OLD FRIEND
Bunyi desisan daging ayam di atas pan yang panas membuat suasana dapur Xander yang kusam menjadi sedikit meriah. Setidaknya itu yang ia rasakan mengingat ia sudah lama sekali kehilangan selera untuk memasak. Setelah dirinya terbangun dari koma hingga saat ini, ia berhenti memasak untuk dirinya sendiri. Namun, pagi ini suasana hatinya terasa ringan. Ia mulai menemukan tujuan baru yang membuatnya bersemangat. Setidaknya, hal pertama yang ia lakukan setelah bangun tidur adalah membuka kulkas dan mengabaikan kaleng bir-nya. Ia mengambil jus jeruk dan mengeluarkan daging ayam beku untuk kemudian ia olah.
Berada di depan kompor listrik membuatnya terserang déjà vu. Xander termenung dengan dahi berkerut, terganggu oleh sebersit pertanyaan apakah kali ini ia bersemangat karena target berikutnya adalah Yelena?
Yelena Smirnova masih meninggalkan rasa di hati Xander. Meski telah bercampur dengan rasa kecewa yang pahit dan rasa amarah yang mencekik pun ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Tidak banyak kenangan bersamanya, tapi cukup kuat untuk membuatnya gelisah. Terakhir kali ia memasak adalah ketika mengajak Yelena makan malam di apartemen sewaan. Sebuah tempat tinggal sementara ketika ia masih dalam penyamaran. Masih lekat dalam ingatan betapa kerasnya ia belajar membuat Stroganoff dan Medovik sebagai hidangan penutupnya demi membuat gadis pirang itu terkesan.
"Kau terasa sedih," celetuk yang sedang duduk di meja makan sambil bermain dengan ular merahnya.
"Terasa?" Xander mengernyitkan dahi dengan senyum mengejek.
"Dalam aura kesedihanmu yang menguar pekat itu, aku sudah bisa membayangkan bagaimana rasanya di lidahku."
"Aku tidak sedih," bantah Xander singkat dan datar.
"Kenapa manusia selalu sulit melihat kebenaran? Bahkan di saat kenyataan sudah terpampang jelas di depan mata."
"Diamlah, Sam!" Xander mulai sebal karena Samron telah membaca emosinya.
"Dia sudah menghancurkan hatimu, bukan?"
"Kau tahu apa tentang cinta?" sahut Xander dingin.
Samron terkekeh, "Oh, aku cukup tahu bahwa cinta bisa berubah jadi obsesi. Dan, obsesi membawa manusia dalam kehancuran bahkan merubah sifat manusia menjadi sangat menakutkan. Dan kau adalah salah satu korbannya."
Xander membawa piring berisi ayam dan nyaris membantingnya ke meja. "Apa sudah cukup kau membaca emosiku, Sam?"
"Yang aku inginkan adalah kau jujur padaku karena kita adalah partner. Buat apa kau berusaha menutupinya dari aku yang nyata-nyata bisa membaca pikiran dan emosimu seperti buku yang terbuka lebar?"
"Dan kalau memang kau bisa membacanya, apa perlunya bertanya padaku?" sembur Xander tajam. "Bukankah saat kita ada di mimpi Anton kau juga tidak bertanya padaku apakah aku perlu muncul? Kau malah seenaknya menghilangkan tubuhku tanpa ijin, partner!"
"Memangnya apa yang ingin kau lakukan? Menghajarnya? Apa kau tidak puas aku sudah menyiksanya sedemikian rupa?"
Xander terdiam sesaat sembari menghela napas panjang. "Menghajarnya dengan tanganku sendiri akan terasa lain," ujarnya dengan memelankan suara dan mengatur emosinya kembali.
Samron mengangguk singkat, "Baiklah, lain kali kau akan mendapat bagian."
"Bagus. Itu baru kerja tim."
Xander mulai mengiris kecil ayamnya dan menyuapkannya ke mulut ketika di saat yang sama Samron juga membuka mulutnya begitu lebar dan menelan ularnya bulat-bulat. Seketika itu juga Xander berhenti mengunyah dan enggan menelan. Selera makannya pun turun drastis saat itu juga.
Dengan raut wajah bingung, Samron mengangkat kedua alisnya. "Kenapa memandangku seperti itu?"
Xander dengan terpaksa menelan makanannya meski lambungnya enggan menerima. "Kau membuat selera makanku hilang," keluhnya kemudian sambil mendorong piringnya ke tengah meja.
Samron tampak tidak merasa bersalah sama sekali. Alih-alih ia memandangi isi piring Xander yang nyaris tidak tersentuh dengan raut ingin tahu.
"Apa kau tidak ingin makan lagi?" tanyanya.
"Tidak, tiba-tiba saja aku merasa kenyang," jawab Xander setengah menggerutu. Ia meminum jus jeruk langsung dari kemasan kartonnya demi mengenyahkan rasa mual yang mendera. "Nanti malam kita akan beraksi di mimpi Yelena, bukan?"
"Wah, wah, kelihatannya sudah tidak sabar untuk bertemu mantan," seloroh Samron dengan mulut penuh. "Tapi sayangnya aku tidak bisa menemukan serpihan jiwanya di foto yang kau beri."
Xander mendengkus dan mulai memaksa pikirannya untuk menelaah. "Masuk akal, karena foto itu aku unduh dari kantor."
"Kita perlu foto yang diambil langsung, atau mungkin kau masih menyimpan barang pribadinya?"
Xander merenung. Mengingat kemungkinan ada barang milik Yelena yang masih ia simpan. "Aku membuangnya begitu aku sadar dari koma, lalu menghilang, meninggalkan Rasvodnya untuk beberapa tahun."
"Menurutku kau punya nyali untuk kembali ke kota ini tanpa mengganti identitasmu. Aku akui kau punya nyali besar hingga nyaris terlihat konyol karena mereka bisa saja mengenalimu entah di jalan atau di suatu tempat."
Xander mengernyit, menimbang apakah kalimat Samron tadi berupa pujian atau ejekan. Ia sibuk mengamati si pretty boy memakan sarapannya dengan rakus.
"Masakanmu enak sekali! Kau beri apa daging ayamnya?" puji Samron dengan mulut penuh. Untuk pertama kalinya Samael melupakan sikap elegannya sama sekali.
"Jangan tanya! Itu rahasia." Xander melambaikan tangan seolah mengusir lalat di hadapannya. "Hei, Sam, berapa umurmu?"
"Sayangnya, itu juga rahasia," balas Samron dengan senyum mengejek.
Xander tersenyum miring, "Kau terlihat lebih muda lima tahun dari usiaku."
"Kau pasti berumur 30 tahun."
"Nyaris benar." Xander tersenyum kagum. "Omong-omong, kenapa kau tidak mengambil mimpi burukku?"
Kemudian, sebuah ketukan pintu membuyarkan ketenangan suasana. Secara refleks Xander bangkit dan memasang telinga.
"Apa kau menunggu tamu?" tanya Samron penasaran.
"Tidak," bisik Xander sembari beranjak mendekati pintu depan untuk mengintip siapa yang datang. Jantungnya sontak berdebar kencang begitu ia melihat sosok Yuri ada di balik pintu.
Yuri mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras. "Ayolah, aku tahu kau ada di dalam," ucapnya datar.
"Sial!" Xander mundur sembari mendengkus kasar.
"Aku harus bergabung dengan ragamu lagi." Samron pun berubah menjadi asap putih dan terhisap masuk lewat hidung Xander.
"Dia pasti akan bertanya tentang kaki tanganku, Sam."
"Jangan kuatir, aku sudah memasang ilusi. Kedua kaki dan tanganmu masih terbuat dari logam dalam pandangannya."
"Bagus," gumam Xander lalu memantapkan hati membuka pintu dan menyambut Yuri di luar sana.
Yuri masih sama seperti tiga tahun yang lalu, berwajah tenang dengan perawakan yang kurus. Ia menatap penuh tuduhan padanya begitu pintu dibuka Xander. Tanpa menunggu dipersilakan masuk, pria itu langsung masuk ke dalam ruangan tanpa melepaskan mantelnya.
"Yuri, apa kabar?" sapa Xander dengan nada hati-hati. Sangat jelas pria itu datang dengan suasana hati yang tidak baik, dan semua itu tertuju sepenuhnya pada Xander.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Yuri tanpa basa-basi.
"Pulang ke rumahku sendiri, kalau itu yang kau maksud."
"Aku mendapat laporan kau kembali ke Rasvodnya." Yuri melepaskan sarun tangan kulitnya dengan gerakan praktis. "Kau tahu sendiri, kota ini terlalu bahaya untukmu."
"Aku baru seminggu di sini dan aku tidak kemana-mana."
"Oh, ya? Lalu apa ini?" Yuri mengeluarkan foto-foto hasil jepretan dari jarak jauh. "Siapa yang kau mata-matai, Xander?"
"Oh, jadi dari situ asalnya kau mempunyai berkas lengkap tentang nama-nama yang kau ajukan padaku," ujar Samron lewat suara pikiran Xander.
"Kau sudah tahu klub malam itu punya siapa, kan?" Xander balik bertanya pada Yuri.
Yuri menggeleng dengan tatapan sebal. Pria itu seolah menganggapnya berotak dangkal. "Dan kau berencana untuk melakukan balas dendam. Itu namanya bunuh diri, Xander!"
"Aku berencana untuk membersihkan namaku! Ini bukan aksi balas dendam yang konyol!" Xander berbalik dan membuka kulkasnya. "Kau mau minum?"
"Tidak, terima kasih," jawab Yuri datar. "Aku sudah susah payah memberimu identitas baru dan memberimu fasilitas di tempat lain, tapi sekarang malah kembali. Sebenarnya apa yang ada dalam otakmu yang aneh itu?"
"Volkov masih bebas setelah membunuh petugas lapangan kita. Itu artinya urusanku dengannya belum selesai."
"Tapi anak buahku sedang berada di lapangan, Xander. Kalau kau ikut campur kau bisa menghalangi operasiku." Nada Yuri mulai meninggi
Xander tersenyum masam. Lima orang petugas lapangan yang bahkan dengan mudah dikenali Xander, tidak akan mungkin bisa lolos masuk dalam jaringan Volkov.
"Menghalangi apa maksudmu? Lima agen lapanganmu saja tidak bisa lolos masuk ke klub malam milik Volkov."
Yuri mendengkus kesal, "Dari dulu kau memang sangat sulit diarahkan, seharusnya aku tahu kali ini kau juga tidak akan mengikuti saranku."
"Jangan berlagak seolah kau adalah penyelamatku, Yuri. Kau memberiku identitas baru dan tempat tinggal di luar Mosca karena menganggapku sebagai aib Siberian Moscava. Kau pikir aku tidak tahu diam-diam mereka menuduhku telah membocorkan identitas para agen yang tewas hari itu?!"
"Aku peduli denganmu, Xander! Aku adalah sahabatmu juga atasanmu, kau pasti tahu hal itu tidak bisa selalu sejalan. Ada instruksi dari atasan yang harus aku patuhi dan yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkanmu adalah menjauhkanmu dari semua ini. Kau sangat beruntung tidak mendapatkan tuntutan hukum dari kepolisian Mosca, Xander. Jadi, jangan coba-coba bermain api lagi, mungkin di lain kesempatan kau tidak akan seberuntung seperti kapan lalu."
"Banyak alasan," rutuk Samron.
"Berhentilah mengoceh!" sergah Xander dalam hati.
"Lewat sudut pandang mata batinmu, aku bisa melihat aura Yuri. Dia bukan orang yang baik."
Xander tahu itu. Sekarang ia bisa melihat bahwa orang yang selama ini ia yakin akan ketulusannya, ternyata mempunyai aura yang suram.
"Xander, aku minta kau bisa memahami posisiku," kata Yuri pelan dan membuat Xander kembali memusatkan perhatian.
Ia pun menunduk lalu mengangguk samar. "Ya, aku paham," ucapnya pada Yuri. Kemudian, sebuah ide terlintas dalam pikirannya. Melintas cepat tapi begitu terang seperti cahaya kilat. "Hei, Sam. Aku punya ide."
Terdengar tawa geli Samron. "Aku langsung bisa membaca pikiranmu. Kau ingin mencuri kartu codeaccess-nya untuk mendapatkan file asli Yelena?"
"Cuma meminjam sebentar. Dengan begitu aku bisa menyusup ke kantor divisi dan mengambil file asli di gudang berkas. Bisakah kau membantuku?"
"Tentu, aku akan menenggelamkannya ke mimpi yang begitu indah."
"Baiklah, Xander. Aku mohon kau segera mundur dari masalah ini dan nikmatilah hidupmu. Lupakan masa lalu!" Yuri menepuk pundak Xander dengan lembut.
"Kau benar, terima kasih atas sarannya. Aku akan memikirkannya lagi."
Yuri mengangguk kaku, kemudian ia berdiri dan berpamitan. Xander mengikutinya ketika pria itu berjalan menuju pintu apartemen.
"Bagaimana kabar keluargamu?" Xander mengalihkan topik.
"Oh, mereka baik-baik saja," jawab Yuri dengan senyum mengembang. "Malah kami sedang menunggu kelahiran anak ketiga dua bulan lagi," lanjutnya antusias.
"Wah, rumahmu pasti tidak pernah sepi."
"Tepuklah lengannya!" perintah Samron dan langsung dilakukan oleh Xander.
Dalam sekali tepukan singkat, Yuri langsung lemas dan kehilangan kesadaran.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top