(a) Malam Pertama
[Udah baca special chapter belom? Eh, tapi buat yg cukup umur sih. Buat yang udah mampir, kesan pesannya gimana nih? Tapi jgn spoiler, yes. Wkwk. Oh, iya, kasih komen 55 biar double update! Jangan lupa vote nya, ya. Biar aku semangat uppppp tiap hari.]
Sejujurnya Nova terkejut dengan performa Teija di atas ranjang. Lelaki itu terlihat cupu dari luar, tapi aslinya agresif bukan main. Berbeda dengan Nova, yang gayanya paling jago, tapi sebenarnya amatir. Malu bukan lagi satu-satunya yang Nova rasa. Dia lebih ke arah merasa dikalahkan Teija tanpa perlu cowok itu berkata apa pun. Ada lagi perasaan yang menggerayangi kepala Nova. Yaitu perasaan tak nyaman karena mendengar jawaban Teija yang tidak kabur meski terpaksa menikahi cewek yang tak membuat lelaki itu tertarik sama sekali.
"Kenapa harus kabur? Gue kenal sama lo. Bukan cewek yang latar belakangnya ngaco. Keluarga lo juga bukan kriminal, jadi yaudah."
Sialan sekali! Kalimat itu tidak lepas dari kepala Nova yang kemampuannya terlalu terbatas. Entah kenapa dia malah memikirkan itu terus menerus.
"Mandi nggak?" tanya Teija yang baru keluar dari kamar mandi.
Nova menatap lelaki itu. Teija berjalan menuju ranjang dengan bathrobe hotel. Rambutnya yang basah terlihat sangat menggoda.
"Kenapa lo? Mau lagi? Tadi gue tawarin sebelum gue mandi mau tambah apa nggak, malah sok malu!"
"Isssh! Gue ngeliatin lo bukan karena itu, Teja!"
"Terus?"
"Gue kayaknya nggak bisa jalan, deh. Boro-boro jalan, bangun aja nyeri."
Teija meringis dengan aduan yang Nova sampaikan. Dia sepertinya terlalu bersemangat tadi, hingga lupa bahwa kemungkinan pengalaman pertama akan membuat Nova tak terbiasa dengan efek yang ditimbulkan.
"Sorry. Gue lupa tadi kalo kemungkinan emang lo nggak bisa jalan normal."
"Gue kira omongan orang-orang kalo udah nggak perawan cara jalannya beda, itu bohong. Ternyata bener."
Teija bisa menangkap ekspresi ketakutan yang ada di wajah Nova. Baru kali ini Teija bisa melihat Nova yang begini. Pokoknya hari ini Teija seolah baru mengenal sisi Nova yang baru.
"Kenapa? Lo takut orang tahu cara jalan lo beda?"
"Yaiyalah! Gue harus jawab apa kalo ada yang tanya??"
"Tinggal jawab udah nikah."
Nova menutup wajahnya dengan bantal dan berteriak di sana. Dia benar-benar frustrasi dengan tanggapan Teija yang terlalu santai itu. Memang benar, laki-laki jika sudah merasakan ikan yang dilemparkan, serasa tuntas sudah. Tak ada masalah di dunia.
"Teja sialaaaaannn!!!" teriak perempuan itu.
"Va, sebenernya yang bermasalah sama pernikahan ini, tuh siapa, sih? Gue dari pertama dinikahin sama lo, nggak ada ide nentang atau nutupin dari orang-orang soal status kita. Tapi karena orang tua lo ngelarang ini itu, yaudah, gue jalanin. Lo juga, bikin kontrak ini itu, gue ikutin. Kalo orang udah waktunya tahu, yaudah. Kenapa ribet banget, sih?"
Teija bukan lelaki rumit yang suka menekan pasangannya. Teija juga lelaki yang suka menuntut soal pasangan. Dari awal, memang tak ada ketertarikan secara romantis yang Teija rasakan pada Nova. Namun, bukan berarti dia benci dengan mendapatkan pasangan seperti Nova. Jadi, tidak ada kata malu jika harus mengakui Nova sebagai istrinya di depan banyak orang.
"Nggak bisa, dong, Ja! Lo itu cowok, mudah bagi lo buat survive nantinya. Kalo jadi cewek, gue bakalan jadi bahan julid semua orang. Gue yang dinilai gampangan, gue yang dituduh hamil duluan, gue yang bakalan dianggap aib, bukan lo!"
Teija menghela napas menghadapi Nova yang terlalu banyak berpikir. Selayaknya para gadis lainnya yang repot menghadapi permasalahan hidup, begitu pula Nova. Karena sudah terbiasa melihat kelakuan mamanya, maka Teija sudah tak kaget lagi jika harus menghadapi Nova.
"Yaudahlah, sekarang lo mau mandi atau nggak? Kita nggak bisa pulang lebih dari jam sembilan. Nanti orang rumah curiga."
"Gimana mau mandi kalo sakit!?"
Teija mendekati ranjang dan berada di samping posisi Nova. Tanpa banyak bicara, lelaki itu membuang selimut yang digunakan perempuan itu hingga berteriak panik.
"Teja!"
Lelaki itu tidak menanggapi dan segera menyelipkan tangan di lipatan kaki dan punggung Nova.
"Jangan banyak gerak! Kalo jatoh nanti punya lo makin sakit. Diem, gue bawa ke kamar mandi. Nggak usah malu, kalo lo makin drama makin lama kita pulangnya."
Nova tidak bergerak lagi, dia malah menjadi memikirkan apakah dia bisa berjalan semulus biasanya jika ada anggota keluarga yang pasti sedang berkumpul di ruang keluarga?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top