VIII. Simbol yang Berbicara
“𝕬𝖑𝖜𝖆𝖞𝖘 𝖕𝖆𝖞 𝖆𝖙𝖙𝖊𝖓𝖙𝖎𝖔𝖓 𝖙𝖔 𝖆𝖓𝖞 𝖘𝖙𝖗𝖆𝖓𝖌𝖊 𝖘𝖞𝖒𝖇𝖔𝖑𝖘 𝖔𝖗 𝖈𝖔𝖉𝖊𝖘 𝖙𝖍𝖆𝖙 𝖞𝖔𝖚 𝖋𝖔𝖚𝖓𝖉.”
Luna memutuskan untuk memanggil mentornya dengan sebutan "Si Sialan Lucius" mulai sekarang.
Dia pikir setelah membeli batu sihir, mereka akan istirahat setidaknya selama tiga puluh menit. Tahu-tahunya, pemuda yang mempunyai jiwa psikopat itu langsung memaksa Luna untuk melatih kembali sihirnya. Dan bukan pelatihan biasa tentunya, lengkap dengan segala cara-cara ekstrem pemuda itu.
Luna bukan gadis bertemperamen halus, kesabarannya setipis tisu. Jangan harap dia akan menangis atau memohon agar latihannya lebih diringankan. Yang menjadi opsi Luna adalah melempar batu berukuran kepalan tangan kepada Lucius untuk melampiaskan kekesalannya. Meski tahu kalau batu tidak berarti apa-apa dan mustahil melukai pemuda itu karena benda itu langsung hancur di udara tanpa sempat menyentuhnya.
"Kau tahu? Aku bukan orang yang penyabar," celetuknya keras pada pemuda yang tengah cuek bersandar pada salah satu batang pohon.
Kini mereka tengah berada di lapangan belakang akademi yang jauh lebih luas dibandingkan lapangan dalam. Tempat ini banyak digunakan para murid untuk berlatih sihir, tapi sangat sepi untuk saat ini karena mereka sedang sibuk di kelas masing-masing. Sejuk, tidak panas, serta luas, dihiasi beberapa pohon rindang. Lokasi yang sangat cocok untuk melepaskan sihir.
Suasana hati Luna sudah buruk sejak satu jam yang lalu. Sebetulnya dia masih memikirkan rumah hancur yang sempat ditemuinya beberapa saat lalu. Tapi fokusnya cepat teralihkan ketika penjaga toko batu sihir mengatakan tidak ada batu sihir yang cocok untuknya.
Setiap siswa semester dua diharuskan mempunyai tongkat yang dilengkapi batu sihir. Alat yang akan menetralkan sihir negatif dan membantu ke-akuratan pelepasan mantra. Berhubung mereka belum mengalami kebangkitan karena murid semester dua berumur lima belas, jadilah mereka harus banyak mempelajari sihir murni. Tanpa batu sihir, akan ada banyak mantra yang salah dilepaskan. Setidaknya begitulah pengalaman para murid Althoria.
Ketika datang ke toko, pandangan Luna tersihir oleh pemandangan kilauan warna berbagai macam kristal. Dia yang menginginkan kristal berwarna keunguan berkilau di salah satu etalase untuk tongkatnya terpaksa mengurungkan niat, karena ternyata setiap orang memiliki kristal mereka sendiri yang cocok dengan kepribadian dan jenis sihir. Dalam kata lain, kristal itulah yang memilih mereka.
Pemilik toko sudah menunjukkan sekitar sepuluh kotak berisi kristal-kristal berbagai warna dan bentuk; hijau, kuning, biru, ungu, bahkan putih yang merupakan jenis kristal sihir paling langka. Siapa sangka, semua kristal itu pecah begitu dipasangkan di ujung tongkatnya.
Dengan berat hati, pemilik toko mengatakan, "Aku sudah memberimu semua jenis kristal sihir yang ada. Tapi mohon maaf, sepertinya tidak ada satupun yang cocok untukmu."
Luna kesal. Dia merutuk dalam hati. Menerka-nerka apa semua karena darah penyihir hitamnya yang belakangan membuat ketidakadilan selalu mengelilinginya. Gadis itu akhirnya keluar dari toko dengan alis berkerut.
"Apa kau begitu inginnya membunuhku sampai-sampai mengajukan diri menjadi mentor?" Luna teringat akan perkataan bibinya yang apabila dia tidak menepati ramalan, maka akan banyak penyihir haus darah yang mengincar nyawanya. Gadis itu berpikir mungkin saja Lucius salah satunya.
"Tidak punya kristal sihir bukan berarti tidak bisa menyihir. Artinya kau harus berusaha lebih keras dua kali lipat tanpa bantuan batu sihir. Kalau kau tidak serius dalam latihan, bagaimana kau akan menghadapi bahaya di masa mendatang?" jelas Lucius panjang lebar. Dia mirip seperti seorang ayah yang mengomeli anak perempuannya yang bandel. "Dan satu lagi, aku tidak pernah mengajukan diri untuk hal yang membosankan begini. Kau bisa pastikan itu kepada Kepala Akademi yang tiba-tiba saja menunjukku."
Pemuda itu menarik tubuh dari batang pohon, berjalan mendekati Luna yang berdiri sekitar tiga meter di depan, menatapnya penuh permusuhan. Sebenarnya Lucius tidak mengerti kenapa gadis itu begitu membencinya. Ia merasa semua yang dia lakukan adalah semata-mata untuk kebaikan Luna, agar gadis itu bisa melindungi dirinya sendiri nantinya.
"Kau harus memperbaiki temperamenmu yang buruk itu jika ingin memperkuat daya sihir. Ingat, mantra akan berfungsi jika kau fokus dan sabar." Lucius kini berada tepat di samping Luna, mengacungkan ujung tongkatnya satu meter di rumput depan mereka.
Ujung tongkatnya bersinar dan melesatkan cahaya ke depan. Muncullah tiga ekor tikus got seukuran telapak kaki orang dewasa. Hewan-hewan pengerat itu bercicit nyaring, matanya menyala merah, menatap ganas ke arah dua manusia di depan mereka.
"Kalahkan tiga tikus itu dalam waktu lima menit. Gunakan mantra-mantra yang sudah kuajarkan padamu. Dengan begitu kuanggap kau lulus sebagai murid tahun kedua dan akan melanjutkan pelajaran ke tahun ketiga," tantang Lucius seraya tersenyum miring, dia menghadap Luna sembari bersidekap dada. "Jika kau gagal, aku akan memberikanmu hukuman."
Sudah seminggu sejak Luna berada di Althoria. Berlatih tanpa kenal waktu bersama Lucius. Dan berhasil lulus sebagai murid tahun kedua dalam waktu enam hari. Pencapaian yang tidak mudah, sesungguhnya. Karena Luna harus menghabiskan waktu enam hari yang bagai neraka itu dengan pelatihan yang tidak normal baginya.
"Dan asal kau tahu, kau mungkin tidak akan keluar dari unit kesehatan setidaknya selama tiga hari setelah digigit tikus got spesies mata merah karena racun lumpuh di liurnya," lanjut Lucius.
Luna mengernyit menatap tikus-tikus yang kini mulai berlarian ke arahnya. "Baiklah. Tapi jika aku berhasil, kau harus berjanji melatihku dengan lebih manusiawi."
Pemuda bersurai kekuningan itu mengangguk. "Oke."
Luna mengangkat tongkatnya, menjajarkan benda itu di depan wajahnya dan menarik napas panjang. Dalam hati, dia berusaha menyemangati diri sendiri. Meski tahu beberapa hari lalu, sebelum dia berhasil melewati enam hari yang seperti neraka, sihirnya selalu berujung salah; entah tidak sengaja mengenai Professor Loganne yang sedang melintas dan mengubah rambutnya menjadi hijau berlendir, membuat sekuntum bunga mawar menjadi tanaman karnivora, bahkan membuat ujung sepatunya menjadi moncong babi.
"Gelatius!" Gadis itu mengacungkan tongkatnya dengan yakin ke arah tiga tikus yang siap menggigit.
Dalam sekejap, ketiga hewan pengerat itu terpaku di tempat, tidak bisa bergerak. Senyum puas terbit di bibir Luna kala mengetahui mantranya berhasil. Meski kesal, dia mengakui perkataan Lucius benar. Jika fokus dan sabar, mantra akan lebih akurat.
Akademi tidak mengizinkan muridnya untuk menggunakan mantra penyiksaan atau kutukan mati. Jadilah Luna perlu menggunakan mantra pengecil ukuran dan menginjak mereka begitu hewan-hewan pengerat itu berubah sekecil
Luna menarik napas lagi dan melafalkan mantra, "Redigendum!"
Selama lima detik ke depan tidak ada yang terjadi. Bukannya mengecil, ketiga tikus itu justru bertambah besar sehingga seukuran serigala dewasa. Ini bencana. Kesalahan mantra Luna kini membawanya ke dalam bahaya.
Gadis itu memekik ketakutan kala menyadari mantra membeku-nya tak lagi berfungsi pada ukuran hewan yang membesar lima kali lipat dari sebelumnya. Luna mencoba melafalkan mantra membeku sekali lagi. Tapi rupanya sihirnya terlalu lemah untuk mereka yang kini mulai mengejarnya dengan ganas. Cicitannya yang nyaring membuat telinga Luna berdengung. Sementara gadis itu hanya bisa berputar-putar di lapangan dikejar tiga ekor hewan pengerat beracun seraya berteriak ketakutan.
Si Sialan Lucius masih bersandar di batang pohon, menguap bosan. "Sampai kapan kau akan terus berlari seperti itu? Waktu sudah berjalan empat menit tiga puluh lima detik." Baginya, pemandangan Luna dan tiga ekor hewan pengerat itu bagai hiburan membosankan di sirkus kampungan.
"Setidaknya lakukan sesuatu, sialan!" pekik Luna marah, masih memacu derap kakinya lebih cepat.
Lucius menghela napas kesal. Kemudian melangkah mendekati Luna. Dia mengacungkan tongkat, ujungnya mengikuti pergerakan tikus-tikus itu. "Volare."
Ketiga hewan pengerat itu mencicit kebingungan ketika tubuh mereka melayang sejauh tiga meter di atas tanah. Pergerakan mereka mengikuti gerakan ujung tongkat Lucius.
"Rutilanos."
Ketiga tikus yang melayang di depan Luna akhirnya meledak dan berpendar menjadi butiran-butiran cahaya mirip salju. Kemudian melebur menjadi kupu-kupu bersinar yang terbang indah meliuk-liuk di udara. Luna membulatkan bibir, tidak bisa menahan rasa kekagumannya dengan kemampuan sihir Lucius—yang tentu saja malas diakuinya. Satu kupu-kupu bercahaya mendekat, menempel di hidung Luna. Ketika tangan Luna hendak meraih hewan yang tengah hinggap sembari mengepakkan sayap itu, kupu-kupu bercahaya tersebut meledak menjadi debu sihir yang tentu saja membuat pernapasan Luna terganggu dan bersin-bersin.
Lucius terkekeh penuh ejekan. "Kau masih gagal. Kita akan latihan lagi besok pagi. Jadi itu artinya aku masih harus melatihmu dengan keras."
Luna yang masih sibuk dengan hidungnya yang kini mulai pilek, menggeram kesal. Dia mengutuk pemuda itu dalam hati ketika Lucius berbalik dan menoleh dari balik bahunya sembari tersenyum miring.
Tunggu saja sampai aku mempelajari sihir membengkokkan benda. Aku bersumpah akan membengkokkan lehernya sembilan puluh derajat sampai dia tidak bisa tersenyum lagi, batin Luna kesal.
Pada saat itulah, tepat ketika Lucius menjauh, Luna melihat sebuah simbol muncul di lehernya. Simbol itu berwarna hitam, dengan lingkaran dan bintang di tengah-tengahnya.
Mendadak saja, Luna seolah-olah telah melewatkan sesuatu yang penting selama ini.
.
.
.
to be continued ....
Althopedia!
Gelatius : Artinya membeku. Mantra untuk membekukan objek yang bergerak dalam radius satu sampai lima meter.
Redigendum : artinya pengurangan atau pengecilan. Disini Luna kurang fokus dalam melafalkan mantra, jadi efek mantranya terbalik.
Volare : Artinya terbanglah.
Rutilanos : Berpendar.
Author's note!
udah nyaris seminggu aku belum up wkwkwk ....
maklum ya, aku baru habis operasi
dan sekarang baru ada tenaga buat mikir
(kemarin2 mikirin rasa sakit pasca operasi)
semoga suka sama chap kali ini!
untuk semua misteri pasti akan terjawab kalau kamu rajin membaca setiap chapt yang di update!
jangan lupa tinggalkan vote dan komentar untuk mendukung ya!
thank you ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top