35. Selenophile: Tiga Puluh Lima
Istana berada dalam keadaan muram. Bukan hanya keadaan Era dan Seth yang menjadi penyebabnya, melainkan kejahatan yang telah dilakukan oleh Julie membuat situasi semakin tak menyenangkan. Jadilah tak heran bila untuk beberapa hari ke depan peristiwa itu akan menjadi topik pembicaraan yang menarik. Terlebih lagi Philo pun langsung mengumumkan pada Kawanan mengenai keputusan Oscar untuk memberhentikan Julie sebagai gamma dan sekaligus menghukumnya di penjara bawah tanah.
Semua orang yang tak mengira, tentu saja. Banyak dari mereka yang syok dan seandainya bukan Philo yang bicara atas nama Oscar maka sudah barang tentu mereka tidak akan mempercayai hal tersebut. Pasalnya, di mata mereka, Julie adalah wanita serigala yang sangat berdedikasi dan penuh loyalitas terhadap Oscar dan Kawanan Xylvaneth.
Namun, sebagian dari mereka menyadari bahwa Julie memang bisa saja melakukan hal tersebut. Dasarnya adalah cinta memang bisa membutakan semua orang. Akal sehat dan logika bisa menjadi tak berguna ketika cinta telah bicara.
Persis seperti yang terjadi pada Oscar sekarang. Perasaannya pada Era membuatnya tak bisa tenang sama sekali. Jadilah ucapannya tempo hari dibuktikan, yaitu dia tak beranjak sama sekali dari kamar. Dia terus berada di sana, ditemani dan dijaganya Era tanpa mengenal waktu.
Seringnya, entah itu Philo, Aaron, Ursa ataupun Landon yang masuk ke kamar akan menemukan Oscar duduk di dekat tempat tidur. Dipandanginya Era dengan ekspresi dan sorot yang akan membuat siapa pun menjadi terenyuh.
Di lain kesempatan, mereka akan melihat Oscar berkutat dengan pekerjaan di sebuah meja kerja yang tak jauh dari tempat tidur. Dia akan bekerja dengan penuh keheningan demi tak ingin mengganggu istirahat Era.
Begitulah hari-hari Oscar berlalu. Dia nyaris selalu terjaga dan tak benar-benar bisa beristirahat. Walau tubuhnya letih dan matanya telah berat, tetapi setiap kali dia menutup mata maka adalah mimpi buruk yang datang menghantui. Ketakutan bahwa Era tak akan bangun lagi membuatnya tak bisa tertidur nyenyak walau hanya sekejap mata.
"Bagaimana keadaannya, Landon?" tanya Oscar segera terlontar sesaat setelah Landon memeriksa keadaan Era. "Baik-baik saja bukan?"
Landon mengangguk sembari beranjak. Dipersilakannya Oscar untuk kembali duduk di dekat Era. "Ya, Alpha. Kondisi Era baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir. Kuyakin, sebentar lagi Era pasti akan bangun."
"Tentu saja. Dia adalah wanita serigala yang kuat. Jadi, dia pasti akan bangun. Aku hanya perlu menunggu saja."
Oscar mencoba untuk mengusir beragam pemikiran buruk yang mengisi benaknya. Dipegangnya dengan teguh keyakinan tersebut. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa ada kekhawatiran yang tak mampu dibendung olehnya.
Pada akhirnya, Oscar pun menyerah. Tak mampu ditahannya diri untuk bertanya pada Ursa. "Tak bisakah kau melihat kapan Era akan bangun kembali, Ursa?"
"Maafkan aku, Alpha," jawab Ursa dengan suara rendah dan kepala tertunduk. "Tidak semua hal yang terjadi di dunia ini bisa kulihat."
Disadari oleh Oscar bahwa ucapan Ursa memang benar. Bila semua yang terjadi di dunia ini bisa dilihat olehnya maka dia yakin kejadian nahas itu tak akan pernah terjadi. Tentunya dia akan lebih cepat mengetahui bahwa Julie telah menyusun rencana jahat secara diam-diam selama ini.
Oscar membuang napas panjang, lalu tersenyum getir. "Agaknya, Dewi Bulan memang suka melihatku terus menunggu. Dia tak hanya membuatku menunggu kedatangan Era, sekarang dia bahkan membuatku harus menunggu kesembuhan Era. Dia benar-benar ingin melatih kesabaranku."
Tak ada yang bicara. Semua diam. Lelucon Oscar justru meyakinkan mereka bahwa keadaan sang alpha tidak dalam keadaan baik-baik saja. Namun, tak ada yang bisa mereka lalukan untuk bisa menenangkan Oscar.
Oscar berusaha untuk mengalihkan pikirannya. Dia tak ingin pikiran buruk itu terus berputar-putar di kepala dan jadilah dia teringat satu hal penting lainnya. Jadilah dia mendeham sejenak, lalu berpaling pada Aaron. "Bagaimana keadaan Seth? Dia sudah sadar bukan?"
Aaron mengangguk. "Ya, Alpha. Seth adalah manusia serigala yang kuat. Dia sekarang sudah sadar."
"Baiklah." Oscar menaruh jemari Era yang sempat diremasnya pelan kembali ke tempat tidur, lalu diselimutinya Era. "Aku akan melihat keadaan Seth." Pandangannya sesaat beralih pada Ursa. "Jaga Era selagi aku tak ada."
"Baik, Alpha."
Oscar mendatangi kamar Seth bersama dengan Aaron, Landon, dan Philo. Ketika mereka tiba di sana, ada Hazel yang menemani Seth. Kedatangan mereka membuat Hazel dan Seth seketika memasang sikap siaga.
Segera saja Oscar menghampiri Seth. Ditepuknya pundak Seth sejenak, lalu didorongnya sehingga Seth kembali bersandar pada kepala tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik-baik saja, Alpha," jawab Seth dengan wajah tertunduk. Terdengar jelas sekali getar-getar di suaranya. "Terima kasih."
Oscar beralih pada Hazel. "Bagaimana pemulihannya?"
"Berjalan dengan sangat baik, Alpha. Kau tak perlu khawatir sama sekali." Hazel menjawab sopan tanpa lupa untuk tersenyum. Diliriknya Seth sekilas sebelum lanjut bicara. "Pada dasarnya kaum kita memang memiliki sistem penyembuhan diri yang cepat dan Seth membuktikannya. Jadi, kuyakin Seth sudah bisa bergulingan lagi di lereng gunung dalam waktu tiga hari."
"Itu kabar yang bagus."
Namun, agaknya kabar itu tak cukup bagus untuk Seth. Ketika yang lain mengembuskan napas lega dan tersenyum karena penjelasan Hazel maka lain lagi dengan dirinya. Wajahnya masih tampak murung dan sesekali dia mengerjap.
Seth menarik napas dalam-dalam. Lalu diberanikannya diri untuk mengatakan satu kalimat yang telah dipersiapkannya dari tadi. "Maafkan aku, Alpha."
Semua yang berada di sana jelas mengerti untuk apa permintaan maaf itu diucapkan oleh Seth. Pun mereka mengerti mengapa sedari tadi Seth selalu menunduk, dihindari olehnya tatapan Oscar.
"Aku benar-benar tak berguna, Alpha. Aku tak bisa menjaga Era seperti yang kau perintahkan."
Hening mendadak hadir dan menyelimuti kamar Seth. Tak ada yang bicara, bahkan mereka berusaha untuk menarik napas tanpa menimbulkan sedikit pun suara. Semuanya menatap iba pada Seth dengan keprihatinan mendalam. Bisa dirasakan oleh mereka penyesalan yang sekarang pastilah sedang membebani pundak Seth.
"Maafkan aku, Alpha," ujar Seth lagi dan kali ini getar di suaranya tak tertolong lagi. Jadilah dia memejamkan mata. "Aku telah gagal menjaga Era. Untuk itu, aku siap menerima hukumanmu."
"Hukuman?" Oscar mengulang satu kata itu dengan suara berat. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu dia justru balik bertanya pada Seth. "Menurutmu, hukuman apa yang pantas untuk kau dapatkan, Seth? Kau tahu bukan? Bahkan Landon tidak bisa memperkirakan kapan Era akan terbangun dari komanya. Sementara kau hanya butuh tiga hari lagi untuk bisa pulih sepenuhnya."
Udara terperangkap di dada Seth. Rasanya seperti menusuk paru-paru. Dia sesak dan mendadak saja ada getir di tenggorokannya. Pahit pun menyeruak ke mana-mana.
Seth telah mendengar berita mengenai Julie dan hukuman yang dijatuhkan Oscar padanya. Itu adalah hukuman yang mengerikan, tetapi memang sepadan. Lalu dia pun bertanya-tanya, apakah dia sanggup menjalani hukuman itu? Sebabnya adalah dia menyadari bahwa gagal menjaga Era adalah kesalahan fatal yang tak akan termaafkan.
"Apakah kau ada ide, hukuman apa yang harus kujatuhan padamu?"
Seth semakin menundukkan kepala. "Alpha, aku—"
"Philo!"
Philo segera menyahut dengan tubuh yang menegang. "Ya, Alpha?"
"Kosongkan jadwal Bogy selama sebulan ke depan. Aku ingin dia melatih Seth secara khusus. Katakan padanya, bila Seth tidak mengalami kemajuan maka dia harus bersiap menerima hukuman dariku."
Ketegangan Philo menghilang. Begitu pula dengan yang lainnya. Di lain pihak, Seth pun refleks mengangkat kembali wajahnya.
Seth menatap Oscar dengan lidah kelu. "A-Alpha."
"Jalani hukumanmu dengan sepenuh hati, Seth. Jadikan ini waktu yang tepat untukmu merenung. Jadikan ini pembelajaran untukmu. Apa kau mengerti, Seth?"
Seth mencoba untuk menjawab walau suara terbata-bata. "Aku mengerti, Alpha. Aku akan menjalani hukuman itu dengan sepenuh hati. Aku akan merenung dan belajar dengan sebaik mungkin."
"Bagus," ujar Oscar sembari kembali memukul pundak Seth sekali. Lalu diremasnya pundak Seth. "Kau harus berlatih agar bisa menjadi lebih kuat. Karena sekarang kau sudah tahu bukan kalau menjaga Era tidak mudah?"
Seth tertegun. Oscar bukan hanya mengkhawatirkan keadaannya, tetapi Oscar juga berbelas kasih padanya dan memberikannya kesempatan kedua.
"Aku tahu, Alpha. Aku mengerti." Seth menjawab seraya mengangguk berulang kali. Kala itu tampak matanya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, Alpha. Aku pasti akan berlatih dengan tekun. Aku akan menjadi lebih kuat."
Oscar mengangguk. "Itu adalah perintahku dan itu adalah kewajibanmu. Ingat, aku sendiri yang akan mengujimu nanti."
"Siap, Alpha."
"Jangan lupa untuk mengabariku kalau kau akan bergulingan di lereng gunung. Aku akan melihatmu dari jendela kamar," ujar Oscar menarik senyum orang-orang di sana. Setelahnya, dia beranjak. "Beristirahatlah."
Oscar keluar dari kamar Seth, disusul oleh Philo, dan Landon. Sementara untuk Aaron, dia dengan sengaja menghampiri Seth terlebih dahulu.
Aaron tak langsung bicara, melainkan diberikannya waktu bagi Seth yang sedang berusaha mengusap mata. Tentu saja Seth tak ingin air matanya benar-benar menetes.
Selama itu, Aaron hanya memandang Seth sembari tersenyum. Wajahnya tampak teduh seperti biasa dan berkat percakapan yang terjadi di antara Seth dan Oscar tadi maka sekelumit geli pun tak mampu ditahannya. Alpha memang selalu begitu.
"Ngomong-ngomong, Seth. Aku juga ingin melihatmu bergulingan di lereng gunung."
Jadilah Seth tertawa dengan mata yang berlinang. "Aku akan menyuruh Hazel untuk mengabari kalian tiga hari lagi."
"Bagus," ucap Aaron sembari berpaling pada Hazel. Ditatapnya Hazel dengan sorot takjub pada keindahan sepasang matanya. "Kau melakukan hal yang bagus, Hazel."
Hazel mengulum senyum. "Soal bergulingan di lereng gunung?"
"Itu salah satunya, tetapi yang terpenting adalah karena kau telah bekerja keras dalam mengobati guard muda kami." Aaron membuang napas panjang. Kelegaan terlihat dengan amat jelas di wajahnya. "Untunglah Seth sudah sadar. Alpha pasti akan semakin bersedih bila salah satu manusia serigala muda kebanggaannya juga mengalami koma."
Senyum di wajah Hazel memudar. Begitu pula dengan Aaron. Kelegaan yang dirasakan olehnya bukan berarti mampu menghapus kekhawatiran yang tengah berkecamuk di dalam benak. Jadilah wajar bila tak ada hari yang dilalui mereka tanpa berdoa untuk kesembuhan Era.
*
Hari kesekian di mana Oscar mengurus pekerjaannya dari kamar. Kala itu jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan dia baru saja selesai mengecek setumpuk berkas. Punggungnya terasa kaku, lalu diputuskannya untuk bangkit sejenak dari duduk.
Oscar berjalan menuju ke jendela. Disibaknya tirai hanya untuk memandang bulan di atas langit. Sebentar lagi akan bulan akan purnama dan jadilah dia membuang napas panjang. Pandangannya beralih pada Era.
Kaki kembali melangkah. Kali ini tentu saja adalah Era yang menjadi tujuan Oscar. Dia menghampiri dengan langkah pelan, seolah khawatir dirinya akan mengusik istirahat Era. Walau sejujurnya ada masa di mana Oscar berharap Era benar-benar akan terusik oleh suara langkah kakinya.
Oscar duduk di kursi yang tak pernah berpindak dari dekat tempat tidur. Diraihnya tangan Era dan persis seperti yang sudah-sudah, dia akan berbicara seolah mereka tengah berbincang.
Ada banyak hal yang bisa Oscar bicarakan. Seringnya, dia akan membicarakan soal pekerjaan, terlebih mengenai peternakan alpaka yang harus tertunda karena ada masalah sedikit kendala teknis. Selain itu, tak lupa pula dia menceritakan perihal Seth yang telah sembuh secara sepenuhnya, berikut dengan pembuktian berupa atraksi bergulingan di lereng gunung.
Oscar membuang napas panjang. "Jadi, sekarang aku bertanya-tanya, Era. Kapankah kau akan bangun? Apakah kau sekarang betah di kamarku?" tanyanya berulang kali sembari melihat sosok Era yang terus memejamkan mata. "Sebegitu senangnya kau tidur di tempat tidurku sehingga kau tidak bangun hingga sekarang?"
Kekhawatiran dan kecemasan semakin tak terbendung lagi. Hari demi hari yang terus berlalu tak ubah pupuk yang berhasil menyuburkan mereka. Jadilah Oscar kian terdesak oleh beragam pemikiran buruk yang terus menghantui.
Remasan Oscar pada jemari Era menguat. Lalu dikecupnya jari-jari tangan Era sembari berbisik lirih. "Kumohon, Era, bangunlah."
Oscar memejamkan mata. Berulang kali diucapkannya harapan tersebut, di mulut dan juga di hatinya. Terus saja doa itu melantun tanpa henti sehingga nyaris saja diabaikan olehnya pergerakan samar di dalam genggamannya.
Tubuh Oscar seketika menegang. Dia tertegun sejenak dengan napas yang tertahan. Degup jantungnya mendadak meningkat dan tiba-tiba saja jiwa serigalanya bangkit. Satu nama yang lantas menggema di benaknya membuat dia memberanikan diri untuk membuka mata. Era.
Bertepatan dengan itu, terdengar suara lemah yang berusaha untuk bicara. "Oscar."
Kelegaan menghantam Oscar dengan tak kira-kira. Dadanya seolah akan meledak oleh beraneka ragam emosi tak terungkap kata. Mata berlinang dan dia tak mampu menahan diri ketika kembali mengecup jemari Era.
"Akhirnya kau kembali padaku, Era."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top