36. Selenophile: Tiga Puluh Enam

Gempar yang menyelimuti Istana Kawanan Xylvaneth dini hari itu menguarkan aura kebahagiaan. Orang-orang yang semula tidur sontak terbangun ketika kabar baik itu menyebar dari mulut ke mulut. Segera saja mereka keluar dari kamar dan dilihat oleh mereka Landon yang tergesa-gesa menuju ke kamar Oscar.

Kabar baik itu memang benar adanya. Era, calon luna dari Kawanan Xylvaneth, telah terbangun dari koma. Jadilah semua keresahan dan kekhawatiran yang selama ini terus menghantui hari-hari mereka langsung lenyap seketika, tanpa ada sisa.

"Jadi, bagaimana keadaannya, Landon? Dia baik-baik saja bukan?"

Landon menuntaskan pemeriksaannya pada Era. Lalu dia berpaling pada Oscar dengan senyum cerah. "Tentu saja, Alpha. Keadaan Era baik-baik saja. Sekarang kau tak perlu khawatir."

Tak terkira lagi betapa besarnya kelegaan yang menyeruak di dada Oscar. Matanya memejamkan terima kasih dan tanpa sadar memegang Landon. "Terima kasih banyak, Landon."

"Sama-sama, Alpha," ujar Landon sembari mengangguk sekali. Lalu dia beralih pada lagi pada Era. "Selamat datang kembali, Era."

Era tersenyum lemah, tetapi merasa bahagia. "Sepertinya aku sudah merepotkanmu untuk kesekian kalinya."

"Sebenarnya aku tidak merasa repot sama sekali, tetapi aku tetap berharap bahwa ini adalah yang terakhir kali."

Era sependapat sepenuhnya. "Aku juga berharap begitu."

Sesaat kemudian Landon, Aaron, Ursa, dan Philo keluar dari kamar Oscar. Sebagai orang-orang kepercayaan Oscar tentu saja mereka harus memastikan keadaan Era dengan mata kepala mereka sendiri. Sekarang setelah mengetahui bahwa Era sepenuhnya dalam keadaan baik maka mereka pun bersyukur tanpa henti.

Pintu kamar tertutup, jadilah Oscar dan Era berdua saja. Mereka saling menatap dan untuk sesaat, tak ada yang bicara di antara mereka.

Oscar meraih jemari Era dan meremasnya dengan perlahan. Nyatanya ada begitu banyak kelegaan dan kebahagiaan yang membuncah di dadanya, tak mampu untuk diucapkan olehnya satu percaya. Jadilah sebagai ganti, dia akan memandangi Era sampai merasa puas.

Era bisa melihat beragam emosi yang memenuhi mata Oscar dan bila dia menatap dengan lebih lekat lagi maka bisa ditemukannya sorak sorai jiwa serigala Oscar di dalam sana. Hatinya tersentuh, jiwa serigalanya meringik pilu. Mereka menyadari betapa Oscar amat lelah dalam penantian selama ini.

"Kau," ujar Era dengan terbata. Ada getir yang hadir di pangkal tenggorokannya, nyaris membuatnya tak bisa bernapas ketika berusaha untuk bicara. "Mengapa kau tidak tidur?" Dia melirik jam dinding dan menyadari bahwa saat itu telah dini hari. "Malam sudah terlalu larut. Seharusnya kau tidur. Bukankah kau akan bekerja pagi nanti?"

Oscar balas menatap Era. Dilihat olehnya mata Era berlinang, air matanya siap untuk tumpah dalam waktu dekat. Untuk itu dia pun menangkup satu pipi Era, lalu dibelainya dengan lembut. Dia tersenyum. "Sepertinya aku akan tidur sebentar lagi."

Kali ini buncahan kebahagiaan Oscar tak mampu dibendung lagi. Dia mencoba untuk bertahan, tetapi tak mampu. Jadilah dia menyerah dan mengambil risiko. Dipeluknya Era dengan meyakinkan diri bahwa satu tamparan atau dua kali tendangan akan sangat setimpal.

Namun, Oscar tak mendapati satu penolakan pun. Ketika Era tenggelam ke dalam pelukannya maka yang dirasakannya adalah penyerahdirian.

Era memejamkan mata dan dengan penuh kesadaran, dibalasnya pelukan Oscar. "Aku baik-baik saja, Oscar."

"Aku tahu. Aku tahu itu, Era," ujar Oscar berulang kali sembari mempererat pelukannya. "Terima kasih."

Pelukan Oscar makin menguat. Era sempat berusaha untuk menahannya, tetapi pada akhirnya dia tak kuasa menahan rintihan sakit. Jadilah Oscar tersentak dan melepaskan pelukannya.

"Maaf." Oscar memeriksa keadaan Era. "Apakah aku menyakitimu?"

Era tersenyum. "Tidak. Kurasa tubuhku hanya syok. Sudah lama tak ada yang memelukku."

"Kalau kau mau maka aku akan memelukmu setiap saat. Kau hanya perlu mengatakannya padaku."

Era tak mengatakan apa-apa lagi, hanya membuang napas panjang. Telah disadari olehnya bahwa Oscar memang tak pernah main-main untuk setiap kata-kata yang diucapkan, terlebih lagi untuk yang satu ini. Jadilah dia tak mendebat, bukan hanya karena dia masih lelah, tetapi karena ada sesuatu pula yang melintas di benaknya.

"Oscar, bagaimana dengan keadaan Seth?"

Oscar sudah menebak bahwa Era pasti akan mengkhawatirkan keadaan Seth. "Dia baik-baik saja dan kutahu, pastilah kau ingin melihat keadaannya, tetapi sepertinya kau harus menunggu sampai kau benar-benar pulih. Lagi pula ini masih malam."

Cukup itu yang ingin Era ketahui. Berita bahwa Seth baik-baik saja sudah mengenyahkan semua kekhawatiran dan rasa bersalah yang dirasakan olehnya sejak terbangun dari koma tadi.

Sebaliknya, Oscar merasa itu tak cukup. Ada hal penting lainnya yang harus diberitahukannya kepada Era. Jadi, untuk itulah dia lantas berkata. "Maafkan aku."

Kelegaan Era akan keadaan Seth terjeda seketika. Permintaan maaf Oscar membuatnya mengerutkan dahi, jelas tak mengerti. "Maaf?" tanyanya bingung. "Maaf untuk apa?"

Oscar menarik napas dalam-dalam sebelum menceritakan semua yang sebenarnya telah terjadi. Tak ada satu pun yang ditutupinya dan jadilah Era syok.

Era terkesiap dengan ekspresi tak percaya. Jadilah dia terdiam untuk sejenak. Ditatapnya Oscar seolah tengah menunggu, mungkin saja Oscar akan meralat ucapannya, tetapi ternyata tidak.

Sekarang Era benar-benar syok hingga nyaris tak bisa bicara lagi. "Ja-jadi, semua ini adalah perbuatan Julie?"

"Ya," jawab Oscar sembari mengangguk sekali. Penyesalan terasa jelas di suara, sorot mata, dan ekspresi wajahnya. "Maafkan aku, Era. Aku sama sekali tidak mengira kalau Julie akan senekat itu. Aku benar-benar tak menyangka kalau dia akan menyewa rogue untuk mencelakaimu. Maafkan aku."

Era buru-buru mengulurkan tangan. Ingatan akan kejadian yang sudah-sudah membuat refleksnya seketika menyala. Selalu, Oscar pasti akan menyalahkan diri sendiri bila sesuatu terjadi padanya. "Ini bukan salahmu. Julie yang bersalah dan walau kuyakin dia tak akan meminta maaf padaku, bukan berarti kau yang harus meminta maaf. Lagi pula aku dan Seth bisa selamat karena pertolonganmu, Oscar." Dia menjeda sejenak ucapannya untuk menarik napas. Setelahnya, dia menatap Oscar dengan senyum lembut. "Terima kasih karena sudah menyelamatkan kami, menyelamatkanku."

Agaknya jantung Oscar tak lagi berdetak di dalam sana. Sorot mata dan senyum Era ketika mengucapkan itu terasa berbeda seperti yang sudah-sudah. Ada sesuatu yang membuatnya jadi tak ingin berkedip dan menahan napas. Dia terpana, dia terkesima, dan entah sejak kapan, akhirnya dia menyadari sesuatu.

"Aku mencintaimu, Era."

*

Mata Era terpejam sejenak tatkala merasakan cahaya matahari pagi menghujani sekujur tubuhnya. Rasanya sungguh menyegarkan dan sempat membuatnya jadi bertanya-tanya, apakah cahaya matahari pagi memang selalu memberikan kehangatan yang mendamaikan seperti ini?

Lihat? Bukankah sudah kukatakan padamu? Cahaya matahari di sini sangat menyegarkan, tetapi kau dulu tak percaya perkataanku.

Era tersenyum. Kali ini bukan hanya karena dia mensyukuri cahaya matahari yang jatuh di kulitnya, melainkan juga karena pada akhirnya dia bisa mendengar kembali suara jiwa serigalanya. Setelah berhari-hari melewati waktu dengan penuh kesunyian, akhirnya dia kembali mendengar keriuhan itu.

Aku merindukanmu.

Jiwa serigala Era terkesiap. A-apa? Kau merindukanku?

Era menjawab. Sangat. Jadi, berjanjilah padaku. Jangan pernah meninggalkanku. Duniaku benar-benar sepi tanpamu. Selama ini kau selalu menemaniku, jadi jangan pernah pergi dari sisiku.

Tentu saja, Era. Aku tak akan pernah pergi darimu. Aku akan selalu bersamamu. Kita akan selalu menikmati cahaya matahari pagi seperti ini. Bagaimana menurutmu?

Senyum di wajah Era mengembang. Tentu saja. Itu adalah ide yang bagus.

Waktu pagi Era habis digunakannya untuk berjemur di taman Istana. Menurutnya, pegal-pegal di tubuhnya pastilah akan hilang setelah berjemur. Landon sependapat, setidaknya dengan berjemur di luar bisa membuatnya merenggangkan tubuhnya yang kaku setelah koma beberapa hari.

Hanya ketika matahari mulai naik dan cahayanya perlahan berubah menjadi menyengatlah sehingga Era dan Landon memutuskan untuk kembali masuk ke dalam Istana. Sesekali, mereka berpapasan dengan para omega dan terlihat jelas wajah senang mereka ketika melihat Era.

Era mengusap tengkuk, sedikit merasa tak enak. "Sepertinya aku sudah membuat khawatir semua orang."

Landon mengulum senyum. "Tak perlu merasa tak enak. Itu alamiah terjadi mengingat kau adalah calon luna. Tak perlu kau pikirkan. Lagi pula kau sekarang sudah sembuh."

Yakin Era, pastilah butuh waktu untuknya bisa mengusir rasa bersalah itu. Nyatanya bukan hanya Oscar yang amat khawatir dengan keadaannya, melainkan semua Kawanan Xylvaneth merasakan hal serupa.

Sesuatu menghentikan langkah Era. "Oh ya," kesiapnya sembari menahan tangan Landon. Dia nyaris melewatkan hal terpenting. "Seth, di mana dia? Aku ingin melihat keadaannya." Dia memandang sekeliling. "Apakah dia ada di kamarnya? Aku tak tahu di mana kamar Seth."

"Seth baik-baik saja, Era. Tenanglah. Dia sudah pulih sepenuhnya. Jadi, sepertinya sekarang dia tidak berada di kamar."

Era mengerutkan dahi. "Lalu, di manakah dia sekarang? Aku ingin menemuinya?"

"Ehm," deham Landon dengan penuh irama. Ekspresinya tampak tidak yakin untuk memberi tahu Era di mana Seth berada saat itu. "Dia ada di arena pelatihan?"

Era diam sejenak, nyaris melongo. Sesaat kemudian dia justru mengerjap. "Apa? Dia ada di arena pelatihan?"

Landon menjawab dengan wajah tak berdaya. "Ya, dia ada di arena pelatihan. Sekarang dia pasti sedang bergulat dengan Bogy."

Sontak saja wajah Era berubah. "Kau tidak mungkin serius bukan?"

Landon tak menjawab. Jadilah mata Era membesar. Diputuskannya untuk segera menuju ke arena pelatihan dan Landon pun mengikutinya.

Pemandangan yang tersuguh di depan matanya membuat Era benar-benar tak habis pikir. Persis seperti yang dikatakan oleh Landon tadi, Seth sedang bergulat dengan Bogy. Mereka benar-benar tengah bergulat di atas ring dalam artian yang sesungguhnya.

Era menganga. Dibutuhkan waktu beberapa saat untuknya bisa kembali bersuara. "Bukankah Seth terluka parah? Kuyakin, luka Seth jauh lebih parah ketimbang lukaku."

"Ehm. Sebenarnya ya," jawab Landon dengan hati-hati. "Seingatku dia kemarin mengalami beberapa patah tulang. Paling tidak empat tulang iga, tangan kanan, dan kaki kirinya sempat patah."

"Sebanyak itu dan sekarang dia malah bergulat dengan Bogy?" tanya Era histeris sembari melihat kembali pergulatan antara Seth dan Bogy. Sontak saja dia merasa khawatir mengingat Bogy memiliki tubuh yang benar-benar besar dan tinggi. Bahkan Bogy lebih besar ketimbang Oscar yang menurutnya sudah sangat besar. "Apa kalian bermaksud untuk mematahkan tulangnya yang lain?"

Landon tak mampu menahan semburan tawanya. Jadilah Era memelotot dan dia buru-buru mendeham. "Kau tak perlu khawatir, Era. Seth sudah sembuh total. Jangankan untuk bergulat. Beberapa hari yang lalu, dia pun sudah bergulingan di lereng gunung."

"Bergulingan di lereng gunung?" Era meresapi satu kalimat itu. Rasanya tak asing, agaknya dia pernah mendengar kalimat itu sebelumnya. "Ehm."

"Intinya adalah kami pun pasti tak akan membiarkannya bergulat kalau dia belum sembuh total. Lagi pula ini memang kemauan Seth. Coba kau lihat. Bukankah Seth tampak bergulat dengan penuh semangat?"

Mau tak mau, Era pun memerhatikan Seth dengan lebih saksama. Lalu disadari olehnya kebenaran dari perkataan Landon. Seth tampak bergulat dengan penuh semangat dan senyum sesekali terukir di wajah tampannya.

Era membuang napas lega. "Sepertinya Seth memang baik-baik saja."

Bila masih ada sedikit keraguan yang Era rasakan maka pastilah keraguan itu hilang ketika Seth menghampirinya sesaat kemudian, tepatnya ketika pergulatan antaranya dan Bogy selesai. Seperti yang sempat ditebak oleh Era, tentu saja Seth kalah. Bogy memiting lehernya dan jadilah Seth megap-megap.

"Aku tak mengira kalau kau akan menonton kami bergulat. Kalau saja kutahu maka pastilah aku akan mengeluarkan jurus andalanku. Biasanya aku tak kalah semudah itu."

Bogy mendengkus. Dilemparnya sebuah handuk kepada Seth. "Mungkin ada baiknya Landon memeriksa kepalamu. Sepertinya ada yang salah dengan otakmu, Seth."

Tawa pecah. Seth hanya cengar-cengir sambil mengusap keringat.

"Sepuluh menit lagi kita mulai lagi," ujar Bogy sebelum berlalu dari sana. "Persiapkan dirimu."

Sepertinya ada yang aneh dengan ucapan Bogy. Jadilah Era bertanya. "Kalian akan bergulat lagi?" tanyanya yang langsung dijawab geleng oleh Seth. "Lalu?"

"Setelah ini tinju."

Era tak bisa berkata-kata. "Bukankah kau baru sembuh? Apa tidak sebaiknya kau beristirahat dulu untuk beberapa hari?"

Tentunya Seth tidak akan menjawab pertanyaan Era dengan jujur. Dia tak akan mengatakan itu adalah hukuman dari Oscar. Lagi pula tak akan ada hukuman yang menyenangkan seperti itu. Bisa dirasakan olehnya tubuh dan pikirannya menjadi segar kembali. Semangat pun meledak-ledak di sepanjang pembuluh darahnya.

"Inilah caraku untuk beristirahat, Era. Lagi pula aku juga sudah terlalu lama berbaring di tempat tidur. Otot-ototku perlu digunakan lagi biar tidak kaku."

Ucapan Seth masuk akal. Jadilah Era tak mendebat lagi. Dia membuang napas dan bekas luka di dagu Seth menarik perhatiannya.

Seth menyadari arah tatapan Era. Diusapnya bekas luka itu sambil berkata. "Kau tak perlu merasa bersalah. Kau mungkin tak tahu, tetapi ini adalah kebanggaan untukku."

Sepertinya Era memang tak tahu. Jadilah dia tak berkomentar apa pun. Terlebih lagi karena sepuluh menit telah berlalu. Seth dan Bogy siap untuk melanjutkan pelatihan mereka.

Era benar-benar kehabisan kata-kata ketika melihat pelatihan itu tak ubah pertarungan yang sesungguhnya. Baik Seth ataupun Bogy sama-sama serius ketika menyerang satu sama lain. Jadilah beberapa kali dia terpaksa menahan napas di dada atau memejamkan mata. Namun, tak urung juga suara tinju yang mendarat telak membuatnya jadi bergidik.

"Memang begitulah mereka. Kuharap, kau bisa memaklumi walau mungkin butuh waktu lama."

Era berpaling dan matanya membesar seketika. "Aaron."

"Era," balas Aaron tersenyum. "Senang bertemu lagi denganmu."

Era tahu, semalam Aaron turut menjenguknya di kamar Oscar, tetapi mereka tidak sempat berbincang-bincang. Jadilah dia memanfaatkan kesempatan itu untuk mengobrol bersama Aaron, terlebih karena Landon pun sudah pergi beberapa saat yang lalu mengingat dokter memang akan selalu memiliki jadwal yang padat.

Ada banyak hal yang dibicarakan oleh Era dan Aaron. Persis seperti biasanya, Aaron adalah teman bicara terbaik di Istana versinya. Aaron memiliki banyak topik dan yang pastinya, dia juga menyenangkan.

"Jadi, begitulah. Sepertinya dalam waktu dekat Kawanan Xylvaneth akan melakukan pesta untuk merayakan kesembuhanmu dan kuharap kau jangan menolak," ujar Aaron sembari menyipitkan mata, sorotnya menyiratkan maksud tertentu. "Kawanan Xylvaneth sangat menyambut pesta ini karena Alpha akan menyediakan daging berton-ton."

Era meneguk ludah. "Kuharap kau tak lupa untuk menyiapkan menu vegetarian untukku," ujarnya yang langsung disambut tawa Aaron. Lalu dia mendeham sembari melihat sekeliling. Tampak suasana Istana yang hening. "Sepertinya kalau tak ada Oscar maka keadaan Istana selalu tenang."

Aaron hanya tersenyum saja.

"Apakah Oscar akan pulang terlambat hari ini?"

Aaron mengangguk. "Ada beberapa hal yang harus diurus oleh Alpha. Jadi, sepertinya Alpha akan sedikit sibuk beberapa hari ke depan."

Era tak heran. Dia bisa meraba keadaan hanya dengan sekali mengingat kejadian semalam di mana Oscar ada di dekatnya ketika dia sadar. Oscar tak beranjak dari kamar, semua pekerjaannya dikerjakan dari kamar. Jadilah hal wajar bila sekarang Oscar akan sibuk secara habis-habisan.

Sekelumit pemikiran muncul di benak Era tatkala menyadari bahwa Oscar akan jarang berada di Istana untuk sementara waktu. Lalu dia pun bertanya. "Di mana Ursa? Aku ingin bertemu dengannya."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top