Mengirim mereka ke neraka. Bagaimana?"

"Berapa lama aku menutup mata?"

Gavier menyeringai. "Hitung sampai tiga puluh detik."

Karena selama ini Alenda tak pernah tau Gavier menggunakan sihir selain ketika menyelamatkannya dulu dan barusan, Alenda yakin kemampuan Gavier lebih besar darinya. Lebih baik dia percayakan saja semua ini pada suaminya. Alenda yakin Gavier akan berusaha maksimal untuk menyelamatkannya.

"Baiklah, aku percaya padamu."

Gavier mengelus puncak kepala Alenda. "Terima kasih."

Kemudian Gavier mulai menegakkan tubuhnya, sedangkan Alenda menutup mata.

KRAK!

Terdengar bunyi yang aneh dari Gavier, tapi dia tak bisa membuka mata karena sudah berjanji.

BRAK! BRAK! BRAK!

"AHHHHHH! ITU AGEROTENIX! AHHHHH!" pekik orang-orang.

Agerotenix? Aku pernah dengar bahwa itu adalah makhluk mitologi kuno, naga api terkuat yang berhasil tinggal di benua paling dingin! Apa Gavier ... adalah Agerotenix?

BLAR! BLAR! BLAR!

KYAAAAK!

"SENOTETRUM! VINOS! NETORXKA!" Semua ucapan sihir bos itu tak mempan sama sekali. Apa kekuatan Gavier memang sebesar itu?

"LARI SEKARANG!"

BLAR!

BRAK! BRAK!

Setelah merasa hitungannya mencapai ke tiga puluh, Alenda akhirnya membuka mata. Debu yang berterbangan di depan matanya sempat membuatnya kesulitan. Dia mengucek-ucek matanya hingga akhirnya berhasil melihat keadaan di sekitar. Tempat sel yang tadi mereka huni sudah tak ada, seolah telah dihancurkan oleh sesuatu yang besar. Mereka semua seperti hanya duduk di atas lahan luas yang memiliki sisa-sisa bangunan. Anehnya, tembok yang menahan tubuh Alenda masih baik-baik saja. Apa semua itu benar-benar karena Gavier?

Gavier?

Alenda mulai menegakkan tubuhnya. Pria yang berdiri di depannya tengah memunggungi dirinya. Dia melihat simbol yang mirip tato berada di punggung laki-laki yang telanjang dada itu.

"Gavier?"

Yang dipanggil pun berbalik. Betapa terkejut Alenda ketika akhirnya bisa melihat wajah asli Gavier yang tanpa topeng.

"Si--siapa kau?!" bentak Alenda. Dia mulai melangkah mundur.

"A--aku Gavier, jangan takut, Alenda."

"APA?! Tidak mungkin!"

"Maaf, tapi benar ... inilah rupaku yang sebenarnya."

Alenda menggeleng tak percaya. Ini tidak mungkin. Gavier yang ada dalam bayangannya tidak seperti ini.

INI ... INI GANTENG BANGET! BAGIAN MANANYA YANG BURUK RUPA, ANJING?!

- The Beast & His Secret -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top