HARVESTING
"Apa yang kau lakukan di sini?! Seharusnya kau sudah mati!" Ivan berteriak dengan wajah pucat pasi penuh kepanikan.
"Halo, Ivan," sapa Xander dingin. "Senang rasanya kau masih mengingatku dengan baik," lanjutnya.
Mulut Ivan menganga dengan mata membelalak. Ia ingin sekali bangun dari kursinya, tapi seolah sesuatu menahannya untuk bangkit. Pria yang saat itu mereka bunuh dengan senjata plasma, kini benar-benar datang. Xander bangkit dari kematian, tidak hanya hidup, tapi juga dalam keadaan sempurna.
Ivan pun mulai meracau, "Seharusnya kau sudah hancur. Kakimu, tanganmu ..., kau—kau seharusnya sudah mati dengan senjata plasma itu."
"Ada apa, Ivan? Apa kau merindukan aku?" ejek Xander.
Pria berambut terang di samping Xander memejam dengan sedikit mendongak. Rupanya ia menghidu sesuatu. "Aromanya sangat enak. Teruslah membuatnya ketakutan, Xander. Setelah itu aku akan memakannya," sahutnya dalam seringai senang.
Ivan tidak pernah setakut ini dalam hidup. Ia tumbuh dalam lingkungan yang sangat keras bersama saudaranya, Anton. Mereka terbiasa untuk menyerang dan menguasai demi menjadi pria yang ditakuti di wilayah rumah mereka. Tidak ada yang ia takuti sebagai seorang kriminal. Akan tetapi itu sebelum kedatangan dua pria di depannya.
"Siapa kau?! Apa yang kau inginkan?!" bentak Ivan ketakutan.
"Kau tak perlu tahu, aku hanya ingin memanen mimpi burukmu."
Jantungnya seolah jatuh dan menghantam ulu hatinya. "Tidak! Jangan makan aku!" teriak Ivan dengan mata berkaca-kaca. "Aku mohon! Jangan bunuh aku!"
Baru saja ia berhasil bangkit, Xander mencengkeram kerah bajunya dan menariknya kasar.
"Katakan, dari mana kalian mengetahui identitasku?" tanya Xander geram.
Mata kelam itu menyorot penuh kemarahan dan membuat Ivan gemetaran. Ia tidak pernah menyangka sosok Xander yang lemah dan pengecut itu kini telah berubah menjadi ancaman. "Aku tidak tahu. Demi nama ibuku, aku tidak tahu."
"Kalau begitu Morvatire akan membantumu untuk mengingat," ucap Samron sembari menunjuk ke balik punggung Ivan.
"Kuserahkan padamu, Sam." Xander melepaskan cengkeramannya dengan raut jijik.
Ivan limbung ke belakang dengan perasaan bingung. Pria itu pun menoleh ke belakang dan melihat bayangan hitam berdiri menjulang di belakangnya. Sosok monster itu menatapnya tajam dengan sepasang mata api yang menyala terang. Tangannya yang kurus hitam dengan jari-jarinya yang panjang dan tajam bergerak mendekati dada Ivan.
Tubuh Ivan telah melumpuh dalam kengerian yang meliputinya. Ia telah tersesat dalam wajah Morvatire yang seperti lubang hitam tak berdasar, menghisap sisa-sisa kesadarannya dan membuatnya tanpa daya. Jari-jari itu merobek dadanya dan ia hanya bisa menjerit kesakitan dalam hatinya.
Air mata mengalir deras ketika Ivan merasakan jantungnya direnggut dari dadanya. Begitu nyeri tak tertahankan, menyekat seluruh daya untuk bernapas. Penyesalan selalu datang terlambat. Ivan baru saja akan meminta maaf, tapi betapa syoknya saat melihat makhluk itu sedang menunjukkan sesuatu dalam telapak tangannya yang hitam. Benda itu berdenyut dan basah oleh darah. Dalam rasa syok, Ivan jatuh terduduk di tanah.
"Kem ... balikan ..., jantung ... ku."
Pria bernama itu mendekatinya dengan senyuman lebar, akan tetapi Ivan lebih merasa senyuman itu jauh lebih mengerikan dari monster yang baru saja mencabut jantungnya.
"Aku bisa membuatmu mati, Ivan. Marvatire akan memakan jantungmu, dan kau akan mati perlahan. Tapi sebenarnya, aku masih butuh napas kehidupanmu. Kau pasti juga tidak ingin mati, bukan?"
"Tidak." Ivan menggeleng lemah.
"Bagus, kalau begitu sebaiknya kau harus bisa diajak kerjasama karena temanku ini ingin membersihkan namanya. Apa kau setuju?"
Ivan mulai merasakan dirinya melemah dan hanya bisa mengangguk pasrah.
"Kau memang anak pintar, Ivan." Samron menepuk pundaknya. "Jadi katakan, darimana kalian tahu identitas asli temanku ini?"
"Aku dan Anton tahu dari Yelena, putri Dmitri Volkov. Kami cuma menjalankan perintah untuk menangkap Xander waktu itu," jawab Ivan setengah berbisik.
Samron mengangguk puas, sementara Xander masih mematung dengan sorotan tajam seolah masih tidak mempercayai keterangannya.
"Baiklah, Ivan. Aku akan menyuruh Morvatire untuk mengembalikan jantungmu." Samron memberi isyarat pada Morvatire untuk mengembalikan benda yang ada dalam genggamannya. "Tapi bersiaplah, Ivan. Ini akan lebih menyakitkan. Kau akan memiliki jiwa yang lebih baik, karena aku akan mengambil seluruh mimpi burukmu."
Seolah terhipnotis oleh suara Samron, hati Ivan menjadi lebih damai. Dengan patuh ia berlutut di depan Samron, dan membuka mulutnya lebar-lebar dengan perasaan bahagia yang terasa asing. Digenggamnya jantung itu dan memasukkannya ke mulut Ivan. Benda itu bergerak-gerak, menggeliat masuk lebih dalam menuju kerongkongan dan akhirnya diam setelah kembali ke tempatnya.
"Beri aku mimpi burukmu!" Jari dingin Samron menyentuh ubun-ubunnya dan sensasi rasa sesak sontak mencengkeram dada Ivan. Sesuatu mengaduk-aduk lambungnya, lalu bergerak naik melewati tenggorokan dengan dorongan yang kuat. Ivan memuntahkan lendir hitam begitu banyak hingga ia terbatuk-batuk kemudian terkulai lemas dengan hati bertanya-tanya apa yang sudah terjadi dan bagaimana ia bisa berada di tempat asing ini.
***
Melihat bagaimana Samron menikmati segelas lendir hitam beraroma busuk yang disajikan oleh Morvatire, membuat Xander mual dan pusing. Ia langsung berjalan menjauh menuju anak tangga yang tadi mereka lalui ketika masuk ke dalam mimpi Ivan.
"Ah, mungkin ini terasa enak karena aku sudah lapar sekali." Samron menjilati sisa cairan kental yang tertinggal di sudut mulutnya dengan sorot bahagia menari-nari di matanya.
"Cepatlah! Aku mulai bisa melihat auranya. Dia akan terbangun sebentar lagi," ucap Xander.
"Tunggu!" Samron memasukkan Morvatire yang sudah berubah menjadi puluhan kecoak ke dalam sakunya.
"Whoa ..., berhenti sebentar! Kenapa dia harus ikut?"
Samron pun mematung dengan raut bingung. "Tugasnya sudah selesai. Telur-telurnya nanti akan menetas dan meneruskan tugas dari pendahulunya."
"Jadi untuk apa dia harus ikut? Tinggalkan saja dia di sini!" Xander berhenti melangkah saat menyadari pintu yang tadi sudah menghilang. "Aku tidak mau lagi menambah anggota dalam apartemenku," gerutunya dengan cemas.
"Tidak bisa! Dia adalah salah satu entitas yang bernama Dark Whispers. Gara-gara beberapa dari mereka kabur ke dunia mimpi manusia, aku terkena hukuman dari Morpheus."
Xander mengerutkan dahi dengan perasaan tidak percaya. "Apa? Morpheus siapa? Memangnya apa yang akan terjadi jika dark whispers menyusup ke dunia mimpi? Bukannya mereka juga makhluk mimpi?"
"Kekuatan Dark Whispers ada beberapa level. Kali ini kita sedang menghadapi entitas yang lemah. Kita belum bertemu dengan mereka yang berlevel tinggi. Makin tua usia mereka makin cepat membuat manusia kehilangan akal sehatnya."
Xander menyugar rambut hitamnya dengan frustrasi, lalu menoleh kanan dan kiri berusaha mencari pintu berwarna kuning di antara gelapnya gurun pasir.
"Baiklah, terserah kau saja. Kau boleh membawa setoples kecoa ke rumahku asal kita keluar dari tempat ini."
Samron tersenyum ringan lalu mengangkat tangannya dan menciptakan angin yang berputar di sekeliling mereka. Pasir di sekitar Xander terangkat naik dan berputar makin tinggi dan tebal. Butiran-butiran halusnya beterbangan dengan deras mengenai wajahnya dan sempat masuk ke dalam rongga hidungnya. Xander berusaha menutupi wajahnya dengan jaketnya, kemudian sebuah tangan pucat kebiruan muncul dari dalam pasir dan menariknya ke bawah dengan sekali sentakan.
Kegelapan yang tiba-tiba membuat Xander berteriak. Ia butuh beberapa menit untuk menenangkan dirinya. Menarik napas panjang beberapa kali sembari berusaha mengingat hari dan waktu. Suara alarm berbunyi nyaring membantunya untuk kembali fokus. Pukul enam pagi dan ia baru saja bangun dari mimpi yang aneh.
Ia pun bangkit dan membuka tirai pintu kaca yang mengarah ke balkon. Matahari pagi menyapanya dengan sinarnya yang hangat. Sebuah kejadian istimewa mengingat penduduk Mosca jarang sekali bisa melihat matahari dan merasakannya sinarnya secara langsung.
"Selamat pagi, juara!" Tiba-tiba suara sapaan membahana dalam benaknya.
Xander menghela napas panjang, menyiapkan mental untuk menghadapi ... "Sam," gumamnya setengah menggerutu.
"Selamat ulang tahun!"
"Ha-ha, kau salah, ini bukan hari ulang tahunku," ejek Xander.
"Tidak apa, anggap saja ini hadiah ulang tahun. Coba lihat kakimu!"
Xander menunduk dan melihat bagaimana sulur-sulur kecil kemerahan muncul dari dalam kaki besinya. Bergerak dari segala penjuru dan membuat jalinan-jalinan kecil hingga ke ujung jari kakinya. Rasa gatal dan panas menyengat membuatnya mengerang kesakitan. Terlalu sakit hingga tubuhnya pun roboh ke lantai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top