Lima Belas


Kuamati kejadian itu dari kejauhan. Ella menyeberang dari kelompok meja unit Asha dan menghampiri Jojo di baris Cendekia. Karena kami selalu duduk berkelompok bersama unit kami, perbuatan ini pasti akan kelihatan jelas dan memicu tanda tanya. Kemunculan Ella sang bidadari Asha di baris Cendekia spontan membuat cowok-cowok di unit itu penasaran sekaligus berharap. Jojo kelihatan canggung ketika menyadari kehadiran Ella, padahal mereka sudah berteman sejak SD dan sejak saat itu pula Jojo naksir Ella. Gadis itu mengucapkan sesuatu, tapi aku tak tahu apa. Pasti ucapan selamat ulang tahun. Satu hal yang pasti, Ella betul-betul sukses bikin Jojo gugup.

Ben bangkit dari kursinya. Langsung kutangkap ujung belakang kemejanya.

"Eh, tunggu Ben. Lagi seru nih!"

"Apaan sih, Ka," Ben menggeliat melepaskan diri. "Gue mau minta supnya si Jojo."

Menu makan siang di asrama hari ini adalah sup kacang hijau dan sate. Jojo nggak suka kacang hijau dan sudah jadi kebiasaan Ben untuk mengambil jatah sup Jojo.

"Lo nggak lihat dia lagi ngobrol sama Ella?"

Ben mencoba mendongak ke belakang tetapi gagal karena lehernya yang gempal. Dia berbalik. "Alaah, paling mereka ngomongin soal klub."

"Bukan! Coba lihat!" Kutahan keinginan menunjuk Jojo dan Ella terang-terangan. Ella mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Jojo dikasih hadiah!"

Jojo kelihatan senang sekali menerima hadiah dari Ella. Jojo memang tak pernah mengungkapkan secara terang-terangan tapi dari cara Jojo memuji-muji Ella, aku berani taruhan Jojo betul-betul suka pada gadis itu. Lagipula mereka akan jadi pasangan serasi. Ella sangat supel dan periang, cocok mengimbangi Jojo yang pendiam dan pemalu.

"Selamat siang. Mari kita berdoa..."

Suara Ben menggema di seluruh ruang makan. Aku terkejut melihat Ben sudah berdiri di depan, bersiap memimpin doa makan. Padahal kan tadi dia di sebelahku.

Ben membacakan salah satu doa makan standar yang ada di buku doa St. X tanpa gairah. Lalu dia berhenti sejenak dan mulai berdoa untuk Jojo.

"Hari ini kami juga ingin berdoa bagi teman kami yang berulang tahun ke tujuh belas, Jojo..."

Kepala-kepala yang tadinya tertunduk khusyuk kini terangkat. Bagian make a wish dari doa ulang tahun seperti inilah yang paling ditunggu-tunggu.

"... semoga dia selalu diberikan kesehatan yang baik ..."

Pada ulang tahunku sebelumnya, Jojo mendoakan di depan seluruh St. X supaya aku berbaikan dengan Ben. Meski akhirnya satu sekolah tahu soal perseteruan kami, ujung-ujungnya kami toh berbaikan juga. Sejak saat itu, semua orang percaya kalau bagian make a wish dari doa ulang tahun publik seperti ini sangat manjur manfaatnya.

"...semoga semua cita-citanya tercapai, dan..." Ben mengangkat kepalanya. Pandangan kami bertemu. "Semoga Jojo bisa mendapatkan gadis pujaan hatinya dan hidup bahagia selamanya. Amin."

WOOHOOOO!

Ruang makan langsung meledak. Aku tertawa. Ben betul-betul gila, menyinggung terang-terangan seperti itu. Semua mata tertuju pada Jojo dan Ella yang berdiri di sebelahnya. Wajah Jojo merah padam, tangannya gemetar memegang kado ulang tahun dari Ella. Sebagian besar teman-teman kami langsung menggodanya, dipimpin oleh Merwin. Ella tersenyum malu-malu. Gadis itu duduk lalu berdiri lagi, salah tingkah.

Ben kembali ke tempat duduknya di sebelahku. Dia mengangkat tangannya mengajak tos, dan langsung kubalas dengan semangat.

"Jackpot!"

Ben mengangguk puas. "Jackpot!"

"Ben!" Yessi menghampiri kami dengan langkah-langkah panjang, tampangnya was-was. "Ben, parah banget lo! Ella udah punya pacar!"

Wow, ini jelas kabar baru. Hidup terpisah di asrama masing-masing membuat kami kurang update soal berita-berita terkini di antara cewek-cewek.

Ben tertawa gugup. "Ah, masa sih? Kata Bella..."

Yessi meremas roknya dengan gemas. "Ryan baru nembak Ella di kantin pas jam istirahat tadi dan Ella setuju!"

Rahang Ben melorot terbuka. Dia menoleh menatapku, wajahnya pucat pasi.


...


Kutepuk lengan Adrian dengan lembut. Dia mengusap ujung jemariku dengan perlahan lalu mengangguk paham, mengizinkanku untuk pergi. Dengan tertatih-tatih aku meluncur keluar dari arena ice skating menuju ruang ganti.

Ben yang sudah keluar lebih dulu sedang duduk di bangku panjang dan berkutat melepas sepatu skating-nya.

"Jojo nggak jadi datang." Aku sengaja menyebut Jojo sebagai topik pembuka. "Katanya dia lembur hari ini."

Ben tertawa hambar. "Dia nggak mau ketemu gue."

"Dia nggak bilang begitu."

"Kantornya di atas sini," Ben menunjuk langit-langit. "Dia tinggal turun tangga, Ka. Dia emang nggak mau ketemu gue."

Aku duduk di samping Ben. Sudah seminggu dia dan Jojo berdua tidak saling kontak. Jojo tidak mau repot-repot mencari Ben, sementara Ben dengan senang hati menghilang. Merwin berpendapat mereka akan baikan dengan sendirinya, tapi menurutku masalah Jojo dan Ben lebih rumit karena melibatkan seorang wanita murahan bernama Nindy. Terlepas dari ketidaksukaan Ben akan orientasiku, aku merasa perlu menengahi.

Ben mencoba mengalihkan topik. "Merwin masih di Hong Kong?"

"Balik malam ini."

"Gimana apartemennya? Lo sama Adrian pasti betah tinggal di situ."

"Ben, lo baikan dong sama Jojo." Langsung saja kuungkapkan maksudku. Setelah sepuluh tahun kami bersahabat, kami tak lagi menganggap basa-basi.

Ben mengembuskan napas perlahan-lahan. Dia menunduk lalu terkekeh-kekeh.

"Gue nggak salah, Ka. Nindy bukan pacar Jojo. Everything that happened that night just happened, you know..."

"Gue nggak bilang lo salah."

"Gue naksir sama dia, Ka..." Ben menatapku dengan mata kecilnya. Dia kelihatan yakin sekali. "Terserah apa pendapat lo. Mungkin lo mengira dia cewek murahan. Tapi gue percaya dia lebih cocok buat gue daripada Jojo."

"Si Nindy memangnya bilang dia naksir sama elo, Ben? I can't believe you just sleep with someone you just met!"

"Don't judge me, okay?" Ben mengerling pada Adrian dan membusungkan diri. Dari samping dia terlihat mirip huruf D raksasa. "Nindy memang belum bilang apa-apa sama gue. Tapi gue yakin seratus persen. Nindy itu cewek idaman gue. Kayak gue bilang, it just happened. Lo nggak bisa denial dan bilang gue sama Nindy nggak punya chemistry—justru chemistry kita berdua tuh alami banget."

That's because she's a whore. And you're always horny. Aku kehilangan kata-kata. Jujur, reaksi Ben ini di luar perkiraanku. "Jadi menurut lo, perbuatan lo malam itu sah-sah aja?"

"Kita udah dewasa, Ka. Merwin tidur sama selusin cewek tiap minggunya. Lo udah berapa kali berhubungan sama... sama..." Ben menggerak-gerakan tangannya dalam upaya menyimbolkan hubungan gay yang kujalani.

"Pria," kusambung kalimat itu dengan mantap.

"Kalian fine fine aja melakukan itu," tuntut Ben lagi. "Terus kenapa giliran gue, jadi masalah besar? Jojo nggak pernah cerita ke gue kalau dia naksir Nindy. Gue nggak nelikung siapa pun."

Argumentasi Ben membawaku kembali ke masa SMA, sewaktu dia melabrakku soal Michelle. Rasanya Ben sendiri sudah lupa masalah itu, tapi aku tak pernah lupa. Bukan karena itu pertama kalinya aku menghajar seseorang yang kusebut sahabat, tetapi kejadian itu juga mengajarkanku bahwa Ben pencemburu. Bahkan padaku, Merwin dan kali ini, Jojo.

"Gue rasa lo melakukan kesalahan besar, Ben."

"I told you not to judge me," Ben memberenggut dan menjauh sedikit dariku. "I'm not a saint, and so you are. All of you!" Ben mengepak-ngepakkan kedua tangannya yang bergelambir lemak. "Bukan salah gue kalau malam itu gue harus mengejar ketertinggalan bab empat skripsi gue sementara Jojo bareng pergi menjemput elo. Lalu tiba-tiba Nindy muncul di tempat kos gue. One thing lead to another, and... voila."

Aku lupa bahwa Ben bisa jadi lebih keras kepala dari Merwin. Egonya sebesar tubuhnya. "Lo bisa kan nggak ngajak dia masuk ke apartemen. Ajak ngobrol di lobi aja."

"What happened in Vegas stays in Vegas, okay?" Ben mengusap-ngusap dagunya yang berlipat. "Itu udah takdir, Ka. Nindy itu cantik banget, dan dia pakai kacamata. Lo tau kan gue demen banget cewek berkacamata. Waktu itu gue refleks ngajak Nindy ke apartemen Jojo."

Aku tidak mempercayainya sedikit pun. Kalau Merwin mendengar ini dia pasti tak akan segan menyebut Ben "playing the victim". "Terus gimana dengan Jojo, Ben? Apa lo nggak merasa lo udah bikin sakit hati sahabat lo sendiri?"

Ben menarik napas lagi seolah ada yang memaksanya berlari di threadmill sejak tadi. Dia kelihatan lelah, tetapi masih tak mau menyerah.

"Ka, gue nggak kayak Jojo. Banyak yang naksir Jojo meski memang dia nya aja yang kurang sensitif. Ini pertama kalinya seumur hidup gue ada cewek yang betul-betul interest sama gue Ka. Nindy sama sekali nggak komplen soal bodi gue, kamar gue, skripsi gue... Waktu gue ngajak dia masuk, gue sama sekali nggak ada firasat apa yang terjadi selanjutnya."

"Malam itu lo khilaf, Ben."

Ben melompat berdiri. Rahangnya mengeras. "Dan gue nggak menyesal." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top