36. Don't See Or You Will Hate This Day
"Kau brengsek," ucap Reliy seketika, meski dengan suara nyaris tidak terdengar.
Menggunakan punggung tangan, Reliy segera menyeka bibirnya kemudian bergerak gesit sekadar menjauhkan diri dari Clay.
Seharusnya ia segera lari, tapi nyatanya tidak semudah itu. Reliy masih bertahan di tempat dengan radius dua meter dari Clay, tampak enggan untuk melakukan penyelamatan diri.
"Sebelum ada Tyler ... kau tidak seperti ini. Kau ...."
"Well, Reliy ... kau terlalu naif untuk mengartikan sapaan antar tetangga itu. Asal kau tahu, semua lelaki memiliki otak kotor dan kau berhasil memancingnya keluar. Jadi ... kenapa tidak sekalian kita nikmati ha--" Ucapan Clay terputus, bersamaan dengan Reliy yang melempar buku tebal ke wajah lelaki itu, kemudian kabur sebelum semua perkataan Clay menyakiti hatinya.
Bagaimana pun setelah kejadian barusan, Reliy menyadari bahwa tidak seharusnya ia memercayai seseorang.
Terutama setelah video itu tersebar lalu mencoreng nama baiknya. Karena Clay, Reliy benar-benar kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang disekitarnya, bahkan kehilangan rasa aman sejak mereka turut menghilang di waktu bersamaan.
Hingga ketika Reliy berhenti di toilet wanita pun, tangisan gadis itu akhirnya pecah.
***
Reliy tertidur di dalam toilet, dengan kepala bersandar pada dinding, dan dengan gulungan tissue toilet penuh ingus yang berserakan di lantai.
Bersamaan ketika ia membuka mata, perasaan pusing akibat terlalu lama menangis seketika menyerang.
Begitu pula dengan rasa haus--Reliy perlu minum--tapi bukan hal mudah untuk keluar dari ruangan sempit ini. Apalagi di saat pikiran Reliy mulai menampakkan seulas kekhawatiran tentang tindak pelecehan yang mungkin akan ia alami--lagi--setelah Clay.
Ketakutan itu terasa nyata, hingga membuat Reliy menggigil dan tanpa sadar menggelatukkan gigi di tengah kesunyian.
Sekarang pukul dua belas siang. Seharusnya ini adalah jam makan siang dan kafetaria pasti sedang berada pada jam sibuk mereka, lalu toilet wanita akan mendapatkan giliran lima belas menit kemudian. Dan selama itu pulalah Reliy menggelatukkan gigi, akibat perasaan takut yang merambat hingga kesekujur tubuh.
"Reliy benar-benar penipu ulung." Suara itu tiba-tiba terdengar, dari arah luar bilik toilet--lebih tepatnya--sudah dipastikan bahwa cermin hias adalah tempat favorit untuk bergosip.
Menyadari kehadiran seseorang, Reliy refleks menggigit bibir. Diam-diam Reliy telah memikirkan bahwa sekecil apa pun suara yang ia hasilkan, pasti mampu mencapai telinga mereka sehingga tanpa sadar Reliy juga turut menutup mulutnya menggunakan kedua tangan.
"Dia jalang yang sesungguhnya."
"Seriously!? Aku bahkan muntah membayangkan jika diriku adalah dia, lalu menari-nari memamerkan keseksian di depan para pecundang itu." Nada mengejek terdengar jelas di setiap kata yang diucapkan, hingga suara tawa pun terdengar.
Entahlah, Reliy tidak tahu ada berapa gadis yang sedang menggosipkannya saat itu. Namun, yang jelas jika mereka mengetahui keberadaan Reliy, bisa dipastikan bahwa ia tidak akan selamat keluar dari tempat ini.
Maksudnya, lelaki dan perempuan ... sama-sama jahatnya jika mereka ingin melakukan pem-bully-an.
Sama-sama meninggalkan luka fisik.
Sama-sama meninggalkan luka psikis.
Yang berbeda hanyalah, sebagian besar wanita pandai melakukan manipulatif jika mereka ketahuan melakukan tindak kejahatan.
Dan Reliy tidak ingin hal itu terjadi lagi. Sehingga satu-satunya cara adalah bersembunyi, tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
"Eww ... dia tidak lebih sama seperti pelacur jalanan dengan bayaran termurah."
"Melayani para gelandangan, diperkosa oleh binatang peliharaan!"
Lalu tawa mengejek itu kembali terdengar. Begitu menyakitkan, hingga sebuah isakan kecil yang berusaha ditahan akhirnya terdengar. Reliy membekam mulutnya semakin rapat--hingga kesulitan bernapas--sekaligus menggigit bibirnya kuat-kuat.
Cairan besi seketika terasa di lidahnya, beriringan dengan suara tawa yang seketika berhenti, tergantikan dengan ketukan di pintu salah satu bilik tempat Reliy bersembunyi.
"Hallo, apa aku mendengar suara isakan?" tanya seseorang di balik sana.
Reliy tidak menjawab. Hanya melirik ke arah celah kecil di bawah pintu bilik yang menampilkan beberapa pasang sepatu bermerek mahal.
Total empat pasang sepatu dan mereka semua sepertinya sedang berdiri di balik pintu, menunggu respon dari Reliy.
"I know you are there, Baby," katanya yang kali ini dengan nada penuh kelembutan, tapi memiliki aura mengancam. "Just say something or ...."
Pupil Reliy melebar, bersamaan selepas pintu bilik terbuka secara paksa lalu memperlihatkan empat orang gadis sedang berdiri menghadap Reliy. Salah satunya adalah Annie--Reliy ingat jelas wajah itu--dengan seringai kejam, seolah Reliy baru saja membunuh orang tua perempuan itu.
"Hi, Reliy," sapanya, sambil menggulung rambut panjangnya dan memberikan tatapan mengintimidasi.
Sebenarnya jika bukan karena peristiwa sebelumnya, Reliy tidak akan setakut ini. Namun, kejadian pelecehan seksual yang telah dialami Reliy ternyata sukses menjatuhkan mental keberaniannya dan hal itu ternyata menjadi masalah besar untuk saat sekarang.
Netra Annie menelusuri setiap inci tubuh Reliy, seakan menelanjangi gadis itu kemudian tersenyum miring. "Kau ... haha, berapa lelaki yang kau layani?"
"Sepertinya memaksimalkan tiga lubang adalah kesukaannya, Annie." Si gadis dengan kulit cokelat khas wanita latin ikut bicara, menimpali penampilan Reliy dengan kalimat yang tidak kalah merendahkan.
"Kesukaan untuk gadis miskin yang ingin menjadi kaya dan membuat bangga ibunya."
"Guys, apa kalian akan hanya bicara, eh?" Carroline--teman sekelas Reliy di beberapa mata kuliah--ikut berkomentar--bernada cukup santai, tapi tidak dengan sikapnya.
Tanpa diperintah, Carroline merogoh tasnya, mengambil beberapa kaleng beer kemudian diikuti dengan Annie yang dengan sikap pecundangnya melayangkan pukulan ke arah Reliy.
Reliy memberontak, berusaha menghalau pukulan tersebut. Namun, cukup terlambat karena dua teman Annie terlebih dahulu menahan seluruh anggota geraknya dan memberikan kemudahan untuk Annie memukuli Reliy.
Tidak ada alasan pasti, tapi sempat terbesit dipikiran Reliy bahwa Annie masih menyimpan dendam atas perlakuan Tyler.
Setelah puas memberikan pukulan, Annie mengambil dua kelang beer di tangan Carroline. "Beer adalah teman terbaik untuk merayakan ini, Babe. Cheers for you."
"Yeah!" kata mereka serempak, bersorak seakan ini adalah sesuatu yang harus dirayakan kemudian tertawa bersamaan, sambil menuangkan empat kaleng beer dengan di kepala Reliy.
Tanpa memedulikan, bahwa beer adalah sesuatu yang cukup asing bagi Reliy dan beberapa saat kemudian pandangan gadis itu mengabur. Bersamaan dengan tanda lebam di beberapa titik hingga yang tersisa hanyalah satu bayangan, tak asing di mata Reliy.
Reliy melihat Bianca. Berdiri di antara empat gadis tersebut. Memandangkan dengan lengan yang saling melilit di bawah dada.
Lalu seseorang juga terlihat, bergerak seperti sedang tergesa-gesa sambil membalas apa yang mereka lakukan terhadap Reliy. Sayangnya semua tampak semakin kabur, sehingga Reliy tidak mampu mengatahui siapa dia kecuali aroma tubuhnya dan ....
... bagaimana ia memperlakukan manusia yang berani melukai Reliy.
"Jangan lihat atau kau akan membenci hari ini," bisiknya, tepat di telinga Reliy kemudian melapisi tubuh Reliy menggunakan jaketnya dan mengangkat Reliy untuk segera pergi.
***
Hi!! Lama gak nulis author note dan lama juga enggak curhat. Tapi saat nulis chapter2 terakhir ini, ada beberapa harapan yang selalu terbesit dalam otakku.
1. Semoga kalian masih suka dengan cerita Tyler dan Reliy.
2. Semoga endingnya nanti bisa memuaskan kalian.
3. Sorry ya, gua emang gak jago bikin romantis scene.
4. Harapan gua, semoga bisa up tiap hari lagi kayak dulu ^^ Amiin.
Anyway, kasih komentar dong gimana kesan kalian saat baca cerita ini sampai sekarang. Thx you very much.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top