32. Selenophile: Tiga Puluh Dua

Philo bisa menangkap keresahan dan kebimbangan yang terpancar dari ekspresi dan sorot mata Oscar. Bisa dimaklumi olehnya penyebab kegelisahan yang tengah dirasakan oleh Oscar, yaitu pastilah Era.

Terlepas dari fakta bahwa kepolisian desa Runevale dan Madeline telah mengatakan situasi terkini aman dan para rogue telah pergi, nyatanya Oscar tak akan bisa tenang ketika Era berada jauh darinya. Pastilah dia akan merasa gelisah setiap kali Ela tak terlihat oleh matanya. Jadilah tak aneh bila sebisa mungkin dia akan melakukan semua cara agar selalu bersama Era.

Namun, agaknya Oscar harus menahan keinginan hatinya untuk sejenak. Pasalnya, kebakaran pabrik bukanlah hal remeh yang bisa diabaikan begitu saja. Kejadian itu berhubungan dengan keberlangsungan finansial kawanan. Dia bertanggungjawab penuh untuk permasalahan yang tengah berlangsung dan walaupun disadari olehnya bahwa Era memang adalah prioritas tertingginya, bukan berarti dia bisa menyisihkan semua hal karenanya.

Jadilah Oscar menarik napas sedalam mungkin berulang kali. Dicobanya untuk menenangkan diri, tetapi semua percuma saja. Rasa cemas itu semakin menjadi-jadi.

Anehnya lama kelamaan melihat keresahan di wajah Oscar maka Philo pun turut merasa tak tenang juga. Pada akhirnya dia pun tak kuasa menahan diri untuk bertanya ketika mereka telah melalui empat puluh menit perjalanan. "Alpha, haruskah kita kembali ke hutan Arbora?"

Oscar tersentak dari lamunan. Dia mengerjap sekali, lalu membuang napas panjang. "Perasaanku benar-benar tak enak, Philo. Aku merasa tak tenang. Aku khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk pada Era."

"Kalau begitu haruskah aku putar balik sekarang, Alpha?" tanya Philo memberi tawaran padahal disadari olehnya mereka hanya butuh waktu sepuluh menit lagi untuk tiba di desa Runevale. Mereka nyaris sampai sebentar lagi dan helikopter pun sudah menunggu kedatangan mereka. "Untuk urusan pabrik, biar kuperintahkan Julie untuk memantaunya."

Tampak sekelebat pergolakan di sepasang mata Oscar. Wajahnya mengeras, lalu dia mengepalkan satu tangan sembari mengangguk. "Kupikir memang lebih baik kita putar balik sekarang, Philo. Terserah kau ingin memerintahkan siapa untuk memantau keadaan pabrik. Lagi pula pabrik sudah terbakar, tak ada yang bisa kulakukan sekarang. Selain itu, aku bisa membangun pabrik ribuan kali, tetapi aku tak bisa mengambil risiko dengan keselamatan Era."

Philo mengangguk paham, sepenuhnya mengerti. "Baik, Alpha."

Kemudi di tangan Philo berputar. Arah tujuan mobil pun berubah. Philo mengendarai mobil kembali menuju ke hutan Arbora.

Perjalanan kembali itu tak ubah menjadi ujian kesabaran untuk Oscar. Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan dia pun tak mengetahui apa penyebabnya, tetapi dirasakan olehnya kekhawatiran yang semakin menjadi-jadi. Detak jantungnya meningkat, begitu pula dengan deru napasnya. Sementara di dalam sana, jiwa serigalanya mulai melolong dengan kegelisahan yang serupa.

"Lebih cepat, Philo."

Philo melaksanakan perintah Oscar. Diinjaknya pedal gas dengan semakin dalam dan jadilah kecepatan mobil meningkat tajam. Ban-ban berputar dengan amat cepat sehingga nyaris seperti meluncur. Lalu ketika mereka tiba di tempat semula maka Oscar pun langsung turun dari mobil.

Bersamaan dengan itu, suara lolongan terdengar memecah kesunyian. Oscar dan Philo sama-sama melihat ke dalam hutan dengan wajah berubah. Tak akan salah mereka mengenali bahwa itu adalah lolongan Seth.

"Era."

Oscar segera berlari dan memasuki hutan. Dicarinya keberadaan Era dengan rasa takut yang semakin tak terbendung. Dia sempat merutuki diri sendiri, sepatutnya dia tidak meninggalkan Era untuk kondisi apa pun. Seharusnya Era tetap menjadi prioritas utama yang tak boleh disisihkan dengan alasan apa pun, terlebih bila itu hanya sebatas kebakaran pabrik. Keselamatan Era sangat bernilai dibandingkan kebakaran semua pabrik yang dimilikinya.

Kekhawatiran dan ketakutan bersatu padu sehingga membuat Oscar menggeram. Larinya semakin cepat dan sebuah pemandangan yang berjarak sekitar sepuluh meter dari posisinya saat itu membuat dia dengan segera melompat.

"Oscar."

Sempat Oscar mendengar namanya dilirihkan oleh Era, tepatnya tiga detik sebelum kakinya menendang dan rogue yang tengah mengintimidasi Era pun terhempas dengan keadaan yang amat menyedihkan. Keinginan untuk mencabik-cabik rogue membuat tubuhnya bergetar, tetapi dia perlu memeriksa keadaan Era sejenak.

Oscar berjongkok, lalu dilihatnya tubuh polos Era penuh dengan luka. Ekspresi Era menyiratkan kesakitan tiada tara sehingga sekadar untuk membuka mata lagi pun dia tak bisa. Jadilah tak ada lagi kekhawatiran dan ketakutan yang dirasakan olehnya, melainkan kemarahanlah yang sekarang telah menggelapkan matanya.

Jas dilepas. Oscar menutupi tubuh polos Era sebelum dia bangkit dan memberi perintah pada Philo. "Jaga Era, Philo. Ini urusanku."

Setelahnya Oscar berlari, lalu melompat. Tubuhnya berubah bentuk di udara dan ketika dia kembali mendarat di tanah maka itu dilakukannya dalam bentuk serigalanya. Dia telah berubah menjadi seekor serigala yang besar dan kokoh, disiratkan olehnya kekuatan tak main-main yang menjanjikan kematian untuk siapa pun yang berani mencari masalah dengannya.

Oscar melolong panjang sebelum dia mulai menyerang ketiga serigala yang tersisa. Dia melompat dan bergerak dengan cepat sehingga nyaris dirinya tak ubah hanya sekelebat warna emas yang berkilauan ditimpa cahaya matahari.

Suara benturan terdengar. Setelahnya disusul oleh ringik serigala yang menahan sakit. Namun, Oscar tak merasa cukup. Jadilah dia terus menyerang tanpa ada jeda sama. Dia menerkam serigala ketiga, lalu menahannya di tanah dengan kedua kaki depan yang menancapkan cakar-cakar tajamnya di dada serigala itu. Setelahnya dia menggigit sehingga leher serigala ketiga nyaris putus.

Serigala keenam memanfaatkan kesempatan untuk menyerang Oscar dari belakang, tetapi serangannya luput. Oscar dengan lincah berkelit dan justru balik menyerang. Jadilah serigala keenam terhempas ke pohon dan Oscar terus menyerang. Kali ini sasaran Oscar adalah bagian perutnya dan jadilah usus serigala keenam terbuai ke mana-mana sedetik kemudian.

Oscar membunuh serigala pertama selang lima detik kemudian. Digigitnya serigala pertama, kemudian dilemparnya ke udara. Ketika serigala pertama mendarat kembali di tanah maka cakar-cakar telah menyambutnya.

Hanya butuh waktu semenit untuk Oscar membunuh para serigala yang tersisa. Setelahnya dia pun kembali berubah menjadi manusia dan menghampiri Era.

Oscar mengulurkan tangan. Dibelainya pipi Era dengan penuh kehati-hatian, seolah takut bila sentuhannya akan menambah penderitaannya. "Era."

Namun, Era telah jatuh pingsan. Kesadarannya telah menghilang berkat rasa sakit yang seakan-akan ingin meremukkan sekujur tubuh.

Kemarahan Oscar belum reda sama sekali. Jadilah aura panas terus menguar dari tubuhnya dan semakin lama maka semakin panas juga udara sekeliling karenanya. Terlebih lagi jiwa serigalanya pun terus menggeram seperti tengah meyakinkannya bahwa semua itu belum usai.

Oscar berpaling dan melihat ada rogue ketujuh yang agaknya masih bernyawa. Jadilah dia beranjak, lalu menghampiri rogue itu.

Keadaan rogue ketujuh sangat menyedihkan, tetapi tak akan pernah setimpal dengan perbuatan yang telah mereka lakukan pada Era. Jadilah tak ada sedikit pun belas kasih di mata Oscar ketika dilihatnya napas rogue ketujuh telah payah, terkesan pendek-pendek, seperti menyiratkan bahwa dia membutuhkan usaha yang besar hanya untuk sekadar bernapas.

Rogue ketujuh mengalami patah tulang. Terparah adalah tulang belakangnya remuk sehingga jangankan untuk melarikan diri dari Oscar, sekadar untuk beringsut pun dia tak lagi mampu melakukannya.

"Katakan padaku," ujar Oscar tanpa tedeng aling-aling. Sorotnya tajam dan menjanjikan kematian yang menyakitkan. "Siapa yang mengirim kalian?"

Rogue berusaha membuka mulut dan menggerakkan lidah. Agaknya dia pun ingin menjawab pertanyaan Oscar, tetapi keadaannya sudah tak memungkinkan.

Oscar mengatupkan mulut rapat-rapat. Wajah mengeras dan rahangnya menjadi kaku. Sebulir keringat sempat menetes dari dagunya ketika dia menyeringai sinis. "Baiklah. Kalau kau tak ingin menjawab maka aku pun tak akan membuang-buang waktu lagi."

Bola mata rogue ketujuh membesar. Dia mencoba untuk bicara, tetapi suara yang bisa dihasilkan olehnya adalah rengekan menyedihkan. Bola matanya tampak berkaca-kaca, nyaris menangis. Sebabnya adalah dia menyadari bahwa Oscar tak akan membunuhnya dengan cara yang gampang.

Dugaan rogue ketujuh sepenuhnya benar. Karena ketika Oscar bangkit maka dia pun turun memegang kaki rogue ketujuh itu. Setelahnya dia mengangkat rubuh rogue ketujuh dengan entengnya. Diputarnya rogue ketujuh di udara, lalu dibantingnya ke tanah berulang kali. Akhirnya, rogue ketujuh pun mati dengan keadaan kepala pecah. Darah dan otaknya berceceran ke mana-mana.

Philo yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa meneguk ludah. Disadari olehnya Oscar memang memiliki hambatan dalam pengendalian diri. Oscar memang kerap meledak-ledak, tetapi baru kali ini dilihatnya Oscar melakukan penyiksaan brutal seperti itu.

Oscar kembali menghampiri Era sesaat kemudian. Diraih dan digendongnya Era. Bersamaan dengan itu, dia pun tak abai untuk bertanya. "Bagaimana keadaan Seth?"

"Seth mengalami patah tulang dan terluka di beberapa bagian, Alpha," jawab Philo lugas. Tadi, dia sempat memeriksa keadaan Seth sebelum Oscar memerintahkannya untuk menjaga Era. "Aku sudah menghubungi Landon. Saat ini pastilah dia sudah berada di Istana."

Oscar mengangguk. Laporan dari Philo memberikannya sedikit kelegaan. Jadilah dia berulang kali berkata di dalam hati bahwa semua akan baik-baik saja. Entah itu Era atauapun Seth, mereka berdua akan baik-baik saja.

"Kita pergi sekarang."

Philo mengangguk. "Baik, Alpha."

Oscar memastikan Era nyaman di gendongannya sebelum melangkah. Di belakangnya, Philo mengikuti sembari memapah Seth. Keduanya berniat untuk segera meninggalkan tempat itu, tetapi ada seseorang yang tiba-tiba datang dan mengadang jalan mereka.

Langkah terhenti. Disadari oleh Oscar dan Philo bahwa mereka tak mengenal pria itu. Jadilah waspada dan antisipasi terbangun dengan serta merta. Keduanya sama-sama mengamati pria itu dengan saksama.

Mata menyipit dan Oscar terus menatap pria itu selama beberapa saat. Diamatinya pria itu dengan lekat dan jiwa serigalanya terusik. Sebabnya adalah pria itu menguarkan aura yang serupa dengan aura yang kerap menguar dari dirinya selama ini.

Tatapan Oscar kian menajam, bahkan sekilas cahaya emas sempat berpijar dari matanya ketika benaknya mengambil satu kesimpulan yang agaknya pastilah benar. "Kau orangnya."

Pria itu adalah Simon dan ucapan Oscar direspons olehnya dengan satu anggukan. "Benar. Aku yang telah menyelamatkan Era tempo hari."

Dada Oscar bergemuruh. Rasa tak terima yang sempat dirasakan olehnya beberapa hari lalu ketika menyadari Era diselamatkan oleh alpha lain kembali datang. Walau begitu dia berusaha menekan kegelisahan itu sebisa mungkin.

Oscar memang merasa cemburu, tetapi sekarang ada yang lebih penting untuk menjadi fokusnya. "Jadi, siapa kau?

"Aku adalah Simon Harrison Willis, alpha dari Kawanan Aetherium," jawab Simon dengan suara tenang. Lalu diangkatnya tangan demi menunjuk ke sekitar hutan Arbora. Ekspresinya tampak bangga ketika lanjut bicara. "Desa Runevale dan hutan Arbora termasuk ke dalam wilayahku."

"Aku adalah Oscar Donovan, alpha dari Kawanan Xylvaneth."

Simon mengangguk. "Aku tahu dan untuk itu, kuucapkan terima kasih. Sepertinya kau telah meringankan pekerjaan kami." Sekilas, tatapannya tertuju pada mayat-mayat rogue yang bergelimpangan di mana-mana. "Sejujurnya saja para warriorku telah mencari keberadaan mereka selama belakangan ini, tetapi mereka kehilangan jejak. Sempat kupikir kalau mereka benar-benar sudah angkat kaki dari sini, tetapi ternyata dugaanku keliru."

Sekilas, Oscar mendengkus. Lalu suaranya terdengar amat sinis ketika berkata. "Kuyakin, mereka sekarang benar-benar sudah angkat kaki."

Simon tersenyum kecil. Bisa dirasakan olehnya kemarahan Oscar yang begitu besar terhadap para rogue tersebut. Jadilah dia menebak bila para rogue itu memiliki sembilan nyawa maka Oscar pun tak akan keberatan untuk membunuh mereka selama sembilan kali pula.

"Kau tak perlu khawatir, aku akan bertanggungjawab sepenuhnya. Semua kekacauan ini akan dibereskan oleh Kawanan Xylvaneth," ujar Oscar sembari melirik Philo melalui sudut mata. "Segera urus kekacauan ini dengan sebaik mungkin, Philo."

"Baik, Alpha."

Oscar yakin tak ada lagi yang perlu mereka bicarakan. Jadilah Oscar melangkah kembali dan Simon pun menyingkir, dipersilakannya jalan untuk Oscar dan Philo.

Namun, Oscar berhenti di langkah kedua. Lalu tanpa berpaling, dia berkata. "Terima kasih sudah menyelamatkan Era. Pintu Istana Kawanan Xylvaneth akan selalu terbuka untukmu."

Setelahnya barulah Oscar dan Philo benar-benar pergi dari sana. Mereka berpacu dengan waktu, keadaan Era dan Seth benar-benar memprihatinkan. Untuk itu Philo berusaha untuk mengemudikan mobil secepat mungkin. Era dan Seth harus segera dibawa ke Istana untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Di lain pihak, Oscar tak henti-hentinya menarik napas dalam. Dirasakan olehnya bahwa tak ada perjalanan yang lebih lama ketimbang perjalanan yang sekarang tengah ditempuhnya. Perasaannya benar-benar campur aduk, perpaduan antara kemarahan dan juga kekhawatiran. Jadilah tak henti-hentinya dia membelai wajah Era sembari berharap di dalam hati. Kumohon, bertahanlah, Era.

Doa Oscar hadir sepaket dengan sumpah pembalasan yang juga tak henti-hentinya dia ikrarkan sedari tadi. Nyatanya, dia tahu bahwa pembalasannya belum benar-benar tuntas.

Kau tak akan kumaafkan. Kau harus membayar penderitaan Era dengan nyawamu!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top