(d) UN- Ujian Nova
Agus mengemudikan motor dengan sangat pelan. Ya, karena dia sadar sedang membonceng makhluk yang menuruni ras terkuat di bumi—ibu. Kalau Agus membuat motor yang mereka tumpangi bergoyang dan mengganggu Nova sebagai penumpang, sudah pasti dia akan diamuk. Melebihi amukan massa yang ada. Perempuan dimana pun tempatnya sama saja, suka melakukan serangan mendadak yang bisa membuat korbannya kelimpungan menghadapinya.
"Bawa jajannya yang bener, ya, Nov."
"Berisik! Ini udah bener! Ngapain lo cerewet, sih?"
Nah, kan. Belum apa-apa saja Nova sudah membuat gebrakan menyiksa gendang telinga Agus. Belum lagi, mereka posisinya masih berada di jalanan seperti ini. Mereka pasti jadi tontonan banyak orang.
"Santai, adikku. Janganlah kau bermuram duja, adikku."
"Bermuram durja, bego! Udah kuliah masih aja minim kemampuan otak!"
"Anjir, bisa gila gue lo serang melulu!"
"Ya, makanya nggak usah ngajakin gue ngomong! Gue lagi bete!"
Agus menghela napasnya, bergumam dengan suara kecil. "Emang makhluk bertetek hobinya bete mulu."
"Apa?! Lo ngomong apa?!" teriak Nova di telinga Agus.
"Gue ngomong sendiri, bukan ngomong sama lo."
Sekarang, terdengar helaan napas dari Nova. Sudah pasti beban pikiran perempuan itu hanya satu; Teija, Teija, dan Teija.
"Nih, ya. Dari pengamatan gue, si Teija itu bukan ngajak lo berantem, Nov. Dia lagi cemburu, karena bininya malah lebih sering ngobrol sama cowok lain."
"Gue nggak ngobrol sama Niki! Itu bocah aja yang terlalu sering dateng terus sok akrab! Mana gue tahu juga kalo dia suka ngeliat si Niki nyamperin gue? Orang kalo gue curi pandang ke ruang ujiannya, dia nggak ada! Pakek acara nuduh gue lebih sering ngobrol sama cowok lain segala!"
Setidaknya Agus bisa mendengar kalimat yang lebih nyaman di telinga, meski Nova masih dipenuhi kemarahan. Sisi meledak-ledak Nova ini memang datangnya dari ibu mereka. Tidak bisa santai dan menjadi pihak suka mengomel jika ada yang tidak sesuai keinginan. Tidak heran, sih. Ibu mereka mengurus enam anak dan satu suami, yang mana masing-masing sifat mereka berbeda satu sama lain. Pasti pusing menjadi ibu. Sedangkan Nova, belum punya anak saja sudah sering sewot. Bagaimana jika sudah muncul satu buntutnya?
"Namanya juga cemburu, Nova. Lagian baguslah Teija cemburu. Emang lo nggak tahu, cemburu tanda cinta?"
Seketika saja Nova merasa seperti dihujani mata air yang menyejukkan jiwa. Teja cinta sama gue? Harapan itu membuat hati Nova membumbung tinggi.
"Emang iya? Yang kayak gitu beneran?" tanya Nova dengan nada melembut.
"Benerlah! Gue juga laki, emangnya lo nggak tahu yang kayak gitu? Ternyata lo bego soal cinta, ya, Nov."
"Lo yang bego!"
Sepanjang perjalanan, kakak beradik itu sibuk saling melemparkan makian.
***
Nvaki_11 Hasil jajan sama abang pacar🤤
Nova sengaja membuat postingan di Instagramnya untuk melihat siapa saja yang akan merespon. Untuk kali ini dia ingin menyindir Teija yang menuduhnya sok dekat dengan cowok lain. Padahal bukan Nova yang genit, tapi Niki yang resek.
Teija Nero [Gue gak pergi jajan sama lo. Ngapain pasang foto sama caption gitu?]
Nova mendengkus melihat pesan yang masuk ke WhatsApp nya. Teija rupanya langsung melakukan pergerakan dengan unggahan Nova.
Nova Saki [Emang lo pacar gue? Ge er anjir😑]
Sengaja Nova memancing kekesalam cowok itu. Membiarkan rasa cemburu menggerogoti hati Teija.
Teija Nero [Awas lo, Va. Gue gk main2 nanti kalo UN selesai!]
Nova Saki [Bodo amat!]
Nova segera mematikan data ponselnya, karena bisa dipastikan setelah balasan seperti itu diberikan, Teija akan meneleponnya. Nova tak mau kalah, dia bisa membuat Teija kelimpungan. Ini bukan hanya momen ujian kelulusan, bukan hanya ujian untuk Nova yang tak bisa dekat-dekat Teija, tapi juga harus menjadi ujian bagi Teija yang besar kemungkinan sedang terbakar api cemburu buta.
"Udah, seneng?" tanya Agus.
"Yeps!"
"Nggak gratis, ya. Lo pasang foto hasil keluar jajan sama gue, terus pake acara nambahin 'abang pacar' segala. Pokoknya lo harus bayar mahal jasa gue bikin Teija uring-uringan."
"Iya, nanti. Gue minta Teja aja. Gitu-gitu duitnya mayan dia."
"Kok, minta Teija?" balas Agus.
"Lo lupa, ya? Gue bininya Teja. Tugas bini itu ya dapet jatah bulanan. Apa pun yang gue butuhin, ya, gue boleh minta Teja."
"Laki lo masih anak sekolahan, bego!"
"Nggak ngaruh. Dia diem-diem punya duit. Percaya sama gue. Udahlah, gue mau tidur siang. Suasana hati gue mulai damai, nih. Bye!"
Agus hanya bisa menggelengkan kepalanya. Tingkah sang adik benar-benar tak bisa ditakar dengan apa pun. Semoga saja Teija tak kapok berurusan dengan ras terkuat di bumi itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top