HUNTING FOR DINNER
Xander adalah jawaban dari semua masalah saat ini. Sesaat tadi ia begitu ingin berteriak lega, karena akhirnya ia menemukan seorang Sleep Breaker. Namun, saat ini sikap menyebalkan manusia berambut gelap itu membuatnya ingin meninju wajahnya. Kalau saja ia tidak sangat membutuhkan bantuan manusia setengah robot itu, ia pasti sudah mencekiknya hanya dengan lewat tatapan.
Tidak ada yang tidak mengenal dirinya. Maka jika jawabannya adalah tidak, itu adalah sebuah penghinaan yang sangat kasar bagi Samron. Mencoba bersabar untuk sementara waktu bukanlah perkara mudah, mengingat kata sabar jarang sekali ia pakai dalam kehidupannya sehari-hari. Lagipula, seorang Xander pasti mempunyai keinginan yang terpendam. Samron yakin itu.
"Dan aku tinggal mengintip bilik hatinya lalu kabulkan sebagai imbalan. Mudah sekali, bukan? Oh, ya ..., kau memang sangat cerdik, Samael," batinnya bangga.
"Pergilah, pulang sana!" usir Xander sambil berjalan terseok-seok masuk ke dalam rumah. "Dengar ya, Sam. Aku memang bisa melihat hal-hal aneh sejak bangun dari koma, tapi cuma itu saja. Aku tidak bisa membantumu apa-apa."
Samron tidak peduli dengan usiran itu dan malah terbang membuntuti Xander masuk ke apartemennya yang tampak kotor dan kumuh. Ruangan tengah itu tampak penuh sampah kemasan makanan berserakan dan kaleng-kaleng bir yang tersebar di atas meja dan sudut ruang.
"Ya ampun, tempatmu sungguh nyaman, Xander. Anak buahku pasti sangat senang ikut tinggal bersamamu."
"Terima kasih, tapi kau tidak diundang untuk masuk. Sudah aku bilang, pergilah, Sam! Aku tidak bisa membantumu!" Pria itu melepaskan mantelnya dan mengeluarkan botol kecil berisi cairan dari saku celananya.
"Tapi aku bisa membantumu, kau tahu?"
"Memangnya kau bisa apa, hah? Sudah, pulang sana ke planetmu!"
Samron diam dan sibuk berkeliling ruangan untuk merekam atmosfir apartemen kecil itu. Kemudian, ia kembali menatap Xander yang sedang sibuk menyuntikkan cairan tadi ke pahanya. "Aku sudah tahu masa lalumu," ucapnya datar.
"Lalu kenapa?" tanya Xander sinis.
"Tembakan senjata plasma itu menghancurkan separuh tubuhmu. Kau mengalami koma selama satu bulan. Dari lambung ke bawah dan kedua lenganmu hancur hingga kau harus memakai kaki tangan buatan. Itu pun bukan dari kualitas bionik yang bagus mengingat mereka menganggapmu sebagai penyebab kegagalan operasi penyamaran waktu itu."
Entah bagaimana asuransi kesehatanmu tidak bisa menjamin pengobatan tingkat satu. Kau sembuh tapi kredibilitasmu hancur. Beberapa anggota tim lapangan, ditemukan tewas setelah dua hari diculik dan mereka yakin penyebab kematian beberapa rekanmu adalah adanya kemungkinan kau membelot dari kepolisian Rosvadnya. Di bawah intimidasi banyak pihak di kepolisian, akhirnya kau memilih berhenti bekerja."
Xander mematung dengan mulut terbuka. "Wah, wah, wah ..., kau juga bisa membaca hidupku." Nada sarkas si pemabuk itu tidak mampu menggagalkan lengkungan senyum Samron. "Lalu apa tujuanmu untuk mereview kisahku?"
Samron terkekeh. Rupanya Xander sudah selangkah mendekati umpannya. "Karena ..., aku tahu apa yang sangat kau inginkan saat ini."
"Coba katakan, apa yang aku inginkan saat ini?" tantang Xander dengan senyuman miring.
"Begini, kau ingin kaki dan tanganmu kembali," jawab Samron pelan. "dan kebetulan sekali aku bisa menggantinya dengan kaki dan tangan yang asli, jika kau bersedia membantuku."
"Terima kasih, tapi aku sama sekali tidak percaya padamu. Entahlah, aku selalu mengalami trust issue dengan orang yang pandai bicara. Apalagi, tawaranmu terdengar sangat-sangat konyol menurutku. Meski aku menginginkannya tapi itu tidak akan terjadi." Xander duduk kembali di kursi dan kembali membuka kaleng bir yang ia temukan di bawah sofa. "Coba lihat dirimu, Sam. Kau cuma asap putih yang bisa hilang kalau kunyalakan mesin penyedot debu, kau bahkan tak punya penampilan seperti pesulap."
Samron terdiam, sembari menghela napas panjang untuk meredakan kejengkelannya. Ia tidak boleh kehilangan kendali, karena hal itu akan mengacaukan rencananya sendiri. Di dunia manusia, ada beberapa manusia dengan kemampuan istimewa yang bisa menolongnya, tapi ia tidak punya banyak waktu untuk berkeliling ke seluruh penjuru dunia. Umurnya bahkan mungkin tinggal menunggu hitungan hari, ia tidak cukup bodoh untuk mempertaruhkan hidupnya demi sesuatu yang belum pasti.
"Bagaimana kalau aku akan membantumu membalas perbuatan Volkov dan anteknya?"
"Sudahlah, aku tidak butuh omong kosongmu." Xander mengernyit ketika cairan bir itu terasa begitu pahit saat sudah tidak dingin lagi.
"Tapi, bukankah kau sedang merencanakan itu dalam otakmu?"
"Baiklah, kau benar." Kali ini Xander duduk diam dan langsung menatapnya. "Katakan, apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku?"
"Kau bilang kau mampu melihat aura orang lain?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku membutuhkan kemampuanmu untuk menjadi kompas dan mencari manusia dengan mimpi buruk yang sangat gelap. Aku harus memakan mimpi buruk itu untuk mengembalikan energiku."
"Kenapa tidak kau cari sendiri saja?"
"Kau pikir aku tidak mencoba?! Aku bisa masuk ke dalam mimpimu tapi aku tidak bisa mengumpulkan sari patinya. Kekuatanku telah melemah saat terdampar di dunia ini, dan kalau hal ini aku biarkan, eksistensiku akan pudar selamanya."
"Menarik," ujar Xander dengan alis bertaut. "Terus bagaimana cara kerjanya? Volkov belum tentu punya mimpi buruk yang gelap."
Samron terkekeh, "Jangan terlalu yakin, Xander. Semakin banyak nyawa yang sudah ia cabut, mimpi buruknya akan semakin gelap hingga ia tidak bisa membedakan mana benar dan salah."
Suasana pun menjadi hening. Tatapan Xander tampak jauh. Jarinya mengetuk-ketuk pahanya untuk beberapa saat.
"Baiklah Sam, mungkin tawaranmu pantas untuk dicoba. Aku akan mengambilnya, tapi pertama-tama aku ingin Ivan Medvedev yang kita urus. Apa kau sepakat?"
"Ya!" jawab Samron terlalu cepat. Ia pun segera berdeham untuk menutupi kesenangan yang tiba-tiba membuncah dari dadanya. "Baiklah, Xander. Aku setuju," lanjutnya sembari memasang wajah datar.
"Kalau kau ternyata berbohong, aku akan mencerai-berai tubuh asapmu dengan vacuum cleaner di sana." Xander menunjuk pada sebuah pipa panjang dengan ujung pipih yang tersandar di sudut ruang.
"Jangan mengancamku!" desis Samron marah. Kalimat Xander kali ini membuatnya sangat tersinggung. Ia melayang memutari sofa Xander dengan tatapan menyeramkan. "Aku paling benci dituduh sebagai pembohong. Aku memang makhluk terkutuk, tapi aku bukan pembohong, jadi camkan itu. Apa kau paham?"
"Oke, oke, maaf." Xander mengangkat kedua tangannya ke depan dengan nada pelan. "Bisakah sekarang kau duduk dengan tenang? Karena kau membuatku pusing melihatmu terbang berputar-putar."
Samron mendengkus kasar, kemudian berbalik dan berdiri di depan Xander yang sedang duduk diam menantinya mengatakan sesuatu. "Kau tidak tahu bagaimana rasanya menyadari sewaktu-waktu kau akan mati. Aku harus segera memakan mimpi buruk manusia agar kekuatanku pulih kembali, atau kalau tidak ..., mungkin besok atau beberapa jam lagi aku akan sirna." gerutunya.
"Percayalah, aku tahu bagaimana rasanya, Sam. Para manusia bukan makhluk abadi, mereka bisa sewaktu-waktu tiada, entah karena sakit, kecelakaan, terbunuh."
Samron terpekur, menyadari ucapan itu memang benar adanya. "Jadi inikah rasanya menjadi manusia?" pikirnya syok. Sepanjang penciptaannya, tidak pernah terbersit dalam pikirannya sekali pun bahwa suatu saat derajatnya bisa turun menjadi manusia. "Oh, tidak. Mungkin aku bahkan lebih rendah dari manusia. Setidaknya manusia punya raga," pikirnya sedih.
"Tapi kau tidak terlihat ketakutan menyadari kematian bisa datang sewaktu-waktu," ucap Samron skeptis.
Xander menguap lalu bersandar santai di sofa. "Mungkin karena kita para manusia sudah terbiasa dengan kenyataan itu sejak kami lahir."
Setelah mendengar jawaban itu, Samron makin merasa manusia adalah spesies yang kontradiktif. "Hei, kau bilang kau bisa melihat aura manusia. Apa kau juga bisa merasakan kematian mereka?"
"Hmm ...." Pria itu mengerutkan dahi dengan tatapan jauh. "Mungkin, sinarnya akan memudar. Mereka yang mempunyai warna gelap, cenderung tertekan atau sedang sakit. Bukankah sebagai seorang Gate Keeper dari dunia mimpi, seharusnya kau bisa melihat hal itu juga?"
Samron mendecak jengkel, merasa kekurangannya sedang dikuliti oleh Xander. "Tentu saja aku bisa melihatnya, tapi itu sebelum Morpheus menyedot kekuatanku. Aku terjebak di planetmu ini tanpa tubuh dan kekuatan sedikit pun. Aku tidak bisa melihat aura di sekitar dengan mata batinku."
"Lalu bagaimana kau akan memakan mimpi buruk manusia kalau kekuatanmu saja sudah habis?"
"Gampang, kau akan menjadi inangku untuk sementara waktu. Meminjam sedikit energimu untuk memperlambat efek korosif udara bumi bagi tubuhku."
"Whoaa ....! Tunggu dulu!" Xander terhenyak kaget. "Kau tidak boleh menguasai tubuhku! Perjanjiannya adalah aku mencari target manusia yang mempunyai mimpi buruk. Itu saja!" ujarnya dengan sengit.
"Tapi aku akan membantumu membalas perbuatan orang-orang yang sudah menghancurkanmu. Apa kau ingat? Semudah menjentikkan jari untuk membuat mereka menyesal pernah hidup."
Xander menggeleng tak percaya, akan tetapi Samron bisa merasakan hati pria itu amat sangat menginginkannya.
"Aku tidak percaya."
"Bukan masalah percaya atau tidak, tapi ini masalah kau bersedia bergabung denganku atau kau akan selamanya terpuruk menjadi pecundang," bisik Samron dengan penuh penekanan. "Bagaimana?"
"Oke, oke, tidak jadi masalah. Segera setelah ini semua selesai, toh kau akan pulang ke planetmu, 'kan?"
Samron tidak menjawab. Ia tidak akan menjanjikan apa-apa untuk masalah itu. "Omong-omong, apa kau punya benda yang pernah dimiliki Ivan Medvedev?"
"Tentu saja tidak punya, buat apa aku menyimpan cinderamata dari bajingan busuk itu?!" cemooh Xander. "Oh ya, tapi aku punya fotonya." Ia pun lalu bangun dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Samael yang mengikuti dari belakang akhirnya bisa melihat dinding kamar bercat kusam itu makin terlihat tidak menarik dengan tempelan-tempalan kertas di sana. "Nah, itu foto Ivan."
Sebuah foto seorang pria berambut cepak seperti potongan militer sedang berjalan keluar dari sebuah Gedung. Tubuhnya yang gempal tampak menonjol dengan setelan jas kelabu yang dipakainya.
"Oke, ini sudah cukup untuk melacaknya di alam mimpi."
"Aku akan membantumu, Sam. Aku tunggu janjimu, tapi untuk sementara aku mau tidur dulu." Xander yang awalnya duduk di pinggiran tempat tidur, tampak mulai mengantuk. Matanya yang kelabu mulai redup dan kemudian merebahkan punggung begitu saja. Ia menguap untuk kedua kalinya dan kemudian memejam tanpa sadar.
"Tidak ada waktu untuk tidur, Xander." Samron menyentuh foto Ivan untuk sesaat, mengambil remahan jiwa Ivan yang terperangkap dalam foto itu. Kemudian ia kembali masuk ke dalam kepala Xander. "Bangunlah, Putri Tidur! Malam ini temani aku berburu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top