THE AWAKENING


Xander mengejang di lantai dengan menahan rasa sakit yang mencengkeram pangkal pahanya. Layaknya tanaman, tulang kaki dan tangannya tumbuh perlahan dan menyebabkan satu persatu komponen dari kedua kaki besinya lepas. Partikel-partikel logam itu berjatuhan dan tergantikan oleh jalinan otot yang menyebar ke sekujur kaki dan tangan.

Jantungnya berdebar kencang dan peluh telah membasahi kaos putih yang dipakainya. Sesaat tadi udara pagi terasa dingin tapi kini Xander merasa seperti di dalam mesin pemanggang selama proses regenerasi yang menyiksa.

"Apa yang ka—kau lakukan, brengsek?!" Ia terengah-engah antara menahan sakit dan rasa marah.

"Diamlah! Aku sedang berusaha mengembalikan kaki dan tanganmu."

"Kenapa kau tidak bilang kalau semenyakitkan ini?!"

"Mana aku tahu seperti apa rasanya! Dasar tidak tahu berterima kasih!" gerutu Samron. "Aku sudah menghabiskan kekuatan yang baru saja aku ambil dari Ivan demi menepati janjiku dan kau malah mencela," lanjutnya masam.

Pandangan Xander mulai kabur meski ia masih bisa mendengar dengan jelas suara Samron yang sedang bersemayam dalam dirinya. Hanya saja ia sudah terlalu lelah menahan rasa sakit yang datang terus menerus selama lima belas menit. Pada akhirnya ia pun hilang kesadaran.

***

Anton mengemudikan mobilnya memasuki kawasan Risovoye Pole Zhil'ye. Hari ini ia dan Ivan harus menghadiri meeting bulanan di kediaman Dmitri Volkov. Ia bersyukur keadaan jalanan tidak terlalu ramai sehingga perjalanan mereka tidak terhambat kemacetan. Hanya saja sejak ia menjemput Ivan di apartemennya, saudaranya itu tampak pendiam dan kuyu. Ia sudah beberapa kali melirik pada adiknya yang sedang membisu dan menatap pemandangan luar, bertanya-tanya apa yang mungkin sedang mengganggu pikirannya.

Pada akhirnya ia tidak sanggup lagi menahan keingintahuannya. "Apa kau sedang sakit?"

Ivan menoleh karena terkejut dengan pertanyaannya yang memecah kesunyian. "O, tidak. Aku baik-baik saja."

"Kau seperti memikirkan sesuatu yang berat. Apa itu?" tanya Anton sembari menekan menu auto pilot.

"Aku bermimpi aneh semalam."

Mendengar itu Anton tertawa keras. "Sejak kapan kau terganggu dengan mimpimu sendiri sampai seperti orang linglung?"

"Entahlah, Anton. Baru kali ini aku bermimpi bertemu dengan orang yang sudah lama mati," ucap Ivan dengan tatapan menerawang. "Sial! Aku ketakutan sampai mengompol di atas kasur."

Anton tertawa keras, "Seperti anak kecil saja! Memangnya kau bertemu siapa?"

Ivan diam sesaat dengan menatapnya sebal. "Apa kau masih ingat dengan polisi yang menyusup di kelompok kita tiga tahun yang lalu?"

"Ya, aku ingat. Alexander Petrov. Kita menangkapnya waktu itu, bukan?"

"Ya, dan akhirnya dia mati di tangan Yelena dengan cara yang tragis," jawab Ivan

"Aku bisa merasakan kemarahan gadis itu. Dia menyiksa si Petrov dengan menghancurkan sepasang kaki tangannya lalu menyuruh kita membuangnya ke hutan. Sudah pasti pria itu mati kehabisan darah."

"Terkadang aku berpikir Dmitri bukan membesarkan seorang putri, tetapi seorang monster," renung Ivan.

"Hati-hati, Ivan. Kau bisa dianggap menghina bos besar kita."

Ivan hanya menggumam singkat, terlihat pikirannya sedang berkelana ke suatu tempat. "Dalam mimpi, si Petrov bertanya dari mana kita bisa mengetahui identitasnya. Aneh sekali, bukan? Kenapa dia tidak datang dalam mimpi setelah kita membuangnya waktu itu? Dia datang dengan dua makhluk. Sosok jangkung berambut terang, dan sosok monster."

"Kau bilang makhluk berambut pirang. Pasti kau memimpikan wanita pirang dengan dada sebesar buah semangka."

"Awalnya aku memimpikan berada di pantai dengan banyak gadis yang memujaku, tapi tiba-tiba si Petrov datang dengan pria berambut terang. Dan aku yakin pria ini bukan manusia normal. Ada sesuatu dari dirinya yang tidak masuk dalam komposisi seorang manusia. Kau tahu? Ada yang lebih aneh dari mimpiku semalam. Pagi tadi aku terbangun dengan sebuah goresan luka yang masih baru di area jantungku." Ivan kemudian menceritakan mimpinya lebih rinci.

"Bagaimanapun, itu cuma sekedar mimpi. tidak perlu dibesar-besarkan," ucap Anton. Mereka memasuki gerbang kediaman Dmitri Volkov setelah dua orang sekuriti bersetelan hitam mengintip wajah mereka dari jendela mobil. Satu mobil datang dari arah belakang mereka sedang menunggu antrian pemeriksaan keamanan. Tampaknya para anggota rapat yang lain juga masih berdatangan. "Dan jangan sekalipun menceritakan ini pada Dmitri. Apa kau paham?" lanjut Anton setelah memarkirkan mobil sportnya di antara mobil mengkilap anggota Bratslava lain.

"Apa salahnya? Aku rasa ini bukan mimpi buruk yang normal."

Anton membuka pintu mobil dengan raut jengkel. Ia selalu bingung dengan adiknya ini, antara polos dan bodoh, ia masih belum bisa menentukannya.

"Kau akan jadi bahan tertawaan." Kemudian Anton menutup pintu dan beranjak masuk tanpa menunggu Ivan. Rasanya sangat konyol menghabiskan waktu hanya untuk mengobrolkan mimpi yang nyata-nyata hanyalah sebuah bunga tidur.

Seorang kepala pelayan menyambutnya dan menghantarkannya menuju ruang meeting. Kursi dalam ruangan bertema monokrom itu tampak belum sepenuhnya terisi. Namun, sang godfather sudah duduk di ujung meja pertemuan dengan posisi sedang berbicara serius dengan pengacaranya.

"Aku tidak melihat Yelena. Apa dia tidak hadir kali ini, Sergei?" tanyanya pada sang kepala pelayan.

"Nona Yelena sedang tidak sehat, Tuan."

"Siapa bilang aku tidak akan hadir?" Sahutan suara perempuan yang terdengar dingin membuat ketiganya langsung membisu malu. Yelena melangkah dengan ringan dari arah belakang Anton dengan tatapan sinis dan melewati mereka tanpa basa-basi.

***

"Jangan menatapku seperti itu, Xander!" Samron menatapnya dengan mata menyipit penuh cela di seberang meja makan. Sebuah meja kayu persegi yang hanya berukuran satu meter di tengah dapur Xander yang sempit. "Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah menepati janji."

"Kau tidak mengatakan proses regenerasinya akan menyiksaku. Kau sengaja melakukannya, bukan?" tuduh Xander sembari menyesap mug berisi kopi panas yang baru saja dibuatnya.

Sejam yang lalu Xander siuman di lantai terasnya dengan keadaan kedinginan. Samron telah keluar dari raga Xander dan menunggunya siuman sambil memakan kecoak-kecoak hitam yang merupakan bagian tubuh Morvatire. Pria itu tidak lagi muncul dengan bentuk asap, kini penampakannya lebih utuh berdimensi dan dengan suasana hati yang lebih ringan. Hal itu membuat Xander bertanya-tanya, apakah pemberian Samron hanya bersifat sementara jika tiba waktunya dia pulang ke tempatnya?

Jauh dibalik sikapnya yang acuh tak acuh, Xander mencoba untuk tidak menari senang di tengah ruangan. Ia belum sempat mengagumi kaki tangannya yang baru. Di saat kemudian pergi mandi, ia baru bisa mengamati anggota tubuh pemberian Samron dengan hati puas. Tidak bisa dipungkiri, ia sangat senang Samron menepati janjinya.

"Mana aku tahu? Terus terang selama ini aku tidak pernah mengembalikan sesuatu dengan kekuatanku, aku lebih sering melakukan pemusnahan dan perusakan."

"Ya-ya-ya, terima kasih."

Samron tersenyum kaku setelah beberapa detik membisu dengan wajah datar. Sesaat Xander merasakan kebingungan temannya ini, seolah ucapan terima kasihnya membuat pria itu merasa tidak nyaman.

"Sama-sama." Ia mengangkat bahunya singkat. "Kebiasaan beberapa manusia untuk berterima kasih ternyata membuatku merasa aneh."

Perasaan tergelitik membuat Xander terkekeh, "Maksudmu kau merasa senang? Malu?"

"Seperti ada banyak kupu-kupu di rongga dada," jawab Samron jengah. "Sudah, cukup! Mari kita bicara bisnis!"

Xander langsung merasakan antusiasmenya melonjak begitu Samron mengucapkan kata bisnis. Baginya ini adalah kesempatan bagus untuk menuntaskan dendamnya. "Kau ingin berburu lagi?"

"Ada sasaran selanjutnya?" Samron balas bertanya dengan nada menantang.

"Masih banyak. Aku akan menyodorkan menunya. Nama-nama ini harus tersiksa."

"Apa kau yakin? Karena tidak akan ada kata mundur."

Xander bangkit dari kursinya dan beranjak ke sebuah laci. Ia kembali dengan keyakinan dan tekad yang sudah tak terbendung, meletakkan beberapa file di atas meja. "Anton Medvedev, Dmitri Volkov, dan ... Yelena Smirnova. Aku tidak akan tenang sampai aku bisa menemukan jawaban bagaimana identitasku sampai bocor. Sampai aku bisa memberi mereka pelajaran, aku tidak akan merasa puas."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top