24. Pshiturism: Dua Puluh Empat
Distrik Marindale, tepatnya di hutan Falindor—Istana Kawanan Ryloston.
Freddy sedang menghirup aroma whisky single malt berusia 18 tahun yang baru saja dituangkan oleh Peter McKay—watcher—ke dalam sebuah gelas kristal bertipe rock ketika Bernard datang. Dia tahu, pastilah Bernard membawa kabar penting. Namun, itu bukan berarti kedatangan Bernard bisa membuat keinginan bersantainya terusik.
Gelas kristal berputar pelan. Gemercik halus terdengar ketika es membentur dinding dan menimbulkan riak samar pada whisky. Freddy memejamkan mata, lalu menikmati sesapan pertama dengan penuh penghayatan. Persis seperti dirinya yang tak ingin kehilangan sedikit pun sensasi rasa yang hadir di tiap tetes whisky tersebut.
Bernard yang memahami sifat dan karakter Freddy memutuskan untuk diam sejenak. Jadilah dia bergeming di tempatnya berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun hingga akhirnya Freddy bicara.
"Bagaimana, Bernard? Apa ada kabar terbaru dari Xylvaneth?"
Bernard sedikit mengangkat wajahnya. Dilihat olehnya Freddy yang masih terus menikmati whisky dengan mata memejam. "Tidak ada, Alpha."
Putaran gelas kristal berhenti. Wajah santai Freddy menghilang seketika. "Mereka tidak menghubungi kita?" tanyanya dengan dahi yang mengerut samar. "Mereka tidak menindaklanjuti penolakan yang kita berikan?"
"Tidak, Alpha."
Wajah Freddy menegang, tampak rahangnya menggertak seiring dengan timbulnya gelombang emosi yang membuat napasnya memberat. "Apakah mereka berpikir kalau ancamanku hanya angin lalu?" Jari-jarinya menggenggam gelas kristal lebih erat. "Apakah mereka tengah mengujiku?"
"Sepertinya tidak, Alpha," jawab Bernard tanpa ragu sedikit pun. Lalu diutarakannya sebuah pemikiran lain. "Menurutku, Xylvaneth tidak berniat demikian, tetapi sekarang mereka fokus mereka tertuju pada Lynoria."
"Lynoria? Ada apa dengan mereka?"
Bernard menjawab. "Berdasarkan informasi yang kudapatkan, Lynoria menantang Xylvaneth untuk bertarung satu lawan satu hingga mati."
Mata Freddy membuka seketika. Keterkejutan tampak berpendar di sana. "Apa kau bilang?" tanyanya demi memastikan. "Nicholas menantang Oscar?"
"Ya, Alpha." Bernard mengangguk sekali dan menjelaskan secara detail. "Xylvaneth tidak terima dengan tindakan Lynoria yang mengadang perjalanan mereka. Xylvaneth menuntut penjelasan dan pertarungan menjadi jalan keluarnya. Selain itu, pengadangan tersebutlah yang menjadi alasan sehingga Xylvaneth tidak datang ke tempat yang telah kita tentukan."
Freddy manggut-manggut sembari mendeham samar. "Menarik, sangat menarik, dan kupikir, kita harus membuat hal ini menjadi lebih menarik lagi."
"Apa maksudmu, Alpha?"
Freddy membuang napas panjang. Gelas kristal kembali berputar-putar di depan hidung, lalu dia berkata. "Mereka pasti akan bertarung di Riverdale Bluffs, tepat pada malam purnama bulan ini. Jadi, bukankah menurutmu akan lebih bagus kalau kita membantu mereka untuk menghadirkan suporter? Kuyakin, ada banyak orang yang ingin melihat pertarungan mereka." Ditatapnya Bernard dengan sorot penuh arti. "Tentunya mereka akan lebih bersemangat. Benar bukan?"
Bernard memahami maksud tersirat dalam ucapan Freddy. Lalu dia pun mengangguk. "Tentu saja, Alpha. Aku akan memastikan kawanan-kawanan lainnya mengetahui pertarungan ini."
Freddy mengangguk, lalu mengisyaratkan pada Bernard untuk segera pergi dari sana. Dia ingin Bernard segera melaksanakan perintahnya sementara dia kembali lanjut bersantai.
Gelas kristal telah kosong. Freddy mengangkatnya dan Peter segera mengisinya kembali.
Aroma khas whisky yang kuat menguar di udara. Freddy menghirupnya dalam-dalam, lalu tenggelam dalam lautan impresi.
Bersamaan dengan itu, lantunan musik klasik yang berasal dari piringan hitam mengisi ruangan dengan melodi yang menenangkan. Alunan setiap nada membuat Freddy menyelam dalam euforia. Pikirannya mengembara tanpa beban, imajinasi bermain, dan kemungkinan menyenangkan di dalam benak membuatnya menyeringai lebar.
Freddy yakin bahwa rencananya akan berhasil. Pertarungan rahasia antara Oscar dan Nicholas tak akan menjadi pertarungan tertutup. Para kawanan yang berasal dari berbagai daerah akan datang dan meramaikannya, persis seperti keinginannya. Kuberikan pertarungan yang menarik untukmu, Oscar. Pertarungan yang dihadiri oleh banyak kawanan. Lagi pula memang demikian bukan sepatutnya pertarungan? Banyak penonton dan peserta. Kuyakin, kau pasti akan menyukainya.
Seringai Freddy berubah menjadi gelak tawa. Semakin ramai maka akan semakin menarik.
*
Era menyugar rambut dengan frustrasi. Ekspresinya menunjukkan kekesalan dan kekhawatiran dalam waktu bersamaan. Dia mengerang, lalu bicara pada Oscar dengan nada tinggi, menyiratkan emosi yang bercampur aduk.
"Terpenting adalah nyawamu, Oscar. Lagi pula aku masih di sini." Kedua tangan Era naik dan menekan dada sendiri. "Aku masih di sini. Aku masih berada di Istana. Jadi, kau tak perlu bertarung untuk hal yang tak berguna."
Oscar tahu, Era mengkhawatirkan keselamatannya, tetapi dia tak terima dengan ucapan tersebut. "Kau memang masih berada di sini. Namun, tak ada jaminan kalau kau masih tetap di sini esok hari. Nicholas bisa saja menyerang ke sini dengan anggapan aku adalah alpha pengecut yang tak berani bertarung."
"Oh, Tuhan," lirih Era melongo. Dia tahu, pria selalu memiliki sentimental tersendiri akan ego dan harga diri, tetapi dia tak tahu bisa separah ini. Rasa-rasanya semua usahanya untuk membujuk Oscar tak berguna sama sekali. "Aku tak peduli dengan anggapan Nicholas atau siapa pun, Oscar. Yang kupedulikan hanyalah keselamatanmu."
"Aku tahu itu dan kuharap kau pun tahu. Keputusanku ini karena aku memedulikan harga diri dan martabatmu. Aku tak akan membiarkan siapa pun merendahkanmu."
Era ingat betul, seumur hidup, nyaris tak ada orang yang memedulikan harga diri dan martabatnya. Parahnya, bahkan Amias pernah berniat untuk menghancurkan harga diri dan martabatnya. Namun, dia tak yakin bahwa kepedulian Oscar membuatnya senang.
"Kita sudah membahas ini berulang kali, Era. Jadi, kuharap kau bisa mengerti."
Era menggigit bibir. Ditatapnya Oscar dengan sorot tajam. Kekhawatirannya berubah menjadi kemarahan. "Kau benar-benar tak mendengarkan ucapanku, Oscar. Kau benar-benar keras kepala."
Oscar tertawa, lalu memegang kedua tangan Era. "Aku yakin, itu persis seseorang, bukan?"
Era tak mengatakan apa-apa lagi dan Oscar merengkuhnya. Oscar memeluknya dan mencoba untuk meredakan emosinya.
"Apakah Dom pernah menceritakan mitos perihal kelahiranku?"
Era memejamkan mata, lalu sedikit beringsut dalam pelukan Oscar. "Dom menceritakan terlalu banyak mitos kepadaku."
Dada Oscar berguncang dalam tawa. "Kalau begitu maka aku tak keberatan untuk menceritakannya padamu." Dia berhenti tertawa, lalu menghirup napas dalam-dalam. "Aku terlahir ketika bulan emas. Menurut orang-orang, purnama bersinar aneh ketika aku lahir. Cahayanya tak seperti biasa. Bukan perak, bukan juga merah, melainkan bewarna emas."
"Itu memberikanku jawaban mengenai kesukaanmu akan semua benda yang bewarna emas."
Oscar tersenyum lebar. "Bisa jadi, tetapi yang pasti adalah Dom yakin bahwa setiap kelahiran pada bulan emas akan diberikan karunia."
"Karunia?" Era sedikit menarik diri dari pelukan Oscar. "Karunia apa?"
Oscar mengedikkan bahu sekilas. "Aku tak tahu." Lalu, dia berkata dengan santai. "Mungkin karunia berupa sulit mati."
*
Oscar bertekad untuk tidak membiarkan kekhawatiran dan ketakutan Era menjadi kenyataan. Maka dari itu dia memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik mungkin. Dia berlatih dengan tekun, menyempurnakan semua teknik dan strategi yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun. Tak akan dibiarkannya ada kelemahan sedikit pun yang bisa menghalangi tujuannya. Dia harus pulang dengan nyawa yang masih ada di badan.
Walau demikian Oscar tak hanya berfokus pada diri sendiri dan pertarungan yang sudah di depan mata. Dia tak akan abai dengan hal lain yang lebih penting di atas segalanya, bahkan jauh lebih penting ketimbang nyawanya sendiri.
Oscar mengumpulkan beberapa orang di ruang kerjanya. Tepatnya, sesaat sebelum pergi ke Riverdale Bluffs.
Semua berkumpul. Suasana terasa mencekam. Wajah mereka penuh ketegangan.
"Malam ini," ujar Oscar sembari melihat mereka satu persatu. Ekspresinya menunjukkan keseriusan penuh. "Aku akan pergi ke Riverdale Bluffs bersama dengan Philo, Thad, dan beberapa orang warrior. Walaupun ini adalah pertarungan satu lawan satu antara aku dan Nicholas, tetapi tak ada musuh yang bisa dipercaya. Jadi, berjaga-jaga adalah hal utama."
Oscar akan bertarung dengan penuh tekad dan dia tak akan membiarkan Nicholas berbuat curang sedikit pun. Termasuk dengan memanfaatkan ketiadaannya di Istana.
"Untuk itu, Bogy, aku ingin aku menjaga Istana sebaik mungkin. Aku khawatir kalau Lynoria memiliki rencana utama ketimbang bertarung denganku."
Bogy mengangguk. "Kau tak perlu khawatir, Alpha. Semua guard sudah bersiaga di tempat masing-masing. Irene akan menjaga Luna. Selain itu, Seth juga sudah mengamankan jalan rahasia jika terjadi sesuatu."
"Bagus," angguk Oscar dan sekarang, dia beralih pada Jonathan. "Komando warrior sepenuhnya berada di tanganmu, Jonathan. Apa pun yang terjadi, jangan sampai siapa pun menginjakkan kaki di Istana. Gerbang Istana tidak boleh dibuka sebelum aku pulang. Apa kau mengerti?"
"Aku mengerti, Alpha."
Oscar bangkit. Lalu dia menghampiri Dom. "Selama aku pergi, pastikan semua baik-baik saja, Dom."
"Aku akan menjaga Luna dan Istana dengan nyawaku, Alpha."
Oscar mengangguk, lalu menepuk pundak Dom sekali. Setelahnya, dia keluar dan menemukan Era yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya bersama dengan Aaron dan Ursa.
"Era."
Era meremas kedua tangannya. "Apakah kau akan pergi sekarang?"
Oscar menahan napas di dada ketika mengangguk. "Ya. Aku harus segera pergi."
Era diam sejenak. Matanya tampak melihat ke sana dan kemari, menghindari tatapan Oscar. "Baiklah," lirihnya dengan suara rendah. "Aku tak bisa berbuat apa-apa untuk melarangmu. Pada akhirnya, kau tetap akan pergi."
Oscar tak tahu harus bicara apa. Alhasil, dia hanya bisa berkata. "Aku akan segera pulang sebelum matahari terbit."
Setelahnya, Oscar beranjak. Dikuatkannya hati ketika memaksa kaki untuk melangkah pergi. Philo dan Thad mengikutinya sementara Era masih berdiri di sana sembari melihat kepergiannya dengan perasaan yang berkecamuk.
*
Riverdale Bluffs adalah satu kota damai tanpa ada seorang manusia serigala. Tak ada satu kawanan pun yang mendiami kota itu terlepas dari fakta bahwa wilayahnya amat luas. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut dan yang utama adalah keadaan geologisnya yang khas.
Mayoritas wilayah Riverdale Bluffs merupakan padang pasir yang memiliki sedikit vegetasi. Di sana tak ada hutan dan pastinya, keadaannya sangat kering dengan curah hujan yang sangat rendah. Hal tersebut menjadikannya sebagai pilihan tempat tinggal terakhir untuk kawanan mana pun.
Selain itu, berkat peperangan besar yang terjadi bertahun-tahun lalu, para alpha dari semua kawanan berkumpul dan memutuskan untuk menemukan jalan tengah demi mengantisipasi terjadinya perang kembali. Mereka sepakat untuk membuat aturan tertentu demi menghindari kerusakan dan kerugian yang bisa mengancam mereka semua. Sebabnya, peperangan memiliki risiko besar. Identitas mereka yang selama ini terjaga bisa terbongkar. Untuk itu pertarungan tertutup adalah solusi terbaik agar mereka tetap terlindungi dari mata dunia dan pantauan manusia.
Riverdale Bluffs ditetapkan menjadi tempat untuk pertarungan tertutup itu. Mereka menetapkannya sebagai zona netral, daerah di mana tidak ada kekuatan atau kekuasaan dari salah satu pihak pun. Satu-satunya daerah tanpa ada kawanan yang mendudukinya.
Helikopter yang membawa Oscar dan yang lainnya mendarat sekitar pukul sembilan malam. Mereka turun dan segera menuju pada arena pertarungan.
Kedatangan Oscar disambut oleh keriuhan yang amat memekakkan telinga. Sontak saja kakinya berhenti melangkah. Matanya membesar, lalu dilihatnya sekeliling dengan penuh keheranan.
Oscar sempat mengira bahwa arena tarung hanya akan diisi oleh kawanan Xylvaneth dan Lynoria. Persis seperti dirinya yang membawa Philo, Thad, dan sepuluh orang warrior maka dia pun menebak Nicholas akan melakukan hal serupa. Namun, ternyata dugaannya keliru. Tribune penonton penuh, bukan hanya oleh Lynoria, melainkan juga oleh kawanan-kawanan lain dari berbagai daerah.
Philo mendekati Oscar. "Sepertinya ada yang membocorkan pertarungan ini, Alpha."
"Kau benar dan tentunya itu bukanlah hal aneh," ujar Oscar sembari mengabsen kawanan mana saja yang datang malam itu. Lalu matanya menyipit ketika melihat ada Simon di tengah-tengah keramaian tribune. "Pastilah ada yang membocorkan perihal pertarungan ini. Mungkin Lynoria, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau ini adalah perbuatan kawanan lain. Mengingat rumor mengenai Era sudah merebak ke mana-mana maka ini bukanlah hal yang aneh." Wajahnya mengeras, tampak amat serius. "Pastinya mereka bersiap-siap untuk mencari kesempatan dalam kesempitan."
"Jadi, bagaimana, Alpha? Apakah kau akan tetap melanjutkan pertarungan ini?"
Oscar diam sejenak. Sejujurnya, dia tak jadi masalah dengan penonton tambahan, melainkan dia khawatir bila ada kawanan lain yang menyiapkan rencana licik. Sepuluh orang warrior yang dia bawa tak akan bisa berbuat apa-apa bila dua puluh kawanan langsung menyerang mereka sekaligus. Sehebat apa pun dia, itu adalah jumlah yang amat banyak.
Sekarang, satu-satunya harapan Oscar adalah semoga saja para kawanan di sana masih memegang teguh Piagam Perdamaian yang ditandatangani 22 tahun yang lalu. Riverdale Bluffs adalah zona netral yang tak boleh diusik oleh peperangan apa pun.
Oscar membuang napas panjang, lalu berkata sebelum lanjut melangkah kembali. "Tak jadi masalah. Kehadiran mereka tak berarti apa-apa untukku."
Sesaat kemudian, Oscar dan Nicholas Ward sudah berdiri di lantai arena tarung. Sorak-sorai penonton semakin riuh, tetapi semua seperti tak bisa menyentuh indra pendengaran Oscar.
Kala itu tak ada satu suara pun yang didengar oleh Oscar. Hanya kata-kata Nicholas yang didengar olehnya.
"Ini kesempatan terakhirmu, Oscar. Serahkan Era dengan sukarela maka kau tak perlu bertaruh nyawa."
Oscar bergeming. Wajahnya tampak tak berekspresi sedikit pun ketika membalas. "Kau terlalu tinggi memandang dirimu, Nicholas."
Nicholas mengatupkan mulut rapat-rapat. Lalu dia melompat ke arah Oscar dan berubah bentuk menjadi serigala di udara. Pertarungan pun dimulai.
*
bersambung .....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top