28. Selenophile: Dua Puluh Delapan
Berulang kali Era meyakinkan jiwa serigalanya bahwa ia menghubungi Oscar semalam itu bukan karena rindu, melainkan karena ia ingat betul janjinya dulu, yaitu akan memberi kabar untuk semua hal ketika berada di desa Runevale. Namun, sepertinya jiwa serigalanya tidak percaya dengan alasan itu.
Kau hanya mencari-cari alasan, Era, dan aku memakluminya. Memang begitulah wanita.
Era merasa wajahnya panas. Jadilah ia menarik napas dalam-dalam. Sudah, diamlah. Aku ingin menghubungi Oscar sekarang.
Panggilan tersambung dan Era tak menunggu lama. Panggilannya diangkat oleh Oscar walau membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya.
"Halo."
Suara berat Oscar membuat Era jadi menahan napas. "Halo, Oscar." Ia menggaruk tengkuk sekilas, mencoba menemukan pertanyaan pembukaan yang tepat. "Kau belum tidur bukan?"
"Belum. Kebetulan ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan."
Era terdiam untuk sesaat. "Pastilah pekerjaanmu terbengkalai karena datang ke sini."
"Tidak sama sekali. Pada dasarnya pekerjaanku memang selalu ada setiap saat. Jadi, sebenarnya tak ada yang beda terlepas dari aku pergi ke sana ataupun tidak. Selain itu, kupastikan agar kau tak perlu berpikir dua kali untuk menghubungiku kapan pun."
"Oh, begitu."
Oscar mendeham sekilas. "Jadi, ada apa kau menghubungiku semalam ini? Kupikir, kau sudah tidur. Bukankah seharusnya kau beristirahat?"
"Aku sudah beristirahat dari tadi. Jadi, tenanglah," jawab Era sembari mengingatkan diri untuk tujuan awal dirinya menghubungi Oscar. Ia bukannya ingin berbincang-bincang di tengah malam dengan Oscar. "Ada yang ingin kukatakan padamu."
"Apa?"
"Sepertinya aku dan Seth akan kembali ke Celestial City besok."
"Mengapa?" Oscar terdengar kaget. "Bukankah kegiatan penelitianmu masih enam hari lagi?"
Era membuang napas panjang. "Memang, tetapi Miss Tomithy merasa kalau sebaiknya aku beristirahat total dulu. Apalagi karena lokasi penelitianku terpaksa diubah mengingat polisi masih melakukan penyidikan."
"Aku setuju dengan pendapatnya. Kau lebih baik beristirahat total dan katakan padaku, jam berapa rencananya kau dan Seth akan kembali ke Celestial City?"
Perasaan Era berubah menjadi tak enak. "Oscar, kau tidak—"
"Seth tidak membawa mobil. Tadi, dia pergi bersamaku dengan helikopter. Jadi, aku akan menyuruh Philo untuk menjemput kalian besok."
Era gelagapan. "Se-sepertinya tidak perlu, Oscar. Aku tahu, kau dan Philo sangat sibuk. Pastilah ada banyak pekerjaan yang harus kalian kerjakan."
Hening sejenak. Agaknya Oscar mempertimbangkan pendapat Era.
"Kau benar. Aku dan Philo besok memang lumayan sibuk."
Era memejamkan mata dan membuang napas panjang. Sayangnya kelegaan itu tidak bisa dinikmatinya dalam waktu lama berkat ucapan Oscar selanjutnya.
"Kalau begitu, aku akan menugaskan Bogy. Ehm. Kau mengenalnya bukan?"
Tentunya Era mengenal Bogy Stirling dan mengetahui posisinya sebagai pemimpin guard Kawanan Xylvaneth walau mereka tak banyak berinteraksi. Sebabnya adalah ia terlalu fokus pada pengajaran yang diberikan oleh Ursa ketika masih berada di Istana. Bahkan setelah ia mempelajari semua hal dasar mengenai manusia serigala dan kawanan maka dia pun tak sempat mengakrabkan diri dengan semua orang di Istana karena ia yang segera pergi ke Celestial City.
Era meneguk ludah. Tak cukup dengan pemimpin guard muda, sekarang Oscar malah berencana untuk menugaskan pemimpin guard sesungguhnya untuk menjaganya pula.
"Os-Oscar."
"Baiklah. Bogy akan menjemput kalian dan dengan begitu, aku pun tidak akan merasa khawatir sama sekali. Kau pasti akan aman."
Era berusaha untuk tetap bernapas. "Sepertinya helikopter dan Bogy adalah hal berlebihan. Aku—"
"Tidak berlebihan sama sekali. Ehm atau kau tidak suka naik helikopter?"
Era tak bisa menjawab. "Jangankan helikopter, Oscar, bahkan aku pun belum pernah menaiki pesawat. Jadi, aku tak punya bayangan sama sekali."
"Ah! Kalau begitu apakah kau ingin dijemput dengan pesawat jet?"
Sontak saja bola mata Era membesar. Oscar tidak mungkin serius bukan?
Memangnya apa kau pernah melihat Oscar main-main?
Balasan dari jiwa serigalanya membuat Era gelagapan. "Os-Oscar, aku—"
"Sepertinya memang lebih baik menjemputmu dengan pesawat jet saja. Aku khawatir kau tidak merasa nyaman bila dijemput dengan helikopter. Ehm. Benar. Pesawat jet adalah pilihan tepat."
"Oscar, tidak." Era menjadi pusing sendiri. Bagaimana caranya untuk menjelaskan pada Oscar bahwa bukan itu maksudnya? Pikirnya, semua ucapannya selalu saja disalahartikan oleh Oscar. "Bukan begitu maksudku. Aku ha—"
"Kau tak perlu khawatir. Kau tinggal duduk dengan tenang dan jemputanmu akan datang besok."
Era melongo. "Duduk dengan tenang?"
"Ya. Jadi, sebaiknya kau sekarang tidur. Walau aku senang sekali kalau kita bisa menghabiskan malam ini dengan terus berbincang-bincang, tetapi kesehatanmu adalah yang utama. Selain itu, aku harus segera mengabari Philo untuk menyiapkan penjemputanmu besok."
"Oscar."
"Selamat malam dan sampai berjumpa lagi."
Era tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Oscar telah mengakhiri telepon itu secara sepihak. Jadilah ia diam dengan imajinasi yang dengan serta merta membayang di benaknya. Dibayangkan olehnya pesawat jet menunggu di bandara, lengkap dengan karpet merah yang membentang dan ujung-ujungnya ia pun jadi bergidik.
Niat untuk berdoa ada, tetapi Era tahu itu percuma. Sebabnya adalah ia sudah mengetahui sifat Oscar dan satu-satunya hal paling masuk akal yang bisa diharapkannya adalah berharap semoga saja Oscar tidak membuat kehebohan.
Sayangnya harapan Era buyar seketika di keesokan harinya. Semua bermula ketika ia mengantar kepergian Madeline, Clara, dan Frida, sekaligus mengucapkan perpisahan mengingat dirinya dan Seth akan kembali ke Celestial City pagi itu. Mereka berkumpul di depan hotel dan tiba-tiba saja ada mobil hitam mewah berhenti. Pintu terbuka, lalu Bogy turun, dan dihampirinya Era.
Semua orang membeku, terlebih lagi Era. Ia benar-benar bergeming ketika Clara dan Frida berpaling padanya secara perlahan dengan sorot penuh tanda tanya. Agaknya mereka menuntut penjelasan untuk rasa penasaran yang memenuhi kepala, tetapi Madeline dengan cepat mengambil tindakan.
"Baiklah, Era. Sepertinya kami harus pergi sekarang. Kau berhati-hatilah di jalan."
Era melepaskan kepergian Madeline, Clara, dan Frida dengan senyum kaku. Ia melambai sejenak dan lalu beralih pada Bogy. Rasanya kesal, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Disadari olehnya, Bogy hanya menuruti perintah Oscar.
"Apakah kita bisa pergi sekarang?"
Era mengatupkan mulut rapat-rapat. Dijawabnya pertanyaan Bogy tanpa mengucapkan sepatah kata, hanya mengangguk. Ia masuk ke dalam mobil dan mereka pergi ke bandara tak sampai sepuluh menit kemudian.
Pesawat jet telah menunggu—untungnya tanpa ada bentangan karpet merah. Era segera naik ke pesawat dengan pengawalan ketat Seth dan Bogy. Pikirnya, ia tak ubah ibu negara yang sedang melakukan perjalanan antar benua. Jadilah tak mengherankan bila ia berharap bahwa cukup sampai di sana Oscar memberinya kejutan.
Namun, takdir kembali menolak harapan Era. Parahnya, ia malah mendapatkan kejutan yang tak terbayangkan sama sekali, yaitu beberapa perlengkapan asing yang telah berada di dalam kamarnya.
Era memejamkan dengan ingatan yang masih segar sekali di dalam kepala, semalam Oscar berkata. "Selamat malam dan sampai berjumpa lagi."
Dada bergemuruh. Tangan terkepal kuat. Lalu Era bertanya pada diri sendiri. "Jadi, ini yang dimaksud olehnya dengan sampai berjumpa lagi?"
*
Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Era maka Oscar pun dengan segera menghubungi Philo. Kala itu ditebaknya bahwa Philo telah sampai di kamarnya dan mungkin tengah bersiap untuk beristirahat.
Telepon Oscar diangkat dalam waktu singkat. Segera saja diperintahkannya Philo untuk menyiapkan pesawat jet. "Jangan sampai terlambat. Jadi, pastikan jadwal penerbangan sekarang juga. Aku tidak ingin membuat Era menunggu."
"Baik, Alpha."
Oscar pun tak melewatkan hal terpenting dari penjemputan tersebut. "Selain itu, kau hubungi Bogy. Katakan padanya untuk mengawal kepulangan Era."
Panggilan berakhir sesaat kemudian dan Oscar membuang napas lega. Di wajahnya, tersungging senyum puas. Agaknya itu adalah pertanda valid bahwa malam ini ia bisa beristirahat dengan tenang.
Esok pagi Oscar terbangun dengan perasaan ringan. Wajahnya berseri-seri dan disapanya semua omega yang tengah bersih-bersih di Istana.
Sontak saja semua penghuni Istana menjadi keheranan. Mereka memang tahu bahwa sebagai alpha maka Oscar adalah alpha yang perhatian pada kawanan. Terkadang sifatnya memang merepotkan, tetapi Oscar sangat peduli. Namun, bukan peduli yang seperti ini. Jadilah mereka bukannya senang, tetapi malah sebaliknya. Mereka bertanya-tanya di dalam benak masing-masing, apakah ada sesuatu yang terjadi?
Di antara semua yang bingung, ada Aaron yang tampak tak merasa heran sama sekali. Sebaliknya, ia malah tersenyum lebar sembari menyajikan sarapan untuk Oscar.
"Pagi yang cerah. Bukankah begitu, Aaron?"
Oscar bertanya sembari menengadahkan kepala. Ditatapnya cahaya matahari pagi yang bersinar, lalu ia tersenyum.
"Benar sekali, Alpha. Ini adalah pagi yang cerah."
Oscar senang karena Aaron sependapat dengannya. Jadilah ia mulai menikmati sarapan dengan energi positif yang melimpah ruah. Dilahapnya semua sajian yang dihidangkan oleh Aaron dengan penuh semangat.
Sikap Oscar tentunya memberikan kelegaan tersendiri bagi Aaron. Memang, sempat dikiranya bahwa Oscar akan baik-baik saja pagi itu mengingat semalam Era menghubunginya. Namun, ia tak mengira bila Oscar akan sebaik ini.
"Aaron, ada sesuatu yang ingin kudiskusikan denganmu."
Aaron mengerjap sekali. "Apakah yang ingin kau diskusikan, Alpha? Aku akan berusaha memberikan pendapat yang objektif."
"Jadi, begini," ujar Oscar sembari menuntaskan sarapan. Ia mengelap mulut dengan serbet makan sekilas sebelum lanjut bicara. "Aku ingin meminta pendapatmu mengingat sepertinya pendapatmu yang sebelumnya bisa dikatakan berhasil."
Aaron mengangguk. Itu pastilah berhubungan dengan metode mengalah, wanita menyukai pria yang bisa diajak berkompromi.
"Setelah kupikir-pikir dengan kepala dingin, semenjak aku menerima keinginan Era dan berkompromi dengannya, sikapnya mulai berubah. Kau tahu? Semalam dia menghubungiku dan mengabarkan bahwa pagi ini dia akan kembali ke Celestial City. Padahal tentu saja aku mengetahui hal itu karena Madeline sudah memberi tahuku."
Aaron mengerti maksud Oscar. "Itu adalah hal bagus, Alpha. Sepertinya, hubunganmu dan Era mengalami kemajuan."
"Tentu saja." Bola mata Oscar membesar, tampak senang dengan kesimpulan yang diberikan oleh Aaron. "Untuk itulah aku jadi bertanya-tanya, bagaimana menurutmu bila aku pindah ke Celestial City?"
Ekspresi wajah Aaron berubah. Jadilah ia terbengong.
"Hanya untuk sementara waktu," lanjut Oscar dengan mimik serius, bahkan dahinya sampai mengerut. "Kupikir itu ide yang bagus. Bukankah begitu?"
Aaron mendeham sejenak. "Apakah pertimbanganmu, Alpha?"
"Interaksi aku dan Era sangat minim, Aaron. Menurutmu, bagaimana Era bisa yakin bahwa aku memang adalah pria yang tepat untuknya sementara kami jarang berinteraksi?"
Pemikiran Oscar memang masuk akal. Disadari oleh Aaron bahwa interaksi via ponsel bukanlah hal yang benar-benar bisa diperhitungkan.
Namun, itu bukan berarti Aaron sependapat seratus persen dengan pemikiran Oscar. Ada hal lain yang membuatnya sedikit ragu.
"Sepertinya, Era tidak akan menyukai itu, Alpha."
Oscar menyipitkan mata. "Dia tidak akan menyukai keberadaanku bersama dengannya?"
"Bukan begitu maksudku, Alpha," ralat Aaron buru-buru. "Namun, sejauh yang kuketahui, saat ini Era sedang disibukkan dengan penelitiannya. Ia berencana untuk wisuda musim gugur ini."
"Astaga. Bagaimana mungkin bisa aku nyaris melewatkan hal sepenting itu?"
Aaron membuang napas lega. Namun, kelegaannya tidak bertahan lama. Penyebabnya adalah ucapan Oscar selanjutnya.
"Era pasti akan sangat sibuk dan inilah kesempatan yang tepat untukku membantunya."
Aaron melongo. Agaknya Oscar melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dengannya. Jadi, harus dengan cara apa ia menjelaskan pada Oscar bahwa Era tentunya membutuhkan privasi dan ketenangan? Dengan catatan, tanpa menyinggung Oscar.
"Alpha, menurutku—"
"Keputusanku untuk berdiskusi denganmu memang tak pernah salah," ucap Oscar memotong perkataan Aaron. Ditatapnya Aaron dengan sorot kagum. "Kau penuh teliti dan pendapat-pendapatmu sangat membantuku, terlebih lagi yang barusan ini. Aku bisa menolong Era menyelesaikan studinya tepat waktu. Ehm. Anggap saja aku sedang memanfaatkan gelar Ph. D-ku yang selama ini tidak terlalu terekspos."
Aaron tak bisa berkata-kata. Keputusan Oscar sudah bulat dan tak ada yang bisa dilakukannya untuk menghentikan hal tersebut.
Oscar menandaskan segelas air putih. "Untuk itu aku ingin kau mengurus kepindahanku ke Celestial City sekarang juga, Aaron."
Aaron mengangguk tanpa daya. "Baik, Alpha."
Sarapan selesai. Begitu pula dengan diskusi. Di saat Oscar beranjak dan menuju ke kantor bersama dengan Philo maka Aaron pun sibuk mengurus kepindahan Oscar ke Celestial City.
Aaron memanggil beberapa omega. Diperintahkannya untuk mengemas beberapa barang Oscar dan kebetulan sekali ada Julie yang lewat.
"Ada apa ini, Aaron?" tanya Julie dengan penuh bingung. Dilihatnya semua barang-barang Oscar yang telah selesai dikemas. "Apakah Alpha akan pindah?"
Hanya anggukan dan jawaban singkat yang bisa diberikan oleh Aaron untuk rasa penasaran Julie. "Begitulah."
"Ke mana?" Julie kembali bertanya. Namun, matanya sontak membesar bahkan sebelum Aaron menjawab. "Jangan katakan kalau Alpha akan pindah ke tempat Era."
Aaron memilih untuk menutup mulut. Ia tak memiliki kewenangan untuk menjelaskan hal itu pada Julie.
Namun, Julie jelas mengerti. Tak mendapatkan jawaban berarti tebakannya benar. Jadilah ia mendengkus dengan ekspresi tak habis pikir.
"Itu tidak mungkin. Bukan begitu, Aaron?"
Aaron menjadi serba salah. Jadilah ia hanya tersenyum tipis. "Aku yakin, pastilah kau sangat sibuk hari ini, Julie. Bukankah hari ini kau akan memantau distribusi peralatan untuk latihan para guard dan warrior muda?"
"Aaron."
"Aku permisi, Julie. Ada banyak hal yang harus aku cek," ujar Aaron sembari tersenyum. "Semoga harimu menyenangkan."
Aaron berlalu dan tinggallah Julie meradang seorang diri. Ia menggeram dengan syok yang semakin menjadi-jadi.
Beragam pertanyaan terus berputar di dalam kepala Julie. Ketidakpercayaan untuk situasi saat itu membuatnya penasaran. Mengapa bisa Era mendapatkan perhatian Alpha sebesar itu?
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top