Bab 13

"Ber ... hasil?"

Karena kekuatan yang digunakan secara maksimal, seluruh tubuh Alenda kehilangan tenaga. Lantaran mana yang diambil berhasil mengacaukan arus peredaran darah Alenda, pandangannya jadi berkunang-kunang. Sebelum Alenda ambruk dan benar-benar kehilangan kesadaran, tubuhnya berhasil ditopang seseorang dan dia mendengar sebuah suara.

"Istriku?"

Pandangan Alenda pun berubah gelap.

***

Seluruh tubuh Alenda terasa panas. Dia merasa tak nyaman. Rasanya seperti dibakar. Dia ingin berendam di dalam es atau berlarian di bawah salju. Apa pun itu, tolong dinginkan Alenda. Saking tak kuatnya, Alenda tak bisa membuka mata sepenuhnya. Samar-samar dia mendengar orang-orang berteriak dan berdebat di kamarnya. Kepalanya jadi makin pusing. Apakah dia teringat saat rapat urusan negara lagi? Sial sekali Alenda harus terus berurusan dengan politik.

"Panas ...," gumam Alenda.

"ALENDA? ALENDA KAU SADAR?! ALENDA!"

Alenda bisa mendengarnya, tapi tak bisa merespon sama sekali. Kepalanya terlalu sakit untuk sekedar menjawab. Hingga akhirnya pandangannya berubah gelap lagi.

Di dalam alam bawah sadarnya, Alenda merasa seperti sedang tidur. Tidur yang sangat panjang sampai tidak butuh untuk bangun lagi. Dia sudah terlalu lelah atas semuanya. Kinerja yang dia gunakan dalam membangun perubahan Kerajaan Disappear sudah terlalu besar sampai rasanya tak perlu lagi untuk dirinya bangun.

Di dalam kegelapan yang diselimuti ketenangan itu, Alenda melihat tubuh seseorang yang berdiri begitu jauh darinya. Alenda jadi penasaran dan tak bisa tidur lagi dengan nyaman. Lantas dia mendudukkan diri. "Siapa di sana?"

"..."

"Apa? Katakan sesuatu."

"..."

"Lebih keras! Aku tidak bisa mendengarnya."

"Istriku ...."

Sontak kedua mata Alenda terbuka. Hal pertama yang dia lihat adalah Anggita yang tertidur dengan posisi duduk begitu setia di sampingnya. Apa yang terjadi? Apa dia tidak sadarkan diri? Lalu apa yang terjadi di kediaman Duke Celsion setelahnya? Apa dia berhasil?

"Ah!" Alenda menyentuh keningnya yang berdenyut lagi. Sebenarnya sebesar apa kekuatan yang dia gunakan sampai dia merasa sesakit ini?

"... nya ... nyo ... nya," racau Anggita di sampingnya. Alenda jadi merasa kasihan untuk membangunkan. Dia pun memilih diam sampai Anggita bangun dengan sendirinya.

Kyieet ...

Bunyi pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Alenda. Muncul seorang pria bertubuh tinggi tegap yang memakai topeng naga.

Itu ....

"Gavier?"

"Istriku," ucapnya.

Ketika melihat air mata berlinangan dari wajah Alenda, Gavier otomatis berlari mendekat. "Ada apa?!"

"Ya--Yang Mulia?!" Anggita terkejut dengan teriakan Gavier dan langsung menegakkan tubuhnya. Lantas Anggita terkejut untuk yang kedua kalinya saat mengetahui Alenda yang menangis terisak. "Nyo--Nyonya?! Ada apa?"

"Panggilkan dokter! Cepat!" bentak Gavier.

"Ba--baik!" Anggita segera berlari ke luar, tak lupa menutup pintu kamar Alenda lebih dulu. Sementara Gavier mendekat dan duduk di sisi ranjang Alenda. Dia mengusap air mata Alenda, tapi sia-sia karena air mata itu terus mengalir.

"Ada apa? Apa sangat sakit? Kenapa air matamu tidak berhenti mengalir?"

Apa dia benar-benar tidak tau?!

Alenda tak tau mengapa hatinya begitu sakit setelah melihat Gavier. Padahal ini yang dia inginkan, tapi dia malah merasa kesal.

"Kau ... kembali?" Alenda mengusap air matanya sendiri, kemudian menatap Gavier lagi.

"Benar ... dan kau masih di sini."

"Apa maksudmu? Seolah kau pikir aku akan kabur dari sini," ucap Alenda. Beberapa menit kemudian dia kembali menatap Gavier dengan tatapan heran. "Tunggu ... apa itu benar? Kau pikir aku tidak lagi menunggumu di sini? Begitu?"

Gavier menunduk. "Benar. Sebelumnya tidak pernah ada yang menungguku pulang. Jadi kupikir karena pertemuan pertama kita terlalu singkat, kau pasti akan kabur karena aku terlalu lama."

Bug!

Alenda memukul dada Gavier. "Kejam sekali!"

Bug! Bug! Bug!

Sampai akhirnya tangan Alenda berhenti saat Gavier menahannya. "Maafkan aku. Aku memang salah."

"Sangat! Sangat-sangat salah!"

"Kau ratu yang luar biasa, Alenda. Aku sudah melihat pencapaianmu selama enam tahun. Rasanya Kerajaan ini sudah sangat berbeda," ucap Gavier. Hal itu membuat pipi Alenda memerah. Dia tak menyangka akan merasa sesenang ini dipuji oleh Gavier.

"Kau ... ehem, kau juga banyak berubah. Tubuhmu lebih besar dari saat pertama kali kita bertemu," ucap Alenda. Kalau dilihat dari atas ke bawah, penampilan Gavier memang berubah. Suaranya juga lebih berat dari enam tahun yang lalu.

"Ya, tanganku juga lebih besar," kata Gavier, sengaja menggoda Alenda. Sontak Alenda memukul tangan pria itu.

"Hentikan! Itu karena aku benar-benar penasaran."

Gavier tertawa mendengarnya. "Jadi ... beginikah? Kita sudah menjadi suami istri yang sah oleh usia?"

Alenda menunduk. "Itu benar."

Tok! Tok!

"Permisi, Yang Mulia. Ini saya Aezarus," ucap seseorang dari luar.

"Masuklah," ucap Gavier. Kemudian Aezarus membuka pintu dan berjalan mendekat. Pandangannya tampak terpaku ke arah Alenda yang berambut acak-acakan karena bangun dari sakit.

"Ada apa?" Gavier yang sadar bahwa Aezarus tengah kagum dengan kecantikan istrinya langsung bergerak menghadang pandangan Aezarus.

"I--itu ... ada sedikit masalah di bawah."

KYAKKK! KRAKK!

Alenda bangkit dan meloncat dari ranjangnya. Dia membuka jendela lebar-lebar untuk melihat suara apa yang memekik dari bawah.

"Alenda, jangan banyak bergerak! Kau sedang sak--"

"Aku penasaran, mau melihatnya!" Alenda berlari dengan kaki telanjang ke luar kamar. Gavier yang terkejut langsung ikut menyusulnya dengan membawakan piyama. Alenda pasti lupa kalau sekarang dia masih mengenakan gaun tidurnya. Aezarus pun juga ikut di belakang Gavier.

"Istriku!"

Langkah Alenda terhenti di depan naga yang tengah dirantai dan dimasukkan ke dalam perangkap besar oleh para prajurit. Mereka bahkan hampir kuwalahan karena sang naga tak kunjung diam.

Krak! Krak!

"Ya--Yang Mulia Ratu!" seru salah seorang prajurit yang tak sengaja melihat ratunya berdiri dengan pakaian tidur dan kaki telanjang.

Mendengar itu, prajurit lainnya ikut menundukkan kepala sebagai tanda hormat dan ketakutan mereka karena melihat tubuh ratu.

"Istriku, jangan berlarian begitu. Kau baru siuman!"

"Lihatlah, Baginda! Dia sangat keren! Besar sekali! Bahkan lebih besar dari gajah atau jerapah!"

Gavier jadi ikut mendongak untuk memperhatikan naga yang terus memberontak.

"Ya--Yang Mulia Raja!" Mendengar suara rajanya, mereka kembali berseru dan menunduk lagi. Gavier jadi baru ingat kalau di sini banyak pria. Berbahaya untuk Alenda yang begitu cantik dan berharga. Sontak Gavier menoleh untuk melihat Aezarus yang terpana oleh kecantikan Alenda yang terpapar sinar matahari.

"Kalian semua! Kuperintahkan untuk memalingkan wajah kalian dari Yang Mulia Ratu!" bentak Gavier.

"BAIK, YANG MULIA!"

Gavier kini menatap Aezarus. "Kau juga, Aezarus!"

"Ba--baik, Baginda!"

Kemudian Gavier memasangkan piyama pada tubuh Alenda, hal itu membuat Alenda tersadar bahwa dia hanya mengenakan gaun tidur. "Te--rima kasih."

"Perhatikan pakaianmu. Seorang ratu tidak bisa ke luar sembarangan begini."

"Iya-iya, bawel!" Alenda hendak melangkah, tapi Gavier menghalanginya lagi.

"Apa lagi?"

Gavier berjongkok setelah melepas kedua sepatunya. Dia berlutut kemudian mengambil sebelah kaki Alenda, dia pasangkan sepatunya di kaki Alenda bergantian.

"Ga--Gavier?"

Wah, jadi begini perasaan Cinderella? batin Alenda yang merasa panas dingin ketika tangan Gavier menyentuh kakinya.

"Kakimu bisa terluka."

"Tapi sepatumu ...."

Gavier tak menghiraukan lalu berbalik ke arah naga. "Kenapa kau ingin datang ke sini? Dia hanya naga buruk rupa dan nakal yang memberontak."

Alenda tak terima, dia ikut berjalan mendekat. "Apa maksudmu? Dia adalah naga yang telah membantuku menyelamatkan orang-orang. Aku berhutang nyawa padanya!"

"Kau?"

Alenda mengangguk. Tampaknya sang naga menyadari keberadaannya. Dia membungkukkan kepalanya, hendak mendekati Alenda. Dengan cepat Gavier menghadangnya.

"Jangan berani macam-macam!" bentaknya.

"Gavier!"

"Arrrgh!" Sang naga mengeluarkan kobaran api biru yang tidak akan ampuh untuk Gavier dan Alenda yang punya elemen api. Rasanya jadi seperti terkena angin saja.

"Tuh, kan! Dia jadi marah. Naga itu egonya tinggi!" kata Alenda, sok tau.

"Siapa bilang?" jawab Gavier langsung. Kesannya jadi menolak pendapat Alenda.

Apa Gavier ... setengah keturunan naga seperti yang tertulis di buku itu? pikir Alenda.

"Maksudku ... itu tidak benar. Mereka makhluk yang baik, hanya terkadang punya pemikiran berbeda," ucap Gavier yang memperbaki perkataannya agar Alenda tak curiga.

"Hmm, seolah kau sangat mengenal mereka atau bagian dari mereka," kata Alenda.

Gavier syok minta ampun. Dia tak menyangka Alenda akan sepeka itu. Kemudian tangan Alenda terulur untuk mengusap puncak kepala naga yang menunduk di bawahnya.

"Ngomong-ngomong Gavier, apakah aku sudah sempat mengatakan ini tadi?"

Gavier yang masih diam memilih untuk tetap diam karena ingin tau apa maksud Alenda.

"Selamat datang kembali ke istana," kata Alenda.

Cantik, batin Gavier saat melihat Alenda tersenyum manis.

Alenda sendiri menahan tawa setelah melihat telinga Gavier memerah karena ucapannya.















- The Beast & His Secret -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top