(b) Kissing Learning

[Hahaha, mereka nih bocil nekat! Ayo, ayo, yang mau nambah kasih semangat authornya dengan vote dan komen kalian. Aku tunggu sampai seluruh bab komentarnya lebih dari 50, ya. Happy reading!]

Teija rupanya menepati ucapannya. Dia tidak kabur seperti kecurigaan Nova. Lelaki itu duduk di rerumputan dan tampak bosan dengan sekeliling. Tidak ada jajanan yang cowok itu beli, bahkan tak ada sebotol minuman yang Teija bawa. Padahal harusnya dia bisa memanfaatkan jam istirahat dengan baik. Atau jangan-jangan Teija sedang hemat karena sudah menjadi seorang suami? Bukankah seorang suami seharusnya memang menafkahi istrinya?

"Woi! Ngapain malah bengong di sana?" tegur Teija.

Nova menggelengkan kepala lebih dulu untuk mengabaikan isi pikirannya yang selalu meracau jika dekat dengan Teija. Lalu, gadis itu ikut mencari tempat duduk di sisi Teija dan mulai membuka kotak bekalnya.

Seperti yang Nova duga, ibunya membuatkan bekal yang tidak sedikit. Khas sekali seperti biasanya. Inilah alasan mengapa Nova enggan membawa bekal dari ibunya, sebab jam istirahat dua kali tidak akan cukup untuk menghabiskan bekal tersebut.

"Ini beneran banyak ternyata, ya?" ucap Teija.

"Sekarang baru paham, kan, lo? Ibu gue kalo bawain bekel emang kayak buat kasih makan kuli."

Teija hanya mengangguk setuju pada apa yang Nova sampaikan. Namun, Teija tidak banyak bicara lagi untuk menyantap makanan tersebut.

"Untung masakan ibu lo enak banget, Va. Tangannya emang ajaib."

"Emangnya masakan mama lo nggak seajaib ini?"

Teija menggelengkan kepala dengan mulut yang penuh. Memang, sih, selama ini jika Nova bertandang ke rumah lelaki itu, tidak tanda-tanda mama Teija sibuk di dapur. Meski begitu, makanan selalu tersedia di meja makan.

"Tapi di meja makan selalu penuh," ucap Nova.

"Beli. Mama gue nggak bisa masak dan males belajar lagi. Untungnya papa nggak banyak protes soal makanan. Soalnya papa juga bukan orang yang hobi makan banget. Paling nyemil, itu pun cemilannya buah."

Nova tahu papa Teija memang masih memiliki penampilan yang sangat tampan untuk usia seorang pria yang sudah kepala empat, bahkan berjalan mendekati angka 50. Ya, sekitar lima sampai enam tahun lagi usia papa Teija akan mencapai kepala 5. Sekarang Nova tidak heran kenapa penampilan papa Teija dengan ayahnya jauh berbeda. Rupanya kebiasaan makan dan camilan saja berpengaruh.

"Gue pengen hidup sehat kayak orang tua lo, ah!" celetuk Nova.

"Kenapa gitu?"

"Biar awet muda. Gue nggak mau sepuluh tahun lagi lo ledekin gue ada kerutan atau apa pun!"

Teija tidak habis pikir dengan alasan yang Nova kemukakan. Hanya karena tak mau dibilang memiliki kerutan sampai memiliki motivasi hidup sehat seperti orang tua Teija.

Untung saja Teija memiliki otak yang waras. Jadi, dia tidak menimpali lagi ocehan tak masuk akal Nova dan sibuk menghabiskan bekal gadis itu berdua.

Begitu habis, Teija mengambil air mineral milik Nova dan menyisakannya setengah saja.

"Lo ternyata laper juga, ya. Gila, besok-besok lo harus bantuin gue habisin bekel lagi kalo nekat nurutin ibu gue!"

"Gampang!"

Nova suka dengan ide tersebut. Teija tidak menolak dengan kesepakatan menghabiskan bekal bersama, jadi salah satu masalah Nova teratasi.

"Lo kenapa menghindar dari gue habis ciuman itu?"

Teija hampir tersedak ludahnya sendiri karena Nova langsung menodong pertanyaan demikian.

"Gue nggak mau keblablasan! Lo paham nggak, sih?"

"Keblablasan ... seks maksudnya?"

Teija mendesis karena ucapan gadis itu. "Gila, nih, anak!"

"Serius, Ja! Ngapain lo takut? Itu udah ada di poin kontrak kita. Belajar seks nggak perlu lo hindari."

"Kalo lo hamil gimana? Masa baru nikah langsung pisah?"

"Kan gue belajar juga soal pencegahannya."

Kali ini Teija menatap Nova dengan sangat serius. "Lo belajar sendiri soal pencegahan kehamilan?"

Nova mengangguk dengan yakin. "Lagi pula gue juga ngamatin ibu gue selama ini. Dia udah coba beberapa cara supaya nggak hamil. Untung bisa berhenti produksi sampe anaknya nggak nambah jadi tujuh."

"Nah, itu! Ibu lo aja berusaha pake pencegahan kehamilan anaknya jadi enam! Berarti perncegahan kehamilan belum tentu berhasil."

"Itu, kan, ibu gue. Seenggaknya yang gen nya kenceng banget, kan dari ayah gue. Siapa tahu kalo gue sama lo nggak begitu. Soalnya mama sama papa lo aja anaknya cuma satu."

Teija mengacak rambutnya dengan frustrasi. Menghadapi Nova membutuhkan banyak kesabaran tingkat tinggi.

"Teja ...."

Nova menggenggam tangan lelaki itu hingga tatapan mereka kembali beradu. Kali ini jarak wajah mereka sangat dekat, hingga membuat Teija bisa membayangkan ekspresi wajah Nova yang memerah seperti beberapa hari lalu.

"Jangan menghindar lagi, ya? Kita belajar bareng. Lo mau, kan?"

Baru kali ini Teija mendapati gadis yang tidak malu-malu kucing, yang ada malah bersikap seperti kucing garong. Teija adalah seorang laki-laki, diberi sentilan sedikit saja bagian perut bawahnya ser-ser an. Belum lagi ditambah bayangan wajah gadis itu yang melenguh saat dikecup lehernya ... Teija tidak bisa menolak!

Satu kecupan mendarat di bibir Teija dan lelaki itu langsung menarik tangan Nova untuk bersembunyi di gudang sekolah. Sialan! Gara-gara Nova, gairah Teija menjadi terpantik di sekolah!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top