34. Selenophile: Tiga Puluh Empat

Geram Oscar tak kira-kira. Wajahnya mengeras dan rahangnya kaku total, tatkala dia bicara maka nyaris saja mulutnya tak membuka saking kemarahannya meluap-luap. Matanya menyala seperi bara api yang berkobar, memancarkan kemurkaan yang tak terbendung. Napas memberat dan ekspresinya tampak amat bengis. Jadilah, hawa panas menguar dari tubuhnya dengan amat membakar.

Udara di sekitar berubah panas dalam waktu singkat. Semua yang ada di sana merasa terpanggang. Keringat mulai merembes di pori-pori, lalu kulit terasa perih seolah tengah terpanggang.

Namun, agaknya semua yang berada di kamar Oscar tidak merasakan itu. Diabaikan oleh mereka rasa perih yang mulai menusuk-nusuk tubuh. Fokus mereka terenggut oleh keterkejutan untuk tindakan Oscar yang sama sekali tak terduga.

Oscar dengan tangan yang kokoh mencengkeram leher Julie. Lalu diangkatnya tubuh Julis sehingga kakinya mengambang di atas lantai. Tak dipedulikan olehnya rontaan Julie yang memohon untuk dilepaskan.

"A-Alpha, kumohon," ujar Julie dengan susah payah. Tangannya berulang kali mencoba untuk melepaskan cengkeraman Oscar di leher, tetapi gagal. "Lepaskan aku, Alpha."

Oscar bergeming. Dengan tatapan tanpa kedip yang sorotnya seolah ingin mengiris Julie seccara hidup-hidup, dia bertanya kembali. "Kau tidak ingin membela diri, Julie?"

"A-Alpha." Julie berusaha tetap menarik udara sebisa yang dilakukannya. Sementara di bawah sana, ujung kakinya meronta, berharap untuk kembali menapak di lantai. "A-aku tak mengerti yang kau katakan, Alpha."

"Benarkah begitu?"

Kali ini Julie tak memiliki kesempatan untuk bicara. Sebabnya adalah Oscar yang memang tak bisa bersabar memutuskan untuk melemparkan Julie ke dinding. Jadilah tubuh Julie melayang dan kemudian membentur dinding, setelahnya jatuh ke lantai dengan amat menyedihkan.

Philo, Aaron, Landon, dan Ursa semakin terhenyak. Bahkan Philo refleks maju selangkah. Pergerakan spontan itu terjadi begitu saja ketika dia amat terkejut melihat tindakan Oscar yang di luar kendali.

Walau begitu Philo tak bertindak lebih dari itu. Disadari olehnya bahwa Oscar selalu mempertimbangkan setiap tindakan yang diambilnya terlepas dari kebiasaannya yang kerap di luar kendali. Lebih jauh, sekarang dia diliputi perasaan tak enak. Ucapan Oscar mengindikasikan sesuatu yang dengan segera membentuk sebuah kemungkinan buruk di benaknya.

Philo menggertakkan rahang. Jangan bilang kalau ....

Lemparan berganti bantingan. Oscar benar-benar hilang kendali. Pikirannya tak jernih lagi, amarah benar-benar telah membutakan matanya. Hanya ketika tanpa sengaja dilihatnya Era berbaring di tempat tidurlah sehingga dia tersadar bahwa tindakannya bisa mengganggu istirahat Era.

Oscar membalikkan tubuh Julie yang menelungkup di lantai dengan ujung kaki. Setelahnya, diinjaknya dada Julie dengan kuat. Jadilah Julie tertahan dan tak bisa bergerak.

"Kau beruntung karena sekarang kau berada di kamarku, Julie," ujar Oscar dengan suara bergetar, menyiratkan ada pergolakan batin yang terjadi. Bila ingin menuruti kehendak hati maka sudah bisa dipastikan Julie akan kembali dibantingnya berulang kali. "Era membutuhkan istirahat dan aku tidak ingin kau mengganggunya."

Julie terbatuk dan segumpal darah keluar dari mulutnya. "A-Alpha."

"Kau masih tidak ingin mengaku, Julie?" tanya Oscar seraya memperkuat injakannya. Sorot matanya kian menajam. "Apakah seberani itu untuk mengabaikan pertanyaanku?"

Rasa berat di dada membuat Julie kian merasa sesak. Sekarang jangankan untuk bernapas, bahkan dia pun harus bertarung dengan rasa perih ketika udara masuk ke dalam paru-paru. "A-aku tidak berani, Alpha, tetapi aku tidak mengerti apa maksudmu. Aku tidak tahu apa-apa, Alpha."

"Kau."

Oscar menggeram dan jadilah injakannya kembali menguat. Julie tersengal dengan mulut membuka lebar, napasnya kian payah dan rasa sakit terlihat nyata di wajahnya.

"Aku mohon, Alpha. Lepaskan aku."

"Melepaskanmu?" Oscar mendengkus dengan mimik jijik. Lalu dia menyeringai kejam. "Kau tentu bisa menebak bukan kalau aku tak akan melepaskanmu? Hukuman untukmu telah siap, Julie."

Julie menggeleng. Seiring dengan darah yang kembali mengalir keluar dari sudut bibirnya, ada air mata yang turut meleleh di pipi. "Kumohon, Alpha. Kasihanilah aku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau katakan."

"Jangan pernah berpikir kalau kau bisa membodohiku, Julie. Jadi, mengakulah sekarang juga. Mungkin saja aku masih memiliki belas kasih mengingat kau adalah gamma di Kawanan Xylvaneth. Mungkin saja aku bisa mempertimbangkan untuk meringankan hukumanmu mengingat jasa-jasamu selama ini."

Darah dan air mata Julie bercampur menjadi satu dalam upayanya untuk menampik tuduhan Oscar. Dia terus menggeleng. "Tidak, Alpha. Aku tidak melakukan apa-apa. Kalau kau tak percaya, aku rela menjalani Pengadilan Tinggi."

"Pengadilan Tinggi terlalu suci untuk serigala rendahan sepertimu, Julie!"

"Lalu apakah ketidakadilan ini yang akan kudapatkan?" tanya Julie dengan bersusah payah di antara rasa sakit yang semakin menjadi-jadi. Ditatapnya Oscar dengan mata berlinang. "Apakah aku harus mendapatkan kemarahanmu untuk hal yang tidak kuketahui? Kau tidak mungkin melakukan ini padaku, Alpha."

Tubuh Oscar bergetar dalam guncangan amarah. Darah di sepanjang pembuluh darahnya terasa menggelegak. "Ketidakadilan?" Lalu tawa mengerikan berderai sesaat dari bibirnya. "Jadi, kau benar-benar menolak untuk mengaku, Julie? Kau tidak ingin mengaku kalau penyerangan yang terjadi pada Era adalah ulahmu?!"

Pertanyaan Oscar bukan hanya membuat Julie terhenyak, melainkan semua yang berada di sana menjadi terperanjat. Mereka semua kaget dengan rasa tidak percaya. Bahkan Ursa perlu berpegangan pada Landon karena amat terguncang.

"Tidak mungkin. Julie tidak mungkin melakukan itu," lirih Ursa sembari menggeleng berulang kali. "Bagaimana mungkin dia tega melakukan itu pada Era?"

Tak ada yang menjawab pertanyaan Ursa. Semua diam dalam gelombang keterkejutan yang kian terasa menegangkan. Jadilah suasana hening untuk sesaat, hanya terdengar napas berat Julie.

Di lain pihak, Philo hanya bisa memejamkan mata dengan dramatis. Tebakannya benar dan sejujurnya saja dia sudah bisa memperkirakan alasan yang menjadi pemicu sehingga Julie melakukan hal tersebut.

"Alpha," ujar Julie dengan nada rendah. Suaranya nyaris tak terdengar berkat genangan darah yang terus meluap dari mulut. "Harus berapa kali kukatakan padamu kalau aku tak mengerti maksud ucapanmu? Aku berani bersumpah, Alpha. Aku bersumpah demi Dewi Bulan dan Kawanan Xylvaneth." Dia mengerang demi menahan sakit. "Aku tidak melakukan apa pun pada Era. Aku tidak tahu soal penyerangan terhadap Era. Aku tidak mengenal rogue itu. Kumohon, Alpha, percayalah padaku."

Oscar tertegun untuk sejenak. Kala itu jantungnya seolah tak berdetak lagi. "Apakah aku ada mengatakan rogue, Julie?"

Rontaan Julie terjeda. Dia yang sedari tadi berusaha untuk melepaskan diri dari injakan kaki Oscar mendadak saja membeku. Tubuhnya berubah kaku dan wajahnya tampak berubah. "A-Alpha. A-aku—"

"Philo!"

Philo segera menyahut. "Ya, Alpha?"

"Apakah kau ada menceritakan kejadian penyerangan yang menimpa Era pada orang-orang di Istana? Apakah ada orang Istana yang mengetahui peristiwa yang terjadi di desa Runevale secara pasti?"

"Tidak, Alpha," jawab Philo dengan penuh keyakinan. Sebabnya, dia tak akan pernah melakukan sesuatu yang tak diperintahkan Oscar, termasuk menceritakan kegiatan atau peristiwa apa pun yang terjadi pada Oscar dan orang di sekitarnya. Berkenaan dengan peristiwa penyerangan yang menimpa Era, diingat betul olehnya bahwa Julie sempat bertanya, tetapi dia tak menjawab. "Aku tidak ada menceritakan hal tersebut pada siapa pun, Alpha."

Penjelasan Philo membuat pucat Julie semakin menjadi-jadi. Jadilah ketakutan semakin membayang dan membuatnya meronta. "A-Alpha."

"Apakah sekarang kau masih ingin mengelak?" Oscar kembali bertanya dengan penuh penekanan di tiap kata. Urat-urat yang bertonjolan di dahinya tampak semakin jelas seolah akan meledak dalam waktu dekat. "Aku tidak pernah mengira kalau kau akan tega mengkhianatiku, Julie. Kau tahu bukan? Tindakanmu bukan hanya mencelakai Era, tetapi itu adalah salah satu bentuk ketidaksetiaanmu kepadaku! Apakah kau tak lagi memandangku sebagai alphamu?"

Julie menggeleng. Dengan menahan sakit, kembali dicobanya untuk bangkit, tetapi Oscar justru menginjak dadanya kian kuat. Jadilah terdengar suara berderak yang berasal dari patahnya tulang iganya. "Alpha, maafkan aku. Kumohon, maafkan aku."

"Tindakanmu tak termaafkan, Julie. Bahkan tak akan pernah ada hukuman yang tepat untuk membayar perbuatan kejimu itu."

Rontaan dan permohonan Julie terhenti seketika. Suara berat Oscar menyiratkan keputusan yang tak akan ditariknya kembali. Jadilah dia diam untuk sejenak. Tanpa bicara, hanya ditatapnya Oscar dengan beragam emosi yang berkecamuk di matanya.

Sesaat berlalu dan tiba-tiba saja Julie tertawa. Mulanya tawa itu terdengar pelan, tetapi lama makin lama tawa itu pun mengencang. Jadilah tawanya berderai sehingga membuat semua orang di sana merasa tak nyaman.

Julie abaikan lelahan darah yang terus mengalir karena tertawa. Rasa sakitnya seolah tak terasa lagi ketika ada nyeri yang lebih perih tengah mengiris-iris hatinya. "Aku tak akan perrnah melakukan itu seandainya Era tak pernah ada di dunia ini."

Oscar menggeram. Dadanya bergemuruh dalam terpaan gelombang kemarahan yang menggulung-gulung. "Kau sungguh mengatakan itu, Julie?"

"Ya, Alpha," jawab Julie di sela-sela tawa yang terus berderai. Agaknya tak lagi dirasakan olehnya takut kepada Oscar. "Era mengalami itu semua karena dirinya sendiri. Apakah kau tahu? Dia sama sekali tak pantas menjadi luna untukmu. Dia hanyalah wanita serigala rendahan dan tak berguna! Seharusnya kau bersanding dengan wanita serigala yang lebih segala-galanya ketimbang dia!"

"Lalu, apakah menurutmu kau yang pantas? Menurutmu, kaukah wanita serigala yang lebih segala-galanya ketimbang dia?"

Tawa Julie berhenti. Kali ini dia tersenyum perih sembari menatap lekat pada Oscar. "Tentu saja. Aku lebih segala-galanya ketimbang dia dan perlu kau ketahui, aku mencintaimu, Alpha. Aku sudah mengabdikan diriku selama ini hanya untukmu. Seharusnya ramalan itu tak pernah ada dan pastilah aku yang akan menjadi lunamu."

"Kau menganggap dirimu terlalu tinggi, Julie," ucap Oscar dengan dingin. Dibalasnya tatapan Julie dengan tatapan yang menyiratkan rasa jijik. "Sekarang, aku sadar mengapa ramalan itu tidak mentakdirkan kita berdua. Kau memang tidak pantas untuk menjadi seorang luna dan aku menyesal karena dalam sejarah Kawanan Xylvaneth ada gamma yang tak memiliki hati sepertimu."

Pengkhianatan akan selalu menyakitkan, terlebih lagi untuk seorang alpha. Tak pernah dikira Oscar bahwa akan ada masa di mana dirinya dikhianati oleh salah satu orang kepercayaannya. Harga diri dan egonya menjadi terkoyak. Namun, jauh di atas itu semua ada rasa sesal teramat besar yang menimpa pundaknya.

Oscar tak mampu menampik tudingan yang dengan serta merta timbul di benaknya. Alasan Julie memberikan penghakiman untuk dirinya sendiri. Semua kemalangan dan penderitaan yang menimpa Era adalah karenanya.

Jadilah Oscar tak lagi bisa bertahan lebih lama lagi. Dia tahu, dirinya akan meledak dalam kemarahan dan penyesalan tak terkira. Untuk itu dia pun berrseru. "Philo! Bawa Julie ke penjara bawah tanah. Ikat kaki, tangan, dan lehernya. Biarkan anjing-anjing itu memberikan pelajaran untuknya!"

"Baik, Alpha."

Philo segera mendekat dan Oscar menarik diri. Dibiarkannya Philo meraih tubuh Julie yang sudah tak berdaya. Namun, Julie kembali meronta ketika Philo ingin membawanya keluar dari sana.

"Kau serius memberiku hukuman sekeji ini, Alpha? Tidak bukan? Kau tidak mungkin sekejam ini kepadaku."

Sebabnya adalah Julie tahu persis hukuman apa yang tengah menanti dirinya. Dia bukan hanya akan menjadi bulan-bulanan para anjing itu, tetapi parahnya hukuman itu tak ubah takdir buruk yang akan terus terjadi secara berulang. Ketika dia sekarat maka hukuman akan dihentikan, dia akan diobati hingga sembuh, dan setelahnya dia akan dihukum kembali. Begitulah siklus hukuman yang akan dijalaninya tanpa ada batas waktu.

Julie telah melihat Oscar menghukum para manusia serigala dan di antara mereka lebih menginginkan hukuman mati ketimbang dikurung di dalam penjara bawah tanah. "Kau menudingku tak punya hati, tetapi apa yang sekarang kau lakukan padaku, Alpha? Bunuh saja aku ketimbang aku harus dikurung di penjara bawah tanah."

"Kematian adalah berkah yang tak bisa kuberikan untukmu, Julie. Jadi, silakan kau nikmati hari-harimu di sana."

Julie menggeleng sembari berusaha melepaskan diri dari Philo. Namun, dia tak bisa berbuat banyak. Jadilah dia hanya bisa berseru. "Kau benar-benar Alpha yang kejam! Selama ini aku sudah mengabdikan diriku padamu, lalu ini balasanmu? Bahkan Era belum menjadi lunamu dan kau sudah menjatuhi hukuman ini?"

"Kau beruntung karena Era belum menjadi lunaku, Julie. Karena kalau dia sudah menjadi lunaku maka hukumanmu pastilah akan lebih berat dari ini."

Ucapan Oscar membungkam Julie. Tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan olehnya dan Philo pun membawanya keluar dari kamar Oscar.

Sekarang kamar Oscar diselimuti keheningan. Baik Ursa, Landon, dan Aaron sama-sama terdiam. Ada keinginan mereka untuk bicara demi sekadar menenangkan Oscar, tetapi disadari oleh mereka bahwa tak ada kata-kata yang bisa menjadi penenang bagi Oscar.

Oscar hanya bisa ditenangkan dengan tersadarnya Era dari koma. Untuk itu hanya waktu yang akan menjadi penentu, entah sampai kapan dia harus menunggu dalam ketakutan dan penyesalan.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top