30.Manthuk Ing Swargaloka
Apa itu kematian? Apakah definisi kematian? Apa yang bisa kaudefinisikan mengenai kematian?
Para pakar saintifik menjelaskan, kematian bisa disebabkan ketika sel-sel di dalam tubuh berhenti bermetabolisme, berhenti membelah diri. Hal itu bisa ditemui ketika seseorang telah beranjak di umur yang sangat tua, sehingga perlahan mereka akan mengalami kematian. Para pakar biologi menjelaskan kematian adalah berakhirnya seluruh proses fungsi biologis yang berada di dalam makhluk hidup. Ketika seluruh organ sudah tidak lagi bekerja, dalam tingkat sel.
Dokter menjelaskan, kematian adalah ketika berakhirnya kehidupan dari seorang pasien. Mereka tidak lagi dapat bergerak dan beraktivitas sebagaimana mestinya. Kematian adalah berakhirnya proses penanganan medis dengan hasil seseorang tidak dapat lagi bergerak dan hidup seperti sedia kala. Kematian adalah ketika seluruh tim medis tidak mampu menjelaskan kondisi pasien kepada keluarganya dengan perasaan gembira.
Jika kau berkutat dengan waktu, kematian adalah ketika berakhirnya waktu seseorang di dunia. Jika kau berkutat dengan ilmu perbintangan, kematian adalah ketika meredupnya sebuah bintang karena kehabisan energinya.
Entitas manusia yang memiliki proses afeksi dan perasaan menjelaskan, kematian adalah ketika kita merasakan kesedihan dan kehilangan yang mendalam kepada seseorang yang telah tidak dapat bergerak lagi di muka bumi ini. Mereka meninggalkan orang-orang yang selama ini dekat dengan mereka. Orang-orang yang mati meninggalkan orang-orang yang memiliki kontak perasaan apa pun dengan orang terdekat mereka, meninggalkan sebuah kesedihan.
Lebih jauh kita membahas mengenai masalah keyakinan kita, kematian didefinisikan ketika sebuah unsur bernama 'roh' telah meninggalkan tubuh yang disebut dengan 'jasad' dari seseorang, untuk selamanya. Jasad tersebut akhirnya menjadi tidak bernyawa.
Menyedihkan. Ketika kita berbicara mengenai kematian.
Sedih dan takut.
Rendra pernah bercerita suatu hari padaku mengenai seorang bapak-bapak bernama Greenberg, meneliti bahwa manusia takut dengan kematian.
Dia bercerita, bahwa lucu sekali ketika mengetahui bahwa manusia memiliki perasaan takut untuk mati. Manusia berusaha untuk hidup agar dia melupakan ketakutan mereka akan kematian. Ketika kita berusaha mengingat kematian, kita dihadapkan pada sebuah ketakutan bahwa kita akan berakhir di dunia ini. Seketika itu juga, manusia berusaha agar sewaktu mereka mati, mereka bisa bermakna.
Mereka berusaha jadi seseorang yang terkenal. Mereka berusaha agar dibanggakan. Mereka berusaha dikenang atas karya, peninggalan, atau sejarah mereka. Mereka berusaha berkontribusi dan terus diingat ketika di dunia. Mereka berusaha untuk mempertahankan eksistensi mereka di dunia. Mereka berusaha agar mereka tidak hilang di dunia, setelah mereka mengalami kematian. Mereka berusaha berbuat baik, berbuat sesuai titah kebaikan dari kepercayaan mereka masing-masing. Mereka berusaha agar mereka tidak berdosa. Mereka berusaha agar tidak melakukan hal-hal yang terlarang menurut kepercayaan mereka.
Kematian.
Entah mengapa ketika kita melihat konteks itu dalam kehidupan sosial, bahwa kematian tidak dapat dilepaskan dengan adanya campur tangan dinamika sosial.
Konflik.
Ketika suatu kelompok manusia memiliki hubungan yang tidak baik dengan kelompok lain, maka timbullah konflik. Ah, tunggu. Jangankan satu kelompok dengan kelompok lain, dua orang yang berkonflik dapat menimbulkan kematian bagi salah satu pihak, keduanya, atau bahkan orang lain.
Ketika seseorang bertanya, makhluk apa yang paling mengerikan di muka bumi ini? Setan? Monster? Naga? Robot Terminator?
Bukan. Makhluk yang paling mengerikan di muka bumi ini adalah manusia.
Ya, manusia.
Sejak dua anak Adam melakukan pembunuhan pertama, darah yang tertumpah merupakan sebuah pertanda yang jelas, bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang memiliki potensi untuk membunuh. Kita dilahirkan sebagai pembunuh, kawan. Jangan salahkan diriku ketika aku berkata demikian. Kita hanya diberikan sebuah pengunci agar mencegah potensi membunuh kita keluar. Kita juga membuat pengunci agar potensi membunuh kita tidak muncul.
Kontrol diri, entitas hubungan mutualisme, rasa hormat, rasa melindungi, rasa berbagi, rasa kasih sayang afeksi, kasih sayang, kesejahteraan sesama manusia, norma, adat, kebiasaan, agama, kepercayaan, peraturan, undang-undang, perasaan 'tidak tega', kebaikan, moralitas. Itu adalah sarana agar manusia tidak menghidupkan saklar 'pembunuh' mereka.
Namun, seiring waktu, pengunci tersebut bisa kendor, bahkan rusak. Bahkan kunci tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk menghidupkan saklar pembunuh mereka. Karena kita memang dilahirkan sebagai pembunuh. Jangan justifikasi aku ketika aku berkata begitu. Karena kalian memang ingin berniat membunuh, bukan? Hai, kalian yang mungkin sekarang sedang membaca atau menyimak perkatakaanku. Kalian punya niatan untuk membunuh, bukan?
JANGAN BOHONG!
Iri, cemburu, kemarahan, fitnah, kekasih kalian selingkuh, bos kalian tidak adil, ingin merampok, balas dendam, ayah atau ibu kalian anggap sebagai orang jahat, tidak tahan lagi dengan tekanan, tidak adil dengan rakyat jelata, semena-mena dengan orang miskin, merasa ingin berkuasa, merasa ingin superior, merasa ingin eksistensi mereka terus terukir di atas dunia, merasa minoritas mengganggu mereka, merasa mereka berbeda karena tidak sesuai dengan arah-arah dan tujuan mereka.
Ya.
Membunuh seseorang hanya untuk balas dendam, mendapatkan kekasih, mendapatkan harta, mendapatkan keadilan, mendapatkan perhatian, benci karena tersakiti, benci karena diperlakukan tidak adil, cemburu dengan orang yang lebih hebat, merasa berkuasa, merasa benar.
Kita adalah ... SAMPAH.
Manusia adalah entitas yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk membuang hal terburuk di dalam alam semesta. Manusia adalah rendah, sampah, buruk, ketika semua hal itu dilakukan dan ada dalam diri mereka. Masihkah kalian merasa dirinya paling 'wah', ketika kita melupakan, kalau kita hanyalah sebuah kumpulan sel dan organ yang terlahir dari cairan putih menjijikan yang lahir dari kemaluan laki-laki dan hina dina?
Perang, adalah salah satu contoh konkret, bahwa kita sebagai manusia layak disebut-sebut sebagai makhluk yang buruk. Membunuh untuk menguasai sumber daya, wilayah, dan entitas manusianya. Untuk menyebarkan hegemoni kelompoknya. Untuk menjustifikasi bahwa mereka, kumpulan manusia itu adalah yang paling hebat, yang paling tinggi di dunia ini. Aku tidak mengerti, mengapa mereka terus membunuh dan membuat kematian pada manusia hanya karena sesuatu yang remeh-temeh. Kita adalah makhluk yang masih primitif, terlepas dengan segala moral-moralan yang masih kita buat.
Sekarang, mari kita telah apa yang telah terjadi di Tirtanan, mengakibatkan timbulnya segara kesedihan yang mendalam di diriku atau Rendra. Selama beberapa generasi, terjadi pertumpahan darah di Tirtanan yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka berkali-kali membunuh satu sama lain karena perbedaan, batasan superioritas, prasangka, konflik kepentingan, atau perbedaan pendapat dan keyakinan. Lambat laun, mereka yang terkungkung menyadari, kalau mereka telah lelah dengan bunuh-membunuh. Lalu, mereka menawarkan jalan lain, yaitu dengan berdamai dan membentuk sebuah perkumpulan manusia cinta damai. Mereka adalah orang-orang Tirtanan yang dititahkan oleh diri mereka masing-masing, bahwa mereka harus saling membantu sesama manusia yang tinggal di sana.
Kah Raman adalah sebuah bentuk defiasi dari manusia-manusia itu. Manusia yang diliputi kebencian dan hasrat untuk menguasai manusia lain ada di dalamnya. Maka dengan segala daya upaya, dia membuat sebuah teror yang mengerikan di Tanah yang Diberkati Tuhan ini sebanyak dua kali. Menciptakan ketakutan agar mereka takut dengan nama Kah Raman. Di sisi lain, itu merupakan bentuk pelampiasan kebencian Kah Raman kepada manusia Tirtanan yang dulu memperlakukan dia secara tidak adil. Secara tidak langsung, ini adalah karma yang dijatuhkan kepada kami, orang-orang Tirtanan.
Lalu, di antara kemelut teror dan perang itu, kami di sini memiliki perasaan kehilangan, pada mereka yang telah meninggalkan kami. Mereka hanyalah korban.
Ningsih Soekarliek. Annelies Hapsari.
Mereka hanyalah korban dari sebuah sistem teror yang diciptakan oleh Kah Raman sebagai bentuk balas dendam mereka. Mereka adalah korban dari sifat membunuh manusia yang muncul dalam bentuk teror Kah Raman.
Ini adalah kesalahan dari umat manusia sendiri.
Darah yang tertumpah, di Tanah yang Diberkati Tuhan. Ke mana engkau Tuhan? Apakah Kau hanya diam berpangku tangan melihat ini? Atau Kau akan menunjukkan kuasa-Mu?
****
Percaya atau tidak, tetapi Hutan Timur ... tidak, hutan di Tirtanan selalu memiliki kekuatan yang misterius. Anomali kabut, anomali cuaca, dan sesuatu yang melampaui nalar manusia bisa terjadi di sini. Orang-orang mengistilahkan fenomena yang terjadi di luar kemampuan daya tangkap otak manusia, dengan istilah 'keramat'.
Cerita Nan Dase mengenai Sae Pangailo yang berhasil selamat setelah diterkam macan. Kita menemukan Yamaguchi Kaaya, yang tiga tahun hilang di Hutan Keputusasaan dalam keadaan sehat sentosa. Kabut pekat di malam-malam tertentu yang dapat mengaburkan mata, akal, dan, pikiran manusia. Monster-monster dan makhluk-makhluk yang mengintai di balik pepohonan. Semua itu merupakan fenomena-fenomena yang tidak bisa dijelaskan secara konkret. Nothok, tok! Istilah orang Jawa, yang berarti mentok 'sementok-mentoknya'.
Perlahan aku dapat melihat perubahan situasi, kondisi, dan lingkungan yang ada di sekitar. Waktu terasa melambat dan kepalaku terasa sedikit pening. Entah mengapa mata terasa berat, kemudian plong begitu saja. Begitu rasanya plong, tahu-tahu aku sudah merasakan adanya perpindahan dimensi.
Serius.
Kawan, aku tidak sedang bercanda.
Waktu terasa terhenti dan aku melihat berbagai rekaman kejadian di masa lalu, seakan aku dalam keadaan mengambang.
Aku menyadari, bahwa aku sedang melihat rekaman kehidupan dari seorang ... Narendra Surbakti?
Tunggu?
Dia tidak mati, tetapi kenapa aku dihadapkan pada rekaman kehidupannya? Aku tidak mengerti cara kerja dari fenomena alam di Tirtanan, hingga aku dihadapkan pada situasi seperti ini. Yang aku tahu, aku hanya harus menontonnya.
"Ayah ingin ke mana?" ujar Rendra yang ... kurasa masih berusia kisaran tujuh tahun.
"Ayah ada pekerjaan, kamu bisa menjaga, ibu, Rendra?" ujar seorang laki-laki yang mengelus rambut Rendra. Aku bertaruh itu ayah Rendra.
Kemudian aku dihadapkan pada rekaman lain. Tahu-tahu, aku sudah berpindah menuju sebuah kamar rumah sakit.
"Rendra ... pergilah. Ibu masih kuat ...," ujar seorang perempuan paruh baya yang terduduk di ranjang rumah sakit.
"Ibu, aku tidak ingin seperti ayah," sesal Rendra sembari menunjukkan isyarat tidak suka di wajahnya. Aku memang mengenal Rendra yang tidak mau berbicara pribadi soal ayahnya daripada ibunya.
"Rendra ...."
"Ini semua kesalahan ayah. Jika ayah tidak meninggalkan kita, ibu tidak perlu menderita seperti ini ...," ujar Rendra. Sepertinya ia merasa sedih.
"Aku tidak bisa melindungi ibu ...." Sebuah suara terbersit dan itu suara Rendra. Aku tidak tahu kalau aku juga dapat mendengarkan kata hatinya. Sepertinya perasaan bersalah tercermin dari suaranya.
Kemudian, aku dilemparkan pada rekaman lain. Aku familier dengan kejadian itu.
"Hei, tenanglah. Aku akan menjagamu."
Ah, itu adalah kata-kata yang diucapkan Rendra pada Ann sebelum penyerangan pagi hari itu.
Lalu aku dihadapkan pada sebuah rekaman kehidupan, di mana hanya ada Rendra seorang dalam ruang gelap.
"Aku tidak bisa melindungi Ann. Aku yang terburuk."
Sekarang aku tahu, bagaimana kesedihan dari seorang Rendra. Ketidakberdayaan seorang Narendra Surbakti.
Kemudian aku dilempar untuk kesekian kalinya, dipaksa menonton sebuah rekaman kehidupan lainnya.
Tunggu. Ini bukan milik Rendra.
"Aku adalah pemimpin dari keluarga ini! Dia ... sudah ... keterlaluan!" bentak seorang pria yang juga telah paruh baya. Dia sedang bertengkar dengan seorang perempuan yang umurnya tidak jauh dari pria itu.
"Sudahlah! Maafkan dia! Kasihan juga Annelies!!" Perempuan itu membela.
Tanpa sadar, aku melihat rekaman kehidupan Annelies.
"Berapa kali harus aku marah-marah, ha!? Laki-laki itu tidak pantas dianggap jadi bagian dari keluarga ini lagi!!?" Pria itu marah dengan amat sangat.
Kemudian aku dihadapkan pada rekaman kehidupan Annelies yang lain. Aku terkejut ketika melihat Annelies menghantamkan kepalanya sendiri di tembok.
Aku kemudian terseret sebuah arus rekaman kehidupan Annelies yang lain.
"Ann!? Kamu kenapa!?" ujar seseorang yang kukenal. Itu Gita, teman Ann.
"Hehe ... kemaren jatuh dari tempat tidur ...," ujar Annelies sembari tersenyum lucu.
Aku mulai berpikir, apakah karena keluarganya yang tidak begitu harmonis, Annelies harus menanggung beban seperti itu. Siapa laki-laki yang dimaksud? Rekaman kehidupan Annelies yang lain.
Annelies yang terbaring di samping Rendra. Ia terluka dan sedang sekarat. Aku tidak tahan. Rekaman ini adalah saat-saat terakhir Annelies.
"Dengan ini ... Rendra dan Nenek selamat .... Sudah seharusnya begitu, kan?"
Pikiran dan kata hati Annelies.
"Dengan ini ... aku tidak perlu melihat ayah dan ibu bertengkar lagi, kan?"
Aku hendak melangkah untuk mendekat, tetapi sepertinya ada yang menahanku untuk tetap tinggal. Malah aku seakan diseret ke belakang.
"Aku takut ... aku takut sendiri. Aku takut ...."
Aku berusaha melawan kekuatan gaib itu, ketika suara serak Annelies berbarengan dengan tangisannya.
"Aku ingin bersamanya .... Aku ingin bersama ayah .... Aku ingin bersama ibu .... Aku ingin bersama kakak ...."
Aku mulai bertanya-tanya apakah dia menyesali ketika kematian datang menjenguknya?
"Aku ingin bersamanya ...."
Kuda-kudaku patah dan aku terhuyung ke belakang.
"Aku ingin bersama Rendra ...."
Kemudian sinar hijau menyilaukan memaksaku untuk memejamkan mata.
****
Tahu-tahu, aku sudah kembali dalam keadaan yang seperti sebelumnya. Berdiri di tengah pertempuran. Rendra yang masih terisak atas kematian Annelies.
Kemudian muncullah sosok Kah Raman di balik asap. Keparat haram jadah itu kembali lagi. Semua orang dalam posisi siap menembak.
"Sayang sekali, pria manis. Gadismu telah mati ...." Kah Raman berkata dengan penuh keangkuhan. Aku sudah muak dengannya.
"Aku akan musnahkan kau, haram jadah ...," geramku. Aku mengokang senjata dan membidikkan senapanku ke arah Kah Raman. Terlepas kena atau tidaknya peluru ini, aku tidak peduli. Aku hanya ingin membunuh dia.
Lalu, tiba-tiba hujan turun. Tidak terlalu deras.
Entah bagaimana hujan ini turun dengan tiba-tiba, dalam keadaan langit yang sangat cerah. Bahkan potensi untuk hujan pun tidak ada.
Kemudian, perlahan cahaya bersinar keluar dari tubuh Annelies. Cahaya hijau yang cukup terang. Sesaat perasaanku seperti ada sebuah ketenangan yang perlahan mengusik kekacauan di balik pikiranku. Entah kenapa rasa badan ini tiba-tiba menjadi lebih tenang. Terlepas dari itu, aku masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi barusan.
Rendra terlonjak ke belakang dan terpana bersama kami dengan kejadian yang terjadi.
Juga Kah Raman.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top