Dua
Kupelototi kedua orang itu, supaya mereka menyadari betapa kesalnya aku saat ini. Dasar orang-orang brengsek!
Aku menutup wajahku dengan tangan. Terlalu banyak cahaya. Terlalu banyak suara. Aku mulai berkeringat. Aku harus tenang. Aku perlu menemukan benda itu. Orang-orang ini tidak mengerti. Mereka tolol. Itu juga masalahnya. Terlalu banyak orang bodoh di tempat ini.
"Maaf, Pak..." salah satu satpam memisahkan diri dari kumpulan orang bodoh itu dan menghampiriku. "Mohon berbusana sopan di fasilitas umum!"
"Saya kepanasan, Pak!" bentakku pada si tolol. Kubuka kancing kemeja semakin ke bawah dan kulonggarkan. Memangnya dia nggak kepanasan, apa? Di sini terasa seperti neraka!
"Iya pak, saya paham," kata si satpam dengan nada yang sengaja dimanis-maniskan sehingga aku muak meladeninya. "Tapi tolong etikanya dijaga! Ini tempat umum, nanti bapak bisa kena pelanggaran pasal pornografi—"
"PORNOGRAFI?" Kemarahan meluncur keluar dari mulutku. "BAPAK NGGAK DENGAR? TADI SAYA BILANG SAYA LAGI KEPANASAN, PAK! BAPAK MENUDUH SAYA KURANG AJAR? NANTI BAPAK YANG SAYA LAPORKAN ATAS PENCEMARAN NAMA BAIK!"
"Ma-maaf, Pak..." Petugas itu mengkerut. "Bukan begitu. Maksud saya—"
"Merwin?"
Aku menoleh. Jojo baru saja keluar dari taksi, dan berjingkat-jingkat menghindari genangan air hujan menuju teras tempatku berdiri. Dia mengapit tas tipis dan jas hujan.
Akhirnya! "Jo! Mana paspor gue?"
Jojo mendekatiku dan tersentak kaget. "Lo kenapa Win? Baju lo mana?"
Salah satu satpam tolol itu menyerobot. "Mas, kenal orang ini?"
"Pak!" bentakku. "Ini sahabat saya! Saya lagi ngobrol sama dia! Bapak jangan sembarangan nyerobot begitu, dong! Siapa yang nggak tahu etika sekarang?"
"Namanya Merwin, Pak. Betul, dia sahabat saya. Namanya Merwin Tan," jawab Jojo sopan. Kesabaran Jojo dalam menghadapi orang-orang tolol pantas mendapat rekor MURI. Dia menekankan kedua tangannya ke dadaku dan mendorongku menjauh. "Maaf, tapi ada masalah apa, ya? Merwin tadi telepon saya dan bilang katanya dia dilarang terbang?"
Si satpam kurang ajar itu mengisyaratkan Jojo untuk mendekatinya. "Bisa bicara sebentar, Mas? Saya akan jelaskan apa yang terjadi. Sepertinya Mas Merwin ini sedang dalam pengaruh alkohol, kami bisa mencium dari napasnya..."
"Bohong! Gue nggak mabuk, Jo!" Ngapain satpam macam dia sok-sokan pamer kuasa seperti ini? "Ini Jo... mereka nggak kasih gue terbang, katanya gue nggak punya paspor! Tapi tadi gue udah kasih kok paspor gue ke mereka! Mereka pasti umpetin paspor gue—"
"Maaf, Pak." Jojo minta maaf lagi. Dia menatapku dan cepat-cepat lalu mengikuti arahan si satpam tolol tadi. Mereka menyingkir agak jauh, dan mulai berbicara.
Oh, really?
"JO!" Kupanggil dia keras-keras. "GUE NGGAK PUNYA WAKTU, OKE?"
Jojo melambaikan sesuatu. Rasanya aku kenal benda itu. Bukankah itu... pasporku? Aha, jadi si satpam akhirnya mengaku dia memang menahan pasporku tanpa alasan!
"Jo! Mereka yang ngambil paspor gue! Mereka nggak ngizinin gue ke Roma!"
Jojo memberi isyarat padaku untuk menunggu.
Aku menarik napas. Apa sih yang sedang dilakukan Jojo? Kenapa dia masih mengobrol dengan si satpam brengsek itu? Bukankah semuanya sudah jelas? Aku korbannya di sini!
Aku berjingkat-jingkat susah payah, mencoba mencari-cari si bule yang kini sudah di dalam passengers area. Dia mengenakan kemeja berwarna merah marun. Pria itu sudah tidak kelihatan lagi. Gawat! Si bule bakal merebut Claudia dariku!
"Jo! Buruan! Gue udah mau boarding, nih!"
"Win," Jojo menghampiriku dan menyentuh pundakku. Aku berbalik. "Lo mau ke mana? Lo baru habis minum, kan? Lo nyetir sendirian ke sini? Itu bahaya, Win. Lo bisa kecelakaan."
"Gue nggak mabuk, oke?" Jojo tahu persis aku ini pengemudi yang baik. Aku yang pertama kali punya SIM di antara kami berempat. Aku bisa nyetir dengan mata tertutup. "Lo ingat cowok yang waktu itu ngaku-ngaku jadi pacar Claudia? Dia ada di sini! Pakai kemeja marun! Gue tadi melihat dia di depan Kempinski pas gue lagi makan malam, terus..." Detilnya nanti saja. Aku tak punya waktu. "Pokoknya, gue mau nyusul Claudia ke Roma. Gue mau kasih tahu Claudia, tetapi nggak dibolehin sama para satpam ini!"
"Mereka bukan satpam, Win. Bapak-bapak ini adalah petugas passenger service."
"Gue nggak peduli apa sebutan mereka, oke? Mereka cuma satpam!"
Si petugas bandara yang sok itu berdiri di belakang Jojo yang lagi-lagi minta maaf.
Aku mengetatkan gigi. Ini betul-betul kacau! Apa yang dikatakan petugas itu pada Jojo? Kacamata Jojo melorot hingga sampai di ujung hidung. Matanya membesar.
"Win," Jojo menekan pundakku agak kuat. "Kata bapak petugas ini lo nggak punya tiket pesawat sama sekali. Kancing kemeja lo lepas semua, dan lo jelas-jelas mabuk. Makanya mereka nggak kasih izin lo masuk ke dalam."
"Ya ampun Jo! Gue nggak telepon lo buat menggurui gue, ngerti? Tiketnya udah ada, ini... di dalam hape gue... udah dikirim sama Stella... Business Class Etihad..."
Jojo meraih ponselku. "Hape lo bahkan nggak nyala, Win. Baterainya habis."
"Pokoknya gue punya tiketnya, oke?" Masa sih Jojo nggak percaya padaku? "Gue cuma butuh paspor gue sekarang. Gue harus berangkat malam ini. Besok tanggal lima belas Januari. Masak lo lupa?"
Jojo menatapku, matanya melebar.
"Gue ingat kok," kata Jojo pelan-pelan. Aku geregetan melihat tingkahnya. "Lima belas Januari itu hari ulang tahun Claudia. Tapi dia nggak ada di sini, begitu juga dengan pacarnya itu. Claudia udah pindah ke Roma, Win."
Ya ampun! Mengapa mendadak semua orang hari ini menjadi luar biasa tolol? Sepertinya hujan dan cuaca dingin telah menciutkan otak mereka. "Pria itu namanya Hugo. Dia terus-terusan nempel sama Claudia di Instagram dan gue tahu itu bohong! Claudia nggak mungkin pacaran sama orang kayak begitu! Gue udah mencoba ngasih tahu Claudia, tapi semua pesan gue nggak pernah digubris! Makanya gue mau langsung ke Roma buat ngelabrak si Hugo! Cowok brengsek ini nggak bisa seenaknya ngaku-ngaku pacar orang!"
Para satpam tolol itu masih memandangiku. Kupelototi lagi mereka.
Jojo menarikku ke samping, kali ini pakai tenaga, bukan lembut seperti tadi. Dia menyadarkanku ke salah satu pilar, dan mengguncang pundakku. "Win, lo sama Claudia udah putus lima tahun yang lalu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top