20. Psithurism: Dua Puluh

"Kau sudah meminum obat anti mabuk perjalananmu?"

Irene berpaling dan mendapati Thad menghampirinya. Jadilah dia mengurungkan sejenak niatannya yang ingin membuka pintu mobil. Dijawabnya pertanyaan Thad dengan anggukan samar. "Tentu saja. Aku tak ingin muntah di tengah jalan."

Thad menyeringai melihat ekspresi cemberut Irene. "Semoga beruntung," ujarnya sembari mengulurkan tangan. Dibukanya pintu mobil untuk Irene. "Aku akan mentraktirmu sup di Opulence Bistro."

Binar-binar tampak berpendar di sepasang mata Irene tatkala Thad menyebut nama restoran ternama itu. Jadilah dia tersenyum lebar. "Kutunggu janjimu."

Pembicaraan singkat berakhir sampai di sana. Setelahnya, Irene masuk ke dalam mobil dan Thad menutup pintunya. Lalu mobil pun melaju tak lama kemudian.

Thad menunggu sejenak, paling tidak sekitar sepuluh menit demi memastikan bahwa dia tak akan berada di jarak yang mencurigakan dengan mobil Irene. Jadi, ketika dirasanya sudah cukup maka dia pun mengenakan helm dan menyalakan motor, lalu pergi pula.

*

Irene menggertakkan rahang sembari meremas kemudi. Ada setitik perasaan tak enak muncul di benak sehingga dia buru-buru menenangkan diri. Diabaikannya bisikan suara hatinya dan difokuskannya tatapan pada jalan di depan sana yang tampak sunyi.

Pikir Irene, mungkin itu ada hubungannya dengan gejala mabuk perjalanan yang dideritanya. Dia merasa tak tenang, serupa gelisah. Jadilah dia berulang kali menarik napas dalam-dalam sembari berharap semoga dia tidak muntah dan mengacaukan semua perintah yang didapatnya.

Sesuatu berhasil mengusik konsentrasi Irene. Matanya mengerjap, lalu diliriknya bulan purnama yang bersinar terang di langit, memantulkan cahaya pada kap mobil yang mengkilap.

Tiba-tiba saja cahaya purnama pada kap mobil terhalang sesuatu. Terang menghilang, tergantikan gelap. Lalu disusul oleh kemunculan sosok besar dari balik pepohonan di pinggir jalan.

Semua terjadi dengan begitu cepat. Irene terlambat menyadarinya. Namun, beruntung refleksnya cepat bertindak. Dia membanting setir, berusaha menghindar, tetapi makhluk itu berhasil menghantam sisi mobil, membuat mobilnya terguling ke samping. Jadilah dia buru-buru melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil.

Irene membuang napas kasar ketika melihat ada lima serigala yang mengepungnya. Mereka mendesis, juga menggeram.

Tawa Irene berderai. Agaknya dia tak merasa gentar sama sekali terlepas dari fakta betapa ganasnya sorot para serigala itu ketika menatapnya tanpa kedip.

"Mengapa?" tanya Irene sembari melihat para serigala secara bergantian. Dia menyugar rambutnya yang berantakan dengan sikap santai, terkesan mencemooh. "Apakah aku tidak sesuai dengan harapan kalian?"

Para serigala itu tak bisa menjawab pertanyaan Irene. Namun, Irene tentu tahu jawabannya pastilah 'ya'. Sebabnya, tak sulit untuk Irene melihat kemarahan yang berkobar di mata para serigala itu.

"Maafkan aku kalau membuat kalian kecewa, tetapi apa boleh buat. Sepertinya sekarang kalian harus berhadapan denganku. Kuharap kalian tak keberatan."

Bertepatan dengan tuntasnya Irene bicara maka kelima serigala itu melompat secara bersamaan. Mereka menyerang dan Irene pun tak tinggal diam.

Irene mengelak ke samping ketika salah satu serigala berusaha untuk mencengkeramnya. Lalu dengan kecepatan luar biasa, dia pun berubah wujud. Tulang-tulangnya berderak, mengganti posisi. Otot-ototnya mengembang, membesar dengan tak kira-kira. Lantas bulu bewarna kecokelatan muncul, menutupi seluruh tubuhnya. Jadilah sosoknya menjelma jadi serigala besar dengan mata berkilat.

Geraman Irene terdengar ketika menyambut ayunan cakar serigala pertama. Dia menghindar dengan lincah, lalu balik menyerang dengan cakarnya yang tajam. Dirobeknya sisi tubuh serigala pertama.

Darah muncrat di udara. Geraman kesakitan terdengar. Jadilah kemarahan para serigala lainnya semakin memuncak. Mereka pun menyerbu Irene dengan berang.

Irene melompat. Dielaknya cakaran dan gigitan yang tertuju padanya. Dia sempat bermanuver di udara, lalu mendarat di atas tubuh serigala kedua. Muncungnya membuka. Taringnya menancap di leher, lalu menggigit dengan kuat sehingga terdengar bunyi retakan tulang.

Serigala kedua melolong panjang. Dicobanya untuk menghempaskan Irene, tetapi tak bisa. Beruntung baginya, serigala ketiga datang dan menyerang Irene dari belakang.

Irene terbanting di tanah, tetapi langsung bangkit. Keempat kakinya menapak dengan kokoh. Dipersiapkannya diri untuk pertarungan yang diyakininya akan menjadi semakin brutal.

Serigala keempat dan kelima berlari ke arah Irene secara bersamaan. Lalu mereka melompat, mengincar wajah dan dada Irene dengan cakar. Jadilah Irene menggeram, bersiap untuk menyambut serangan itu, tetapi mendadak saja terdengar suara mesin motor yang menderu kuat.

Thad datang. Motornya melaju dengan kecepatan yang amat tinggi. Ditujunya pada serigala yang berniat untuk menyerang Irene. Dia bangkit, berdiri di atas motor. Setelahnya dia melompat dengan kecepatan dan ketangkasan yang luar biasa sembari menghempaskan motor pada kedua serigala itu.

Serigala keempat dan kelima sama-sama menghindar. Keduanya tampak murka dan melihat pada Thad dengan penuh amarah.

Tatkala kaki menginjak tanah kembali maka itu dilakukan oleh Thad dalam bentuk serigalanya. Dia melolong panjang. Lalu pertarungan pun berlanjut kembali.

Sasaran Thad adalah serigala keempat dan kelima, sementara Irene meladeni serangan dari serigala kedua dan ketiga. Mereka bertarung dengan keganasan dan kecekatan yang luar biasa, bergerak cepat di bawah siraman cahaya bulan purnama.

Sesaat berlalu dan pertarungan berlangsung dengan seimbang. Irene dan Thad mampu mengimbangi perkelahian tersebut walau mereka kalah jumlah. Keduanya sama sekali tak gentar, bahkan mampu melakukan beberapa serangan berbahaya yang nyaris melenyapkan nyawa para serigala itu.

Hal tersebut tak luput dari perhatian serigala keempat. Dia yang merupakan pemimpin para serigala itu bisa menarik kesimpulan dengan mudah bahwa Irene dan Thad bukanlah lawan yang gampang untuk ditaklukkan. Maka dari itu dia pun mengambil keputusan denga berat hati, keputusan sulit yang tentunya mencoreng harga dirinya.

Serigala keempat melompat mundur. Dia keluar dari lingkaran pertarungan dan memberikan satu lolongan panjang, isyarat untuk ketiga serigala lainnya yang masih bertarung. Diperintahkannya pada mereka untuk pergi dari sana dengan pembelaan terhadap rasa bersalahnya di hati, yaitu tak ada gunanya untuk melanjutkan pertarungan. Nyatanya objek yang diincar mereka tak ada, mereka tak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan itu.

Di lain pihak, tentunya Irene dan Thad tak akan membiarkan mereka pergi begitu saja. Jadilah kali ini mereka yang menyerang. Namun, pada akhirnya keempat serigala itu berhasil melarikan diri. Mereka berpencar dan menghilang dalam gelapnya hutan.

Irene dan Thad saling menghampiri satu sama lain. Mereka bertatapan untuk sesaat, lalu berpaling pada mayat serigala pertama yang tergeletak tak jauh dari mereka.

*

Aaron tak mengatakan sepatah kata pun ketika menuangkan teh kamomil untuk Oscar. Sebabnya, dia bisa merasakan ketegangan yang tak mampu untuk ditenangkan olehnya tengah menguar di udara, menyelimuti semua orang. Maka dari itu dia memilih untuk diam saja, lalu keluar dari ruang kerja Oscar dengan keyakinan bahwa tak ada gunanya dia tetap berada di sana, masalah yang tengah terjadi berada di luar kebijaksanaannya.

Berada di sana, Oscar tak seorang diri, melainkan ada Era, Dom, dan Seth. Khusus untuk Dom, keberadaannya berhubungan dengan perginya Irene dan Thad, dia akan melaporkan setiap hal yang terjadi pada mereka.

Sementara untuk Seth lain lagi. Dia yang baru saja tiba dari Celestial City harus melaporkan semua hasil penyelidikannya.

Oscar mendengarkan laporan Seth dengan saksama walau tak ada hal mengejutkan yang didapatnya. Semua persis seperti dugaannya, yaitu kawanan-kawanan yang diduganya mengintai Era di sana telah pergi.

"Selain itu," ujar Seth setelah tuntas memberikan laporan. Kali ini ada hal lain yang tak berhubungan dengan tugasnya di Celestial City, tetapi dia yakin bahwa Era perlu untuk mengetahuinya. "Ada hal lain yang mungkin ingin kau ketahui, Luna. Dree sudah tak lagi bekerja di kafe sejak beberapa hari yang lalu."

Era mengerutkan dahi. "Dia tak mungkin dipecat bukan?"

"Benar. Dari yang kudengar, dia mengundurkan diri."

Penjelasan Seth membuat Era terdiam. Jadilah Oscar meraih tangannya yang berada di atas lengan sofa, lalu meremas jemarinya lembut.

Era berpaling pada Oscar. "Dree tak mengabariku soal itu," lirihnya pelan dengan perasaan bingung, merasa aneh dengan hal tersebut. Lalu dia kembali melihat pada Seth. "Sejak kapan dia mengundurkan diri?"

"Sepertinya beberapa hari setelah kejadian malam itu."

Kebingungan Era menjadi kekhawatiran. Jadilah dia bertanya pada Oscar. "Apakah menurutmu Dree mengundurkan diri karena takut?"

"Semacam trauma karena kejadian malam itu?" tanya Oscar demi memastikan dugaan Era. Lalu didapatinya Era mengangguk sehingga dia mendeham sekilas. "Well, itu terdengar masuk akal. Wajar jika dia ketakutan dan memutuskan untuk mengundurkan diri. Memang tak banyak orang yang ingin mengambil risiko mengalami kejadian menakutkan untuk kedua kali."

Demikianlah yang Era pikirkan dan itu membuatnya bertanya lagi pada Seth. "Apakah kau tahu di mana dia bekerja sekarang?"

Seth menggeleng. "Sepanjang yang kuketahui, kata pegawai di kafe, Dree memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Namun, aku tak tahu di mana itu."

"Desa Shadon." Era menarik napas sejenak sebelum lanjut bicara. "Kampung halamannya di Desa Shadon, desa tetangga yang berada tak jauh dari Desa Avaluna."

Oscar mengerutkan dahi. "Apakah kalian merantau bersama?"

"Tidak. Aku bertemu dengan Dree di Celestial City," jawab Era sembari mengingat masa lalu. Lalu dia menambahkan dengan suara rendah. "Pertemuan yang tak disengaja."

Oscar tak berkomentar apa pun. Jadilah dia manggut-manggut sebelum terdengar ketukan di pintu.

Pintu terbuka sesaat kemudian. Tampaklah Bogy yang datang dan segera masuk. Diberikannya sikap hormat pada Oscar dan Era sebelum bicara.

"Aku sudah melakukan penyisiran di seluruh Hutan Lunaria, Alpha, dan aku menemukan sesuatu."

Langsung saja Oscar bertanya. "Apa itu?"

"Sebuah bangkai rusa."

Mata Oscar menyipit. "Bangkai rusa?"

"Ya, Alpha," angguk Bogy sebelum lanjut menjelaskan detail hasil penyisirannya di Hutan Lunaria. "Sepertinya ada vampir yang tengah berkeliaran di Hutan Lunaria. Sebabnya, bangkai rusa itu dikubur, sebuah tanda bahwa dia tak ingin keberadaannya diketahui. Dengan kata lain bahwa dia memang sengaja berada di sini, bukan sekadar vampir yang melintas."

Oscar menahan napas di dada. "Dari para kawanan dan sekarang vampir." Lantas tiba-tiba saja sesuatu melintas di benaknya. Jadilah wajahnya berubah dan dia menatap Era. "Apakah vampir itu yang mengawasimu?"

Butuh waktu dua detik untuk Era mencerna maksud pertanyaan Oscar. Alhasil bola matanya membesar. "Oscar."

Oscar bisa merasakan keterkejutan Era, sebabnya dia pun merasakan hal serupa. Maka dari itu pun dia kembali bertanya pada Bogy. "Apakah kau sudah melacaknya? Apakah vampir itu seorang diri atau bergerombol?"

"Sepertinya hanya seorang, Alpha. Namun, aku tak bisa melacaknya. Bahkan sejujurnya, aku tak mungkin menyadari keberadaannya andai aku tak menemukan bangkai rusa itu secara kebetulan. Aku tak mencium sedikit pun aroma vampir. Dia menyembunyikannya."

Penjelasan tersebut meyakinkan Oscar bahwa sudah sepatutnya Bogy yakin bahwa vampir itu memang sengaja datang ke Hutan Lunaria. Jadilah dia diam dan berpikir. Diputarnya otak demi menemukan jalan keluar dari situasi tak terduga saat itu. Baginya yang mengutamakan keselamatan Era di atas apa pun, satu hal pasti yang harus dilakukannya adalah bertindak cepat dan tepat.

Dering ponsel membuyarkan konsentrasi Oscar. Dia mengerjap sekali, lalu melihat pada Dom yang mengeluarkan ponsel dari saku.

Dom mengangkat panggilan tersebut. Lalu ekspresinya tampak berubah. Jadilah Oscar tak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Ada apa?"

Dom menjawab. "Irene diserang."

"Apa?"

"Ada lima serigala menyerang Irene di perjalanan, tetapi dia baik-baik saja, Luna. Kau tak perlu khawatir," jawab Dom pada Era. Lalu dilaporkannya detail kejadian. "Sekarang, Irene dan Thad sedang dalam perjalanan kembali ke Istana."

Oscar bangkit. "Bagus. Aku tak sabar ingin mengetahui siapa yang berani menyerang orang-orangku dengan licik."

Setengah jam berlalu. Oscar, Era, dan yang lainnya sudah berada di ruang autopsi. Mereka melihat pada sosok mayat manusia serigala yang terbaring kaku di atas meja logam dingin, dengan cahaya lampu fluoresen yang memantulkan kilauan aneh pada bulu-bulu kelabunya yang mulai memudar.

Berdiri tak jauh dari mereka, ada Aaron yang mengenakan jas putih dan sepasang sarung tangan lateks. Dia berdiri dengan sikap siaga walau instingnya mengatakan bahwa Oscar tak akan menyuruhnya untuk memeriksa mayat manusia serigala tersebut.

Persis demikianlah yang Oscar pikirkan. Dia tak memerlukan informasi apa pun mengenai kematian serigala itu. Jawabannya sudah jelas, serigala itu mati karena Irene. Jadi, satu-satunya hal yang ingin diketahui olehnya adalah identitasnya.

"Apakah kau sudah memeriksanya, Dom? Dia berasal dari kawanan mana?"

"Aku sudah memeriksanya, Alpha," jawab Dom lugas. "Dia berasal dari Kawanan Lynoria."

Wajah Oscar mengeras. Rahangnya menjadi kaku. Ekspresinya menggambarkan ketegangan yang tak bisa dibendung. Sebabnya, dia tak berharap akan mendengar nama baru malam itu.

Oscar menarik napas dalam-dalam. Tatapan tajamnya tertuju pada mayat serigala itu dan satu pertanyaan melintas di benaknya. Setelah ini, kawanan mana lagi yang akan melibatkan diri?

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top