(d) Serangan Fajar
[Bab ini nggak perlu aku warning, sih. Soalnya masih aman, aku udah sensor. Kalo ada yang mau dikasih warning, besok ketemu aja di special chapter, ya. Biar leluasa dan private. Happy reading!]
Rupanya pembicaraan Teija dengan Agus bisa sangat berpengaruh begitu hebatnya. Ketika dia melihat tubuh Nova yang semalam berbaring membelakangi, Teija memadamkan api gairah di dalam dirinya. Untungnya memang sang 'adik kecil' tidak berulah dengan menyembulkan diri dari balik celana. Namun, ereksi pagi memang sudah berada di alam bawah sadar. Teija yang baru merasa mengubah posisi dengan memeluk Nova dari belakang tiba-tiba saja merasa terpanggil untuk terbangun. Iya, kesadaran Teija yang terbangun sekaligus adik kecilnya di bawah sana.
Teija bisa merasakan tubuh Nova yang bergerak, dan lelaki itu langsung menghentikannya dengan memeluk erat tubuh sang istri. Sudah pasti hal itu mengagetkan Nova yang tadinya ingin mencari posisi nyaman.
"Heuh? Jaaaaa ... engap, ah!" keluh Nova dengan suara serak.
Sangat jelas bahwa Nova tak suka dipeluka erat seperti itu, tapi Teija bisa gila jika tak memeluk perempuan itu.
"Lo udah bangun, Va?"
"Isshh! Jangan bisikin gue dasar setaaan!" protes Nova.
Kali ini perempuan itu menggerakan tangan untuk mengusap telinganya yang geli karena bisikan Teija. Semakin kuat Teija memeluk tubuh istrinya itu, semakin banyak juga gerakan yang dilakukan Nova hingga membuat ereksi Teija semakin tinggi saja.
"Please, jangan bikin gue makin nggak bisa nahan diri, Va."
Mungkin karena menyadari suara serta hembusan napas Teija yang semakin berat, secara otomatis Nova menghentikan diri dan menoleh sangat terpaksa.
"Lo!" seru Nova seraya melirik sebisanya ke bagian bokong yang merasakan sesuatu mengganggu. "Teja! Lo ganggu tidur gue tahu nggak?!"
Teija yang tak bisa berpikir jernih hanya bisa menahan suaranya, tapi justru malah serupa dengan geraman ketika mereka melakukannya.
"Sange ya, lo?!"
Teija menyelusupkan wajahnya di tengkuk Nova. "Jangan berisik, Va. Gue nggak tahu harus gimana sekarang. Rasanya sakit banget kalo ditahan."
"Hah? Sampe sakit?"
Teija tahu, untuk menghadapi Nova yang sebenarnya lugu, lelaki itu harus pandai berakting agar bisa menarik simpatinya. Jika Nova sudah terpengaruh, maka akan mudah bagi Teija untuk membujuk Nova agar mau melakukannya.
"Hm. Lo pikir kalo tegang gini nggak sakit kalo nggak dibikin tenang?"
"Ya ... mana gue tahu, Ja. Gue bukan laki-laki. Gue nggak punya batangan, makanya nggak paham sama situasi di bawah sana."
Teija mengecup tengkuk Nova, berusaha membuat perempuan itu terpancing. "Sekarang lo udah tahu. Lo juga pasti bisa paham kita harus ngapain biar gue nggak ngerasain sakit, kan?"
Nova berdecak, tapi napasnya juga mulai tersendat karena tangan Teija mengusap perut perempuan itu dari balik kaus yang digunakan.
"Tapi ... gue ngantuk, Ja."
Bagi Teija, mengantuk saja tak masalah, asal tak ada penolakan dari Nova seperti tadi siang. Lebih baik Nova bersedia melakukannya sembari tidur, ketimbang tak mau melakukannya ditambah memukul si 'Junior' pula.
"Hmm, nggak apa-apa. Gue aja yang gerak, lo tidur juga nggak masalah."
Nova menelan ludahnya sendiri ketika dadanya yang tak menggunakan bra disentuh oleh Teija. Sesekali lelaki itu juga meremasnya dan menjahili bagian ujungnya untuk melihat reaksi Nova.
"Terus ... lo mau posisi begini, Ja? Emang bisa?" tanya Nova yang sulit menatap pria itu dengan membelakanginya.
"Hmm, bisa aja." Teija sengaja mencium terus leher hingga bahu Nova. "Namanya spoon sex position. Gue tahu teorinya, tapi belum pernah praktek aja. Lo mau coba?"
"Nggak, mau yang normal aja dulu. Gue masih lemes karena ngantuk, nih. Jangan ajakin gue posisi-posisi aneh-aneh."
"Itu nggak aneh, Nova Saki."
"Ya, apa pun! Yang normal aja! Kalo lo masih ajak debat, gue pindah kamar aja!"
"Oke, oke. Yang biasa aja."
Teija memilih untuk menuruti perempuan itu. Tak apa menggunakan posisi apa pun yang Nova inginkan, asal bersedia melakukannya. Lagi pula, Teija juga akan melakukan salah satu cara untuk bisa membuat Nova sepenuhnya 'melek' setelah ini.
"Mau apa?" tanya Nova menghentikan Teija yang hendak menunduk mencium bibirnya.
"Mau ciumlah."
"Ini baru bangun tidur, Ja! Bau."
"Peduli amat? Toh gue juga nggak wangi. Lo jijik sama mulut gue?"
"Ih, bukan gitu! Justru gue takut lo yang ji--"
Teija tidak menyiakan waktu lagi. Jam terus berjalan, jangan sampai malah langit lebih dulu terang sebelum mereka menyelesaikan serangan fajar Teija ini. Teija sudah bertekat sejak tadi, jika Nova tidak menendang atau memukul, maka mereka harus melakukannya hingga selesai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top